DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Sejarah, Dasar Hukum dan Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
Pada tanggal 08 Juni 2007, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007
tentang Kebijakan Percepatan, Pengembangan Sektor Riil, dan Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dikeluarkan. Ini yang menjadi awal mula
adanya program Kredit Usaha Rakyat. Yang selanjutnya disebut KUR.
Dalam instruksi tersebut, Presiden menyebutkan kepada Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian beserta menteri-menteri lainnya.41
a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber
pembiayaan.
Untuk mengambil langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi,
dan kewenangan masing-masing unruk pelaksanaan kebijakan percepatan
pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah
guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan
pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah berpedoman pada program yang
meliputi perbaikan investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan
infrastruktur dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 memiliki langkah-langkah
untuk meningkatkan akses Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang selanjutnya
disebut sebagai UMKM adalah sebagai berikut:
41
b. Memperkuat sistem penjamin kredit bagi UMKM.
c. Pengembangan sistem resi gudang sebagai instrument pembiayaan bagi
UMKM.
d. Memaksimalkan pemanfaatan dana non-perbankan untuk pemberdayaan
UMKM.
e. Meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana bergulir APBN untuk
pemberdayaan UMKM dengan menertibkan panduan tentang Pengelolaa
Dana APBN untuk pemberdaan UMKM, termasuk panduan yang
dikeluarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
f. Restrukturisasi pengelolaan dana Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) pada BUMN.
UMKM sendiri memilikin peran, sebagai berikut:
a. Menciptakan pertumbuhan ekonomi;
b. Memperbesar aset usaha;
c. Meningkatkan lapangan pekerjaan bagi pekerja lokal;
d. Menciptakan kesempatan bisnis bagi komunitas lokal secara
keseluruhan.42
Setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahub 2007, Menteri
Keuangan melaksanakan Instruksi Presiden tersebut dengan mengeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri
Keuangan tersebut lebih dulu dikeluarkan Nota Kesepahaman (MoU) Tentang
Penjamian Kredit/Pembiayaan kepada UMKM pada tanggal 09 Oktober 2007.
MoU tersebut ditandatangani oleh pemerintah sebagai penjamin pihak pelaksana
42
program/pihak pertama dengan PT Asuransi Kredit Indonesia dan Perum
Jamkrindo sebagai perusahaan penjamin/pihak kedua dan dengan beberapa bank,
yaitu PT Bank Rakyar Indonesia Tbk., PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Negara
Indonesia 46 Tbk., PT Bank Tabungan Negara Tbk., PT Bank Bukopin Tbk., dan
PT Bank Mandiri Syariah Tbk., sebagai bank pemberi kredit/pihak ketiga.
Akhirnya pada tanggal 05 November 2007, Presiden Republik Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola
penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan
penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang
lebih besar bagi para pelaku UMKM dan Koperasi yang telah feasible namun
belum bankable.
Adapun pengertian Kredit Usaha Rakyat menurut Pasal 1 angka 1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PML.05/2015 ialah Kredit Usaha Rakyat
yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau
investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki
agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Kredit Usaha Rakyat
adalah program yang dirancang oleh pemerintah namun sumber dananya
sepenuhnya berasal dari bank.
Pada dasarnya tujuan KUR adalah untuk meningkatkan dan mempercepat
pengembangan sektor-sektor primer dan pemberdayaan usaha skala kecil,
memperluas kesempatan kerja, untuk meningkatkan aksestabilitas terhadap kredit
dan lembaga-lembaga keuangan, dan mengurangi tingkat kemiskinan. Adapun
sasaran program KUR, yaitu kelompok masyarakat yang telah dilatih dan
Harapannya agar kelompok masyarakat tersebut mampu memanfaatkan skema
pendanaan yang berasal dari lembaga keuangan formal.
Yang menjadi dasar hukum bagi Kredit Usaha Rakyat adalah sebagai
berikut:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas
Penjamin Kredit Usaha Rakyat.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut diatur mengenai penyaluran
KUR kepada UMKM sehingga Meningkatkan pembiayaan UMKM. KUR
disalurkan oleh bank-bank pelaksana yang ditetapkan oleh MoU Tentang
Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM-K. Sebelum bank-bank pelaksana
menyalurkan KUR sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 3, Menteri Teknis
Terkait, menentukan prioritas bidang usaha yang feasible tetapi belum banklable
yang akan menerima fasilitas pinjaman kredit.43 Dengan adanya panduan mengenai ketentuan prioritas bidang usaha dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan negara untuk menyediakan dana imbalan jasa penjamin,
bank pelaksana menyusun Rencana Target Penyusunan (RTP) KUR.44
Dalam Pasal 4, disebutkan bahwa bank pelaksana wajib menyediakan dan
menyalurkan dana KUR, dan meletakan KUR secara terpisah dengan program
kredit lainnya. Bank pelaksana juga wajib mengambil langkah-langkah yang
dibutuhkan untuk menjamin penyediaan dan penyaluran KUR yang menjadi
tanggungjawabnya secara tepat jumlah dan waktunya sesuai dengan program yang
ditetapkan oleh pemerintah, serta mematuhi segala ketentuan tata usaha yang
berlaku.
43
Peraturan menteri keuangan Nomor: 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Menteri Keuangan,, Pasal 3 ayat (1)
44
Dengan demikian, Menteri Teknis yang lebih dahulu menentukan prioritas
bidang usahanya yang akan menerima penjamin kredit, lalu kemudian bank
pelaksana yang akan menyusun Rencana Target Penyusunan (RTP).
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.0.5/2009 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang
Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, diberi tambahan pada Pasal 5 ayat (3) yang sebagai berikut:
“UMKM-K yang telah mendapatkan KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi dan tambahan pinjaman dengan syarat yang masih dikategorikan belum beankable dengan ketentuan:
a. Perpanjangan jangka waktu kredit dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 3 (tiga) tahun untuk kredit investasi terhitung mulai tanggal efektifnya perjanjian kredit antara bank pelaksana dan UMKM-K;
b. Restrukturisasi dapat diberikan dengan persyaratan pinjaman yang disetujui bersama antara bank pelaksana dan UMKM-K, kecuali untuk penambahan jangka waktu kredit maksimum satu tahun untuk kredit modal kerja dan 2 (dua) tahun untuk kredit investasi;
c. Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat total plafond pinjaman dan tingkat bunga.”
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2010 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjamin Kredit Usaha Rakyat yang
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
10/PMK.05/2009 sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 4 ayat (1), terdapat penghilangan kata “wajib”, sehingga
Pasal 4 ayat (1) berbunyi:“Bank Pelaksana menyediakan dan menyalurkan dana
Lalu pada ayat (5), berbunyi sebagai berikut:“Bank Pelaksana dapat
menyalurkan KUR secara langsung kepada UMKM-K dan/atau tidak langsung
melalui lembaga linkage dengan pola executing dan/atau pola channeling.45
1) UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan KUR adalah usaha
produktif yang feasible namun belum bankable, dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 5 diubah, yang selanjutnya berbunyi sebagai berikut:
a) Merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja
dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima
kredit program dari pemerintah yang dibuktikan dengan hasil sistem
informasi debitur pada saat permohonan KUR diajukan;
b) Debitur yang sedang menerima kredit konsumtif (krdit kepemilikan
rumah, kredit kendaraan bermotor, kartu kredit, dan kredit konsumtif
lainnya) dapat menerima KUR;
c) Untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang
menyalurkan KUR wajib tidak sedang menerima kredit program;
d) Untuk lingkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang
menyalurkan KUR dapat sedang menerima kredit program;
e) Untuk KUR sampai dengan Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan KUR
melalui lembaga linkage sampai dengan Rp.5.000.000,- per end user,
tidak diwajibkn melampirkan hasil sistem informasi debitur.46
45
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, Pasal 1
46
2) KUR yang disalurkan kepada UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit
modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
Paling tinggi sebesar Rp. 5.000.000,- dengan tingkat bunga kredit/margin
pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun atau ditetapkan
lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.Sedangkan
pada Peraturan Menteri Nomor 135/PMK.05/2008 kredit paling tinggi Rp.
