• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Leptin Dan Tekanan Darah Pada Obesitas Viseral Dan Non Viseral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Leptin Dan Tekanan Darah Pada Obesitas Viseral Dan Non Viseral"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obesitas

2.1.1. Definisi Obesitas

Obesitas adalah suatu keadaan dimana proporsi berat badan dan tinggi badan jauh melebihi standar yang ditentukan (Hellerstein & Park, 2007). obesitas juga diartikan sebagai kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu (Flier, 2006). Menurut standar indeks masa tubuh (IMT), seseorang dikatakan mengalami obesitas bila nilai IMT-nya lebih atau sama dengan 25 kg/m2 (Asia Pasifik, 2000). Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan total lemak tubuh >20% pada pria dan >30% pada wanita (Misnadiarly, 2007).

(2)

2.1.2. Tipe Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas disebut dengan upper body obesity atau central obesity dan obesitas tubuh bagian bawah disebut lower body obesity atau peripheral obesity (Tchernof, 2007; Ibrahim, 2009)).

Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh yang terdapat pada kompartemen jaringan lemak, yaitu abdominal subkutan yang merupakan kompartemen paling umum dan intra-abdominal (Wajchenberg, 2000). Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini disebut sebagai android obesity dan kini lebih dikenal dengan abdominal obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dislipidemia dan penyakit kardiovaskuler dibanding dengan obesitas bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut gynoid obesity (Tchernof, 2007; Klein & Romijn, 2008).

(3)

tomography perbedaan keduanya terlihat jelas pada gambar 2.1 (Wajchenberg, 2000). VAT memiliki reseptor glukokortikoid dan androgen lebih banyak, metabolism yang lebih aktif, lebih sensitive terhadap lipolisis dan lebih resisten insulin dibanding SCAT. VAT memiliki kapasitas lebih besar menghasilkan FFA, meningkatkan glukosa dan lebih sensitive terhadap stimulasi adrenergic. VAT menjadi factor resiko lebih besar untuk penyakit jantung, hipertensi dan stroke dibanding SCAT (Ibrahim, 2009; Tchernof, 2007).

Gambar 2.1: Dengan menggunakan computed tomography dapat dibedakan antara A. visceral adipose tissue (VAT) dan B. subcutan adipose tissue (SCAT) (Wajchenberg,

2000).

2.1.3. Etiologi obesitas

(4)

basal, aktvitas fisik dan thermic effect of food (TEF) yaitu energi yang diperlukan untuk mengolah zat gizi menjadi energy (Flier, 2006).

Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan metabolisme maupun dari luar tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup (lingkungan) yang akan mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Regulasi fisiologis dan metabolisme dipengaruhi oleh genetik dan juga oleh lingkungan. Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan maupun genetik yang berperan dalam terjadinya obesitas. (Hellerstein & Parks 2007).

A. Faktor Lingkungan.

(5)

B. Faktor Genetik

Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan ukuran dan banyaknya sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh (Flier 2006). Pengamatan yang dilakukan pada anak-anak yang obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orang tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas, kira-kira 40-50% anaknya akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orangtua obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas. Pengamatan selama setahun terhadap bayi-bayi yang ibunya obesitas menunjukkan 50% diantaranya menjadi obesitas bukan karena asupan makan yang berlebih. Pada anak kembar identik juga ditemukan BMI yang sama. Hal ini menunjukkan adanya peran genetic pada obesitas (Misnadiarly 2007, Flier 2006).

C. Regulasi Keseimbangan energi dan berat badan.

(6)

pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang (Schwartz, 2000; Harvey, 2003).

Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormoneleptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energy (Schwartz, 2000; Spiegelman, 2001; Friedman, 1998). Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak menuju ke hipotalamus (Fruhbeck, 2001). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan makanan (Friedman, 1998; Halaas, 1998).

Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan (Friedman, 1998; Halaas, 1998). Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin (Considine, 1996; Enriori, 2007; Martin, 2008).

(7)

2001; Flier, 2006) demikian juga dengan beberapa neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi asupan makanan dan berperan didalam pengendalian kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin-concentrating hormone, corticotropin-releasing hormone (CRH), bombesin dan somatostatin ((Friedman, 1998; Spegelman, 2001). NPY dan CRH terdapat di nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan neuropeptida perangsang nafsu makan dan diduga berperan didalam respon fisiologi terhadap starvasi dan obesitas (Schwartz, 2000).

Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center (Satoh, 1999) .

Stimulasi pada nucleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus area lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center / orexigenic center dan memberikan pengaruh yang berlawanan ((Friedman, 1998; Schwartz, 2000).

Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/ CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP (agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan, menurunkan pengeluaran energy (Schwartz, 2000; Halaas, 1998; Spegelman, 2001).

(8)

memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur respon neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus (Schwartz, 2000). Jalur descending

anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur anabolik menurunkan efek sinyal kenyang, sehingga menyebabkan penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan asupan makan dan berat badan (Schwartz, 2000, Spiegelman and Flier 2001). Hal ini terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2; skema jalur regulasi appetite pada manusia ( Schwartz, 2000) Beberapa mekanisme molekuler lain yang menyebabkan obesitas telah dideskripsikan sebagai monogenic causes yang melibatkan mutasi pada gen leptin, mutasi reseptor leptin, mutasi gen prohormone convertase 1 (PC1), mutasi pada gen POMC dan reseptor MC4R. Juga polygenic causes yang berkontribusi terhadap obesitas. Setidaknya lebih dari 600 gen, marker dan region kromosom telah dihubungkan dengan fenotif obesitas pada manusia (Klein & Romijn, 2008).

(9)

2.1.4. Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul (Caballero, 2005) Berikut ini penjelasan dari metode pengukuran antropometri tubuh:

A. IMT

Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter (Klein & Romijn, 2008). Klasifikasi IMT dibedakan menurut kriteria Asia Pasifik dan kriteria WHO. Kriteria IMT untuk Asia lebih kecil dibanding kriteria WHO (Asia Pasifik, 2000), klasifikasi IMT menurut WHO dan Asia dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 di bawah ini.

(10)

Sumber : The Asia pacific Perspective, 2000

B. Lingkar Pinggang

IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, selain IMT, metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang (Bell et al., 2005). Internasional Diabetes Federation (IDF) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis sesuai tabel 2.2.

Tabel 2.3. Nilai Lingkar Pinggang Berdasar Etnis (IDF, 2006).

Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas

Eropa Pria >94

Wanita >80 Asia Selatan

Populasi China, Melayu, dan Asia-India

Pria >90 Wanita >80

China Pria >90

Wanita >80

Jepang Pria >90

Wanita >80

Amerika Tengah dan Selatan Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga tersedia data spesifik

Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik

(11)

Ukuran lingkar pinggang juga bisa dijadikan acuan untuk menentukan obesitas abdominal atau viseral (Wajchenberg, 2000). Besar lingkar pinggang diukur dengan pita pengukur/metline dalam sentimeter (cm). Pengukuran dilakukan pada posisi berdiri tegak, diukur diantara crista illiaka dan costa XII seperti terlihat pada gambar 2.3 (NHBLI, 2000).

