• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Sistem Pendeteksian Warna Kulit dan Wajah Senyum dengan menggunakan metode Learning Vektor Quantization.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Sistem Pendeteksian Warna Kulit dan Wajah Senyum dengan menggunakan metode Learning Vektor Quantization."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Citra Digital

Gambar atau citra merupakan informasi yang berbentuk visual. Menurut kamus Webster citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau benda. Misalnya foto manusia mewakili entitas manusia tersebut di depan kamera, foto sinar X mewakili keadaan bagian dalam tubuh seseorang selanjutnya ada suatu file BMP yang mewakili apa yang digambarkan.

Citra dari sudut pandang matematis merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi, citra yang terlihat merupakan cahaya yang direfleksikan dari sebuah objek, sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pemantulan cahaya ditangkap oleh alat-alat optic, misalnya mata manusia, kamera, scanner, sensor satelit dan sebagainya kemudian direkam. Sebagai keluaran dari suatu system perekaman data citra dapat bersifat optik berupa foto, analog, berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi dan digital yang dapat langsung disimpan pada media penyimpanan magnetik.

(2)

Citra digital yaitu citra yang disimpan dalam format digital (dalam bentuk file). Hanya citra digital yang dapat diolah dengan computer, jenis citra lain jika akan diolah dengan computer harus dirubah dulu menjadi citra digital.

Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spatial sedangkan f(x,y) intensitas citra pada koordinat tersebut.

Menurut Darma Putra (2010: 19) secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar dua dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data dua dimensi. Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun kompleks yang dipresentasikan dengan deretan bit tertentu.

Komputer dapat mengolah isyarat-isyarat elektronik digital yang merupakan sinyal biner (bernilai dua: 0 dan 1). Untuk itu citra digital harus mempunyai format tertentu yang sesuai sehingga dapat mempresentasikan objek pencitraan dalam bentuk kombinasi data biner (Nugroho et.al., 2012: 47).

Pada prinsipnya citra pada video adalah sama dengan citra digital biasa. Citra video merupakan sekumpulan citra-citra yang digerakkan sepanjang durasi waktu tertentu. Pergerakan citra-citra yang terdapat pada video tersebut membentuk pergerakan dinamis sehingga mudah mengelabui mata manusia biasa (Fadlisyah dan Rizal, 2011: 3).

2.1.1. Digitalisasi Citra

Suatu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit dengan tujuan agar dapat diolah dengan computer digital, representasi citra, dari fungsi continu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi, citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital.

(3)

f (0,0) f (0,1) … f (0,M-1) f (1,0) f (1,1) … f (1,M-1) f (x,y) =

f (N-,1,0) f (N-1,1) … f (N-1,M-1)

Gambar 2.1 Matriks Digital NxM

Indek baris (y) dan indeks kolom (x) menyatakan suatu koordinat titik pada citra sedangkan f(x,y) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (x,y). sebagai contoh misalkan citra berukuran 256 x 256 dan direpresentasikan secara numeric de gan matrik yang terdiri dari 256 baris (indeks dari 0 sampai 255) dan 256 buah kolom (indeks dari 0 sampai 255).

2.1.2. Digitalisasi Spasial

Digitalisasi spasial (x,y) sering disebut sampling, menyatakan besarnya kotak-kotak yang disusun dalam baris dan kolom, dengan kata lain sampling pada citra menyatakan besar kecilnya ukuran piksel pada citra, untuk memudahkan implementasi jumlah sampling diasumsikan perpangkatan dari dua :

N=2n Dimana :

N = Jumlah sampling pada suatu baris/kolom N = bilangan bulat positif

Pembagian gambar menjadi ukuran tertentu menentukan resolusi spasial yang diperoleh karena informasi yang hilang akibat pengelompokan derajat keabuan pada pen-samping-an semakin kecil.

