• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Saving Group Di Desa Sumbul Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Saving Group Di Desa Sumbul Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

Respon adalah istilah yang digunakan ole

terhadap

bentBehaviorisme

menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan

proses terbentuknya

rangsang dari lingkungan. Jika rangsang dan respon dipasangkan

atau

dikondisikan. (

2015 pukul 10:28).

2.2Persepsi

Menurut Leavie persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau penglihatan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2009).

(2)

Dalam proses persepsi terdapat 3 komponen utama yaitu :

a. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,

intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

b. Interpretasi (penafsiran), yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga

mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai factor

seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian,

dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk

mengadakan pengkategorian informasi yang di terimanya, yaitu proses

mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.

c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku

sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang

terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai

tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi.

2.3Sikap

(3)

a. Pengetahuan (kognisi)

b. Perasaan (afeksi)

c. Perilaku (Konasi)

2.4Partisipasi

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan diyakini banyak pihak telah menjadi kata kunci dalam pengembangan pembangunan di era otonomi daerah sekarang ini. Pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat ternyata telah gagal menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Partisipasi merupakan jembatan penghubung antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan, kewenangan, dan kebijakan dengan masyarakat yang memiliki hak sipil, politik dan social ekonomi masyarakat. Dengan partisipasi masyarakat, posisi tawar masyarakat di mata pemerintah menjadi meningkat, masyarakat tidak selalu di dikte dan di dominasi oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan atau keputusan dalam pembangunan lingkunganya namun selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaanya. Konsep partisipasi merupakan suatu konsep yang luas, dan penting, karena salah satu indikator keberhasilan suatu pembangunan adalah adanya partisipasi masyarakat penerima program.

2.5 Kemiskinan

2.5.1 Pengertian Kemiskinan

Mencher (2001) mengemukakan, kemiskinan adalah gejala penurunan

kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi

daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik

(4)

berada dibawah standar kebutuhan hidup minimum agar manusia dapat bertahan hidup.

(Siagian, 2012: 10).

Berdasarkan beberapa pernyataan para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa kemiskinan itu adalah gejala penurunan kemampuan yg dialami seseorang

maupun sekelompok orang sehingga ia tidak dapat hidup diatas standar kebutuhan hidup

minimum.

2.5.2 Gejala-Gejala Kemiskinan

Untuk memahami kemiskinan secara akurat dan komprehensif diperlakukan data

yang lengkap dan valid. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan

pengukuran yang teruji. Melalui cara dan upaya demikian akan diperoleh kesimpulan

yang pasti tentang kemiskinan itu. Upaya seperti ini menuntut waktu yang

panjang,bahkan tenaga maupun dana yang besar. Akibatnya jarang dilakukan dan sangat

sedikit pihak yang melakukannya.

Salah satu cara dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui penelusuran

gejala-gejala kemiskinan,seperti :

1. Kondisi kepemilikan faktor produksi.

Kemiskinan tidak datang secara serta merta. Demikian halnya dengan

pendapatan, juga tidak datang secara serta merta. Semuanya melalui saluran,

sumber dan proses tertentu. Dengan demikian, salah satu pendekatan untuk

mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan atau mata pencaharian,

apa alat atau faktor yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan

(5)

bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang

tersebut miskin atau tidak.

2. Angka ketergantungan penduduk

Secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil

usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungan dan lain-lain.Namun bagi

mayoritas masyarakat, ada satu kalimat yang berlaku secara umum : Orang

hanya akan memiliki pendapatan jika bekerja. Namun pada kenyataannya,

angka ketergantungan dalam masyarakat atau keluarga sangat tinggi.

Dalam sebuah keluarga dengan empat orang anak atau lebih, misalnya

sering hanya satu orang yang bekerja, sedangkan lima orang

menggantungkan hidupnya pada satu orang.Gejala seperti ini sangat umum

dalam negara yang menawarkan lapangan atau kesempatan kerja yang kecil

seperti Indonesia. Angka ketergantungan tentu sangat berbeda pada negara

yang surplus dan minus lapangan dan kesempatan kerja.Tingginya angka

ketergantungan di Indonesia sangat nyata,dimana bekerja di negara lain saat

ini menjadi alternatif, termasuk bagi tenaga tidak terampil.

3. Kekurangan gizi.

Pendapatan bagaikan paspor bagi setiap orang untuk memasuki hidup

yang layak. Pendapatan merupakan unsur yang secara langsung dapat

digunakan sebagai alat memenuhi kebutuhan agar seseorang itu dapat hidup

secara layak. Pemenuhan kebutuhan tentu dilakukan secara hirakhis, mulai

dari kebutuhan fisik, sebagai unsur yang menempati prioritas utama dari

(6)

Laporan dari berbagai institusi seperti Dinas Kesehatan, Puskesmas

maupun Rumah Sakit sering menggambarkan status gizi masyarakat.

