• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Sitoprotektif Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina Del.) terhadap Sel Vero yang diinduksi Hidrogen Peroksida (H2O2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Sitoprotektif Ekstrak Daun Afrika (Vernonia amygdalina Del.) terhadap Sel Vero yang diinduksi Hidrogen Peroksida (H2O2)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ tubuh. Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid, kerusakan sel (DNA) danpembuluh darah. Secara umum dikatakan bahwa penyakit ini merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua. Namun ada kalanya juga terjadi pada usia muda, akibat yang ditimbulkan adalah penurunan derajat kesehatan yang biasanya diikuti dengan penyakit (Amelia, 2010; Suyono, 2006).

(2)

2.1.1 Jenis-jenis penyakit degeneratif

Penyakit degeneratif sangat banyak jenisnya. Berbagai referensi menyebutkan lebih dari 50 jenis penyakit degeneratif. Berikut adalah beberapa jenis penyakit degeneratif yang berhubungan dengan konsumsi makanan atau zat gizi tertentu:

a. Hipertensi

Tekanan darah yaitu tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya terdapat dua angka yang akan disebut oleh dokter. Misalnya dokter menyebut 140-90, maka artinya adalah 140/90 mmHg. Angka pertama (140) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung atau pada saat jantung berdenyut atau berdetak, dan disebut tekanan sistolik atau sering disebut tekanan atas. Angka kedua (90) menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastolik atau sering juga disebut tekanan bawah. Jika pembuluh dara menyempit, maka tekanan darah di dalam pembuluh darah akan meningkat. Selain itu, jika jumlah darah yang mengalir bertambah, tekanan darah juga akan meningkat (Gray, etal., 2005; Saseen, 2005).

b. Diabetes Melitus (DM)

(3)

Terdapat dua jenis penyakit (insulin-dependent diabetes mellitus) yaitu kondisi defisiensi produksi insulin oleh pankreas. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin. Diabetes melitus tipe-2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus) yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk berespons dengan wajar terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes melitus tipe-2 ini lebih banyak ditemukan dan diperkirakan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia (Schteingart, 2005; Suyono, 2006).

Diabetes tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, dengan rajin mengontrol kadar gula darah. Kontrol yang ketat ini bisa mencegah terjadinya komplikasi pada pasien diabetes. Penyakit diabetes melitus dapat dihindari apabila setiap individu melakukan tindakan pencegahan, antara lain mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit diabetes yaitu faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi, diantaranya obesitas, merokok, stres, hipertensi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia di atas 45 tahun keatas, faktor keturunan, ras, riwayat menderita diabetes gestasional, pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg dan jenis kelamin (Foster dan Daniel, 2000; Gustaviani, 2006; Yatim, 2010).

c. Dislipidemia

(4)

kelebihan kolesterol dari jaringan dan membawanya kembali ke hati dan trigliserida yang meningkat sering ditemukan bersamaan dengan kadar HDL yang rendah. Kadar kolesterol ideal adalah kolesterol total kurang dari 5 mmol/L dan kolesterol LDL kurang dari 3 mmol/L. Jika kadar berbagai jenis kolesterol dalam darah tidak normal, hal tersebut dapat mempengaruhi kerja jantung dan sistem sirkulasi (peredaran darah), maka sangat penting untuk menjaga dan mengkontrol kadar kolesterol (Morrell, 2007).

d. Penyakit jantung

Paling sering adalah penyakit jantung koroner (PJK). Koroner adalah arteri-arteri yang melingkari jantung seperti mahkota (crown/coroner) yang berfungsi menyuplai nutrisi dan oksigen bagi otot jantung. PJK timbul jika 1 atau lebih arteri koroner mengalami penyempitan akibat penumpukan kolesterol dan komponen lain (pembentukan plak) pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis) (Masud, 1996; Widyasari, 2005).

