1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kebutuhan akan air bersih meningkat dari hari ke hari yang disebabkan
oleh faktor industrialisasi, motorisasi, dan peningkatan standar hidup manusia
umat manusia. Penelitian menunjukkan bahwa cadangan air bersih tidak akan
mampu memenuhi kebutuhan penggunaan dikarenakan kurangnya ketersediaan
air bersih. (en.wikipedia.org). Hal ini sudah diperkirakan oleh United Nations
Organization bahwa pada tahun 2025, hampir 1800 juta jiwa di dunia akan
mengalami kelangkaan air bersih (www.unwater.org). Kondisi ini dapat dicegah
jika umat manusia dapat menemukan cara lain untuk memproduksi air bersih.
Untungnya, teknologi desalinasi telah dikembangkan sejak lama menyerupai
siklus hidrologi alami untuk mencegah permasalahan ini, tetapi teknologi ini
tentunya memerlukan energi yang banyak dan mempunyai dampak negatif
terhadap lingkungan.
Desalinasi secara luas diadopsi dalam Timur Tengah, Negara Arab,
Amerika Utara, Asia, Eropa, Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan
Australia untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan kebutuhan pengolahan air.
Hampir 10 kiloton minyak dibutuhkan setiap tahun untuk memproduksi 1000
m3/hari air bersih (Kalogirou, 2005). Konsentrat garam yang dibuang keluar dari
sistem desalinasi juga menjadi ancaman serius bagi kehidupan air laut (Roberts
dkk, 2010). Sistem desalinasi yang paling umum digunakan adalah Multi Stage
Flash (MSF), Multi-Effect Distillation (MED), Vapor Compression (VC), Reverse
Osmosis (RO) dan Elektro-Dialysis (ED) (Ali dkk, 2011). Sistem desalinasi
konvensional yang dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar fosil juga
turut mengkontribusikan emisi rumah kaca atau GHG (Green House Gas). Hal
inilah yang mendorong para peneliti untuk mencari cara alternatif untuk memberi
daya pada sistem dengan energi terbarukan.
Energi terbarukan yang digunakan oleh proses desalinasi umumnya berupa
energi surya, angin, dan geothermal. Diantara ketiganya, 57% sistem desalinasi
2
disuplai dengan tenaga surya sebagai energi terbarukan (Eltawil dkk, 2009).
Bahkan Negara yang kaya akan bahan bakar fosil seperti Timur Tengah dan
Bangsa Arab juga telah mengubah perhatian mereka pada energi surya dengan
tujuan dapat menyediakan air bersih tanpa mencemari lingkungan
(www.medrc.org). Klasifikasi sistem desalinasi tenaga surya dapat dilihat pada
gambar 1.1. Penjelasan setiap sistem desalinasi akan dibahas lebih lanjut pada bab
2.
Gambar 1.1. Klasifikasi Sistem Desalinasi Surya (Ali dkk, 2011)
Berbicara pada kekuatan struktur untuk rancangan alat desalinasi air laut
ini, maka akan berbicara pada ketahanan alat ini sampai sebelum terjadi kerusakan.
Pada lingkungan permesinan selalu ditemukannya kerusakan komponen mesin
baik itu di karena kelalaian pemasangan, design alat yang tidak sesuai dengan
spesifikasi yang akan diterima bebannya, sampai pada terjadinya kegagalan
karena menerima beban yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.
Fenomena inilah yang disebut dengan kelelehan bahan atau fatique.
Menurut ASM (1975) di defenisikan sebagai proses perubahan stuktur permanen
3 progresive localized pada material yang berada pada kondisi yang menghasilkan
flukuasi regangan dan tegangan dibawah kekuatan tariknya dan pada suatu titik
atau banyak titik yang dapat memuncak menjadi retak (Crack ) atau patahan
(fracture) secara keseluruhan sesudah flukuasi tertentu. Pada dunia perindustrian
ditemukan begitu banyaknya kasus-kasus dimana komponen-komponen mesin
mengalami kegagalan dikarena mengalami fatik. Rancangan alat desalinasi air
laut ini pastinya akan memiliki siklus yang akan berulang-ulang terjadi, oleh
karena siklus ini maka akan terbentuk suatu tegangan yang dapat membuat
material menjadi lelah. Maka untuk mencegah un-scheduled failure dibutuhkan
perhitungan pada komponen pada sistem desalinasi air laut dalam keadaan vakum
ini, terkhususnya untuk komponen evaporator. Dikarenakan komponen evaporator
lah yang dianggap mengalami beban berulang yang paling banyak. Salah satunya
beban thermal yang berulang untuk memanaskan air laut sampai mendidih.
Dengan menggunakan persamaan-persamaan dan rumus-rumus yang
berhubungan untuk menghitung kekuatan fatik maka dapat diharapkan
mendapatkan umur fatik atau umur pakai dari evaporator ini dan menghindari
kegagalan mendadak.
1.2Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan seberapa besar tegangan termal yang diterima oleh evaporator
akibat pemanasan air laut.
2. Menentukan kekuatan fatik pada evaporator secara analisis dan secara
simulasi.
3. Memperkirakan ploting munculnya intial crack akibat tegangan beban
termal sebagai pertanda terjadinya kelelahan material melalui hasil
simulasi perangkat lunak.
4 1.3Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat memproduksi air bersih secara mandiri dengan penggunaan energi
yang lebih sedikit;
2. Dapat mengetahui tindakan maintenance selanjutnya pada evaporator jika
telah mendekati umur pakai,
3. Menjadi penelitian lebih lanjut agar sistem desalinasi ini dapat
dikomersilkan.
1.4Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian skripsi ini adalah:
1. Suhu lingkungan dianggap konstan dan tidak mempengaruhi penelitian,
2. Beban statis komponen pada rancang bangun dianggap statis dan tidak
mempengaruhi penelitian,
3. Temperatur yang menyebar pada evaporator dianggap merata,
4. Tegangan yang dianalisa hanya tegangan termal,
5. Kegagalan akibat korosi diabaikan.
1.5 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan
tulisan-tulisan yang terkait.
2. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan
buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.
3. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk
oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.