Berbagai kesimpulan diperoleh dari laporan tersebut, antara lain adanya

wilayah rawan gizi. Berbagai media massa sering menginformasikan tentang

kondisi masyarakat yang kurang gizi. Informasi ini merupakan gejala sangat

miskinnya seseorang atau sekelompok orang. Masalahnya, berbagai unsur

terdapat dalam kebutuhan pokok, dimana kebutuhan fisik merupakan

kebutuhan yang paling utama. Oleh karena itu, tidak terpenuhinya kebutuhan

fisik yang mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang itu

teridentifikasi kekurangan gizi menjadi gejala betapa miskinnya seseorang

atau sekelompok orang itu.

4. Pendidikan yang rendah.

Di era modern sekarang ini, pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang

penting. Pendidikan bahkan telah dianggap sebagai indikator utama

kedudukan dalam masyarakat. Oleh karena itu, adalah wajar jika setiap orang

berupaya meraih tingkat pendidikan, bahkan tidak sekadar pendidikan,

melainkan pendidikan yang tinggi. Hal ini terjadi, karena pendidikan

dianggap sebagai alat memenangkan persaingan yang makin hari makin

ketat.

Hampir disemua sektor, termasuk sektor informal memerlukan

pengetahuan. Sektor pertanian pun membutuhkan inovasi dalam rangka

mempertahankan, terlebih meningkatkan produktivitas. Harus diakui,

(7)

mempermudah akses masyarakat terhadap pendidikan. Namun hingga saat

ini pendidikan masih belum gratis, bahkan masih cukup mahal, terutama

pendidikan dengan kualitas dan tingkat yang tinggi (Siagian,2012: 15)

2.5.3 Jenis-Jenis Kemiskinan

Kemiskinan sebagai suatu polemik di Indonesia terdiri dari beberapa

jenis. Adapun jenis-jenis kemiskinan adalah sebagai berikut:

1. Kemiskinan Absolut

Istilah atau jenis kemiskinan absolut dikenal juga jika kita

mengidentifikasi kemiskinan berdasarkan bagaimana kita mengkaji

kemiskinan tersebut. Lebih luas lagi, tinjauan konsep kemiskinan dari sudut

bagaimana kita memandang atau mengkaji kemiskinan tersebut akan

mengenalkan kita pada dua jenis kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan

kemiskinan relatif.

Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi, dimana seseorang atau

sekelompok orang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga

orang tersebut memilikki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak

serta tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Lebih dari itu

kondisi kehidupan seseorang atau sekelompok orang itu sedemikian rupa

sehingga secara fisik mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang itu

tidak mampu melakukan aktivitas yang wajar.

2. Kemiskinan Relatif

Seperti telah dikemukakan, kemiskinan relatif dikenal jika kita

(8)

dan mengkajinya. Kemiskinan relatif sendiri dipertentangkan dengan

kemiskinan absolut. Lebih khusus lagi, kemiskinan relatif justru ditemukan

jika kajian kita tentang kemiskinan tersebut didasarkan pada komparasi

kondisi kehidupan antara seseorang dengan orang lain atau antara satu

kelompok dengan kelompok lain. Kajian komparatif juga dapat dilakukan

antara kehidupan seseorang dengan kelompoknya dimana ia menjadi bagian

dari kelompok tersebut.

Kajian jenis kemiskinan relatif sering didasarkan atas konsumsi rata-rata

perkapita di suatu daerah. Sebagai contoh, jika konsumsi rata-rata disuatu

desa Rp. 1.250.000 perorang perhari, maka seseorang atau sekelompok orang

mengkonsumsi di bawah konsumsi rata-rata tersebut (Rp. 1.250.000) di

identifikasi sebagai seseorang atau sekelompok orang yang miskin.

Sebaliknya, seseorang atau sekelompok orang yang mengkonsumsi rata-rata

di wilayah tersebut diidentifikasi sebagai seseorang atau sekelompok orang

yang tidak miskin.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah kiranya kita pahami, bahwa

penggunaan istilah kemiskinan relatif tersebut. Relatif berarti, bahwa

identifikasi tersebut dibatasi sesuatu, tegasnya dibatasi oleh wilayah atau

lingkungan. Dapat saja terjadi, dimana seseorang atau sekelompok orang

yang bermukim di suatu kota dengan kondisi kehidupan tertentu, termasuk di

dalamnya kuantitas dan kualitas konsumsi tertentu tergantung miskin.

