• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lage Hambian (Studi Etnografi Mengenai Fungsi dan Kegunaan Tikar Adat Batak Angkola di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lage Hambian (Studi Etnografi Mengenai Fungsi dan Kegunaan Tikar Adat Batak Angkola di Kota Medan)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LETAK DAN LOKASI PENELITIAN

2.1 Kota Medan

Letak dan lokasi penelitian ini terletak di Kota Medan, yang merupakan ibukota propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian di Kota Medan didasarkan pemahaman bahwa Kota Medan merupakan tempat berkumpul beberapa masyarakat dari beragam latar belakang etnis yang menjadi komposisi masyarakat Kota Medan.

Pemahaman lain yang mendasarkan lokasi penelitian adalah Kota Medan dikarenakan terdapat etnis Batak-Angkola yang menjadi bagian dari komposisi penduduk Kota Medan yang turut membawa pemahaman kebudayaan mereka dalam kehidupan yang multi-etnis di Kota Medan.

Hubungan antara etnis dalam kehidupan di Kota Medan menyebabkan suatu kondisi kompleksitas kehidupan, sebagaimana juga dialami oleh masyarakat Batak-Angkola di Kota Medan beserta dengan pemahaman dan nilai budaya mereka.

2.1.1 Sejarah Kota Medan

(2)

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri oleh Guru Patimpus. dalam bahasa Karo, kata "Guru" berarti "Tabib" ataupun "Orang Pintar", kemudian kata "Pa" merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata "Timpus" berarti bungkusan, atau balutan pembungkus. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat dilihat pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan, tepatnya di Jalan Kapten Maulana Lubis persimpangan Jalan Letjen. S.

Parman

Secara historis, perkembangan Kota Medan sejak awal memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu.

(3)

tanah tersebut atau disebut juga perkebunan Deli Mij telah menjadi luas. Nienhuys yang menjadi pelopor atas konsesi tanah Sultan Mahmud kembali ke Belanda dan untuk kemudian digantikan posisinya oleh J.T. Cremer, usaha perkebunan yang semakin pesat ditunjukkan dengan dibukanya kebun-kebun baru dengan beragam nama, dan hal ini berdampak pada pembangunan kantor perkebunan Deli Mij di Medan Putri, suatu wilayah yang berada di pertemuan dua sungai, yaitu sungai Deli dan sungai Babura. Kelak wilayah yang menjadi pertemuan kedua sungai tersebut menjadi asal penamaan Kota Medan.

Keberadaan Kota Medan tidak lepas dari peranan para pendatang asing yang datang ke Medan sebagai pedagang maupun lainnya, peranan Nienhuys sebagai pemilik modal perkebunan tembakau telah menjadi cikal-bakal pertumbuhan Medan. Nienhuys pada proses perkembangan perkebunan tembakau telah memindahkan pusat perdagangan tembakau miliknya ke Medan Putri, yang pada saat sekarang ini dikenal dengan kawasan Gaharu. Proses perpindahan ini telah dapat menciptakan perkembangan cikal-bakal Kota Medan seperti sekarang ini, sedang dijadikannya Medan menjadi ibukota dari Deli juga telah mendorong Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, disamping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus ibukota Sumatera Utara.

2.1.2 Gambaran Umum Kota Medan

(4)

Padang. Namun sejak munculnya industri perkebunan di Sumatera Utara atau tepatnya Sumatera Timur, pertumbuhan Kota Medan mengalami peningkatan yang cukup drastis.

Kota Medan muncul sebagai pusat kegiatan ekonomi, administrasi pemerintahan, politik dan kebudayaan. Kota Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi perkebunan menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib. Akibatnya berbagai macam kelompok etnik, diantaranya adalah : Karo, Toba, Mandailing, Minangkabau, Aceh, Cina, Jawa, India dan lain lain menjadi penghuni kota medan bersama dengan etnik asli yakni Melayu (Suprayitno : 2005).