Gambar 2.3. Cara pengukuran lingkar pinggang (NHBLI, 2000).

C. Lingkar panggul

Merupakan ukuran dari besar lingkar panggul yang diukur dengan pita pengukur dalam cm dengan cara melingkari pelvis pada titik maksimal tonjolan bokong. Kriteria penentuan obesitas viseral biasanya didasarkan pada perbandingan antara besar lingkar pinggang dan lingkar panggul, dikatakan obesitas jika rasio antara lingkar pinggang dan lingkar panggul melebihi ukuran normal (Wajchenberg, 2000).

Tabel 2.4. Rasio lingkar pinggang dan panggul (Wajchenberg, 2000). Jenis kelamin Ukuran rasio LP dan Lpa normal

Wanita < 0.85

Pria < 0.90

(12)

2.2 Tekanan Darah dan Hubungannya Dengan Obesitas. 2.2.1. Defenisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah daya dorong kesemua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah. Cara mengukur tekanan darah adalah dengan menggunakan alat yang disebut spygmomanometer. Lengan atas dibalut dengan selembar kantong karet yang dapat digembungkan, yang terbungkus dalam sebuah manset dan digandengkan dengan sebuah pompa dan manometer. Dengan memompa maka tekanan dalam kantong karet cepat naik sampai 200 mmHg yang cukup untuk menjepit sama sekali arteri brakhial, sehingga tidak ada darah yang dapat lewat dan denyut nadi pergelangan menghilang. Kemudian tekanan diturunkan sampai suatu titik dimana denyut dapat dirasakan atau lebih tepat, bila dengan menggunakan stetoskop denyut arteri brakhialis pada lekukan siku dengan jelas dapat didengar. Pada titik ini tekanan yang tampak pada kolom air raksa dalam manometer dianggap tekanan sistole. Kemudian tekanan diatas arteri brakhialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau pukulan denyut arteri dengan jelas dapat didengar atau dirasakan. Titik dimana bunyi menghilang dianggap tekanan diastole (Sherwood, 2001). Tekanan darah sistole normal untuk dewasa <120 mmHg dan diastole < 80 mmHg (JNC, 2003). Keadaan yang sering muncul dan menjadi masalah terkait tekanan darah adalah hipertensi.

2.2.2. Hipertensi A. Definisi Hipertensi

(13)

spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang, atau paling sedikit selama 5 menit setelah berhenti dari aktifitasnya (JAMA, 2009).

Pengukuran tekanan darah bisa dilakukan diklinik/ rumah sakit, di rumah maupun dikantor untuk monitoring tekanan darah (NHBPEP, 2003). Hasil dari pengukuran yang didapat dijadikan acuan dalam menentukan hipertensi.

Tabel 2.5. Kriteria hipertensi yang ditetapkan menurut JNC VII (2003) Klasifikasi JNC Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolic

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 90-99

Hipertensi stage 2 160 10

Tabel 2.6. Kriteria hipertensi yang ditetapkan menurut ESH/ESC (2007) Klasifikasi ESH/ESC Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolic Optimal

(14)

B. Etiologi dan Klasifikasi

B1. Hipertensi Primer (essensial)

Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun, sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi essensial adalah multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis hipertensi essensial antara lain faktor genetik, hipertaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi alkohol secara berlebihan ( Don & Lo, 2007; Quinkler and Stewart, 2003).

B2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma chusing, feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-obatan ( Don & Lo, 2007; Quinkler and Stewart, 2003).

2.2.3. Hipertensi pada Obesitas

(15)

obes sebesar 38% (WHO SEARO, 2011). Prevalensi ini dua kali lebih besar daripada prevalensi hipertensi pada laki-laki dan wanita ramping. Resiko hipertensi juga meningkat dengan penambahan berat badan (Ekowati, 2007). Pada subjek yang diikuti perkembangannya pada studi Farmingham dilaporkan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah 6.5 mmHg setiap terjadinya peningkatan berat badan 10%. Resiko terjadinya hipertensi sebesar 65% pada wanita dan 78% pada laki-laki berhubungan langsung dengan obesitas dan kelebihan berat badan. Inciden hipertensi menurun sejalan dengan penurunan berat badan (Klein & Romijn, 2008).

Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik. Beberapa mekanisme lain yang berperan dalam kejadian hipertensi pada obesitas antara lain peningkatan sistem saraf simpatik, meningkatnya aktivitas renin angiotensin aldosteron (RAAS), peningkatan leptin, peningkatan insulin, peningkatan asam lemak bebas (FFA), peningkatan endotelin 1, terganggunya aktivitas natriuretic peptide (NP), serta menurunnya nitrit oxide (NO)(Rahmouni et al, 2005; Kotsis et al, 2010). Hal ini terlihat pada gambar 2.4.

(16)

2.3. Leptin

2.3.1 Leptin dan Fungsinya

Leptin berasal dari bahasa Yunani leptos yang berarti kurus (Martin, 2008), ditemukan tahun 1994 pada tikus obesitas (gen ob/ob) (Friedman, 1998). Leptin merupakan suatu peptide 16 kD yang diproduksi sebagian besar oleh jaringan adipose yang berperan sebagai regulator utama dalam pengaturan keseimbangan energi dan berat badan (Friedman, 1998). Secara umum leptin berperan dalam menghambat rasa lapar dan meningkatkan metabolism energi. Leptin akan meningkatkan signal percadangan lemak dengan didahului penurunan asupan makanan (Friedman & Halaas, 1998). Fungsi utama leptin yaitu untuk menyediakan sinyal simpanan energi yang ada dalam tubuh pada sistem saraf pusat sehingga otak dapat melakukan penyesuaian yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan asupan energi dan pengeluaran (Friedman & Halaas, 1998; Enriori, 2006). Kadar leptin menurun dalam 12 jam setelah kelaparan atau selama puasa dan meningkat setelah beberapa hari mengkonsumsi banyak makanan (Klein & Romijn, 2008).

(17)

gangguan transportasi leptin pada otak atau respon sensitivitas terhadap aksi leptin menurun sehingga hipotalamus pada individu dengan obesitas menjadi kekurangan leptin sementara produksi leptin meningkat (Fruchbeck, 2001; Martin, 2008). Selain pengaturan nafsu makan, berat badan dan thermogenesis, leptin juga mempengaruhi sejumlah besar fungsi biologis seperti tekanan darah, reproduksi, metabolisme lipid dan glukosa, sintesis glukokortikoid, insulin dan proliferasi limfosit CD4+, sekresi sitokin, fagositosis, dan transimisi sinaps melalui modulasi terhadap aktivasi system syaraf simpatis (SNA) gambar 2.5. (Matarese, 2002; Rahmouni, 2004; Correia, 2008)

Gambar 2.5. Rute leptin dalam regulasi berat badan dan fungsi biologis lainnya. (Rahmouni, 2004)