5.000.000,- tingkat bunga paling tinggi sebesar 24%.
Diatas Rp. 5 juta sampai dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan
yang dikenakan paling tinggi sebesar/setar 14% efektif per tahun atau
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi komite
Kebijakan.Jika dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.05/2008 kredit diatas Rp. 5.000.000,- tingkat bunga paling tinggi
16%.
KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Plafon yang diberikan
kepada setiap lembaga lingkage paling tinggi Rp. 1.000.000.000,- (satu
miliar rupiah). (b) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan
paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
UMKM-K dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan,
restruturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih
dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.1.Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat
modal kerja dan 10 tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal
efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksanan UMKM-K;
1.2.Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon penjaman dan
tingkat bunga;
1.3.Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit,
restrukturisasi dan tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam
perjanjian kredit antara bank pelaksana dan debitur.47
Besarnya imbalan jasa penjaminan yang dibayarkan kepada perusahaan
penjaminan ditetapkan sebesar 3,25% per tahun atau ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan atas rekomendasi komite kebijakan, dibayarkan setiap
tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan: (a) Untuk
kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit; (b) Untuk kredit investasi
dihitung dari realisasi kredit.
Persentase jumlah Penjaminan KUR yang dijaminkan kepada perusahaan
penjaminan ditetapkan sebesar 70% dari KUR yang diberikan oleh bank
pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage.48
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Adapun beberapa ketentuan yang diubah dalam peraturan ini adalah
sebagai berikut:
1) Ketentuan Pasal 3, adanya perubahan pada ayat (1) yang pada akhirnya
berbunyi:
47
Ibid
48
“Menteri Teknis barang dan jasa produktif yang feasible tetapi belum
bankable yang akan menerima fasilitas penjaminan kredit.”
Pasal 3 ayat (1) memberikan persyaratan baru bahwa pihak yang
menjadi prioritas untuk menerima fasilitas penjaminan kredit adalah bidang
usaha barang dan jasa yang produktif. Pada Peraturan Menteri Keuangan yang
sebelumnya, Pasal 3 ayat (1) tidak menegaskan adanya kata “barang dan jasa”
serta kata “produktif” agar menjadi prioritas bagi Menteri Teknis. Jadi, bidang
usaha yang menjadi prioritas adalah bidang usaha barang dan jasa yang sudah
produktif yang berarti sudah berjalan lancar usahanya, bukan bidang usaha yang
baru saja merintis.49
2) Ketentuan Pasal 5, memiliki beberapa perubahan sebagai berikut:
a) Pasal 5 ayat (1)
Pasal ini mengalami perubahan pada butir e nya, dimana disebutkan:“Untuk KUR sampai dengan Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR melalui lembaga linkage sampai dengan Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per UMKM-K, tidak
b) Pasal 5 ayat (2)
diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur.”
KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Paling tinggi sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan dan atas rekomendasi Komite Kebijakan; (b) Diatas Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun, atau ditetapkanlain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
c) Pasal 5 ayat (3)
KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebear Rp. 2.000.000.000,- (dua milliard rupiah);
49
(b) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi komite kebijakan;
(c) Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
d) Pasal 5 ayat (4)
UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K;
(b) Dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras, perpanjangan jangka waktu kredit, restruktur dan suplesi tidak dapat diberikan;
(c) Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat bunga;
(d) Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan tambahan pinjam (suplesi) diatur lebih lanjut dalam perjanjian kredit antara bank pelaksana dan debitur.
e) Pasal 5 ayat (6)
Persentase jumlah penjaminan KUR yang dijaminkan kepada perusahaan penjaminan mengalami perubahan, sehingga ditetapkan sebesar: (a) 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh bank pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri; (b) 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh bank pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga
linkage untuk sektor lainnya.50
3) Ketentuan Pasal 11, memiliki perubahan sebagai berikut:
a) Pasal 11 ayat (1)
Perusahaan Komite Kebijakan c.q. Deputi Penjaminan wajib menyusun dan menyampaikan laporan secara periodik bulanan pelaksanaan penjaminan KUR, kepada Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana, paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya, dengan format laporan yang memuat:
(a) Pengajuan penjaminan KUR; (b) Pengajuan klaim KUR;
50
(c) Realisasi pembayaran klaim; (d) Klaim yang masih diproses; (e) Klaim yang ditolak.
b) Pasal 11 ayat (2)
Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan secara periodik bulanan atas realisasi penyaluran dan pengembalian KUR, paling lambat pada tanggal 10 ( sepuluh) bulan berikutnya, kepada Komite Kebijakan c.q. Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Perusahaan Penjaminan, dengan format laporan yang memuat:
(a) Realisasi jumlah penyaluran dan baki debet KUR; (b) Realisasi penyaluran KUR menurut sektor ekonomi; (c) Realisasi penyaluran KUR menurut provinsi;
(d) Jumlah debitur penerima KUR. c) Pasal 11 ayat (3)
Dalam hal diperlukan dan/atau diminta oleh Menteri Keuangan, Perusahaan Penjaminan dan Bank Pelaksana wajib menyampaikan laporan terkait dengan penyelenggaraan KUR.51
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.05/2011 tentang perubahan ke
empat atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Perubahan pada Peraturan Menteri Keuangan ini berkaitan dengan
pembayaran imbal jasa KUR kepada perusahaan penjamin dan pembinaan dan
pengendalian pelaksanaan penjaminan KUR. Beberapa ketentuan yang diubah
dalam peraturan ini, yaitu perubahan pada Pasal 9 ayat (5), ayat (6) serta
tambahan ayat (7), ayat (8), dan ayat (9). Terdapat juga perubahan pada Pasal 10
ayat (2), ayat (3), dan menambah satu ayat, yaitu ayat (4).
Pada Pasal 9 telah diubah sehingga berbunyi, Pembayaran imbal jasa
penjaminan KUR dilaksanakan dua kali dalam setahun, dengan ketentuan: (a)
Tagihan periode bulan November tahun sebelumnya sampai dengan bulan April
tahun berkenaan dibayarkan pada bulan Mei tahun berkenaan; (b) Tagihan periode
51
bulan Mei sampai dengan bulan Oktober tahun berkenaan dibayarkan bulan
November tahun berkenaan.
