• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Bab ini akan menjelaskan tentang partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, kualitas sumber daya manusia, komitmen organisasi, dan komunikasi yang menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini serta hasil penelitian ilmiah yang berkaitan dan mempengaruhi kinerja manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

2.1.1. Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

(2)

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2008 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan bahwa kinerja sebagai keluaran atau hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Capaian keluaran serta hasil dari suatu kegiatan atau program merupakan hasil kerja instansi, sebagai upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa kinerja instansi pemerintah adalah seberapa besar capaian dari kegiatan atas penggunaan anggaran pada setiap instansi pemerintah dalam kurun waktu tertentu.

(3)

Mangkunegara (2002) menyebutkan ada enam karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi yakni:

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi;

2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi; 3. Memiliki tujuan yang realistis;

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya;

5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya;

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.

Untuk menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik, pengukuran kinerja diperlukan untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajerial. Menurut Mardiasmo (2007) Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud yakni yang pertama adalah untuk membantu perbaikan kinerja pemerintah yang berfokus kepada tujuan dan sasaran program unit kerja, kedua untuk pengalokasian sumberdaya dan pembuatan keputusan dan ketiga adalah dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

(4)

2.1.2. Partisipasi Penyusunan Anggaran

Partisipasi secara umum dapat diartikan sebagai pengikutsertaan atau pengambil bagian dalam suatu kegiatan. Mardiasmo (2002) mengemukakan anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Dalam kaitannya dengan pemerintah daerah, partisipasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua pihak atau lebih dan mengarah pada seberapa besar tingkat keterlibatan manajerial Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam penyusunan anggaran daerah serta keterlibatannya dalam pelaksanaan anggaran untuk mencapai target anggaran tersebut. Chong (2002) mendefenisikan partisipasi anggaran merupakan proses dimana bawahan/pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan anggaran.

(5)

Dunk (1993) mengemukakan terdapat dua alasan diperlukan adanya

partisipasi dalam anggaran. Pertama yaitu keterlibatan atau keikutsertaan atasan

dan bawahan dalam penganggaran mendorong pengendalian informasi yang

tidak simetri dan ketidakpastian tugas. Kedua, ketika mereka dilibatkan

dalam proses penyusunan anggaran maka secara psikologi mereka merasa

dihargai sehingga timbul semangat dan motivasi kerja untuk melakukan sesuatu

yang terbaik untuk kepentingan organisasi, sehingga melalui partisipasi anggaran

individu dapat mengurangi tekanan tugas dan mendapatkan kepuasan kerja,

sehingga dapat mengurangi kesenjangan anggaran.

2.1.3. Kejelasan Sasaran Anggaran

Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan desain teknis pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan dan juga sebagai rencana kerja pemerintah daerah. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.

Mardiasmo (2002) menyebutkan arti penting anggaran Pemda dapat dilihat dari aspek sebagai berikut :

1. Anggaran merupakan alat bagi Pemda untuk mengarahkan dan menjamin kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

(6)

Menurut Arifin (2007), kejelasan sasaran anggaran berhubungan dengan sejauh mana tujuan-tujuan anggaran dinyatakan secara khusus dan jelas serta dipahami oleh orang-orang yang bertanggungjawab memenuhinya. Dengan adanya kejelasan sasaran sehinnga nantinya tujuan yang ingin dicapai oleh manajer yang lebih tinggi dapat diinformasikan kepada manajer level bawah. Sasaran anggaran yang jelas akan lebih meningkatkan pencapaian kinerja manajerial SKPD dalam suatu instansi. Kejelasan sasaran anggaran juga akan memudahkan manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk menyusun rencana kerja, sehingga pencapaian kinerja dapat tercapai sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi pada pemerintah daerah.

2.1.4 Kualitas Sumber Daya Manusia

(7)

Wansyah, et.al, (2012) mengemukakan bahwa dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang didukung dengan latar belakang pendidikan, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan. Warisno, (2009) mengemukakan bahwa sumber daya manusia adalah salah satu elemen organisasi yang sangat penting, sehingga harus dipastikan bahwa pengelolaan sumber daya manusia dilakukan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Selain didukung dengan latar belakang pendidikan yang sesuai, manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah juga dituntut untuk memahami pekerjaannya dan siap untuk melakukan perubahan dalam proses penyusunan laporan keuangan.

