BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Ventilator associated pneumonia merupakan pneumonia yang terjadi pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik ≥ 48 jam sejak pemasangan ventilator
(CDC, 2015). Ventilator associated pneumonia (VAP) menjadi kasus kedua tersering pada kejadian infeksi nosokomial di unit perawatan intensif (ICU) dan terbanyak pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik (Kalanuria, 2014).
Dari semua kejadian hospital-acquired pneumonia, 86% terkait dengan ventilasi mekanik (VM) (Guimaraes, 2006). VAP diperkirakan terjadi sekitar 9-27% dari semua pasien yang mendapat ventilasi mekanik dengan risiko tertinggi terjadi dalam lingkungan rumah sakit (Kalanuria, 2014). Insidensi VAP berada dalam rentang 9% - 68%, bergantung pada metode diagnosis yang digunakan dan populasi (Guimaraes, 2006). VAP adalah komplikasi yang sering terjadi karena penggunaan ventilator bagi pasien gagal napas akut dan meningkatkan angka kesakitan, angka kematian (Park, 2005). Menurut Anderson LJ (1994) dalam Guimaraes (2006), prevalensi VAP dilaporkan sebesar 20,5 – 34,4 / 1.000 VM. Angka mortalitas VAP dilaporkan berada dalam rentang 0 – 50%. Selain angka mortalitas tinggi, VAP juga meningkatkan lama rawat inap pasien (lenght of
stays/LOS) dari empat menjadi tiga belas hari, serta biaya perawatan pasien dari $5,000 menjadi $20,000 per kasus (Koenig, 2006).
Mikroorganisme penyebab VAP banyak dan bervariasi. Kasus VAP terbanyak disebabkan oleh bakteri patogen yang normalnya berkolonisasi di orofaring dan gut atau yang didapat dari transmisi oleh pekerja medis dari lingkungan sekitar atau dari pasien lain Organisme penyebab VAP yang sering termasuk spesies Pseudomonas, staphylococcus, Enterobacteriaceae, streptococcus, spesies Haemophilus, dan bakteri tinggi resisten lainnya basil Gram-negatif. Streptococcus pneumoniae adalah patogen penyebab utama
community-acqiured pneumonia. Staphylococcus menyebabkan seluruh VAP menjadi penyakit kritis. Pseudomonas aeruginosa adalah basil Gram-negatif
fermentasi aerobik yang pada hakekatnya resisten terhadap banyak kelas antibiotik. P.aeruginosa merupakan patogen utama yang mengalami resisten antibiotik yang menyebabkan VAP dan penyebab utama dari episode fatal VAP.
Pseudomonas mempunyai banyak faktor virulensi yang terkait dengan peningkatan angka mortalitas VAP. Acinetobacter menjadi penting karena menyebabkan perjangkitan dan mudah tersebar dari satu pasien ke pasien lainnya.
Bakteri ini muncul karena kemampuan bertahan di tangan para pekerja medis dan mati di lingkungan sekitar, serta pada hakekatnya resisten terhadap banyak antibiotik.
Penyebab VAP yang telah disebutkan di atas, seperti Pseudomonas,
Acinetobacter, dan spesies Stenotrophomonas, dan methicillin-resistant
Staphylococcus aureus dan basil Gram-negatif disebut sebagai “potentially drug-resistant” pathogenatau “multidrug resistant” pathogen. (Park, 2005).
Penelitian sebelumnya mengatakan angka mortalitas yang berbeda disebabkan oleh karena variasi populasi (pasien trauma-minimal akut, acute respiratory distress syndrome [ARDS], pasien yang mendapat terapi medis dan tindakan bedah), dan variase terapi empirik yang diberikan selama dua hari (Koenig, 2006).
Pasien yang mengalami VAP setidaknya memiliki tiga dari lima gejala, seperti demam, leukositosis, perubahan warna dan jumlah sputum, gambaran
infiltrat baru pada radiografi, dan memburuknya kebutuhan oksigen. Patogenesis VAP terutama dikarenakan oleh invasi sekunder bakteri pada parenkim paru
pasien yang mendapat ventilasi mekanik, melalui aspirasi sekresi gastric, kolonisasi traktus pencernaan, peralatan atau obat yang terkontaminasi. Bakteri bergerak dalam bentuk small droplets pada endotracheal tube dan cuff serta dalam bentuk kolonisasi pada endotrachel tube atau tracheostomy tube dan ditransmisi ke paru-paru saat bernapas (Serhan, 2005). Namun, Penulis belum pernah mendapatkan penelitian mengenai gambaran kejadian VAP pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di kota Medan.
Mengingat hal tersebut di atas, perlu untuk diketahui gambaran kejadian VAP pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di kota Medan,
khususnya di ICU RSUP H.Adam Malik sebagai pengetahuan baru yang dapat mendorong para medis untuk mencegah terjadinya VAP.
1. 2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran kejadian ventilator-associated pneumonia pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di ICU RSUP H.Adam Malik
Medan?
1. 3 Tujuan Penelitian 1. 3. 1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran kejadian ventilator-associated pneumonia pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam di ICU RSUP H.Adam Malik Medan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan Juni 2015.
1. 3. 2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui persentase kejadian ventilator-associated pneumonia 2. Mengetahui kuman penyebab ventilator-associated pneumonia
3. Mengetahui terapi antibiotik empiris terhadap kuman penyebab
ventilator-associated pneumonia
4. Mengetahui terapi antibiotik definitif terhadap kuman penyebab
ventilator-associated pneumonia
5. Mengetahui upaya prevensi ventilator-associated pneumonia yang
dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator ≥ 48 jam
1. 4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Manfaat Akademis
Memberi informasi tentang persentase kejadian ventilator-associated pneumonia
Memberi informasi tentang penyebab ventilator-associated pneumonia
Memberi informasi tentang terapi spesifik terhadap ventilator-associated pneumonia
Memberi informasi tentang upaya prevensi ventilator-associated pneumonia yang dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator lebih dari 48 jam
2. Manfaat Pelayanan
Memberi informasi pada instalasi ICU RSUP H. Adam Malik mengenai persentase angka kejadian VAP dan mendorong agar dilakukan pencegahan VAP guna menurunkan angka kejadian
3. Manfaat Penelitian Selanjutnya
Menjadi sumber data bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
ventilator-associated pneumonia