Komposisi masyarakat Kota Medan yang heterogen terbagi-bagi atas beberapa lokasi, hal ini disebabkan karena pada awalnya lokasi tersebut merupakan daerah awal tumbuh dan berkembangnya suku tersebut di Kota Medan. Perbedaan lokasi tersebut bukan merupakan gambaran penduduk yang terpecah-belah melainkan sebagai wujud persatuan etnisitas yang dimiliki setiap masyarakat di Kota Medan.

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Untuk itu kota memiliki berbagai kelebihan yang dapat dilihat dari berbagai aspek.

(5)

Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2010 diperkirakan telah mencapai 2.109.339 jiwa (BPS:2010).

Luas kota Medan mecapai 26.510 hektar (265,10 Km2 ) atau 3.6% dari keseluruhan wilayah sumatera utara (BPS:2010). Dengan demikian, dibandingkan dengan kota /kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar.

Geografi Kota Medan terletak pada 3o 30’ – 3o 43’ lintang utara dan 98o 35’- 98o 44’ bujur timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37.5 meter di atas permukaan laut (BPS:2010)

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

(6)

tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefinitifan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

2.1.3 Data Kependudukan Kecamatan Medan Tembung

Lokasi penelitian yang terletak di Kecamatan Medan Tembung yang merupakan salah satu daerah kecamatan yang terdapat didalam pemerintahan Kota Medan (Pemko Medan), adapun Kecamatan Medan Tembung berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara dan Timur sedangkan batas di wilayah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai dan batas wilayah Barat yang berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan.

Tab el 1

Batas Wilayah Kecamatan Medan Tembung

Wilayah Batas

Utara Kabupaten Deli Serdag

(7)

Selatan Kecamatan Medan Denai

Barat Kecamatan Medan Perjuangan

Sumber : Kecamatan Medan Tembung dalam Angka 2009 (Data diolah penulis)

Kecamatan Medan Tembung merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang memiliki luas wilayah sekitar 7,78 Km2, Kecamatan Medan Tembung memiliki tujuh kelurahan

Tab el 2

Wilayah Kelurahan di Kecamatan Medan Tembung Kelurahan

Indra Kasih Sidorejo Hilir Sidorejo Bantan Timur Bandar Selamat Bantan

Tembung

Sumber : Kecamatan Medan Tembung dalam Angka 2009 (Data diolah penulis)

Adapun data kependudukan masyarakat Kecamatan Medan Tembung berdasarkan data dari setiap kelurahan, adalah :

(8)

Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kelurahan Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Luas Wilayah (Km2)

Indra Kasih 21 904 1,49

Sidorejo Hilir 19 728 1.16

Sidorejo 21 601 1,19

Bantan Timur 20 494 0,89

Bandar Selamat 18 212 0,9

Bantan 29 075 1,51

Tembung 10 772 0,64

TOTAL 141 786 7,78

Sumber : Kecamatan Medan Tembung dalam Angka 2009 (Data diolah penulis)

Tab el 4

Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Medan Tembung Kelurahan Pegawai

Negeri Sipil (Jiwa)

Pegawai Swasta (Jiwa)

ABRI (Jiwa) Petani (Jiwa)

Indra Kasih 556 5 934 243 28

(9)

Sidorejo 892 3 027 106 17

Sumber : Kecamatan Medan Tembung dalam Angka 2009 (Data diolah penulis)

Tab el 5

(10)

Bantan 0 1 062 137 0

Tembung 1 1 158 103 0

TOTAL 2 10 927 1 159 0

Sumber : Kecamatan Medan Tembung dalam Angka 2009 (Data diolah penulis)

Tab el 6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Per-Kecamatan Kota Medan Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan

Perempuan

Medan Tuntungan 39.729 42.25 81.974

Medan Johor 60.912 62.557 123.469

Medan Amplas 58.320 59.456 117.776

Medan Denai 71.346 70.496 141.842

Medan Area 47.590 48.801 96.361

Medan Kota 35.258 37.603 72.861

Medan Maimun 19.402 20.517 39.919

Medan Polonia 25.897 26.655 52.552

Medan Baru 18.838 23.351 42.189

(11)