Permintaan pembayaran imbal jaa penjaminan KUR diajukan oleh
perusahaan penjaminan kepada Menteri Keuangan Direktorat Jendral
Pembendaharaan dengan terlebih dahulu disetujui oleh pihak bank pelaksana.52
B. Peranan Bank Terhadap Perkembangan Kredit Usaha Rakyat
Dalam Pasal 10 menyebutkan bahwa, Dalam rangka menilai kepatuhan
terhadap ketentuan penjaminan KUR, dilakukan verifikasi secara periodic atau
sewaktu-waktu oleh Menteri Keuangan dalam hal ini Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan. Adapun rapat evaluasi penjaminan KUR
dilaksanakan secara periodic atau sewaktu-waktu atas prekarsa Komite Kebijakan
dengan mengikutsertakan Perusahaan Penjaminan dan Bank Pelaksana.
Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan yang amat strategis
dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan, disebutkan bahwa pada Pasal 3 fungsi utama perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dijelaskan pada Pasal
4, bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Pemerintah menetapkan bank umum sebagai pelaksana penyaluran KUR.
Bank tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Pesero), PT Bank Negara
52
Indonesia (pesero), PT Bank Mandiri (pesero), dan PT Bank Tabungan Negara
(pesero) serta beberapa Bank Pembangunan Daerah dan juga Bank Bukopin yang
diberi tugas untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR kepada UMKM untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Bila dilihat dalam Pasal 8 disebutkan, bahwa bank umum dalam
memberikan kredit harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupam
debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian
dalam Pasal 12 dijelaskan, bahwa pemerintah dapat dapat menugaskan bank
umum untuk melaksanakan program pemerintah guna mengembangkan
sektor-sektor perekonomian tertentu atau memberikan perhatian yang lebih kepada
koperasi dan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, didasarkan dengan ketentuan yang
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dapat dilihat dari penjelasan diatas, bahwa pemerintah ingin menjadikan
perbankan berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya ialah sebagai
penyedia dan penyalur dana bagi masyarakat, yang memiliki peran yang strategis
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sebagai mana yang tercantum dalam
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Salah satu yang menjadi dasar terbentuknya Inpres Nomor 6 Tahun 2007
Tentang Percepatan Pengembangan Sektor riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.Hal tersebut menjadi salah
satu upaya pemerintah dalam rangka memberdayaan UMKM sebagai salah satu
pilar pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Jumlah UMKM di Indonesia sangatlah banyak, maka dari itu diperlukan
bimbingan serta bantuan modal dari dunia perbankan. Bank dalam rangka
menjalankan UMKM haruslah menyediakan dan menyalurkan kredit dengan
jumlah yang memadai, dan juga memberikan kesempatan bagi UMKM untuk
dapat tumbuh. Dalam melaksanakan dan menyalurkan KUR bank umum
menggunakan dana milik sendiri. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang ketat
untuk menyalurkan dan memberikan kredit agar mencapai tujuan yang
direncanakan.
Salah satu upaya pemerintah agar perbankan tidak menghadapi risiko
kredit macet ialah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Lembaga Penjaminan. Dimaksudkan lembaga penjamina ialah
untuk memberikan penjaminan atas pembiayaan yang diberikan perbankan berupa
KUR kepada UMKM.53
53
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan, Pasal 2 ayat (1)
Dimana, jika terjadi kredit macet maka lembaga
penjaminan tersebut yang akan mengganti/membayar klaim kepada pihak bank
penyalur kredit.
Kredit macet atau kredit bermasalah dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yakni adanya faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah yaitu: 1. Kebijakan prekreditan yang ekspansif
2. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan
4. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit serta lemahnya sistem informasi kredit macet.54
4. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. Faktor eksternal penyebab timbulnya kredit bermasalah adalah: 1. Kegagalan usaha debitur
2. Musibah terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur
3. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur 55
1. Kreditur memiliki kemampuan teknis yang kurang
Menurut Mahmoeddin A.S, faktor-faktor tersebut antara lain
Kreditur sangat memerlukan tenaga ahli/ konsultan untuk melakukan penilaian atau analisis sebelum memberikan kredit kepada perusahaan atau proyek yang melakukan usaha high technology seperti misalnyaindustri komputer, otomotif, dan industri baja. Secara teknis sudah dapat dipastikan pengetahuan kreditur jauh ketinggalan, oleh sebab itu diperlukan tenaga ahli untuk melakukan penilaian terhadap prospek kerja usaha tersebut agar pihak kreditur tidak dibohongi secara mentah-mentah oleh nasabahnya.
Semakin canggih usaha nasabah, maka semakin telitilah kreditur dalam melakukan analisisnya. Jika nasabah memiliki usaha sederhana, maka kreditur tentu lebih mudah memahami dan mempelajari lika-liku bisnis nasabah tersebut. Sebaliknya jika bisnis tersebut kompleks maka sering para kreditur tertinggal jauh pengetahuannya dibandingkan para nasabahnya. Hal demikian dapat menyulitkan pihak kreditur dalam menganalisis dan memberikan keputusannya.
2. Kreditur terlalu mengejar target
Kreditur sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, mempunyai prinsip prositability. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka semakin besar pula kreditur tersebut di mata para pemilik saham dan para karyawannya. Banyaknya dana yang mengendap dalam bentuk kas, akan merupakan dana yang harus dibayar sewanya, apakah itu menganggur atau tidak. Dari segi keuntungan, dana yang menganggur dapat merugikan, atau mengurangi keuntungan kreditur. Krediturir yang mempunyai target mengejar keuntungan tidak akan mengambil resiko dengan membiarkan dana yang banyak mengendap. Untuk mencegah ini, sebaiknya para krediturir jangan terlalu mengutamakan target tersebut dan menomorduakan analisis yang tajam atas permohonan kredit para nasabah.
3. Kreditur terlalu melihat riwayat nasabah
Memang benar bahwa riwayat pinjaman seorang nasabah kreditur merupakan faktor penting dalam penilaian karakternya. Tetapi tidak jarang bahwa suatu waktu seseorang tersebut karakternya tidak teruji pada masamasa sulit, dan tidak jarang pengusaha akan maju usahanya, jika ia berusaha dalam skala kecil, namun begitu usahanya membesar ia menjadi merasa bahwa ia tidak mampu mengelolanya.
54
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36835/6/Chapter%20III-V.pdf (diakses tanggal 08 pebruari 2017)
55
4. Kreditur terlalu melihat agunan atau terlampau mementingkan jaminan
Kreditur adalah lembaga keuangan yang memberikan kredit kepada nasabahnya, bukan rumah gadai yang memberikan kredit berdasarkan cukup atau tidaknya nilai transaksi dari barang agunan yang dijaminkan nasabahnya. Sebenarnya, hampir tidak ada hubungan sama sekali antara kredit dengan jaminan, kalau dimulai dari jaminan. Tetapi sebaliknya, jika analisis telah dilakukan secara cermat, paling akhir baru dibicarakan pemasalahan jaminan sekedar benteng pengaman dari kredit atau dengan motif berjaga-jaga. Tugas para analisis kredit adalah menghitung dengan cermat, berapa kebutuhan kredit dari nasabah. Bukan sebaliknya, dengan nilai sejumlah agunan tertentu, berapa nasabah diperbolehkan menikmati kredit. Jika permasalahan ini dilakukan secara terbalik, maka pemberian kredit sama sekali mengabaikan cash buget, atau tidak memperhitungkan Repayment capacity dari nasabah.