Akibat aliran darah terganggu, maka akan timbul nyeri atau rasa tidak nyaman di dada (angina), terutama selama olahraga dimana otot jantung banyak membutuhkan oksigen. Proses aterosklerosis dapat mulai terbentuk mulai usia anak-anak, sehingga pencegahan PJK harus diperhatikan sejak dini. Tanda-tanda awal PJK antara lain adalah hipertensi dan kolesterol tinggi (Shadine, 2010; Kabo, 2008).

e. Osteoporosis

(5)

menyerap kalsium semakin berkurang. Maka, sebaiknya Anda membiasakan diri atau anak Anda untuk minum susu setiap hari sejak usia dini. Karena penyebab osteoporosis adalah kurangnya asupan kalsium pada usia muda (King, 2000).

Kalsium yang dibutuhkan tiap orang berbeda, bergantung pada berat badan dan aktivitas yang dijalankan. Pada ibu hamil dan menyusui, kalsium yang dibutuhkan lebih banyak. Satu gelas susu mengandung sekitar 500 mg kalsium. Kalsium tidak hanya terdapat pada susu, makanan lain seperti ikan teri, sup tulang, sayuran hijau seperti bayam dan kacang-kacangan adalah salah satu sumber dari kalsium. Karena kalsium tidak dapat dihasilkan tubuh kita, maka penting untuk minum susu dan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium (Guyton, 1997).

f. Stroke

Stroke terjadi saat aliran darah ke otak terganggu atau berkurang secara hebat, sehingga otak tidak mendapat oksigen. Stroke terbagi terbagi menjadi dua: - Stroke Iskemik, disebabkan kurangnya aliran darah ke otak karena sumbatan pada pembuluh darah otak. Merupakan jenis stroke yang paling banyak dijumpai (80%) (Kabo,2008).

- Stroke Hemoragik, disebabkan pecahnya pembuluh darah dalam otak, darah yang berkumpul dalam jaringan otak menyebabkan penekanan dan kerusakan sel otak (Adi, 2009).

g. Artritis gout

(6)

samping dari pemecahan sel dalam darah. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga terdapat purin. Purin juga dihasilkan dari hasil perusakan sel-sel tubuh yang terjadi secara normal atau karena penyakit tertentu (Arijatmo, 2004; Yogiantoro, 2006).

Normalnya, asam urat ini akan dikeluarkan dalam tubuh melalui feses dan urin, tetapi karena ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat sehingga menyebabkan kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat adalah terlalu banyak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan terkumpul pada persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri atau bengkak.Penderita asam urat disarankan agar mengontrol makanan yang dikonsumsi sehingga dapat menghindari makanan yang banyak mengandung purin (Drake, 2007).

2.2 Kanker

2.2.1Definisi kanker

(7)

tembakau)dan faktor internal (mutasi, hormon, kondisi sistem imun) yang memicu terjadinya proses karsinogenesis (pembentukan kanker) (King, 2000).

Kanker adalah segolonga tidak terkendali dan kemampuan sel menyeran pertumbuhan langsung di jaringan tetangganya (invasif) maupun migrasi sel ke tempat yang lebih jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusaka mengontrol pembelahan sel. Sel kanker kehilangan fungsi kontrolnya terhadap regulasi daur sel maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler sehingga sel tidak dapat berproliferasi secara normal. Akibatnya, sel akan berproliferasi terus-menerus sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal (Diandana, 2009; Tapan, 2005; Tyagi, 2004).

Sel kanker memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan sel normal. Sel kanker tidak mengenal apoptosis dan akan terus hidup meski seharusnya mati (bersifat immortal) (Sofyan, 2000). Sel kanker dapat memproduksi growth factorsendiri sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan proliferasi sehingga dapat tumbuh menjadi tak terkendali. Sel kanker juga tidak sensitif terhadap sinyal yang dapat menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel (Kumar, et al., 2005; Stites, 1997; Gibbs, 2000).

(8)

mampu membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski dapat mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh. Sinyal inisiasi pada proses neoangiogenesis diantaranya adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Fibroblast Growth Factor (FGF). Sel kanker memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi) meski sudah tidak dibutuhkan dan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya (Kumar, et al., 2005).