Medan Sunggal 55.164 57.262 112.426

Medan Helvetia 70.880 73.598 114.478

Medan Petisah 29.590 32.572 62.162

Medan Barat 34.596 36.117 70.713

Medan Timur 52.438 55.970 108.408

Medan Perjuangan 45.171 48.791 93.962

Medan Tembung 65.760 69.003 134.763

Medan Deli 84.671 82.521 167.192

Medan Labuhan 56.795 54.696 111.491

Medan Marelan 70.903 68.917 139.820

Medan Belawan 48.833 46.751 95.584

Sumber : bps.go.id/ diakses pada tanggal 21 Desember 2013

Berdasarkan data kependudukan diatas, masyarakat yang tinggal di kawasan Medan Tembung termasuk dalam kategorisasi daerah dengan jumlah penduduk yang tinggi di Kota Medan. Daerah Medan Tembung menjanjikan lahan yang luas dan pengembangan menuju tahapan lanjutan yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Kota Medan.

(12)

penduduknya.

2.2 Penyebaran Masyarakat Batak-Angkola Ke Kota Medan

Masyarakat Batak-Angkola berasal dari wilayah Tapanuli Bagian Selatan, berada di antara Rao (Sumatera Barat) dan Pahae (Tapanuli Utara), Samudera Hindia, dan Rokan Hulu (Riau), yang kemudian menyebar ke berbagai kota di Indonesia dan Malaysia. Etnik Batak-Angkola berdiam di wilayah yang dialiri dua sungai besar dan bertemu di Muara Batang Gadis menuju Samudera Hindia. Kedua sungai itu adalah Sungai (Batang) Gadis dan Gunung Kulabu.

Budaya etnis Batak-Angkola memadukan tradisi dan agama Islam yang biasa disebut dengan istilah Hombar do Adat dohot Ugamo yang artinya segala aktivitas budaya mereka berlandaskan nilai-nilai keislaman.

Sebenarnya migrasi kelompok etnik Batak-Angkola ke Kota Medan sudah berlangsung lama, tetapi tidak dapat diketahui secara tepat tahun kedatangan mereka ke Medan. Penyebaran kelompok etnik Batak-Angkola berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai literature pada masa awal kemerdekaan sudah terlihat penyebaran berbagai variasi. Seperti yang diungkapkan Bruner dalam Pelly (1998:13) bahwa setelah kemerdekaan pada tahun 1950 dimana kekuasaan Kesultanan Melayu sudah terkikis habis. Kota Medan telah didiami oleh lebih dari selusin kelompok etnik perantau yang tidak memiliki suatu kekuatan dominan dan bukan merupakan mayoritas yang unggul.

(13)

Berkembangnya Kota Medan pada waktu itu sebagai Ibu Kota Keresidenan Sumatera Timur telah menyebabkan terpilih menjadi salah satu wilayah perkebunan besar yang mengakibatkan dibutuhkannya tenaga kerja untuk perusahaan perkebunan dan ditinjau dari berbagai aspek termasuk demografis, daya dukung lokal amat tidak memadai.

Didatangkannya orang-orang dari Jawa bukan satu-satunya fenomena yang muncul setelah pembukaan perusahaan perkebunan. Orang yang disebut Timur asing lainnya juga berdatangan, terutama Cina, Arab, dan India. Sesama pribumi terdapat perkayaan kemajemukan dengan datangnya orang-orang dari arah selatan seperti Mandailing, Angkola, Minang, dan juga Batak Toba. Gejala ini semakin menambah besarnya minat para migrant untuk datag ke Kota Medan.

Di Kota Medan para migran biasanya tinggal dan hidup berkelompok dengan kelompok etniknya masing-masing. Karena hampir sebagian besar mereka dating dengan menggunakan jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini terlihat dari pola pemukiman penduduk yang ada di Kota Medan yang cenderung mengelompok berdasarkan etnik. Misalnya kelompok etnik Minangkabau cenderung mendiami kawasan Sukaramai, Karo berdiam di wilayah Padang Bulan, Batak di kawasan Pasar Merah, dan Mandailing di sekitar kawasan Jalan Serdang.