5. Kreditur terlalu besar memberikan kredit
Pemberian kredit yang berlebihan dapat menyebabkan nasabah menggunakan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak yang kurang bermanfaat atau tidak produktif bagi perusahaannya. Selain itu alternatif lain yang akan dilakukan nasabah yang kelebihan kredit yaitu menabungnya di kreditur lain, yang tentu saja memperoleh bunga yang lebih kecil dari bunga yang harus dibayarnya kepada kreditur pemberi kredit, atau bisa saja nasabah tersebut menanamkan kelebihan kredit uang dengan membeli barang tetap yang tingkat likuiditasnya rendah, sehingga tidak mungkin mampu menutupi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya pemberian kredit yang berlebihan atau yang disebut juga dengan istilah over lending/ over creditering antara lain karena adanya kelalaian petugas dalam kreditur dalam menganalisis, atau adanya unsur kesengajaan atau pun dengan adanya kerja sama antara petugas (pihak) kreditur dengan nasabahnya.
6. Kreditur terlalu sedikit memberikan kredit
Jika perusahaan dapat dan mampu beroperasi secara optimum maka perusahaan tersebut juga akan dapat memperoleh laba yang maksimum. Produksi pada operasi yang optimum diperoleh jika modal kerja yang digunakan sudah diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Berdasarkan pengamatan kita sehari-hari, kita dapat melihat bahwa setiap perusahaan umumnya memiliki hutang piutang dengan sesama relasi atau mitra usahanya. Dengan demikian jika kredit yang diberikan tidak mencukupi maka bukan tidak mungkin kredit nasabah tersebut akan disedot atau diminta oleh mitra usahanya tersebut, sehingga mengakibatkan ia kehabisan dana untuk menggerakkan aktivitas usahanya, dampaknya akan terlihat saat pada ketidakmampuannya dalam memenuhi prestasinya kepada pihak kreditur yang memberikan kredit tersebut.
7. Nasabah melarikan diri
memperoleh kredit. Bahkan, nasabah bisa saja menghilang dari kota atau negara tempat ia memperoleh kredit. Tujuannya agar pihak kreditur tidak dapat atau pun kesulitan melacak nasabah tersebut.
8. Nasabah memalsukan catatan dan pembukuan
Pemalsuan catatan dan pembukuan, baik itu pada saat pengajuan kredit maupun pada selama kredit berjalan, dapat menyebabkan terjadinya kasus kredit yang boleh dikatakan mendekati fiktif dimana kreditur terjebak dalam kasus penipuan. Catatan dan pembukuan nasabah merupakan sumber utama dalam menganalisis perjalanan bisnis nasabah. Adapun isi dari catatan tersebut adalah menerangkan mengenai prospek perusahaan dan keadaan usaha nasabah yang bersangkutan. Jika catatan tersebut palsu maka si pembaca yaitu pihak kreditur akan dibohongi oleh nasabah. Cepat atau lambat catatan ini akan bermuara pada ketidak beresan kredit nantinya.
9. Perusahaan nasabah sulit berkembang
Kreditur memberikan kredit kepada perusahaan yang sulit berkembang. Ukuran suatu kreditur dikatakan sulit berkembang dapat dilihat pada laporan keuangan dimana angka-angka dari tahun ke tahun menunjukkan grafik yang datar, bahkan bisa menurun. Terutama dapat dilihat pada laba perusahaan yang hampir sama setiap tahun Usaha untuk menangkal hal ini, kreditur harus mendidik nasabah berbisnis dengan baik dan tepat. Jika perlu mendidik mereka melakukan pencacatan berdasarkan kebiasaan yang berlaku.
10.Nasabah dan krediturir melakukan kolusi
Nasabah dan krediturir harus melakukan kerjasama yang baik dalam arti positif. Hal ini adalah demi kelancaran usaha nasabah, demi kelancaran pengembalian kredit, demi keberhasilan usaha perbankan dan akhirnya demi kesuksesan para krediturir dalam membina nasabah dan krediturnya sendiri. Jika kerjasama antara krediturir dan nasabah dilakukan secara negatif, maka hal ini disebut kolusi atau persekongkolan. Dimana yang paling dirugikan adalah kreditur sebagai perusahaan, dan yang memperoleh keuntungan adalah nasabah dan krediturir secara pribadi.56
56
Ibid.
Apabila dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari nasabah adalah:
1. Kelemahan nasabah
a. Manajemen kurang (kurang menguasai manajemen kredit). b. Tidak memiliki perencanaan yang baik
c. Produk ketinggalan jaman d. Kalah bersaing
e. Lokasi usaha yang tidak tepat f. Adminitrasi yang kacau 2. Kenakalan nasabah
c. Pola hidup yang boros atau mewah d. Suka berbuat skandal
e. Suka berjudi dan berspekulasi57
C. Berbagai Pedoman Bank dalam Kredit Usaha Rakyat
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut, bertujuan
untuk meningkatkan peranan bank khususnya untuk melaksanakan dan
menyalurkan KUR yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan dan
harus tetap berpedoman terhadap ketentuan-ketentuan yang ada.
Bank umum yang telah ditunjuk oleh pemerintah dalam melaksanakan dan
menyalurkan KUR harus berpedoman terhadap berbagai peraturan yang
ditetapkan, yaitu:
1. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan,
Pengembangan Sektor Rill, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Sebelum adanya Inspres Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan
Percepatan, Pengembangan Sektor Rill, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah, pengaturan tentang kredit bank umum diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 2/PBI/2001 Tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil, dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/Bkr Tahun 2001.
Program kredit yang diberikan oleh Inpres Nomor 6 Tahun 2007 ini
berbeda dengan program kredit yang terdapat pada Undang-Undang Tentang
UMKM. Inpres Nomor 6 Tahun 2007 memberikan instruksi kepada Menteri
Keuangan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM kepada
sumber pembiayaan, baik dalam bentuk kredit maupun pembiayaan syariah.
57
Inpres Nomor 6 Tahun 2007 melahirkan istilah baru yang sebelumnya
disebut Usaha Kecil dan Menengah menjadi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 telah diberikan jalan kepada UMKM agar
mendapatkan pembiayaan dalam kredit investasi dengan Menteri Keuangan
sebagai penanggungjawabnya.
Adapun program lain yang disebutkan dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007,
yaitu peningkatan efektivitas fungsi dan peran Terhadap Konsultan Mitra Bank,
dimana Menteri Koordinator Bidang Perekonomian berkordinasi dengan
Gubernur Bank Indonesia. Dalam Inpres ini Bank Indonesia hanyalah sebagai
pembimbing bagi UMKM untuk pelatihan agar UMKM dapat mengakses sumber
pembiayaan.