2.2.2Penyebab kanker

Junaidi (2007) menyebutkan terdapat beberapa penyebab kanker yang telah diketahui, di antaranya adalah:

a. Faktor keturunan

Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker dibandingkan dengan keluarga lainnya. Sebagai contoh, resiko wanita untuk menderita kanker payudara meningkat 1,5 sampai 3 kali jika ibu atau saudara perempuannya menderita kanker payudara juga.

b. Faktor lingkungan

(9)

menyebabkan kanker kulit. Pemaparan uranium pada pekerja tambang telah dihubungkan dengan terjadinya kanker paru-paru 10-20 tahun kemudian. Selain itu, radiasi ionisasi yang digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom juga merupakan bahan yang dapat menyebabkan kanker (karsinogenik).

c. Makanan

Makanan dapat menjadi faktor resiko terjadinya kanker terutama kanker pada saluran pencernaan. Beberapa contoh jenis makanan penyebab kanker seperti zat pewarna dan pengawet pada makanan atau minuman, heterocyclic amines (HCA) yang terdapat pada daging yang digoreng atau dibakar secara berlebihan dalam waktu lama sehingga terlalu matang dan HCA merupakan zat penyebab mutasi sel (mutagen) yang merangsang pertumbuhan radikal bebas yang dapat merusak gen DNA, produk-produk asam lemak trans (Trans Fatty Acids=TFA) seperti margarin, produk yang diproses secara hidrogenasi, telur gosong atau yang kering, logam berat seperti merkuri yang sering tedapat pada makanan laut yang tercemar seperti kerang, ikan dan sebagainya.

d. Infeksi

(10)

kandung kemih. Selain itu, infeksi oleh Clonorchis dapat menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu.

e. Zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen yang memicu terjadinya kanker antara lain arsen, asbes, krom, nikel dapat memicu kanker paru-paru, benzene dan agen alkilating dapat memicu leukemia, oksimetolon dapat memicu kanker hati dan alkohol dapat memicu kanker kerongkongan, mulut dan tenggorokan.

f. Gangguan keseimbangan hormonal

Ada kecenderungan bahwa kelebihan hormon estrogen dan kekurangan progesteron dapat meningkatkan resiko kanker payudara, kanker leher rahim dan kanker rahim pada wanita, serta kanker prostat dan buah zakar pada pria.

g. Radikal bebas

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya, atau merupakan hasil pemisahan homolitik suatu ikatan kovalen. Akibat pemecahan homolitik, suatu molekul akan terpecah menjadi radikal bebas yang mempunyai elektron tak berpasangan.

2.2.3Gambaran klinik kanker

(11)

pencernaan, luka yang tidak sembuh, perubahan tahi lalat atau kulit yang mencolok dan anemia (Junaidi, 2007; Dipaola, 2002; Tapan, 2005).

2.2.4Karsinogenesis

Kanker bukan termasuk penyakit yang datang begitu saja, melainkan akibat akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan tertentu di dalam tubuh. Serangkaian proses berkembangnya kanker disebut karsinogenesis. Karsinogenesis adalah suatu proses terjadinya kanker melalui mekanisme multi tahap yang menunjukkan perubahan genetik dan menyebabkan transformasi progresif sel normal menjadi sel malignan (ganas). Perubahan ini diawali dari mutasi somatik satu sel tunggal yang mengakibatkan perubahan dari normal menjadi hiperplastik, displastik, dan pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau malignansi (memiliki kemampuan metastasis atau menginvasi jaringan di sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk perubahan seluler mendasar pada sel kanker yang dipengaruhi oleh beberapa gen seperti tumor suppresor genesdan protooncogene. Karsinogenesis dapat dibagi menjadi empat tahap utama, yaitu tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al., 2004; Kupcsik, 2011).

(12)

terutama di hepar menjadi senyawa metabolitnya. Senyawa metabolit ini ada yang bersifat reaktif, mutagenik, dan mampu berikatan dengan makromolekul di dalam tubuh seperti DNA dengan ikatan irreversible. Sel yang mengalami inisiasi atau prakanker dapat kembali ke tingkat normal secara spontan, tetapi pada tingkat lebih lanjut dapat menjadi ganas (malignan) (King, 2000).