2.3.2. Struktur Leptin

(18)

sistein 146 dimana ikatan disulfide terletak antara C-terminus dan mengawali satu lengkungan. Ikatan ini penting untuk struktur pelipatan dan ikatan reseptor. Mutasi pada salah satu residu sistein akan membuat protein tidak berfungsi. Sintesis dan pengaturan fragmen peptide didasarkan pada protein OB yang menunjukkan bahwa aktivitas leptin terlokalisisr, sebagian pada region terminal carboxyl pada daerah antara residu 106 dan 167 (Fruhbeck, 2001)

Leptin terutama diproduksi oleh sel adipose dan disekresikan ke aliran darah (Fruhbeck, 1998; Flier, 2000), beberapa jaringan seperti plasenta (Hoggard, 1997), epitel mammae (Lin, 2005), Stomach (Hans, 2005), otot dan otak juga mampu memproduksi leptin (Fruhbeck, 2001)

2.3.3. Reseptor dan Pensinyalan Leptin

(19)

Gambar 2.6. Struktur reseptor leptin bentuk panjang dan pendek (ObR). (Friedman, 1998)

Ekspresi gen lepr terutama di paru dan adipose, menengah di ginjal dan relative sedikit di jaringan seperti jantung, otak, limfe, hati dan otot. (Hoggard et al, 1997) ObRa dan ObRc diekspresikan pada kadar tinggi di mikrovena serebri yang berada pada sawar darah otak dan berperan penting terhadap transpor leptin ke dalam susunan saraf pusat. Domain ekstraseluler reseptor leptin dan varian pendek ObRa telah dideteksi pada beberapa jaringan perifer dan varian panjang ObRb diekspresikan dalam system organ kecil seperti kelenjar adrenal, ginjal dan jantung (Hoggard et al, 1997; Shilpa et al, 2011). Varian panjang berperan mengaktivasi janus kinase (golongan tirosin kinase) untuk meningkatkan transkripsi melaui aktivasi STAT3, P13K dan penghambatan AMPK. ObRa dan ObRb dapat menstimulasi MAPK yang dapat dilihat pada induksi hipertropi, SOCS-3 dan PTB1b telah didentifikasi sebagai regulator negative signal leptin (Rahmouni, 2005; Shilpa et al, 2011) (gambar 2.7).

(20)

Ob-R yang dipresentasikan diorgan menunjukkan efek biologi leptin pada jaringan ekstraneural dan terlibat dalam berbagai fungsi (gambar 2.8) diantaranya dalam penyimpanan energy, metabolism dan pencernaan seperti otot skeletal, jaringan adipose, pancreas, abdomen, usus kecil, kolon dan liver. Ob-R yang diekspresikan pada organ reproduksi seperti ovarium, uterus dan testes (Popovic, 2002). Ob-R juga ditemukan pada jaringan yang terkait dengan imunitas seperti limpa, timus, kelenjar lymph, sel haemotopoetic dan sel T (Procaccini, 2009). Lokasi lainnya meliputi erndotelium, ginjal, adrenal dan jantung yang terlibat pada angiogenesis dan regulasi tekanan darah (Hausman, 2004; Fruhbeck, 2001)

Gambar 2.8. Lokasi dan fungsi reseptor leptin pada efek perifer (Fruhbeck, 2001)

(21)

Nukleus arkuata (ARC) di hipotalamus merupakan tempat utama pensinyalan leptin dan ARC mentranduksikan sinyal perifel ke dalam respon neuronal. Pensinyalan intraseluler dari bentuk panjang (ObRb) melibatkan jalur JAK-STAT seperti halnya sebagian besar sitokin. Reseptor bentuk pendek (ObRa, c,d,e) sebagian tidak mampu memberi sinyal ke dalam sel dan kemungkinan berperan sebagai transporter dan molecular sink untuk katabolisme leptin (Matarese, 2002). Ekspresi membran ObRb sebagian diatur oleh protein Ob-R. Berkurangnya ObRb fungsional bertanggung jawab untuk obesitas dan sindrom metabolik yang diamati pada model tikus db/db (Oswal, 2010).

Aktivasi ObRb menginisiasi suatu jalur transduksi sinyal bertahap, defisit salah satunya akan berperan penting dalam etiologi resistensi leptin. Jalur transducer

(22)

berikatan dengan ObR menjadi substrat untuk reseptor JAKs dan kemudian berdisosiasi dari reseptor sebelum membentuk dimer aktif seperti yang terlihat pada gambar 2.9 (Oswal, 2010).

Gambar 2.9. Jalur utama pensinyalan leptin (Sumber : Oswal, 2010)

Hall et al mengemukakan mekanisme sinyal leptin-melanocortin dalam meregulasi appetite, keseimbangan energy dan tekanan darah pada SSP, tiga jalur utama yang diaktifkan diantaranya JAK-2 (Irs2-P13K) , Shp2-MAPK dan STAT3 yang bisa dilihat pada gambar 2.10. ( Hall et al 2010).

(23)

(1). IRS-2 yang mengaktifkan P13K dipertimbangkan berperan pada RSNA, tekanan darah dan regulasi glukosa. Aktivasi jalur IRS2-P13K perannya tidak begitu besar dalam memediasi efek leptin pada keseimbangan energy karena tikus yang IRS2 nya dihapus diseluruh otak memiliki berat badan yang normal atau hanya mengalami obesitas ringan, namun blockade farmakologi P13K hampir sepenuhnya menghilangkan efek akut leptin pada RSNA. Hal ini menunjukkan bahwa jalur IRS2-P13K mungkin penting pada peningkatan RSNA yang dimediasi leptin. (2). Tyr 985 yang merekrut Shp2 dan mengaktivasi jalur MAPK berperan pada termogenesis dan glukosa. Delesi selektif SHP2 pada neuron otak depan menyebabkan peninggian fenotip meliputi obesitas, resistensi insulin dan beberapa karakteristik sindrom metabolic. Pada tikus mutan tidak terjadi hiperpagia, hal ini menunjukkan bahwa delesi SHP2 pada otak depan bisa menyebabkan obesitas melalui termogenesis dan kecepatan metabolic (3). Tyr 1138 yang merekrut STAT3 ke kompleks ObR-JAK2 untuk signal appetite. Delesi pada neuron spesifik STAT3 menyebabkan hiperpagia dan hilangnya penekanan appetite yang dimediasi leptin, sampai saat ini belum ada studi yang mengkaji peran signal STAT3 pada peningkatan RSNA dan tekanan darah. (Hall et al, 2010).