2.1.3. Digitalisasi Intensitas

(4)

G=2m Dimana

G=Derajat keabuan m=Bilangan bulat positif

Tabel 2.1 Kuantisasi Citra dengan skala keabuan yang berbeda. Skala keabuan Rentang nilai keabuan Pixel depth

21 ( 2 nilai ) 0,1 1 bit

22 ( 4 nilai ) 0 sampai 3 2 bit

24 ( 16 nilai ) 0 sampai 15 4 bit

28 ( 256 nilai ) 0 sampai 255 8 bit

Jumlah bit yang dibutuh untuk merepresentasikan nilai keabuan piksel (pixel depth) citra sering diasosiasikan dengan kedalaman pikselnya, jadi citra dengan kedalaman 8 bit di sebut juga citra 8-bit (atau citra 256 warna, G = 256 28). Semakin banyak jumlah derajat keabuan (berarti jumlah bit kuantitasinya makin banyak), semakin bagus gambar yang diperoleh,

Derajat keabuan (grey level) merupakan intensitas f citra hitam – putih pada titik (x,y). Derajat keabuan bergerak dari hitam ke putih. Dimana skala keabuan memiliki rentang yang ditunjukkan (0,L) antara 1min< f <1min dimana intensitas 0 menyatakan hitam dan L menyatakan putih.

Contoh : Citra hitam-putih dengan 256 level, artinya mempunyai skala abu-abu dari 0 sampai 255 atau (0,255), dalam hal ini nilai 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih, nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih.

Citra berwarna dikatakan sebagai citra spectral. Hal ini karena warna pada citra disusun oleh tiga komponen RGB (Red, Green, Blue). Intensitas suatu titik pada citra berwarna merupakan kombinasi dari intensitas : merah (fmerah(x,y)),(fhijau(x,y))dan biru (fbiru(x,y))

.

2.2. Citra Video

(5)

dinamis sehingga mudah mengelabui mata manusia. Pergerakan atau perubahan yang cepat tersebut yang menjadi tantangan kita untuk mengimplementasikan algoritma yang tepat dalam situasi yang cepat dan dinamis.

2.3. Deteksi Wajah

Ada beberapa pendekatan yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti didalam membangun sistem pendeteksi wajah. Secara umum metode yang diterapkan pada sistem pendeteksi wajah dapat diklasifikasikan menjadi (Fadlisyah dan Rizal, 2011)

1. Knowledge-based method. Metode ini kebanyakan digunakan untuk lokalisasi wajah.

2. Feature invariant approach. Metode ini kebanyakan digunakan untuk lokalisasi wajah.

3. Template matching method. Metode ini digunakan untuk lokalisasi wajah maupun deteksi wajah.

4. Appearance-based method. Metode ini kebanyakan digunakan untuk deteksi wajah.

(6)

Feature Invariant Approach, algoritma pada metode ini bertujuan untuk menemukan fitur-fitur struktural dari wajah yang tetap eksis meskipun terdapat variasi pose, sudut pandang, dan kondisi cahaya. Pada pendekatan ini, para peneliti mencoba menemukan fitur-fitur yang tidak berubah (invariant) pada wajah. Asumsi ini didasarkan pada observasi bahwa manusia dapat dengan mudah mendeteksi wajah dengan berbagai pose dan kondisi cahaya, sehingga disimpulkan bahwa pasti ada sifat-sifat atau fitur-fitur yang bersifat invariant. Fitur wajah seperti alis, mata, hidung, mulut, biasanya diekstraksi dengan edge detector. Selanjutnya dibentuk suatu model statistik yang mendeskripsikan hubungan antara fitur-fitur tersebut untuk menentukan ada tidaknya wajah. Warna kulit manusia juga dapat digunakan untuk membantu memperkirakan area wajah. Namun biasanya deteksi warna kulit ini dikombinasikan dengan metode lainnya seperti shape analysis dan motion information.

Template Matching, pada metode ini akan disimpan beberapa pola wajah standar untuk mendeskripsikan wajah secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya. Pada saat pendeteksian akan dihitung korelasi antara citra input dengan citra pola wajah yang tersimpan sebelumnya.

Appearance-Based Method, pada metode ini, model wajah dipelajari melalui proses training dengan menggunakan satu set data pelatihan yang berisi contoh-contoh wajah. Kemudian hasil training ini digunakan untuk mendeteksi wajah. Secara umum metode ini menggunakan teknik-teknik dari analisa statistik dan machine lea rning untuk menemukan karakteristik-karakteristik yang relevan dari wajah maupun non wajah. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah metode Eigenfaces[Kirby, Sirovich, 1990], distribution-based dan clustering [Sung, Poggio, 1994], jaringan syaraf tiruan [Rowley, 1998], support vector machines (SVM) [Osuna, 1997], Sparse Network of Winnows (SNoW) [Yang, 2000], Naive Bayes Cla ssifier [Schneiderman, 1998], Hidden Markov Model (HMM) [Nefian, 1998], Kullback relative information [Colmenarez, 1997], dan decision trees [Huang, 1996].