Selanjutnya tahap promosi yang merupakan tingkat lanjutan dari tahap inisiasi. Pada tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel. Berbeda dengan tahap inisiasi yang dapat melewati jalur germinal dan somatik, tahap promosi hanya diketahui terjadi melalui jalur somatik. Pada tahap promosi, sel akan memperoleh beberapa keuntungan selektif untuk tumbuh sehingga pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004; King, 2000).

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut dan munculnya keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas dan angiogenesis (Kumar, 2005). Pada tahap ini, sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino, 2005).

(13)

Selanjutnya, sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya membentuk tumor sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis yang dimilikinya. Tahap metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel yang disebabkan oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molocules) dan E-cadherin sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul tersebut diketahui sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker, sehingga proses metastasis dapat terus terjadi (Kumar, et al., 2005).

Kanker dapat terjadi dalam berbagai jenis sel, antara lain karsinoma (pada kelenjar epitel), glioma (pada jaringan otak), leukemia (pada sel darah putih), sarkoma (pada jaringan lunak dan jaringan ikat seperti tulang rawan, lemak, otot, ataupun tulang), myeloma (pada jaringan selaput saraf/neuron), hepatoma (pada sel hati), fibroma (pada jaringan ikat fibrosa), dan limfoma (pada kelenjar getah bening) (Junaidi, 2007; Hawari, 2004).

2.2.5Apoptosis

Pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis berlebihan, maka suatu sistem organ akan mengalami kemunduran fungsi yang dapat menimbulkan penyakit. Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi berlebihan, maka akan membentuk suatu massa tumor yang akan mengarah pada kanker (King, 2000; Sudiana, 2011).

(14)

sel erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini mengalami aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada ujung kromosom merupakan faktor yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri. Apabila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (level kritis) akibat pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya sel akan mengalami apoptosis secara fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi dari enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus menerus. Enzim ini sangat berperan pada sintetis telomer DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat immortal (King, 2000; Sudiana, 2011).

(15)

cacat yang dipicu oleh banyak faktor, antara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus (oncovirus). Gen yang cacat dapat memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2 yang dapat memicu aktivitas p53. P53 adalah faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan p21 akan menekan semua CDK (CyclinDependent Kinase) dengan cyclin, dimana siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin. Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada CDK-1 pada fase M maupun CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, lalu siklus sel akan berhenti sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan aktivitas Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria yang mengakibatkan pelepasan sitokrom c ke sitosol sehingga akan mengaktivasi kaskade kaspase. Kaspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se yang akan menembus membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi dan mengalami apoptosis (King, 2000; Sudiana, 2011).

(16)

2.2.6Sel Vero

Sel Vero merupakan sel epitel non kanker (sel normal). Sel ini berasal dari organ ginjal monyet hijau asal Afrika yang ditemukan oleh peneliti Jepang pada tahun 1962. Sel Vero merupakan sel monolayer berbentuk poligonal dan pipih, immortal, non tumorigenic fibroblastic cell. Sel ini melekat erat pada substrat yang berbahan polistirena dengan membentuk ikatan kovalen. Sel Vero berfungsi sebagai kontrol positif yang mewakili sel normal pada tubuh manusia. Pengujian sel Vero dilakukan untuk mempelajari pertumbuhan sel, diferensiasi sel, sitotoksisitas, dan transformasi sel yang diinduksi oleh berbagai senyawa kimia (Goncalves, et al., 2006).

Sel Vero dapat disimpn dalam nitrogen cair atau pada suhu 80ºC dalam waktu lama. Stok beku ini memerlukan pengembangbiakan terlebih dahulu sebelum dilakukan eksperimen. Sel Vero merupakan sel yang tak dapat berkembang apabila berada dalam suspensi. Kondisi percobaan juga harus dipertahankan sterilisasinya agar terhindar dari kontaminasi (Witsqa, 2014).

Sel Vero bukan merupakan sel kanker. Mekanisme pertumbuhan dan penghambatannya sama dengan sel normal,oleh karena itu terdapat pula mekanisme penghentian pertumbuhan. Sel Vero yang terus berkembang semakin lama akan memenuhi luas area media yang digunakan. Kemudian terjadi kontak antar sel mengakibatkan sel menerima sinyal untuk menghentikan pertumbuhan (Sheets, 2000).