2.3.4. Relevansi Leptin pada Obesitas

(24)

kodon 133 mengacu pada mutasi frameshift dan sintesis protein Ob yang truncated (pendek). Pemberian terapi metionil leptin recombinan menghasilkan penurunan berat badan yang bertahan dan peningkatan perubahan metabolic. Stroberi et al mengidentifikasi 3 anggota keluarga Turki dengan mutasi missence homozygote pada gen leptin (cytosine-thymin pada kodon 105, berperan penting untuk perubahan arginin-tryptopan pada protein yang matur), menghasilkan konsentrasi plasma leptin yang rendah. Mutasi gen Ob pada manusia menyebabkan obesitas yang berat dengan onset yang cepat dengan konsentrasi leptin yang sangat rendah, walupun massa lemak tinggi yang ditandai dengan hiperpagi, hiperinsulinemia dan hipogonad hipotalamus, menurunnya tone simpatis dan disfungsi system imun (Fruhbeck, 2001)

Mutasi OB-R secara ekstrim jarang terjadi pada manusia. clement et al menggambarkan keluarga kabilian yang bersaudara dimana 3 saudara perempuannya meninggal disebabkan obes adalah homozigot dimana mutasi pada OB-R terjadi pada splice site. Pemberian donor splice pada exon 16 menghasilkan OB- R yang pendek pada transmembran dan intrasel (fruhbeck, 2001). Sirkulasi OB-R mutan dengan konsentrasi yang tinggi mampu berikatan dengan leptin tetapi tidak berfungsi dalam pensinyalan (Kim, 2003). Beberapa polimorfisme pada gen Ob-R telah diidentifikasi dalam menyebabkan perubahan pada ikatan atau aktifitas pensinyalan dari reseptor ( Wauters, 2001; shintani, 2002).

(25)

pada individu yang obes yang diinterpretasi sebagai penurunan sensitifitas efek fisiologi leptin terutama untuk menyeimbangkan konsentrasi leptin yang tinggi disirkulasi (Pinilla, 1999; Kratzsch, 2002)

2.3.5. Teori Resistensi Leptin

Fruhbeck menjabarkan terjadinya resistensi leptin melibatkan beberapa level pada jalur signal leptin . insensitivitas leptin kemungkinan hasil dari produksi yang kurang sempurna, terutama sintesis yang in aktif atau kemampuan yang rendah dari bentuk leptin (Brown, 1999), kemungkinan lain bisa karena kerusakan pada intravascular (Hausman, 2004: Korda, 2008). Pada hewan dan manusia leptin yang bebas disirkulasi berikatan dengan protein lainnya (Kratzsch, 2002). Pada manusia kebanyakan sirkulasi leptin berikatan secara kompetitif, sedikitnya 3 makro molekul serum dengan berat molekul kira-kira 85, 176 dan 240 kDa yang bisa memodulasi bioaktif dan bioavailability ligan terhadap jaringan target Landt, 2000). Pada individu yang kurus dengan simpanan jaringan adiposa yang relative rendah kebanyakan leptin dalam bentuk terikat dimana proporsi leptin yang bebas meningkat dalam serum subjek obes (Kratzsch, 2002).

(26)

protein yang berikatan disirkulasi dengan leptin yang bebas .dan bahwa keseimbangan ini bisa berefek pada ranah metabolic (Kratzsch, 2002, Oswal, 2010)., terutama untuk jalur penting ikatan protein pada transport atau peningkatan ligan telah ditunjukan oleh beberapa member sitokin. Untuk beberapa sitokin dan factor pertumbuhan haematopoitik , berhubungan dengan aktifitas ligan yang meningkatkan ikatan protein karena modivikasi biokimia (Landt, 2000: Fruhbeck, 2001). fenomena ini memberikan penjelasan yang mungkin untuk resistensi leptin yang nyata dalam konteks peningkartan leptin yang bebas ((Kratzsch, 2002) .

(27)

Gambar 2.11. lokasi potensial kerusakan leptin yang berhubungan dengan hiperleptinemia

Dalam konteks obesitas dan penyakit, keadaan biomeolekuler tubuh yang menurunkan sensitivitas kerja leptin atau peningkatan produksi leptin menyebabkan respon yang tidak adekuat disebut defisiensi leptin relatif. Konsep ini didukung oleh pengamatan bahwa hampir sebagian individu obesitas tidak berada dalam keadaan defisiensi leptin bahkan memiliki konsentrasi leptin serum yang meningkat (Martin, 2008). Mekanisme terjadinya resistensi leptin yang dikemukakan Martin antara lain:

A. Mutasi genetik

(28)

B. Limited Tissue Acces

Penelitian-penelitan menunjukkan sawar darah otak merupakan tempat penting terjadinya resistensi leptin. Dengan berat molekul 16 kDa, leptin terlalu besar untuk melewati difusi transmembran dan ditransport ke dalam otak melalui sistem transport saturasi (Friedman, 1998). Walaupun leptin secara luas ditransport melalui SSP, yaitu hipotalamus ARC. Beberapa faktor telah diidentifikasi dapat mempengaruhi kecepatan transport leptin ke dalam SSP. Satu contoh adalah stimulasi -adrenergi dapat meningkatkan aktivitas transporter, yang dipengaruhi oleh hipertrigliserida. Hipertrigliseridemia biasanya terjadi pada kondisi kelaparan yang lama. Diduga kemampuan trigliserida untuk menghambat transport leptin merupakan sebagian mekanisme perlawanan terhadap perbaikan sinyal anoreksia selama kekurangan makanan. Pada sisi lain, hipertrigliseridemia juga terkait dengan obesitas dan sebagian bertanggung jawab untuk gangguan transpor leptin yang diamati pada individu obesitas dan menjelaskan keadaan resistensi leptin perifer (Oswal, 2010).

Perbandingan leptin dalam cairan serebrospinal terhadap konsentrasi leptin serum menurun pada obesitas dibandingkan dengan orang normal. Kemampuan untuk mentranspor leptin melewati sawar darah otak menentukan sensitivitas leptin. Trigliserida menyebabkan resistensi leptin pada sawar darah otak. (Oswal, 2010).

C. Self regulation

(29)

menunjukkan hasil langsung dari peningkatan leptin sentral. Hasil ini didukung oleh model hewan pengerat yang mengalami peningkatan leptin kronik sebagai hasil dari overekspresi transgene yang menurunkan ekspresi reseptor leptin di hipotalamus dan level protein yang menghambat sinyal leptin. Karena itu obesitas meningkatkan hiperleptinemia yang mana akhirnya meningkatkan resistensi leptin (Martin et al, 2008).

D. Mekanisme seluler

Sinyal transduksi leptin intraseluler diperantarai oleh jalur fosforilasi Janus Kinase 2 (JAK2)-signal transducer and activator of transcription 3 (STAT3). Pemberian leptin sentral mengembalikan sebagian aktivasi STAT3 pada tikus diet induced obesity (DIO), walaupun aktivasi STAT3 berkurang setelah pemberian leptin perifer. Fosforilasi STAT3 pada nukleus arkuata hipotalamus resisten selektif pada tikus DIO, yang menunjukkan peningkatan ekspresi suppressor of cytokine signaling (SOCS3) (Oswal, 2010).

(30)

menawarkan pendekatan terapi baru untuk pengobatan obesitas dan penyakit terkait (Rahmouni et al, 2004).