Program ini sebenarnya tidak sepenuhnya dapat membantu UMKM untuk
mengakses pembiayaan bank karena bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
dapat atau tidaknya menjalankan program ini, meskipun Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian menjadi penanggungjawabnya. Maka dari itu, apabila
UMKM sulit atau tidaknya untuk mengakses pembiayaan bank, maka pada
akhirnya UMKM hanya bisa berjuang sendiri untuk mendapat pembiayaan bagi
perkembangan usahanya.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Salah satu hasil dari Inpres Nomor 6 Tahun 2007 adalah Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sebagaimana
penataan kembali terhadap kebijakan di bidang UMKM termasuk meredefinisikan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pengaturan mengenai pembiayaan untuk UMKM diatur dalam
undang-undang ini, dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN,
usaha besar nasional dan asing, tetapi tidak ada penegasan bahwa pemerintah
pusat, pemerintah daerah, BUMN, usaha besar nasional dan asing mempunyai
kewajiban atau tanggungjawab untuk membantu pembiayaan dalam bentuk
pemberian pinjaman/kredit, penjaminan, hibah dan pembiayaan lainnya.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas
Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Peraturan Menteri Keuangan ini menjadi dasar hukum bagi program KUR
agar dapat dilaksanakan. Salah satu yang menjadi dasar hukum terbentuknya
Peraturan Menteri Keuangan ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
Tentang Usaha Kecil. Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dapat dilihat pada
Bab I tentang Ketentuan Umum, memakai istilah UMKM. Sedangkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tidak menggunakan dan mengatur sesuatu yang
dinamakan usaha mikro. Sepatutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat mengatur pengertian baru tentang
UMKM karena pada saat itu belum ada pengertian sekaligus kriteria mengenai
UMKM.
Dalam pasal 4 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat
disebutkan bahwa:
“Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR secara langsung kepada
UMKM-K dan/atau tidak langsung melalui lembaga linkage dengan
pola executing dan/atau pola
Dapat dilihat bahwa bank juga dalam melakukan usahanya menggunakan
prinsip kehati-hatian.
channeling.”
58
Program KUR yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memberdayakan
UMKM dapat berjalan tidak lancar, apabila dilihat dari pengaturannya. Pada Pasal
12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 Tentang Fasilitas Bank juga harus berhati-hati dalam menjalankan
usahanya, terutama dalam melakukan pemberian kredit, dikarenakan bank bisa
menjadi tempat dan atau tujuan kejahatan.
Di sisi lain bank juga harus mempunyai keyakinan terhadap kemampuan
dan kesanggupan setiap nasabahnya, termasuk nasabah UMKM. Bank yang
melaksanakan dan menyalurkan KUR juga memiliki kewajiban untuk mematuhi
semua ketentuan peraturan bank Indonesia yang berhubungan dengan pemberian
kredit, termasuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 Tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
bagi Bank Umum, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/67/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31
Maret 1995. Dengan adanya peraturan tersebut, bank dapat menetapkan standar
syarat-syarat pengajuan kredit yang bersifat kompleks dan sulit dipenuhi oleh
UMKM.
58
Penjaminan Kredit Usaha Rakyat hanyalah mengatur mengenai pemberian sanksi
bagi perusahaan penjaminan yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan
Menteri Keuangan Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dengan
hanya memberikan sanksi berupa, teguran tertulis dan penundaan atau
penghentian pembayaran imbal jasa penjaminan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sangatlah diperlukan adanya kekuatan hukum yang benar-benar
mengikat bank untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR, baik dengan cara
mewajibkan bank pelaksana untuk melaksanakan dan menyalurkan KUR ataupun
dengan sanksi karena mempersulit penyaluran KUR.
4. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
Peraturan ini mengatur mengenai pelaksanaan dan penyaluran KUR yang
menjadi pedoman tiap-tiap bank. Dalam peraturan ini juga mengatur mengenai
pengawasan pelaksanaan KUR. Dalam pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa:
“dalam rangka efektivitas pengawasan pelaksanaan KUR, dibentuk Forum
Koordinasi Pengawasan KUR yang beranggotakan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (koordinator), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomin,
Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan Otoritas Jasa Keuangan.”
Selain beberapa ketentuan peraturan diatas bank pelaksana penyalur KUR
juga memiliki berbagai ketentuan peraturan internal bank, yaitu dalam bentuk
keputusan direksi ataupun surat edaran direksi yang harus menjadi pedoman untuk
menilai permohonan KUR, analisa KUR, persetujuan pemberian KUR, pencairan
PADA PT BANK XXX MEDAN
A. Proses dan Syarat Pemberian Kredit Usaha Rakyat
Sebagaimana bank-bank lainnya, Bank XXX merupakan salah satu bank
pelaksana KUR. Bank XXX KUR adalah fasilitas kredit dari Bank XXX yang
dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha produktif dalam bentuk Kredit
Modal Kerja atau sebagai Kredit Investasi. Fasilitas kredit Bank XXX KUR
diberikan hingga maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan
jangka waktu pengembalian hingga 4 (empat) tahun untuk Kredit Modal Kerja
dan 5 (lima) tahun untuk Kredit Investasi. Suku bunga yang diberikan oleh Bank
XXX cukup ringan, yaitu 9%59
59
http://www.bni.co.id/id-id/bankingservice/businessbanking/lending/kreditusaharakyat(kur).aspx
Pemberian kredit pada dasarnya bank akan meminta barang yang akan
dijadikan sebagai jaminan. Hal ini unutk memberikan kepastian, dan memberikan
kepercayaan mengenai pemberian kredit. Apabila debitur melakukan wanprestasi
atau tidak melakukan kewajibannya untuk melunasi utang pokoknya beserta
bunganya, maka bank akan mengambil alih jaminan tersebut. Sejalan dengan itu
sebelum bank mengeksekusi barang jaminan, bank akan melakukan
restrukturisasi, apabila tidak dapat memberikan jalan untuk menyelamatkan
kredit tersebut.
Dalam Bank XXX Medan, terdapat beberapa program KUR yang
1. KUR Mikro
KUR Mikro adalah kredit modal kerja dan/atau investasi kepada debitur di
bidang usaha sektor pertanian, perikanan, inndustri pengolahan, perdagangan serta
jasa-jasa (dhi. Penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan, transportasi,
pergudangan, dan komunikasi, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan,
jasa pendidikan, jasa kemasyarakatan, social budaya, hiburan, dan perorangan
lainnya) yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau
agunan tambahan belum cukup sesuai persyaratan agunan tambahan Penyalur
KUR dengan plafond kredit sampai dengan Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Sumber dana KUR Mikro 100%
merupkan dana dari Bank XX.
Kriteria KUR Mikro ialah:
1. Kredit maksimum sampai dengan Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah).
2. Jangka waktu sampai dengan 3 tahun jika kredit modal kerja dan 4 tahun
jika kredit investasi.
3. Suku bunga 9% efektif/efektif anuitas per tahun.
4. Jaminan tidak diwajibkan.
Adapun persyaratan calon debitur KUR Mikro ialah:
1) Mempunyai usaha Produktif dan layak yang telah berjalan minimum 6
(enam) bulan.
2) Belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum mencukupi
sesuai yang dipersyaratkan Bank XXX.
4) Tidak sedang menerima kredit produktif dari perbankan dan/atau tidak sedang
menerima Kredit Program dari Pemerintah (kecuali KUR).
5) Berusia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah.
6) Tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia serta tidak tercatat
sebagai debitur macet/bermasalah.
7) Menyerahkan dokumen minimal sebagai berikut:
a) Surat permohonan kredit (format terlampir)
b) Identitas diri, berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, dan Pas
Foto.
c) Fotokopi legalitas/ijin usaha sesuai bidang usaha dan bentuk badan usaha:
(1) Usaha perseorangan dan badan usaha perseorangan: minimal Surat Ijin
Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang diterbitkan Pemerintah Daerah
dan/atau surat keterangan usaha yang dikeluarkan dari kelurahan
setempat atau surat ijin lainnya.
d) Fotokopi bukti kepemiliki jaminan tambahan (bila ada).
e) Fotokopi rekening bank (bila ada).