2.3 Reactive Oxygen Species (ROS)

(17)

sekelilingnya. Setiap radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Oksidan adalah senyawa penerima elektron atau suatu senyawa yang dapat menarik elektron (electron acceptor) seperti ion ferri yang berubah menjadi ferro (Fe3+ + e-→Fe2+) (Winarsi, 2007). Sedangkan, radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Molekul ini sangat reaktif dan akan menyerang molekul stabil di dekatnya sehingga menjadi radikal bebas (Kothari,et al., 2010). Dengan demikian maka radikal bebas akan memicu terjadinya reaksi berantai.

Radikal bebas secara umum terdiri dari dua bentuk yaitu Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS). Reactive oxygen species dapat terbentuk sebagai produk samping selama reaksi oksidasi fosforilasi dalam rantai transpor elektron pada mitokondria. Oksidasi fosforilasi bertujuan untuk membentuk energi dalam bentuk ATP. Pembentukan ATP tersebut membutuhkan O2, tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air, sekitar 4-5% berubah menjadi radikal bebas (Ngurah, 2007; Marciniak,et al., 2009).

(18)

phosphatedehydrogenase mentransfer elektorn yang berasal dari glycerol phosphate shuttle, dan fatty acyl-CoA dehydrogenase mentranfer elektron dari tahap pertama dalam β-oksidasi asam lemak. Dari ko-enzim Q elektron ditransfer menuju kompleks enzim III (cytochrome c reductase). Kompleks enzim III terdiri dari dua komponen protein yakni sitokrom b dan c1. Dari kompleks III elektron diteruskan menuju sitokrom c untuk selanjutnya menuju kompleks IV (cytochrome oxidase). Kompleks IV terdiri dari dua komponen protein yakni sitokrom a dan a3. Dari kompleks IV elektron direaksikan dengan O2 untuk membentuk air. Kompleks I, III, dan IV memompa proton ke dalam ruang antar membran sehingga terjadi gradient muatan listrik antar membran. Adanya gradient ini memungkinkan proton mengalir kembali menuju matriks mitokondria melalui ATP synthase complex (kompleks V) dan perubahan energi dari proses ini digunakan untuk membentuk ATP dari adenosine diphosphate (ADP). Dalam kompleks IV, elektron akan bereaksi dengan oksigen untuk membentuk air (Pelley, 2007). Skema rangkaian proses tersebut digambarkan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1Oksidasi Fosforilasi. Produksi ROS terutama terjadi pada Kompleks I dan III (Botjje, et al., 2004).

(19)

berpasangan pada molekul oksigen terletak pada orbit yang berbeda dan menunjukkan angka putaran quantum yang sama, padahal untuk membentuk ikatan kovalen, dua elektron harus terletak pada orbit yang sama dan menunjukkan putaran yang berlawanan. Dengan demikian, maka oksigen hanya mampu menerima elektron tahap demi tahap dan hanya satu elektron tiap tahapnya. Pemindahan elektron yang tidak sempurna tersebut mengakibatkan terbentuknya ROS (Winarsi, 2007). Elektron pertama mereduksi oksigen untuk membentuk anion superoxide, kemudian reduksi berikutnya membentuk hydrogen peroxide dan hydroxyl radical, elektron terakhir mereduksi hydroxyl radical menjadi air (Marciniak,et al., 2009). Di dalam sel sumber utama ROS adalah anion superoxide dan hidrogen yang terbentuk sebagai produk samping metabolisme seluler seperti oksidasi fosforilasi dalam mitokondria (Waris dan Ahsan, 2006).

Radikal bebas telah diyakini menimbulkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel, kerusakan DNA dan apoptosis ((Ngurah, 2007; Khotari,et al., 2010). Peroksidasi lipid dapat dideteksi dari produk yang dihasilkannya di antaranya MDA, dien terkonjugasi, lipid hidroperoksida, isoprostan (Marciniak, et al., 2009).

(20)

hidroperoksida yang bersifat sitotoksik, sehingga terjadi reaksi berantai. Reaksi akan berakhir (terminasi) jika radikal karbon yang terbentuk pada tahap inisiasi ataupun radikal lain yang terbentuk pada reaksi propagasi bereaksi dengan radikal lain menjadi produk non radikal (Setiawan dan Suhartono, 2007).