Molekul penghambat lain yaitu protein tyrosine phosphatase (PTP)-1B juga berperan dalam pengaturan pensinyalan reseptor leptin. PTP1B mendefosforilasi kinase yang dihubungkan reseptor leptin, JAK2, dan pada tikus dengan defisiensi PTP1B menunjukkan hipersensitivitas leptin. Ekspresi berlebihan PTP1B pada tikus

hypothalamic cell line, GTI-7, menunjukkan penurunan dose-dependent pada JAK2 endogen dan deposporilasi tirosin STAT3 juga menyebabkan penurunan akumulasi mRNA SOCS3. Tikus defisiensi leptin dengan kekurangan PTP1B menunjukkan peningkatan respon efek leptin. Data ini menunjukkan bahwa PTP1B merupakan salah satu molekul penting dalam pembentukan resistensi leptin sentral selain STAT3 dan SOCS3. Penghambatan pada jalur ini dianggap sebagai target potensial untuk obat antiobesitas dan menjadi acuan riset kedepan.(Rahmouni et al, 2004)

Aktivasi insulin receptor substrate (IRS) memperantarai aktivasi

phosphatidylinositol 3-kinase (P13K). hypothalamus-specific IRS2 knockdown mice, dimana ekspresi IRS2 pada nukleus arkuata sangat berkurang, menunjukkan obesitas dan resistensi leptin, menunjukkan bahwa IRS2 penting bagi transduksi sinyal leptin pada nukleus arkuata. Jalur P13K-phosphodiesterase 3b-cyclic AMP kemungkinan berhubungan dengan pembentukan resistensi leptin sentral. Penemuan bahwa pemberian sentral inhibitor P13K memblok anoreksia yang diinduksi leptin menunjukkan pentingnya jalur ini (Martin, 2008).

(31)

JAK2/STAT3 oleh leptin di hipotalamus. Inhibisi hypothalamic AMP-activated protein kinase (AMPK) diperlukan sebagai efek anoreksigenik leptin akibat ekspresi dari AMPK aktif memblok efek induksi leptin. Penemuan terbaru bahwa inhibisi aktivitas 2-AMPK oleh leptin tidak dijumpai pada hipotalamus medial, arkuata, paraventrikuler tikus DIO menunjukkan bahwa respon defektif AMPK terhadap leptin mungkin berkontribusi terhadap resistensi kerja leptin terhadap asupan makanan dan keluaran energy dalam keadaan DIO (Hall et al, 2010).

Pada beberapa tahun ini, JAK2 interacting protein telah diidentifikasi sebagai regulator kunci sensitivitas leptin. SH2-B berikatan simultan terhadap JAK2 dan IRS2, dan mendorong aktivasi jalur P13K yang distimulasi leptin pada sel kultur. Stimulasi Leptin untuk aktivasi JAK2 dan fosforilasi STAT3 dan IRS2 terganggu pada hipotalamus tikus yang mengalami defisiensi SH2-B, dimana ekspresi reseptor leptin bentuk panjang dan SOCS3 tidak berubah. Delesi dari SH2-B dapat mengganggu sensitivitas leptin pada saraf hipotalamus NPY/AgRP. Ekspresi berlebihan dari SH2-B melawan kerja PTP1B-mediated inhibition dari pensinyalan leptin pada sel kultur menunjukkan bahwa SH2-B sangat diperlukan dalam memediasi efek leptin ( Hall et al, 2010).

E. Sirkulasi

(32)

jelas dengan adanya konsentrasi yang lebih besar secara signifikan dibanding reseptor leptin soluble (Martin et al, 2008).

2.3.6. Regulasi produksi Leptin

Jaringan adipose adalah tempat utama penyimpanan dan pelepasan energy dalam respon terhadap perubahan kebutuhan energy pada organism. Leptin disekresi oleh sel lemak dengan proporsi terhadap penyimpanan lemak tubuh dan menjadi regulator kunci terhadap homeostasis (Friedman, 1998). Regulasi ekspresi gen Ob pada jaringan adipose telah dikaji secara ekstensif (Popovic, 2002). Produksi leptin pada jaringan adipose dibawah regulasi nutrisi, hormonal dan neural (tabel 2.7)

Tabel 2.7. Regulasi terhadap ekspresi leptin (Fruhbeck, 2001)

(33)

Seperti yang terlihat pada gambar 2.12. Insulin menstimulasi ekspresi gen Ob, seperti glukokortikoid. Meskipun leptin plasma, TSH dan adiposity berkorelasi pada pasien eutiroid, masih menjadi perdebatan efek hipo dan hipertiroid pada ekspresi gen (Popovic, 2002)

Gambar 2.12. Regulasi produksi leptin pada sel adipose (-) stimulator, (--) inhibitor (Fruhbeck, 2001)

Beberapa studi menunjukkan peningkatan leptin plasma pada pasien hipotiroid dan penurunan pada pasien hipertiroid, tetapi studi lainnya menunjukkan perubahan signifikan pada konsentrasi leptin pada kondisi ini atau dalam respon terhadap terapi tiroxin-replacement (Popovic, 2002).

(34)

terapi growth hormone-replacement, meskipun tidak ada perubahan pada BMI (Pinilla, 1999; Popovic, 2002)

Paparan dingin menginduksi supresi yang dimediasi simpatis pada gen ob,menunjukkan penurunan yang cepat pada mRNA ob dan konsentrasi leptin serum.hubungan yang positif dan independen antara level TNF-α dan konsentrasi leptin disirkulasi telah dilaporkan.TNF-α menginduksi pelepasan IL6 dan leptin dari jaringan adipose. Tikus yang dihilangkan gen TNF-α menunjukan hipoleptinemia dibanding tikus normal. Meskipun TNF-α memiliki efek stimulasi,IL6 memiliki aksi inhibisi terhadap produksi leptin (fruhbeck,2001).

Seperti gen adiposity lainnya, promoter gen ob secara positif meregulasi tempat ikatan fungsional pada CCAAT/enhancer,ikatan protein α.sebaliknya Tiazolinidinedione, sebuah ligan untuk factor transkripsi peroxisome proliferator activated receptor γ ( PPAR γ), menekan ekspresi leptin. Proses ini sebagian melibatkan fungsi antagonis antara CCAAT/enhancer binding protein α dan PPARγ pada promoter leptin (fruhbeck,2001).

2.3.7. Peran Biologi Leptin A. Fungsi Reprodusi

(35)

laki-laki. Leptin mempercepat onset pubertas pada tikus normal (Popovic, 2002). Tikus prapubertas yang diinjeksi leptin mengalami maturasi dini pada sel reproduksi. Leptin meningkatkan hormone yang berhubungan dengan pubertas pada remaja laki-laki dan perempuan (Pinilla et al, 1999; Mayor, 1997). Signal leptin memperkuat simpanan energy dan dibutuhkan untuk inisiasi pada pubertas dan pembentukkan karakteristik sex sekunder melalui interaksi dengan organ target yang berbeda pada axis hipotalamus – pituitary-gonad ( Pinilla et al, 1999; Popovic, 2002).

Pada manusia konsentrasi leptin serum yang tinggi ditemukan pada fase luteal dan fase folikular (Gabriel, 1998). Hubungan antara BMI dan sirkulasi leptin berubah-ubah selama siklus spontan berjalan (Iyare, 2008). Korelasi yang terbaik terjadi selama fase luteal ketika progesterone dan konsentrasi leptin tinggi (Gabriel, 1998). Konsentrasi leptin ditemukan lebih tinggi pada wanita premenopause dibanding postmenopause, menunjukkan bahwa estrogen berimplikasi terhadap regulasi produksi leptin (Khokkar et al, 2010).