2. KUR Ritel
KUR Ritel adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi
kepada debitur di bidang usaha sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan,
dan perdagangan yang terkait, yang produktif dan layak namun belum memenuhi
persyaratan agunan tambahan Bank Pelaksana dengan plafon kredit oleh Bank
Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin.
Sumber dana KUR Ritel merupakan sepenuhnya dari Bank XXX.
Kriteria KUR Ritel ialah:
1. Besar kredit Rp. 25.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.00,- yaitu usaha
kecil sampai menengah
2. Jangka waktu sampai dengan 4 tahun jika kredit modal kerja dan 5 tahun
jika kredit investasi.
3. Jaminan disesuaikan dengan ketentuan Bank XXX.
4. Suku bunga 9% efektif/efektif antuitas per tahun
Adapun syarat KUR Ritel ialah:
1) Mempunyai usaha Produktif dan layak yang telah berjalan minimum 6
(enam) bulan
2) Persyaratan administrasi, yaitu:
a. Surat permohonan kredit (format terlampir)
b. Identitas diri, berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah, dan
Pas Foto, NPWP (untuk diatas Rp. 50.000.000,-)
c. Fotokopi legalitas/ijin usaha sesuai bidang usaha dan bentuk badan
usaha:
(1) Usaha perseorangan dan badan usaha perseorangan: minimal Surat
Ijin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang diterbitkan Pemerintah
Daerah dan/atau surat keterangan usaha yang dikeluarkan dari
kelurahan setempat atau surat ijin lainnya.
3) Tidak termasuk dalam daftar hitam Bank Indonesia serta tidak tercatat
4) Tidak sedang menerima kredit produktif dari perbankan dan/atau tidak sedang
menerima Kredit Program dari Pemerintah (kecuali KUR).
5) Berusia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah.
3. KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
KUR Penempatan TKI adalah kredit/pembiayaan modal kerja yang
disalurkan kepada TKI untuk memenuhi pembiayaan yang menjadi tanggung
jawabnya dalam proses penempatan ke luar negeri, terutama negara penempatan
Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang dengan
plafon kredit sampai dengan Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang
dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Penyaluran KUR Penempatan TKI ditujukan
untuk membantu seluruh biaya penempatan yang menjadi beban TKI. Sumber
dana penyaluran KUR ini merupakan sepenuhnya bersumber dari Bank XXX.
Yang menjadi kriteria KUR TKI ialah:
1. Maksimum kredit sebesar Rp. 25.000.000,-
2. Jangka waktu disesuaikan dengan masa kontrak kerja, maksimal 3 tahun.
3. Jaminan tidak diwajibkan.
4. Tujuan negara penempatan, yaitu Singapura, Malaysia, Jepang, Hongkong,
Taiwan, Korea Selatan.
5. Suku bunga 9% efektif/efektif antuitas per tahun.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi ialah:
1) Calon debitur Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun,
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga atau
2) Surat ijin dari suami/istri/ orang tua/ wali untuk bekerja di luar negeri.
3) Surat hasil Medical Check-Up yang menyatakan fit untuk bekerja dari
rumah sakit /medical center yang ditunjuk oleh pemerintah.
4) Memiliki kemampuan baca tulis dan ketrampilan yang diperlukan untuk
bidang kerja tertentu.
5) Memiliki Perjanjian Penempatan bagi TKI yang ditempatkan oleh
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
6) Memiliki Perjanjian Kerja dengan Pengguna bagi TKI baik yang
ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS), Pemerintah atau TKI yang bekerja secara Perseorangan.
Adapun prosedur pemberikan kredit pada Bank XXX adalah sama dengan
semua program KUR tersebut, berikut adalah prosedurnya:
1) Persiapan kredit : Calon debitur mengajukan permohonan tertulis untuk
memperoleh kredit usaha rakyat kepada Bank XXX dengan dilengkapi
persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Atas dasar permohonan tersebut,
Bank XXX mencari informasi tentang calon debitur, baik dengan
melakukan peninjauan langsung ke tempat usaha pemohon maupun
melalui sarana on line, yaitu Sistem Informasi Debitur (SID) untuk
memeriksa kebenaran atas data yang disampaikannya dan untuk
menentukan kolektibilitas pinjamannya.
2) Analisa kredit : Analisa atas permohonan kredit usaha rakyat calon
debitur, dilakukan oleh Bank XXX agar diperoleh kepastian bahwa kredit
3) Penyampaian aplikasi kredit kepada pemutus kredit : Dalam tahap ini telah
didapat kesimpulan pokok dari analisa kredit yang merupakan suatu
pendapat dan saran yang disampaikan kepada pemutus kredit di Bank
XXX (pemimpin cabang, pemimpin wilayah atau direksi, tergantung dari
kredit yang diajukannya dan maksimumnya).
4) Pengambilan keputusan kredit : Disetujui atau ditolaknya permohonan atas
kredit diputuskan oleh Bank XXX atas dasar hasil aplikasi yang
disampaikan dengan didukung oleh analisa atas data yang ada di Bank
XXX.
5) Perjanjian kredit : Setelah permohonan kredit disetujui, selanjutnya
dibuatkan Surat Keputusan Kredit dan dilakukan penandatanganan
perjanjian kredit dan pengikatan jaminan, baik secara resmi dihadapan
notaris yang ditunjuk Bank XXX maupun dilakukan di bawah tangan
(antara Bank XXX dengan debitur, diikat dengan perjanjian tersendiri)
6) Disposisi/pencairan kredit : Pada tahap ini kredit usaha rakyat yang telah
disetujui dan telah dilakukan penandatanganan perjanjian kredit beserta
agunannya, dikreditkan langsung ke rekening debitur yang ada di Bank
XXX (debitur wajib membuka rekening giro atau tabungan di Bank XXX).
Adapun prinsip-prinsip yang ada diberlakukan dalam penyaluran dana
Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank XXX ini adalah Bank XXX ini hanya akan
memberikan atau menyalurkan dana kredit apabila permohonan kredit yang
diajukan oleh calon debitur merupakan pengajuan kredit tertulis, di dalamnya
harus berisi informasi-informasi yang lengkap dan memenuhi syarat, dan
semuanya itu ditinjau dengan standar prinsip 5 C antara lain character, capacity,
capital, collateral dan condition of economy.
Pada dasarnya kredit yang diberikan merupakan kepercayaan, maka dari
itu setiap kredit usaha rakyat yang diberikan tersebut mengandung suatu risiko.
Selain terpenuhinya prinsip dan prosedur pemberian kredit, suatu sistem
pemberian kredit dapat dikatakan efektif apabila kredit tersebut dapat kembali
sesuai waktu yang ditetapkan dengan sejumlah bunga yang telah ditentukan.
Prioritas pemberian kredit yang diberikan betul-betul tepat sasaran dan tepat guna.
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit Usaha Rakyat
Dalam melakukan perjanjian kredit, para pihak saling mengikatkan diri.