2.4 Radikal Bebas

2.4.1Definisi radikal bebas

Radikal bebas adalah molekul oksigen yang dalam interaksinya dengan molekul lain kehilangan sebuah elektron di lingkaran terluar orbitnya sehingga jumlah eletronnya ganjil. Karena jumlah elektronnya ganjil, molekul ini menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mencari pasangan elektron baru dengan cara mengambil elektron molekul lain yang berdekatan (Kusumadewi, 2002). Radikal bebas adalah bahan kimia bereaksi tinggi yang masuk ke aliran darah melalui polusi udara, cahaya matahari dan proses normal metabolisme (Thomas, 2006).

(21)

2.4.2Pembentukan radikal bebas

Menurut Kumalaningsih (2006), radikal bebas dapat masuk dan terbentuk di dalam tubuh melalui:

a. Pernafasan

Saat kita melakukan pernafasan akan masuk oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk proses pembakaran gula menjadi CO2, H2O, dan energi. Dalam hal ini O2 sangat berperan karena bila tidak ada O2 proses kehidupan akan tidak lancar dan membahayakan bagi tubuh kita sendiri. Tetapi dengan bernafas atau oksigen yang berlebihan saat olahraga terjadi reaksi yang kompleks dalam tubuh dan menghasilkan produk-produk sampingan berupa radikal bebas yaitu radikal oksigen singlet, radikal peroksida lipid, radikal hidroksil, radikal superoksida. Semua radikal bebas oksigen ini sangat cepat merusak jaringan-jaringan sel.

b. Lingkungan tidak sehat

Pembakaran yang tidak sempurna misalnya asap rokok yang tidak menghasilkan CO2 tetapi CO, demikian juga asap dari kendaran bermotor merupakan radikal bebas yang berbahaya sekali bagi paru-paru. Di samping itu juga dari asupan makanan yang mengandung logam-logam berat memungkinkan terbentuknya radikal bebas akibat oksidasi dari luar. Beberapa macam radikal bebas antara lain superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2).

c. Makanan berlemak

(22)

juga lemak tidak jenuh artinya lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada atom C-nya. Adanya ikatan rangkap tersebut mudah sekali dioksidasi atau terserang peroksidasi lipid membentuk radikal peroksida lipid. Makanan yang banyak mengandung lemak polyunsaturated antara lain mayones dan saos salad akan mudah sekali terserang radikal bebas. Lemak hidrogenasi adalah lemak yang ikatan rangkap tak jenuhnya telah disubstitusi dengan hidrogen, lemak ini disebut margarin atau mentega tiruan. Lemak hidrogenasi sangat berbahaya karena dapat mengubah kemampuan serap selaput sel sehingga mengakibatkan fungsi selaput sel sebagai pelindung menjadi tidak berarti.

Ada dua kelompok radikal bebas yaitu kelompok logam dan nonlogam, dari kelompok logam yang paling berbahaya adalah radikal bebas Hg (merkuri). Pada reaksi logam dan non-logam tersebut yang melibatkan radikal bebas berfungsi sebagai zat pemicu (inisiator) Selain itu, mekanisme radikal bebas dapat terjadi melalui tiga tahapan yaitu inisiasi (permulaan), propagasi (pertumbuhan/perambatan) dan terminasi (penghentian). (Sitorus, 2008).

2.4.3Sumber radikal bebas

(23)

melawan penyebab penyakit bersama dengan sistem imun dan membantu kerja otot polos pembuluh darah (Nadesul, 2006).

2.4.4Reaksi perusakan oleh radikal bebas

Definisi tekanan oksidatif (oxidative stress) adalah suatu keadaan dimana tingkat oksigen reaktif intermediate yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Lemak merupakan biomolekul yang rentan terhadap serangan radikal bebas.

a. Peroksidasi lemak

Membran sel kaya akan sumber polyunsaturated fatty acid (PUFA), yang mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi. Proses tersebut dinamakan peroksidasi lemak. Hal ini sangat merusak karena merupakan suatu prosesberkelanjutan. Pemecahan hidroperoksida lemak sering melibatkan katalisis ion logam transisi (Droge, 2002).

b. Kerusakan protein

(24)

c. Kerusakan DNA

Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis (Allen dan Tressini, 2000).