(36)

(Popovic, 2002; Alonso, 2007; Kiess, 1998). Kemungkinan lain adalah meningkatnya konsentrasi ikatan protein disirkulasi (Landt, 2000). Bentuk soluble dari Ob-R meningkat pada serum maternal. Factor ini mungkin melindungi leptin dari degradasi atau ekskresi. Leptin plasenta juga berkontribusi meningkatkan konsentrasi maternal (Hoggard, 1997).

Berat badan dan komposisi tubuh berubah secara dramatis pada fetus dan bayi baru lahir (Jahan, 2009). Hoggard telah mengobservasi ekspresi gen dengan level yang tinggi untuk leptin Ob-Rb pada plasenta juga jaringan fetal (Hoggard, 1997). Hal ini memberikan fakta bahwa leptin berperan pada perkembangan dan pertumbuhan fetus. Di otak protein Ob ditemukan di leptomeningen dan flexus choroid (Devos, 1996). Leptin juga terlibat pada control nutrisi maternal juga pada homeostasis energy fetus. Serum leptin menunjukkan korelasi dengan berat badan fetus (Kiess, 1998).

B. Pengembangan Tulang

(37)

C. Imunitas

Ob-R telah dideteksi pada jaringan yang berhubungan dengan imunitas seperti limpa, thymus, kelenjar lymph, sel haematopoetic dan sel T. fungsi Ob-R mampu memberikan signal untuk pertahanan, proliferasi dan diferensiasi sel pada makrofag (Procaccini, 2009). Leptin mampu meningkatkan produksi sitokin pada makrofag dan meningkatkan kelengkapan dan proses yang dimediasi reseptor berikutnya pada pagositosis. Aktifitas ini bisa dimediasi melalui up regulasi dari reseptor makrofag atau melalui penurunan aktifitas fagosit (Lonnerdal, 2000).

(38)

D. Angiogenesis dan perbaikan luka

Leptin telah dimaukan dalam daftar factor-faktor angiogenesis. Uji coba invitro dan invivo pada model angiogenesis mengindikasikan bahwa leptin melalui aktivasi OB-R endotel menyebabkan perkembangan signal meliputi jalur tirosin kinase dependen intrasel yang berkontribusi terhadap peningkatan proses angiogenic (Hausman,2004). Pemberian leptin topical dan sistemik meningkatkan re-epitelisasi luka pada tikus ob/ob. Pemberian suplemen leptin topical mempercepat kondisi perbaikan luka pada tikus asli ( Frank, 2000). Proliferasi keratinosit yang terlokalisir pada ukuran luka mengekspresikan fungsi spesifik subtype Ob-R selama perbaikan kulit. Leptin memediasi stimulus mitogenetik terhadap keratinosit manusia secara in vitro (Rico, 2005).

Inflamasi dan vaskularisasi berperan penting pada perbaikan jaringan setelah injury. Aktivasi system imun oleh leptin bersama angiogenic dan efek perbaikan luka dari hormone bisa membuktikan relevansi fisiologis ekstraordinari. Leptin bisa berpartisipasi pada perkembangan dari reaksi inflammatory pada jaringan yang telah mati dan mempercepat perbaikan jaringan (Goren, 2003).

E. Lipolisis

(39)

gliserol namun tidak diiringi peningkatan FFA di plasma. Penelitian sebelumnya menunjukkan efek autokrin-parakrin lipolitik dari leptin pada WAT secara in vitro dan in vivo. Leptin menekan ekspresi gen acetil CoA Karboxylase, sintesis asam lemak dan sintesis lipid, reaksi biokimia yang berkontribusi pada akumulasi lipid tanpa keikutsertaan jalur yang dimediasi sentral. Leptin terlibat pada regulasi langsung metabolism jaringan adipose melalui hambatan lipogenesis dan stimulasi lipolisis (Fruhbeck, 2001; William, 2002; Turner, 2006).

F. Leptin dan system syaraf simpatis F1. Efek simpatis leptin

Saat ini telah diketahui bahwa leptin dapat mengaktivasi SNS melalui aksi perifer local dan juga melalui efek yang dimediasi sentral hipotalamus. Penelitian terkini telah memberi kesan bahwa signal leptin pada nucleus tracti solitarii telah meningkatkan aliran simpatis ginjal pada tikus normal tetapi tidak pada tikus Zucker obes. Hal ini mengindikasikan bahwa reseptor leptin yang utuh merupakan hal yang penting untuk respon vasoaktif. Selaras dengan konsep ini, studi pada manusia telah memberikan kesan bahwa defisiensi leptin secara genetic tidak hanya berhubungan dengan morbiditas obesitas tetapi juga kerusakan pada aktifitas SNS dan hipotensi postural pada anak-anak dan dewasa yang homozygote.(Shilpa et al, 2011)

(40)

hipertensi yang nyata pada binatang percobaan obes. Obesitas meningkatkan reabsorbsi natrium diginjal dan menyebabkan hipertensi yang sebagian besar melalui peningkatan RSNA

Pemberian -adrenergik dan - adrenergic blockers atau clonidin, mencegah kenaikan tekanan darah pada anjing yang diberi diet tinggi lemak. Clonidin adalah obat yang menstimulasi pusat reseptor 2 dan mengurangi aktivitas SNS. Kombinasi blockade -adrenergik dan - adrenergic yang diberikan pada pasien obes yang hipertensi selama 1 bulan menurunkan tekanan darah pada pasien rawat jalan lebih signifikan dibanding pasien hipertensi esensial yang kurus. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas adrenergic berkontribusi terhadap perkembangan dan perawatan hipertensi obesitas pada hewan percobaan dan manusia (Hall et al, 2010)

(41)

Gambar 2.13. efek pemberian leptin secara intravena meningkatkan aktivitas syaraf simpatis pada Brown Adipose Tissue (BAT) dan ginjal (Rahmouni 2004).

Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa leptin dapat meningkatkan SNA melalui stimulasi syaraf eferen perifer, data yang ada mendukung konsep bahwa simpatoaktivasi leptin adalah aksi hormone ini pada CNS. Leptin menyebabkan simpatoexcitasi yang nyata setelah transecti pada syaraf simpati distal dan hilang setelah blockade pada ganglion menggunakan klorisondamide dengan pemberian intra vena. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan SNA yang dihasilkan dari syaraf simpatis eferen lebih besar dari syaraf simpatis aferen. Disamping itu pemberian leptin langsung pada ketiga ventrikel cerebral dapat meningkatkan SNA dan simpatoaktivasi leptin secara intravena dapat dihilangkan melalui perlukaan selektif pada nucleus arkuata hipotalamus. (Rahmouni & Haynes, 2004)

F2. Efek simpatis leptin pada obesitas

(42)

homeostasis cardiovaskuler yaitu ginjal. Peningkatan SNA renal juga dilaporkan pada hewan coba yang obesitas juga tikus yang diberi diet tinggi lemak. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan SNA adalah gambaran umum dari obesitas yang mana berperan utama pada hipertensi dan penyakit cardiovaskuler (Rahmouni & Haynes, 2004)