Tantangan yang dihadapi pada masalah deteksi wajah disebabkan oleh adanya faktor-faktor berikut (Nugroho, Setyo, 2004) Posisi wajah. Posisi wajah didalam citra dapat bervariasi karena posisinya bisa tegak, miring, menoleh, atau dilihat dari samping.

(7)

2. Ekspresi wajah. Penampilan wajah sangat dipengaruhi oleh ekspresi wajah seorang, misalnya tersenyum, tertawa, sedih, berbicara dan sebagainya.

3. Terhalang objek lain. Citra wajah dapat terhalangi sebagian oleh objek atau wajah lain, misalnya pada citra berisi sekelompok orang.

4. Kondisi pengambilan citra. Citra yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti intensitas cahaya, arah sumber cahaya, dan karakteristik sensor dan kualitas kamera.

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Jaringan syaraf Tiruan adalah paradigma pemrosesan suatu informasi yang terinspirasi oleh system sel syaraf biologi, sama seperti otak yang memproses suatu informasi. Jaringan syaraf Tiruan seperti manusia, belajar dari suatu contoh. Jaringan syaraf tiruan dibentuk untuk memecahkan suatu masalah tertentu seperti pengenalan pola atau klasifikasi karena proses pembelajaran ( smith, 2003).

Jaringan saraf tiruan ini dikembangkan sebagai model matematis dari syaraf biologis dengan berdasarkan asumsi bahwa :

1. Pemrosesan terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut neuron . 2. Sinyal dilewatkan antar neuron melalui penghubung.

3. Setiap penghubung memiliki bobot yang akan mengalikan sinyal yang lewat 4. Setiap neuron memiliki fungsi aktivasi yang akan menentukan nilai sinyal

output.

Jaringan syaraf tiruan dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan pada arsitekturnya, yaitu pola hubungan antara neuron-neuron, dan algoritma trainingnya, yaitu cara penentuan nilai bobot pada penghubung.

2.5. Proses Belajar Jaringan Syaraf Tiruan

(8)

1. Proses pembelajaran terawasi (supervised learning)

Metode pembelajaran terawasi pada jaringan syaraf tiruan (neural network), metode ini digunakan jika output yang digunakan telah diketahui sebelumnya. Biasanya pembelajaran dilakukan dengan menggunakan data yang telah ada. 2. Proses Pembelajaran tidak terawasi (Unsupervised learning)

Metode pembelajaran tidak terawasi pada jaringan syaraf tiruan (neural network), tidak memerlukan target output. Pada metode ini tidak dapat ditentukan hasil seperti apa yang diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot di susun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu. Pembelajaran seperti ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola.

2.5.1. Pembelajaran Terawasi

1. Hebb Rule

Metode Pembelajaran yang paling sederhana, pembelajaran dilakukan dengan cara memperbaiki nilai bobot sedemikian rupa sehingga jika ada 2 neuron yang terhubung dan keduanya dalam kondisi “on” pada saat yang sama, maka bobot antara keduanya dinaikkan.

2. Perception

Perception biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu yang dikenal dengan pemisahan secara linear. Algoritma yang digunakan akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalui proses pembelajaran.

3. Delta Rule

Mengubah bobot yang menghubungkan antara jaringan input ke unit output dengan nilai target.

4. Backpropagation

(9)

5. Hetroassociative Memory

Jaringan yang bobotnya ditentukan sedemikian rupa sehingga jaringan tersebut dapat menyimpan kumpulan pola.

6. Bidirectional Associative Memory

Model jaringan syaraf yang memiliki 2 lapisan dan terhubung penuh dari satu lapisan ke lapisan lainnya. Pada jaringan ini dimungkinkan adanya hubungan timbal balik antara lapisan input dan lapisan output.

7. Learning Vektor Quantization (LVQ).

Suatu metode untuk melakukan pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vector-vektor input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil hanya tergantung pada jarak antara vector-vektor input.

2.5.2. Pembelajaran Tidak Terawasi (Jaringan Kohonen)

1. Jaringan Kohonen pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Teuvo Kohonen tahun 1982.

2. Pada jaringan ini, suatu lapisan yang berisi neuron-neuron akan menyusun dirinya sendiri berdasarkan input nilai tertentu dalam suatu kelompok yang dikenal dengan istilah cluster

3. Selama proses penyusunan diri, cluster yang memiliki bobot paling cocok dengan pola input akan terpilih sebagai pemenang.