2.1.5. Komitmen Organisasi

Zurnali (2010) mendefenisikan komitmen organisasi sebagai perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam

hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan

(8)

Yuwono (2005) menyebutkan terdapat tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi sehingga pegawai memilih untuk tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dia miliki yaitu:

1. Komitmen afektif (affective commitment). Kunci dari komitmen ini adalah want to. Individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi. Hal ini berkaitan dengan keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginannya sendiri. 2. Komitmen kontinuan (continuance commitment). Kunci dari komitmen ini

adalah kebutuhan untuk bertahan (need to) yaitu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila menetap pada organisasi. Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis.

3. Komitmen Normative (normative commitment), komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Dia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ough to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.

(9)

2.1.6. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain. Komunikasi adalah proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok atau organisasi menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan orang lain dan lingkungan. Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis, yang berarti sama. Arep dan Tanjung (2004) mendefinisikan komunikasi adalah informasi yang mengalir secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya, sementara Herlambang (2014) mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain.

Mangkuprawira dan Hubeis (2007) mengemukakan bahwa peran komunikasi sangat penting, dimana tidak ada seorangpun dalam keseharian tugasnya tanpa berkomunikasi, baik itu masalah pekerjaan, maupun masalah diluar pekerjaan, baik itu melalui jalur vertikal (atasan-bawahan), maupun jalur horizontal (kolega setingkat). Herlambang (2014) mengemukakan bahwa komunikasi sangat penting dalam rangka meningkatkan kelancaran pekerjaan di sebuah organisasi, pentingnya komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

1. Menimbulkan rasa kesetiakawanan dan loyalitas, antara a. Para bawahan dengan atasan atau pimpinan

b. Bawahan dengan bawahan c. Atasan dengan atasan

d. Pegawai dengan kantor atau organisasi yang bersangkutan. 2. Meningkatkan kegairahan bekerja para pegawai.

3. Meningkatkan moral dan disiplin yang tinggi para pegawai.

4. Dengan mengadakan komunikasi semua jajara pimpinan dapat mengetahui keadaan bidang pekerjaan yang menjadi tugasnya, sehingga akan berlangsung pengendalian operasional yang efektif dan efisien.

5. Dengan komunikasi semua pegawai dapat mengetahui kebijaksanaan, peraturan-peraturan, ketentuan yang telah diterapkan oleh pimpinan. 6. Dengan komunikasi, semua informasi, keterangan-keterangan yang

(10)

Dalam menjalankan organisasi di pemerintah daerah dibutuhkan komunikasi yang baik pada setiap jenjang jabatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk menyusun dan merumuskan dan kemudian melaksanakan dengan baik program kerja yang telah ditetapkan. Komunikasi yang baik dan lancar antara Pengguna Anggaran dan dengan bawahannya atau sebaliknya sangat dibutuhkan dalam organisasi termasuk menyamakan persepsi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

2.1.7. Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang artinya dorongan atau menggerakkan. Motivasi membahas tentang bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Arep dan Tanjung, (2002) mendefenisikan motivasi adalah sesuatu yang pokok, yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja. Herlambang (2014) mendefenisikan motivasi merupakan dorongan (ide, emosi atau kebutuhan fisik) yang menyebabkan seseorang mengambil suatu tindakan. Motivasi itu timbul tidak saja karena ada unsur didalam dirinya, tetapi juga karena adanya stimulus dari luar. Seberapa pun tingkat kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pasti butuh motivasi (Mangkuprawira dan Hubeis, 2007).

(11)

Menurut Suwatno (2001), adapun alat-alat motivasi yang dapat diberikan kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya, adalah sebagai berikut :

1. Material Incentive adalah alat motivasi yang diberikan kepada pegawai yang bersifat material, sebagai imbalan prestasi yang diberikannya, seperti upah, barang-barang dan hal sejenisnya.

2. Non-Material Incentive adalah alat motivasi yang berbentuk non materi, seperti penempatan kerja yang tepat, latihan yang sistematis, promosi yang objektif, pekerjaan yang terjamin dan hal sejenisnya.

Wirawan (2013) mengemukakan ada berbagai teori mengenai motivasi kerja. Diantaranya Maslow dengan lima level kebutuhan, Herzberg dengan teori dua faktornya dan teori motivasi harapan. Hal yang sama intrinsik dari teori-teori tersebut adalah bahwa motivasi kerja dapat dibangkitkan dengan berbagai cara yang berbeda. Cara tersebut bisa berupa pemberian hadiah, peningkatan upah, promosi, rasa pencapaian, apresiasi, dan sebagainya. Semua faktor-faktor motivasi ini dapat dikelompokkan menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Dari urain tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu cara untuk menggerakkan manajerial SKPD adalah dengan memberikan motivasi. Motivasi diharapkan mampu menjadi perangsang bagi manajerial agar bekerja lebih baik lagi. Pimpinan dari setiap organisasi dirasa perlu memotivasi bawahannya dengan mengetahui kebutuhan dasar para bawahan.