(14)

keluarga dekat, memang orang-orang di desa ini masih memiliki tradisi yang kuat untuk mengenali orang lain secara lebih mendalam. Jadi, kebiasaan saling menyapa dan sering bercerita antara satu sama lain membuat pengenalan mereka tidak sebatas aspek formalnya saja.

Tradisi yang saling menghubungkan diantara meraka adalah suatu kegiatan adat istiadat. Tradisi itu dilaksanakan ketika pelaksanaan horja (kerja) berlangsung. Pada saat horja berlangsung biasanya melibatkan beberapa kesatuan sosial yang ada di kawasan Kota Medan. Acara-acara adat atau horja juga sebagai wadah memberikan sosialisasi yang bertujuan membentuk suatu pola tindakan pada seorang anak Angkola. Biasanya kalau di kampung asalnya diselenggarakan suatu pesta perkawinan, maka menjadi kesempatan bagi anak untuk belajar

manortor, markobar (menyampaikan kata) di depan para kerabatnya yang merupakan sebuah sistem dalihan natolu. Pada saat horja anak-anak mulai belajar untuk mengerti prosesi adat di Angkola, pertuturan (urutan kekeluargaan), adat istiadat, dan bahasa.

2.3 Mata Pencaharian Masyarakat Batak Angkola

(15)

dan hukum adat yang disebut kuria. Pilihan atas pekerjaan lebih mengarah pada suatu sistem kekuasaan formal dan otoritas. Prefensi dibidang pekerjaannya meliputi pegawai negeri/swasta, polisi atau bahkan pejabat militer.

2.4 Sistem Kekerabatan Batak Angkola

Garis keturunan pada kelompok etnik Batak-Angkola dihitung berdasarkan garis petrilineal. Artinya anak yang lahir termasuk ke dalam keluarga besar ayahnya dan bukan keluarga ibunya. Oleh sebab itu, si anak akan memperoleh marga dari ayahnya yang marga-marga yang secara umum terdapat di kawasan Tapanuli Selatan khususnya marga dari kelompok budaya Batak-Angkola. Marga-marga yang terdapat dalam kelompok etnik Batak-Angkola diantaranya: Siregar, Harahap, Pohan, Hasibuan, Hutasuhut, Daulay, Rambe, Pane, dan Sagala. Masing-masing marga mempunyai peranan, kedudukan, dan fungsi dalam sistem pengaturan bermasyarakat dan berbudaya di daerah itu.

Dalam hubungan kesatuan sosial etnik Batak-Angkola yang terkecil adalah kelompok keluarga batih. Keluarga batih yaitu keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah. Setelah anak-anaknya tersebut menikah maka anak ini akan membentuk embali keluarga batih tersebut.

(16)

selalu diterapkan oleh ayah dan ibu kepada anak-anaknya yaitu manat-manat markahanggi (berhati-hati terhadap satu marga yang terdekat), elek maranak boru

(pandai-pandai mengambil hati dari pihak menantu laki-laki), hormat marmora

(hormat kepada besan dari pihak menantu perempuan)

Orang Batak-Angkola yang selama ini dianggap sebagai satu kelompok dengan Mandailing mempunyai perangkat struktur sosial yang merupakan susunan dari unsur-unsur yang pokok dalam masyarakat. Struktur sosial yang terdapat dalam setiap masyarakat, khususnya orang Batak-Angkola merupakan warisan dari nenek moyang.

Struktur sosial dalam kelompok etnik Batak-Angkola memperlihatkan suatu tatanan kekerabatan sesama anggota masyarakat, baik yang termasuk golongan kerabat dekat, kerabat luas, saudara semarga (klan), serta orang yang berbeda marga. Struktur sosial ini dapat dilihat dari sistem keerabatan yang dijalankan pada saat upacara adat berlangsung. Struktur sosial pada kelompok etnik Angkola tersusun berdasarkan komposisi yaitu:

1. Mora, yaitu pihak keluarga boru. mora ini mendapat posisi didahulukan, karena pihak mora dalam hubungan kekeluargaan memiliki posisi yang sangat dihormati, di samping raja-raja maupun pemangku adat.