Para pihak yang dimaksud ialah kreditur dan debitur. Dalam perjanjian kredit,
kreditur dan debitur memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Adapun hak dan kewajiban kreditur sebagai berikut:
1) Hak Kreditur
Dalam hal ini kreditur yaitu Bank XXX memiliki hak untuk menerima
pengembalian kredit yang telah disalurkan atau diberikan kepada debitur
baik dalam bentuk angsuran ataupun bentuk lainnya yang telah disepakati
oleh para pihak.
2) Kewajiban Kreditur
Dalam hal ini kreditur mempunyai kewajiban untuk memberikan atau
menyerahkan sejumlah uang kepada pihak debitur sesuai dengan apa yang
telah diperjanjikan atau sesuai dengan KUR apa yang diambil oleh debitur.
Berikut ini merupakan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
1) Hak Debitur
Debitur memiliki hak, yaitu menerima sejumlah uang pinjman dengan
jumlah tertentu dan jangka waktu tertentu sesuai dengan KUR apa yang
diambil dan yang telah disepakati.
2) Kewajiban Debitur
Adapun kewajiban debitur, ialah debitur memiliki kewajiban
mengembalikan pinjaman KUR yang telah diberikan oleh Bank XXX
beserta dengan suku bunganya dan memiliki kewajiban untuk
menyerahkan agunan serta debitur wajib untuk mematuhi setiap peraturan
yang telah disepakati.
Jika debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka Bank XXX akan
memberikan teguran tertulis kepada debitur dan Bank XXX akan
melakukan penjualan agunan serta debitur akan terdaftar sebagai debitur
blacklist Bank Indonesia.
Meskipun terdapat beberapa program KUR yang ditawarkan, namun
dalam hal hak dan kewajiban debitur dan kreditur tiap-tiap program KUR di Bank
XXX Medan pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama.
C. Efektivias dan Dampak Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
Efektivitas adalah hasil membuat keputusan yang mengarahkan melakukan
sesuatu dengan benar, yang membantu memenuhi suatu misi atau tujuan.60
60
Amin Tunggal Wijaya, Manajemen Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta Jaya, 1993
Efektivitas menjadi unsur pokok untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat
juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau
usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Campbel J.P, Pengukuran efektivitas yang paling menonjol, yaitu
diukur dari:
a. Keberhasilan program
b. Keberhasilan sasaran
c. Kepuasan terhadap program
d. Tingkat input dan output
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektivitas itu sebagai suatu
pengukuran akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditargetkan. Suatu usaha
atau bank dikatakan efektif apabila telah mencapai tujuannya. Tujuan yang
dimaksud adalah tujuan suatu bank atau instansi maka proses pencapaian tujuan
tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program.
Faktor-faktor dibawah ini dapat menjadi pengukuran terhadap efektivitas
pelaksanaan KUR pada Bank XXX, pembahasan penerapan KUR di lingkungan
masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Kaidah Hukum
Faktor yang pertama mengenai kaidah hukum atau peraturan mengenai
pemberian KUR, peraturan yang dimaksud adalah aturan hukum yang memayungi
pemberian KUR oleh Bank XXX. Dalam ketentuan tersebut dijelaskan KUR
Mikro yaitu Kredit Modal Kerja dan/atau investasi dengan plafond kredit secara
total eksposure sampai dengan Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang
dilayani oleh Bank XXX yang dimintakan penjaminan. KUR Ritel yaitu Kredit
Modal Kerja dan/atau investasi dengan plafond kredit secara total eksposure
sampai dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp.
500.000.000,- (lima ratus rupiah) yang diberikan kepada usaha mikro perorangan
yang memiliki usaha produktif yang dilayani oleh Bank XX yang dimintakan
penjaminan. Bahwa peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah haruslah dapat
berlaku atau dapat dilaksanakan di lingkungan masyarakat secara yuridis,
sosiologis dan filosofis agar dapat berfungsi dalam pelaksanaannya. Dilihat dari
sisi yuridis, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008
perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 159/PMK.05/2011 tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Dalam pasal 1 ayat (1) dan (2):
(1) Program penjaminan kredit/pembiayaan kepada usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi (UMKM-K) adalah upaya meningkatkan akses
pembiayaan UMKM-K pada sumber pembiayaan yang didukung fasilitas
penjaminan.
(2) Kredit usaha rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah
kredit/pembiayaan kepada UMKM-K dalam bentuk pemberian modal kerja
dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.
Selanjutnya ditinjau secara sosiologis Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.05/2008 perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.
159/PMK.05/2011 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dalam hal
melaksanakan kebijakan KUR mikro belum memenuhi unsur tersebut. Peraturan
tersebut tidak bisa dipaksakan dalam pelaksanaannya maupun masyarakatnya
memahami isi dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008
perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.05/2011 tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dalam hal melaksanakan kebijakan
KUR disebabkan karena masyarakat yang mayoritas penduduknya berpendidikan
rendah dan lemahnya Sumber Daya Manusia yang ada di daerah tersebut.
Sedangkan ditinjau secara filosofis Peraturan Menteri Keuangan Nomor
135/PMK.05/2008 perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.
159/PMK.05/2011 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dalam hal
melaksanakan kebijakan KUR sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang
tertinggi, yaitu UMKM dalam tujuan peraturan tersebut bahwa setiap para pelaku
UMKM dalam melakukan usahanya. UMKM yang beroperasi atau melakukan
kegiatan usahanya pada akhirnya akan berdampak pada kebutuhan permodalannya
untuk mengembangkan usahanya dan mempertahankan usahanya agar tidak
sampai terjadi kebangkrutan/gulung tikar.
2. Penegak Hukum
Peningkatan pelayanan di Bank XXX dibarengi dengan peningkatan
Sumber Daya Manusia (SDM) para pegawai bank untuk melaksanakan kebijakan
pemberian KUR yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan adanya kebijakan dan
pelayanan yang telah diberikan oleh Bank XXX tersebut diharapkan dapat
membantu dan sekaligus memberikan dana berupa kredit untuk mengembangkan
dan memperluas usaha para UMKM dalam usahanya yang dapat dimanfaatkan
dan digunakan dengan baik oleh para UMKM.
3. Sarana dan Fasilitas
Fasilitas yang terdapat di Bank XX untuk melaksanakan kebijakan
formulir pendaftaran. Dari beberapa fasilitas yang ada di Bank XX dalam
melaksanakan kebijakan pemberian KUR diantaranya adalah formulir pendaftaran
atau formulir pengajuan permohonan KUR. Juga terdapat fasilitas-fasilitas dalam
melakukan pendataan dan survei ke lokasi usaha yang umumnya berada jauh dari
perkotaan, terdapat satu sepeda motor buat masing-masing Mantri sebagai fasilitas
dalam menjalankan kegiatannya.
4. Kesadaran Hukum Warga Masyarakat
Faktor yang terakhir merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
efektifitas hukum, dalam pelaksanaannya kesadaran hukum adalah kesadaran
yang dilaksanakan atau ditaati oleh warga masyarakat. Pada awalnya dapat dilihat
dari syarat-syarat yang berupa syarat fisik dan syarat administrasi di antaranya:
mengisi/melengkapi formulir pendaftaran atau formulir pengajuan permohonan
KUR serta menyertakan bukti identitas diri berupa fotokopi Kartu Tanda
Penduduk (KTP), fotokopi Kartu Keluarga (KK) dan Surat Keterangan Usaha.