2.5Antioksidan

(25)

2.6Tanaman yang Bersifat Sitoprotektif

Aktivitas sitoprotektif dari beberapa tanaman telah diteliti sebelumnya dengan berbagai metode pengujian.Tanaman yang bersifat sitoprotektif dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tanaman yangBersifat Sitoprotektif

No Tanaman Sel Bagian yang

MTT Ekstrak jambu biji merah tidak bisa

MTT Pemberian ekstrak menunjukkan

MTT Ekstrak buah naga dan ekstrak wortel

(26)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Priyadarshini, 2014 telah melakukan penelitian tentang efek sitoprotektif ekstrak air daun Kemangi menggunakan sel Vero. Metode penentuan efek sitoprotektif dilakukan dengan menggunakan metode MTT dengan induksi kalsium oksalat. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan konsentrasi ekstrak meningkat efek perlindungan terhadap kalsium oksalat; peningkatan konsentrasi ekstrak air daun Kemangi, meningkatkan persentase viabilitas sel epitel.

(27)

peroksida (Chia, et al., 2015). Penelitian ekstrak metanol ganggang coklat spesies lain Petalonia binghamiae dengan metode MTT pada sel mioblas terhadap efek sitoprotektif, pada konsentrasi 300 mg/mL dengan induksi hidrogen peroksida dapat melindungi sel dari stres oksidatif (Kang, et al., 2015).

Efek sitoprotektif Echium amoenum pada sel endotelial manusia (HUVECs) dengan metode MTT Assay yang diinduksi dengan H2O2 menunjukkan bahwa ekstrak Echium amoenum pada konsentrasi 100-1000 mg/mL mengurangi kematian sel akibat paparan H2O2 dan bergantung pada konsentrasi (Safaeian, et al., 2015). Penelitian aktivitas sitoprotektif pada ekstrak etanol Arnica montana L. dan Artemisia absinthium L. menggunakan metode MTT yang diinduksi dengan H2O2 menunjukkan bahwa kedua ekstrak tanaman mampu melindungi sel fibroblas dari stres oksidatif (Craciunescu, et al., 2012).

Ekstrak air daun mahoni (Swietenia macrophylla) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kelangsungan hidup sel pada semua dosis yang digunakan, ini menunjukkan bahwa ekstrak yang digunakan memiliki efek sitoproteksi yang signifikan setelah diinduksi dengan MeHg secara in vitro, menggunakan metode MTT (Pamplona,et al., 2015).

(28)

peroksida, sedangkan ekstrak etanolik tomat kemungkinan memiliki efek sitotoksik daripada efek sitoprotektif untuk melawan kerusakan sel fibroblas yang diberi H2O2. Ginting, 2012 melakukan penelitian aktivitas sitoprotektif ekstrak etanolik umbi wortel pada sel Vero dengan metode MTT menunjukkan aktivitas sitoprotektif. Hanifa, 2015 meneliti efek sitoprotektif ekstrak etanol buah naga merah dan wortel menggunakan metode MTT dengan paparan H2O2 pada sel primer fibroblas, hasil penelitian pada uji sitoprotektif, ekstrak buah naga merah pada konsentrasi 150 µg/mL dan ekstrak wortel dengan konsentrasi 200 µg/mL belum mampu melindungi sel dari paparan radikal bebas.

2.6.1 Daun Afrika

Vernonia amygdalina Del. termasuk suku Asteraceae. Secara tradisional digunakan oleh masyarakat sebagai obat antidiabetes, obat hipertensi dan antikanker yang memiliki senyawa flavonoid, senyawa tersebut bersifat sebagai antioksidan. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semak yang berasal dari benuaAfrikadan bagian lain dariAfrika,khususnyaNigeria,Kamerun danZimbabwe. Tumbuhan ini dapat ditemukan di halaman rumah, sepanjang sungai dan danau, ditepi hutan, dan di padang rumput (Yeap, et al., 2010).