2.6. Learning Vector Quantization (LVQ )

Learning Vektor Quantization (LVQ) adalah suatu metode jaringan syaraf tiruan untuk melakukan pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vector-vektor input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung pada jarak antara vector-vektor input. Jika kedua vector input mendekati sama, maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vector input tersebut kedalam kelas yang sama.

(10)

output

kohonen

input

Gambar 2.1 Contoh jaringan LVQ

Pada beberapa literatur mungkin ditemui beberapa algoritma tentang LVQ yang berbeda. Secara garis besar, algoritma LVQ adalah sebagai berikut.

1. Langkah pertama adalah menetukan masing-masing kelas output, menggunakan bobot, dan menetapkan learning rateα .

2. Bandingkan masing-masing input dengan masing-masing bobot yang telah ditetapkan dengan melakukan pengukuran jarak antara masing-masing bobot 0 dan input . persamaannya adalah seperti berikut.

∥ �− 0 ∥ ……… (1)

3. Nilai minimum dari hasil perbandingan itu akan menetukan kelas dari vektor input dan perubahan bobot dari kelas tersebut. Perubahan untuk bobot baru

0 dapat dihitung dengan persamaan berikut.

 Untuk input dan bobot yang memiliki kelas yang sama:

0′ = 0 + � − 0 ... (2)  Untuk input dan bobot yang memiliki kelas yang bebeda:

0′ = 0 − � − 0 ……….. (3)

Pada dasarnya perhitungan diatas akan dilakukan terus-menerus sampai nilai bobot tidak berubah jika ada input baru. Hal ini tentu saja membutuhkan keperluan memori yang sangat besar untuk melakukan perhitungan. Untuk itu, dalam melakukan perhitungan LVQ bisa ditentukan maksimal perulangan (epoch) (Putra, Darma, 2010).

2.7. Mengubah Citra Berwarna Menjadi Citra Grayscale

(11)

tersebut. Bila setiap proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga layer, berarti dilakukan tiga perhitungan yang sama. Sehingga konsep itu diubah dengan mengubah tiga layer tersebut menjadi satu layer matriks grayscale dan hasilnya adalah citra grayscale. Didalam citra ini tidak ada lagi warna, yang ada hanyalah derajat keabuan saja.

Untuk mengubah citra warna yang mempunyai nilai matriks masing-masing R, G, dan B menjadi citra grayscale dengan nilai S, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G, dan B, sehingga dapat dituliskan menjadi:

� = �+�+�3 ……….……… (4)

2.8. Warna dan Kulit

Aplikasi pengolahan citra berkaitan dengan pemrosesan citra yang berkaitan dengan transformasi warna. Dalam hal ini ruang warna sebagai bagian dari pengolahan citra membantu dalam mendeteksi warna dalam citra dan mengolahnya sehingga memberikan kemudahan dan pengidentifikasian.

Kulit dapat digunakan sebagai untuk proses pendeteksian. Informasi yang diperoleh dari kulit sangat relevan untuk proses pendeteksian antara lain untuk proses-proses pendeteksian manusia, pendeteksian wajah dan penjejakan wajah (face tracking), penjejajakan tangan yang meliputi pengenalan posisi tangan dan gerakannya (gesture).

Gambar

Tabel 2.1 Kuantisasi Citra dengan skala keabuan yang berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Amanat yang terkandung dalam naskah tersebut yaitu keangkuhan akan mengakibatkan penyesalan yang begitu mendalam, sehingga sebisa mungkin kita

“ Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Mind Mapping Berbantuan Media The Octopus Tentacles Subtema Indahnya Persatuan dan Kesatuan Negeriku Kelas IV SD 1

Selаnjutnyа sidаng pаdа Penggаdilаn Tinggi Medаn dаlаm pertimbаngаn hukum menyаmpаikаn, bаhwа permohonаn bаnding yаng diаjukаn oleh Kuаsа Hukum

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) yang dilakukan pada ikan mas (Cyprinus carpio), yaitu ada kecenderungan ikan yang diberikan

Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur filsafat Pancasila di perguruan Tinggi dengan. kompetensinya bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Evaluasi Administrasi dan Teknis nomor : 14/PAN-MK/STk.06/2012 tanggal 18 September 2012 tentang Penetapan Hasil Evaluasi

branson tipe 1510 PW 700i Mixerr/Mill Cetakan Kompaksi...

Meskipun hasil temuan penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis peneliti yang awalnya memperkirakan bahwa ekspresi LMP-2A akan terus persisten meningkat selama proses