Surat keterangan usaha di sini di dapat dari pengajuan usahanya kepada RT
setempat tentang jenis usahanya dan kemudian diajukan ke kelurahan setempat
dengan membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) dan
menunggu hasil dari kelurahan sampai surat keterangan usahanya keluar dan jadi.
Hal ini untuk melihat seberapa taat para pelaku usaha dalam mengurus surat
keterangan usahanya yang sebagai syarat administrasi yang diminta oleh pihak
bank dalam pengajuan permohonan KUR. Menurut informasi yang didapat dari
Mantri KUR kebanyakan warga masyarakat pada saat mengajukan permohonan
kredit KUR ini tidak taat dan warga masyarakat tidak tahu dalam memenuhi
(KTP) yang sudah mati dan tidak mau mengurus perpanjangan KTPnya, calon
debitur belum cukup umur sudah mengajukan permohonan kredit KUR dan usaha
para nasabah/pelaku usaha yang mengajukan permohonan kredit KUR belum 1
tahun atau baru 1 bulan atau baru akan usaha atau baru akan ada.
Pelaksanaan KUR ini tidak terlepas dari adanya kendala. Kendala ini biasa
terjadi dari pihak kreditur maupun debitur. Kreditur dalam hal ini adalah Bank
XXX. Adapun yang menjadi kendala yang sering terjadi ialah banyaknya nasabah
yang salah mengartikan bahwa KUR bebas untuk siapa saja padahal haruslah
usaha UMKM yang memiliki usaha minimal 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun
berjalan. Disisi lain, perjanjian baku juga menjadi kendala. Adanya perjanjian
baku yang dibuat sepihak oleh pihak kreditur sehingga membuat lemahnya posisi
debitur. Sehingga terdapat unsur keterpaksaan pada debitur yang ingin
mengajukan permohonan kredit pada bank. Kendala lain yang juga sering timbul
pada saat pelaksanaan kredit adalah prosedur permohonan kredit yang menurut
beberapa calon debitur sulit untuk dipenuhi. Selain itu juga, yang dapat menjadi
kendala dalam pelaksanaan KUR pada Bank XXX adalah masalah waktu
pemberian kredit yang cukup lama. Keputusan yang terlalu lama dapat
menyebabkan terhambatnya rencana calon debitur yang telah direncanakan.
Sedangkan, kendala yang datangnya dari pihak debitur, biasanya terkait
dengan masalah pengembalian pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Debitur
sengaja tidak membayarkan angsuran kepada bank, karena debitur tidak memiliki
kemauan dalam menyelesaikan kewajibannya serta debitur mau menyelesaikan
kewajibannya, tetapi kemampuan usahanya sangat terbatas, sehingga tidak dapat
beranggapan bahwa dana KUR ini merupakan hadiah dari pemerintah, sehingga
timbul perasaan untuk tidak mengembalikan dana yang dipinjam dari bank.
Padahal dana KUR ini merupakan murni dana yang dipinjamkan oleh bank itu
sendiri.
Demi efektifnya pelaksanaan KUR, pihak bank selalu melakukan
pengawasan pada UMKM secara berlakal dapat dilakukan tiap 3 (tiga) bulan
sekali bahkan 6 (enam) bulan sekali tergantung kebutuhan dan permasalah yang
dihadapi oleh UMKM. Selain itu juga melakukan sharing mengenai
kendal-kendala yang ada. Bank juga melihat tingkat efisensi penggunaan dana KUR
dengan melihat laporang keuangan, laporan produksi dan aset yang dimiliki oleh
nasabah. Pemantauan atau pengawasan yang dilakukan hanya berupa kunjungan
ditempat (on the spot).
Adapun penyelesaian kendala-kendala dalam pelaksanaan KUR, yaitu.
Untuk kendala-kendala yang berasal dari faktor kreditur, Bank XXX perlu adanya
perbaikan dalam pelaksanaan KUR tersebut. Terkait mengenai kendala perjanjian
baku, Bank XXX hendaknya membuat perjanjian KUR dihadapan notaris
sehingga tidak hanya menguntungkan pihak kreditur tetapi juga memberikan
kepuasan terhadap calon debitur. Mengenai kendala kelengkapan dokumen dan
pemberian waktu KUR, hendaknya Bank XXX perlu diberikannya pelayanan
yang lebih kepada calon debitur dalam hal kelengkapan dokumen serta
memberikan penjelasan bagaimana agar calon debitur dapat dengan mudah
melengkapi dokumen-dokumennya. Untuk pemberian waktu KUR, Bank XXX
Barang tentu adanya KUR di tengah-tengah masyarakat membawa suatu
dampak, Respon yang ditunjukkan oleh masyarakat sejauh ini masih positif dan
menyambut baik dari dilaksanakannya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini.
Oleh karena itu banyak masyarakat yang datang berpartisipasi mengajukan
A. Kesimpulan
1. Proses pemberian KUR dimulai dari tahap permohonan kredit, tahap
verifikasi berkas, tahap analisis kredit dan tahap keputusan kredit. Calon
debitur mengajukan permohonan kredit dengan syarat-syarat, yaitu
fotokopi KTP, Kartu Keluarga serta Surat Ijin Usaha dari pemerintah
daerah atau kelurahan/kecamatan. Dalam pemberian kredit pihak Bank
XXX harus memperhatikan prinsip 5C dan7P agar bank dapat mengetahui
karakter dari calon debitur serta agar dapat dengan mudah melakukan
analisis kredit.
2. Hak dan kewajiban setiap pihak haruslah dipenuhi agar dapat
menghindari ataupun mengurangi hambatan kedepannya. Adapun hak dan
kewajiban kreditur ialah kreditur berhak menerima pengembalian
pinjaman kredit dan memiliki kewajiban memberikan pinjaman kredit
terhadap debitur. Hak dan kewajiban debitur ialah debitur berhak
menerima sejumlah uang pinjaman dan berkewajiban membayar uang
pinjaman serta bunganya.
3. Demi efektifnya pelaksanaan KUR, pihak bank selalu melakukan
pengawasan pada UMKM secara berkala dapat dilakukan tiap 3 (tiga)
bulan sekali bahkan 6 (enam) bulan sekali tergantung kebutuhan dan
permasalah yang dihadapi oleh UMKM. Selain itu juga melakukan
sharing mengenai kendala-kendala yang ada. Bank juga melihat tingkat
laporan produksi dan aset yang dimiliki oleh nasabah. Pemantauan atau
pengawasan yang dilakukan hanya berupa kunjungan ditempat (on the
spot).
B. Saran
1. Pemerintah hendaknya membuat pengaturan mengenai kredit yang lebih
mudah dipahami oleh calon debitur serta mensosialisasikannya, sehingga
tidak terjadi kesalahan pengertian demi terwujudnya efektivitas
pelaksanaan KUR.
2. Kepada Bank XXX selaku penyalur KUR yang berkaitan dengan
pelaksanaan prosedur pemberian KUR sebaiknya ditingkatkan lagi
ketelitian dalam menganalisis kelayakan calon debitur sehingga tidak
terjadi kendala kedepannya.
3. Kepada calon debitur sebaiknya memberikan keterangan yang
sebenar-benarnya atas usaha yang dijalankan, menggunakan fasilitas kredit dengan
sebaik-baiknya serta berusaha keras untuk meningkatkan kinerja usahanya