2. Kahanggi, yaitu golongan yang merupakan teman semarga atau teman serumpun menurut golongan marga.

(17)

Dalihan na tolu dalam struktur sosial masyarakat secara etimologi berarti tungku yang tiga. Tungku artinya tempat (landasan) menjerangkan periuk ke atas api pada waktu memasak. Alat masak ini kemudian dijadikan sebagai lambing identitas dalam sistem kekerabatan mereka. Dalam struktur ini yang menduduki posisi yang di istimewaan adalah mora. Wujud dari pengistimewaan posisi mra adalah dengan makna pemberian suatu restu yang memiliki nilai dan norma budaya yang dimiliki oleh kelompok masyarakat Batak-Angkola.

Di dalam lingkungan keluarga batih, peran kedua orang tua sangat besar terutama mengasuh seluruh anggota keluarga hingga dewasa. Selain mengasuh secara alamiah kedua orang tua mensosialisasikan adat Angkola dengan melibatkan anak-anak pada suatu acara seperti siluluton yaitu istilah untuk menyebutkan acara duka cita. Dalam acara ini orang tua memerintahkan anak untuk membantu kebutuhan yang berduka. Kemudian anak-anak juga dilibatkan dalam acara siriaon yaitu acara suka cita, pada acara ini orang tua juga memerintahkan anak untuk dapat berperan serta dalam membantu persiapan pernikahan.

• Terlibat dalam kegiatan mengundang atau disebut mandohoni

Kegiatan Siluluton

• Membantu mempersiapkan acara siriaon, seperti membersihkan buah nangka muda yang akan digulai, bersama-sama naposo nauli bulung

mencuci beras ke sungai yang akan dimasak dan dihidangkan pada saat acara siriaon berlangsung.

(18)

kerbau sampai menggulainya.

• Membantu menghias dan mengatur tempat siriaon. • Terlibat dalam penerimaan tamu.

• Membantu mengangkat barang pengantin perempuan yang akan dibawa ke tempat pengatin laki-laki.

• Melakukan acara mangolat (menghentikan keberangkatan pengatin) sampai pengantin laki-laki memberikan tebusan berupa uang yang jumlahnya tidak ditentukan.

• Terlibat dalam kegiatan memberitahukan kepada kaum kerabat baik langsung maupun diumumkan melalui mesjid.

Kegiatan Siriaon

• Membantu mempersiapkan tempat dan semua yang dibutuhkan dalam pelaksanaan siluluton (duka).

• Membantu mempersiapkan acara pemakaman dan tempat kuburan.

• Mengikuti acara tahlilan 3 malam dan membantu acara kenduri malam ke-tiga.

(19)

ketika di Medan, meskipun anak-anak Batak-Angkola dilibatkan dalam kegiatan upacara adat ini, namun mereka tidak termasuk dalam struktur kekerabatan

Gambar

Tabel 2
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dalam keadaan yang sangat memaksa perkawinan di bawah umur dapat dilakukan dengan mengajukan dispensasi ke pengadilan agama yang telah ditunjuk oleh kedua orang tua dari

Sesuai dengan hasil analisis data primer, maka masing- masing instrumen yang digunakan dalam penelitian memiliki hasil uji yang menunjukkan bahwa angka cronbach

SESSION TWO: Discussion and signing Minutes of Meeting’s draft .... SUMMARY REPORT Minutes of Meeting of the Secretary Generals

lima faktor yang diterapkan dalam memberi pelayanan yaitu.. kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti

The platform that brings together stakeholders in the coffee sector to address sustainability issues in a pre- competitive manner to improve the economic, social and environmental

Dalam Rapat Anggota yang dilaksanakan secara langsung maupun dengan sistem perwakilan, Rapat Pengurus memilih maksimal 30 (tiga puluh) orang dari Anggota Luar Biasa untuk

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa dari 41 responden, persepsi petani terhadap program kemitraan secara keseluruhan adalah sebesar 57,6 dengan kategori cukup

[r]