(12)

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja antara lain oleh Brownell dan Mc.Innes, 2005 yang melakukan penelitian tentang Budgetary Participation, Motivation, and Managerial Performance. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa secara langsung partisipasi anggaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial.

Penelitian Bangun (2009) meneliti tentang Pengaruh Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Struktur Desentralisasi terhadap Kinerja Manajerial SKPD dengan Pengawasan Internal sebagai variabel pemoderasi (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa secara simultan partisipasi dalam penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, dan struktur desentralisasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja manajerial SKPD. Secara parsial partisipasi dalam penyusunan anggaran dan struktur desentralisasi berpengaruh cukup signifikan, sedangkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial SKPD

(13)

kepemimpinan mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karanganyar dan kepuasan kerja mempunyai pengaruh negatip dan signifikan terhadap kinerja di Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karanganyar.

Adrianto (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Penganggaran terhadap Kinerja Manajerial dengan Kepuasan Kerja, Job Relevant Information dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Moderating. Hasil penelitiannya menunjukkan menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran secara positif mempengaruhi kinerja manajerial.

Penelitian Maria Hehanusa (2010) berjudul Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Kinerja Aparat: Integrasi Variabel Intervening dan Variabel Moderating pada Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Kota Semarang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Job Relevant Information merupakan variabel intervening yang dapat mempengaruhi hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja aparat. Selain itu, kepuasan kerja juga terbukti dapat digunakan sebagai variabel intervening yang dapat mempengaruhi hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja aparat.

(14)

tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi dalam penyusunan anggaran maka akan semakin meningkatkan kinerja aparat pemerintah daerah. Komitmen organisasi merupakan variabel moderating yang dapat mempengaruhi hubungan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

Penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2011) tentang pengaruh perencanaan dan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial pada SKPD Kabupaten Langkat dengan pengawasan anggaran sebagai variabel moderating, menyimpulkan bahwa Perencanaan Anggaran dan Partisipasi Anggaran, secara bersama-sama dan simultan serentak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Manajerial di pemerintahan Kabupaten Langkat.

Lubis (2012) melakukan penelitian tentang Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Pegawai dengan Motivasi Sebagai Variabel Moderating Di Lingkungan Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Komunikasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai dan kinerja pegawai.

(15)

Secara ringkas, tinjauan penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu

No. Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1 Brownell,

positif dan signifikan

terhadap kinerja

(16)

5. Hermining sih (2009)

Pengaruh Partisipasi

dalam Penganggaran

dan Peran Managerial

Pengelola Keuangan

Daerah terhadap

Kinerja Pemerintah

Daerah (Studi Empiris

pada Pemerintah

pada Pemerintah Kota Amnon danPemerintah

pemerintah daerah di

Kabupaten Serdang kinerja manajerial di pemerintahan

(17)

9 Putri yang positif terhadap

motivasi kerja

Motivasi Kerja dengan

Tindakan Supervisi

sebagai Variabel

Referensi

Dokumen terkait

maka akan semakin baik kinerja tenaga penjual pada Bank Danamon Simpan.. Pinjam Cluster Surabaya 2, sehingga dapat dinyatakan bahwa hipotesis 7.. penelitian diterima.

Pengkajian ini bertujuan untuk melihat keragaan pertumbuhan dan hasil beberapa varietas unggul baru (VUB) jagung hibrida hasil Badan Litbang Pertanian terhadap

Pendidikan Nasional & Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005.. tentang Guru

3.1.4 Memahami konsep kesebangunan, sifat dan unsur bangun datar, serta konsep hubungan antarsudut dan/atau garis, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah..

penelitian sehingga kompetensi guru dapat diketahui lebih dalam

Dilihat dari mayoritas, kesiapan mahasiswa PTIK angkatan 2011 menjadi tenaga pendidik pasca program pengalaman lapangan pada aspek pedagogik (65%) menyatakan cukup

Metode puisi dalam menafsirkan Alquran telah menjadi metode yang baku dalam menafsirkan Alquran sesudah periode pertama (masa Nabi SAW dan sahabat) yang direpresentasikan pada

Target Indonesia adalah menurunkan 75% kematian ibu dalam kurun waktu 1990–2015 dengan Indikator: AKI per 100.000 kelahiran hidup dari 390 menjadi 102, proporsi persalinan