(29)

Berikut adalah sistematika tumbuhan (Ibrahim, et al., 2004): Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales Suku : Asteraceae Marga : Vernonia

Spesies : Vernonia amygdalina Del.

Daun Afrikaadalah tumbuhan semak yang mempunyai batang tegak, tinggi 1-3 m, bulat, berkayu, berwarna coklat; daun tunggal, anak daun berhadapan, panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, berbentuk seperti ujung tombak, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, berwarna hijau tua; akar tunggang, berwarna coklat kotor (Ibrahim, et al., 2004; Ijeh, 2010).

Hasil penelitian (Ijeh, 2010) menunjukkan bahwa tanaman daun Afrika banyak mengandung saponin, seskuiterpen lakton, flavonoid yang dapat mencegah berbagai penyakit yang berkaitan dengan stres oksidatif. Efektivitas antioksidan dari flavonoid dilaporkan beberapa kali lebih kuat dibandingkan vitamin C dan E. Dalam fungsinya menetralkan radikal bebas, flavonoid bekerja secara sinergis (saling memperkuat) dengan vitamin C. Hasil penelitian (Setiawan, 2012) menunjukkan bahwa daun Afrika mengandung flavonoid, glikosida, saponin, tannin, dan steroid/triterpenoid.

(30)

antimalaria dan analgetik (Nijan, et al., 2008), antikanker (Oyugi, 2009), antioksidan (Igile, etal., 1994; Nwanjo, 2005) dan antidiabetes (Nwanjo dan Nwokoro, 2004; Atangwho, et al., 2007).

2.6.2Metode ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 1979).

Metode ekstraksi menurut Depkes RI(2000) ada beberapa cara, yaitu; 1. Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam pelarut (Syamsuni, 2006) dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi adalah pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

(31)

terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), sampai diperoleh perkolat.

2. Cara panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan pada suhu 40-50oC.

d. Infundansi

Infudansi adalah proses penyarian dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekoktasi

(32)

2.6.3Metode pengujian aktivitas sitoprotektif

Pengujian aktivitas sitoprotektif dapat dilakukan dari beberapa parameter, antara lain analisis viabilitas sel dengan uji MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida], pengujian apoptosis dengan menggunakan metode flowcytometry, dan pengujian ekspresi ROS dengan metode imunositokimia. Metode MTT adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan pengukuran intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna. Reaksi warna yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Reduksi MTT menjadi Formazan(Kupcsik, et al., 2011)

(33)

viabilitas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Kupcsik, et al., 2001).

absorbansi sampel

% Viabilitas = x 100 %

absorbansi kontrol

(34)

V dan propidium iodida, sedangkan pengujian siklus sel ditambahkan propidium iodida. Lalu diukur dengan alat flowcytometer (Hostanska, et al., 2004). Flowcytometer atau FACS (Fluorescence Activated Cell Sorting) digunakan untuk membaca intensitas fluoresensi tiap sel (Givan, 2001).

(35)

Gambar

Gambar 2.1Oksidasi Fosforilasi. Produksi ROS terutama terjadi pada Kompleks I dan III (Botjje, et al., 2004)
Tabel 2.1 Tanaman yangBersifat Sitoprotektif
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada hari ini Selasa tanggal EMPAT bulan SEPTEMBER tahun DUA RIBU DUA BELAS, dimulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB, kami Panitia untuk pekerjaan tersebut

Penerapan metode Single Moving Average untuk prediksi penjualan pada Aby Manyu Cell merupakan sarana yang efektif untuk mempromosikan produk pada Aby Manyu Cell, dalam

Hubungan persepsi keluarga tentang gangguan jiwa dengan sikap keluarga kepada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di rumah sakit jiwa daerah surakarta.. Metode

Seberapa puaskah anda dengan kemampuan anda untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari anda?. How satisfied are you with your ability to perform your daily

Distribusi frekuensi parenting stress pada orang tua Dalam merawat anak Tunagrahita berdasarkan aspek. perilaku anak yang sulit

(S‐1)  Kependidikan  Bagi  Guru  Dalam  Jabatan  pada  wilayah .

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diterapkannya pembelajaran