Respon SNS pada obesitas mungkin tergantung pada etnis, dan factor lain seperti distribusi lemak. Pada Indian Pima prevalensi obesitasnya tinggi tetapi prevalensi hipertensinya relative rendah. Laki-laki kulit hitam memiliki aktivitas SNS otot yang lebih tinggi dan hipertensi yang lebih menonjol dibandingkan laki-laki kulit putih. Factor seperti perbedaan dalam distribusi lemak juga dapat menyebabkan beberapa variasi dalam respon SNS. Aktivitas SNS otot yang telah diukur ditemukan lebih banyak daripada aktifitas SNS, akan tetapi pengukuran aktifitas SNS otot mungkin tidak mencerminkan RSNA karena adanya heterogenitas dalam control arus otonom ke organ yang berbeda.( Hall et al, 2010). Pada beberapa pengamatan prevalensi hipertensi lebih tinggi pada subjek obesitas bagian tubuh atas (upper obesity) dibanding subjek dengan lower obesity. Prevalensi obesitas juga lebih besar pada wanita daripada pria ( Aneja et al, 2004).

(43)

G. Regulasi tekanan darah

Kehadiran Ob-R fungsional pada region otak juga pada organ perifer penting pada control kardiovaskuler seperti jantung, ginjal dan adrenal (Tartaglia, 1997). Membuktikan bahwa leptin memiliki efek regulasi terhadap tekanan darah. Pemberian leptin secara intraserebroventrikular juga intravena menunjukkan peningkatan rata-rata tekanan arteri dan denyut jantung (Rahmouni, 2004). Temuan Ob-R yang berfungsi kompeten pada sel endotel menunjukkan bahwa endothelium adalah target dari aksi leptin. Endotel vascular diketahui berperan penting pada homeostasis tekanan darah, yang sebagian melalui kemampuannya untuk memproduksi factor-faktor vasoaktif yang poten (Casteilla, 2009).

G1. Efek pressor leptin

Peran potensial dari hormone leptin dalam meregulasi tekanan darah bisa dilihat pada aktivitas SNA yang disebabkan leptin ke organ ginjal. Sistem syaraf simpatis adalah komponen penting dalam mengontrol fungsi ginjal. Stimulasi simpatis ginjal oleh leptin diperkirakan dapat meningkatkan tekanan arteri melalui vasokontriksi dan melalui peningkatan reabsorbsi sodium tubulus ginjal (gambar 2.14) (Haynes, 2005).

(44)

Studi pada hewan pengerat menunjukkan bahwa pemberian leptin secara intravena dan intracerebroventrikular meningkatkan aktifitas simpatis diginjal, adrenal dan jaringan adipose coklat setelah 2-3 jam pemberian. Infuse leptin pada hewan pengerat menyebabkan peningkatan tekanan darah akut yang ringan, sedangkan infuse dalam jangka yang lama menyebabkan kenaikan yang signifikan dan bertahan. Peningkatan tekanan darah dengan infuse leptin terjadi secara lambat meskipun asupan makanan diturunkan (Aizawa et al, 2000; Aneja et al, 2004)

Pembuktian untuk efek pressor leptin didapat dari studi tikus transgenic overexpresi leptin di liver. Tikus tersebut memiliki 10 kali lebih tinggi kadar leptin plasma dan penurunan berat badan. Meskipun berat badannya menurun tikus transgenic overexpresi leptin memiliki tekanan arteri yang lebih tinggi secara signifikan daripada non transgenic. Pada tikus transgenic ekskresi norepineprin diurine selalu meningkat, sebagai pertanda aktivitas system syaraf simpatis.peningkatan tekanan arteri akan normal setelah blockade alpha adrenergic atau ganglionik, hal ini juga menunjukkan pentingnya system syaraf simpatis pada efek pressor leptin (Aizawa et al, 2000).

(45)

Temuan ini menunjukkan bahwa leptin berkontribusi secara fisiologi terhadap regulasi tekanan arteri (Aizawa et al, 2000).

Berbeda dengan tikus ob/ob defisiensi leptin, tikus obes agouti yellow mengalami peningkatan tekanan arteri, meskipun faktanya tikus tersebut memiliki obesitas yang lebih ringan dibanding tikus ob/ob. Obesitas yang disebabkan diet tinggi lemak selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan arteri. Mekanisme lain yang berkontribusi terhadap pengembangan hipertensi menunjukkan bahwa leptin menyebabkan stress oksidatif pada sel endotel yang dikultur. Leptin juga merangsang pengeluaran citokin proinflamatory ( seperti TNF alpha,interleukin 6) yang diketahui dapat meningkatkan hipertensi (Aneja et al, 2004).

Untuk mengetahui apakah peningkatan tekanan arteri yang disebabkan leptin sensitive terhadap garam, rahmouni et al mempelajari efek dari diet tinggi garam pada respon pressor dari pemberian leptin intracerebroventrikular. Peningkatan tekanan arteri sama pada tikus yang diberi leptin dan diet rendah garam, juga pada tikus yang diberi leptin dan diet tinggi garam. Ini menunjukkan bahwa mekanisme di CNS tergantung pada leptin bukan perubahan sensitivitas terhadap garam (Rahmouni & Haynes, 2004).

(46)

drastis (16 kg). Observasi ini sesuai dengan aksi pressor leptin sebagai penyeimbang aksi depressor leptin pada kehilangan berat badan (Rahmouni & Haynes, 2004).

G2. Efek depressor leptin

Baru-baru ini beberapa studi telah menunjukkan bahwa leptin memiliki efek vascular langsung yang cenderung menurunkan tekanan arteri. Endotel pembuluh darah adalah komponen penting dalam pengontrolan homeostasis tekanan arteri. Sel-sel endotel melepaskan beberapa factor vasoaktif diantaranya NO yang penting dengan aksi vasodilatornya yang kuat. Secara fungsional kemampuan reseptor leptin telah diperlihatkan pada sel endotel, dan pemberian leptin pada tikus menyebabkan peningkatan konsentrasi metabolit NO. Studi pada tikus yang dianestesi, infuse leptin selama penghambatan sintesis NO meningkatkan tekanan arteri. Leptin juga menurunkan tekanan darah setelah penekanan pada hal yang mempengaruhi simpatis (Fruchbeck, 1999; Rahmuoni & Haynes, 2004).

(47)

system adrenergic atau NO sintase tidak mengungkapkan efek pressor leptin. Leptin tidak merubah sifat simpatis yang memediasi respon pada hindlimb atau ginjal untuk menstimulasi jalur utama syaraf simpatis splanchnic (Rahmouni,2004). Kuo et al menemukan bahwa blockade pada NO sintase menambah denyut jantung, vascular ginjal dan respon glomerular pada leptin tetapi tidak menambah respon pressor pada leptin. Jadi peran NO dalam respon tekanan darah terhadap leptin tetap kontroversi (Rahmuoni & Haynes, 2004). Studi yang dilakukan Brook et al menunjukkan bahwa kondisi hiperleptinemia meningkatkan fungsi endotel tetapi tidak menaikkan tekanan darah. Data yang diperoleh dari studi dengan waktu yang lama pada subjek obes yang sehat tidak menunjukkan efek signifikan leptin pada tekanan darah. Temuan ini tidak mendukung peran leptin terhadap hipertensi yang disebabkan obesitas (Brook, 2007).

G3. Hiperleptinemia , Resistensi leptin dan hipertensi

(48)

Kemungkinan resistensi leptin selektif pada obesitas adalah independen, studi pada tikus normal telah menunjukkan bahwa hiperleptinemia kronik berperan terhadap peningkatan MAP persisten dan efek hipertensi ini dikembalikan secara cepat pada saat pemberian hormone dihentikan.senada dengan hal tersebut peningkatan tekanan darah sistolik telah ditunjukkan pada tikus transgenic overekspresi leptin dimana level hormone endogennya meningkat 20 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa hiperleptinemia dapat meningkatkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah. Yang berkontribusi terhadap perkembangan dan mengekalkan hipertensi. Tikus ob/ob defisiensi leptin atau tikus db/db dengan gangguan reseptor leptin menunjukkan obesitas signifikan tetapi bukan pengembangan hipertensi, hal ini menunjukkan bahwa pada hewan coba leptin dapat berperan dalam regulasi system hemodinamik.( Shilpa et al, 2011). Hal ini juga telah ditunjukkan Rahmouni pada beberapa hewan coba seperti tikus agouti dan tikus yang dibuat menjadi obes, efek leptin terhadap anoreksia dan pengurangan berat badan lebih rendah pada tikus obes dibanding tikus kurus (Rahmouni & Haynes, 2004).

(49)

Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara leptin dan RAAS untuk regulasi hemodinamik pada obesitas. ( Shilpa et al, 2011)

G4. Peran melanocortin SSP dalam memediasi efek leptin pada tekanan darah.

Hubungan antara leptin dan system melanocortin tampaknya lebih kompleks dari pemikiran awal, karena ketiadaan reseptor leptin pada tikus db/db melemahkan respon SNA renal terhadap stimulasi MC3/4R dengan MTII. Meskipun mekanisme pelemahan respon SNA oleh MT II pada tikus db/db belum diketahui, suatu kemungkinan yang berhubungan dengan peningkatan ekspresi protein agouti pada tikus ini yang diketahui memblok reseptor melanocortin pada otak (Rahmouni & Haynes, 2004).

(50)

Efek dari antagonism MC3/4R dalam menurunkan tekanan darah terutama terlihat pada tikus hipertensi spontaneously (SHRs), efek penurunannya lebih besar daripada pada tikus Sprague Dawley atau Wistar Kyoto meskipun terjadi peningkatan asupan makanan, penambahan berat badan dan resistensi insulin (Kotsis, 2009). SHRs adalah tikus model genetic hipertensi yang dikarakteristik melalui peningkatan aktifitas SNS. Penurunan BP pada SHRs setelah blockade MC3/4R sama hasilnya dengan yang dicapai pada blockade -adrenergik dan - adrenergic (Hall, 2010). Observasi ini menunjukkan bahwa aktivasi MC3/4R dapat berkontribusi terhadap aktivasi tonic SNS dan menjadi penting untuk penambahan berat badan yang cepat sampai kenaikan BP (Rahmouni & Haynes, 2004).

Studi terbaru pada manusia juga menunjukkan bahwa aktivasi MC4R dapat menyebabkan hipertensi yang disebabkan obesitas. Prevalensi hipertensi telah dinyatakan rendah pada manusia defisiensi MC4R dibanding dengan subjek control meskipun obesitas berat dan dihubungkan dengan gangguan metabolic. Pemberian MC4R agonis sintetik selama 7 hari dengan cara subcutan dapat meningkatkan BP. Pada manusia juga pada hewan pengerat, aktivasi kronik MC4R dalam meningkatkan BP dan fungsi system POMC-MC4R tampaknya diperlukan subjek obesitas untuk meningkatkan aktivitas SNS dan tekanan arteri (Hall, 2010).

(51)

sepenuhnya menghapuskan efek leptin untuk merangsang RSNA, dan meningkatkan BP (Rahmouni, 2004, Hall,2010).

Hal yang dapat dipahami bahwa kenaikan berat badan yang berlebih merupakan penyebab utama hipertensi esensial pada manusia. Aktifitas SNS berperan pada peningkatan reabsorbsi natrium ginjal, merusak tekanan natriuresis dan meningkatkan BP pada subjek obes. Aktivitas SNS pada obesitas dimediasi sebagian melalui peningkatan leptin, stimulasi pada neuron POMC dan aktivasi pada MC4R di SSP. Jalur molekuler leptin-melanocortin system yang meregulasi keseimbangan energy, aktifitas SNS dan BP pada obesitas masih perlu penyelidikan lebih lanjut. (Aneja, 2004, Kotsis, 2009, Hall, 2010)

G5. Pertimbangan pengobatan yang diberikan.

(52)

plasma, insulin dan kadar leptin dibanding dengan grup kontrol dengan program penurunan berat badan sendiri atau dikombinasi dengan CCB amlodipine.

Sebaliknya pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Sonmez et al tidak menemukan efek yang jelas dari ARB losartan terhadap kadar leptin pada individu muda yang hipertensi. Demikian juga enalapril dan clonidine dapat mengurangi aktifitas simpatis jantung dan tekanan darah pada uji klinik tetapi gagal menurunkan kadar leptin serum pada subjek obes dan non obes yang normal setelah pemberian selama 7 hari.

(53)

Gambar

Gambar 2.1: Dengan menggunakan computed tomography dapat dibedakan antara A. visceral adipose tissue (VAT) dan B
Gambar 2.2; skema jalur regulasi appetite pada manusia ( Schwartz, 2000)
Tabel 2.3. Nilai Lingkar Pinggang Berdasar Etnis (IDF, 2006).
Gambar 2.3. Cara pengukuran lingkar pinggang  (NHBLI, 2000).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh bahwa terjadi penurunan nilai kekerasan pada spesimen yang di normalizing yaitu : 272,8 BHN, bila dibandingkan dengan spesimen awal

Kayu yang tidak mengalami pengawetan dan yang mengalami pengawetan diuji Physical Properties dan Mechanical Propertiesnya menggunakan acuan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Metodologi penyusunan kurikulum e-learning yang digunakan untuk desain pembelajaran menggunakan model ADDIE dengan menggunakan pendekatan gaya belajar VARK dan

Pengujian kadar air, berat jenis, penyusutan, kuat geser, kuat tarik sejajar arah serat,.. kuat tarik berlawanan arah serat, kuat tekan sejajar arah serat, kuat tekan

Kayu teras merupakan bagian kayu tua, terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui.. perubahan sel hidup pada renggat kayu yang paling

Dalam sebuah usaha sudah sepantasnya memiliki sebuah system yang membantu pelaku usaha dalam melakukan transaksi dan mencatat semua pemasukan yang dihasilkan dari usaha

[r]

Berdasarkan analisis data oleh peneliti dan pembahasan pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa, keseluruhan tingkat pengetahuan masyarakat Surabaya mengenai slogan