Namun dengan kondisi kehidupan yang sama, termasuk didalamnya dengan

(9)

sama pula, justru dapat saja diidentifikasi sebagai seseorang atau sekelompok

orang yang tidak miskin jika mereka pindah atau bermukim di desa atau

daerah lain, dimana konsumsi rata-rata masyarakat di sana lebih kecil dari

Rp. 1.250.000.(Siagian,2012: 49)

3. Kemiskinan Massa

Secara sederhana kemiskinan massa dapat diartikan sebagai kemiskinan

yang dialami secara massal penduduk dalam suatu lingkungan wilayah. Hal

ini berarti, terdapat demikian banyak orang secara faktual tidak mampu

memenuhi kebutuhan fisik minimumnya sehingga terpaksa hidup serba

kekurangan, serta mengalami kondisi hidup yang tidak layak jika dlihat dari

segi harkat dan martabat manusia.

Kemiskinan massa biasanya terjadi disebabkan daya dukung wilayah

terhadap kehidupan manusia diwilayah itu tidak memadai. Kondisi seperti ini

disebabkan minimnya potensi wilayah tersebut. Sebagai contoh, pada

umumnya wilayah-wilayah yang sangat terpencil menghadapi masalah

kemiskinan massa. Keterpencilan wilayah dipastikan menghambat interaksi

wilayah tersebut dengan wilayah sekitarnya, terlebih dengan wilayah dimana

terdapat pusat-pusat pertumbuhan. Identik dengan seseorang tidak akan

mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan dan kerja sama orang

lain, maka suatu wilayah, seperti sebuah desa tidak akan mampu

menyediakan seluruh kebutuhan masyarakat yang berdiam di wilayah atau

(10)

4. Kemiskinan Non Massa

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa kemiskinan non massa

adalah kemiskinan yang dihadapi oleh segelintir orang. Memang asal muasal

konsep kemiskinan non massa itu adalah terdapatnya segelintir atau sebagian

kecil penduduk suatu wilayah yang menghadapi dan mengalami hidup yang

serba kekurangan, kondisi mana mengakibatkan merekat tidak mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak sebagaimana seharusnya

manusia mempunyai harkat dan martabat.

5. Kemiskinan Alamiah

Jenis kemiskinan lain adalah kemiskinan alamiah. Kemiskinan alamiah

dikemukakan jika kajian tentang kemiskinan itu didasarkan atas faktor-faktor

penyebab kemiskinan itu terjadi. Dalam hal ini kemiskinan alamiah

diidentifikasi sebagai kemiskinan yang terjadi sebagai konsekwensi dari

kondisi alam dimana seseorang atau sekelompok orang tersebut bermukim.

Lebih jauh lagi, daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia

sangat tergantung pada potensi lingkungan atau wilayah dimana mereka

hidup. Dalam konteks ini, jika ternyata daya dukung lingkungan secara

alamiah dimana seseorang atau sekelompok orang tersebut berada tidak

cukup menopang kehidupan mereka, produknya adalah seseorang atau

sekelompok orang tersebut akan teridentifikasi sebagai manusia atau

masyarakat miskin. Hal ini disebabkan potensi alamiah dari lingkungan

(11)

akibatnya seseorang atau sekelompok orang itu pun hidup dibawah

kewajaran (Geertz, dalam Siagian, 2012: 57).

6. Kemiskinan Kultural

Kasus lain berlaku pada konsep kemiskinan kultural atau kemiskinan

budaya. Dalam kasus ini, budaya diidentifikasi sebagai faktor penyebab

terjadinya kemiskinan tersebut. Sangat banyak pendapat yang berkenaan

dengan kemiskinan budaya. Hal mana merupakan konsekwensi logis dari

fakta, bahwa membicarakan budaya sesungguhnya kita telah memasuki

wilayah dengan unsur-unsur yang sangat sensitif dan sangat berpeluang

menimbulkan polemik.

Namun demikian, tentu ada satu kepastian, bahwa semua orang

menginginkan hidup yang baik, layak dan sejahtera. Sementara itu budaya

dengan segala faktor-faktor yang terkait di sana justru akumulasi dari

berbagai unsur yang kehadirannya justru bersifat kontra produktif dengan

upaya mempertahankan hidup.

Jika dianalisis semua unsur yang ada dalam budaya tersebut ada kalanya

menghasilkan suatu konsklusi bahwa unsur-unsur dari budaya tersebut

sepertinya sering justru tidak atau kurang mendukung keberhasilan hidup

manusia. Seperti misalnya, terlihat dari ethos kerja yang rendah, yang pada

gilirannya menghambat manusia itu mengembangkan kehidupan. Budaya

justru dapat menjadi suatu beban bagi mereka, sehingga mereka sering

melakukan kegiatan yang mengindikasikan bahwa mereka justru menjadi

(12)

7. Kemiskinan Terinvolusi

Kemiskinan terinvolusi tergolong kemiskinan kultural yang sudah

sedemikian parah. Oleh karena itu kemiskinan terinvolusi sangat sulit

diselesaikan. Setidaknya ada dua kondisi yang menyebabkan demikian

sulitnya memecahkan masalah kemiskinan terinvolusi, yaitu :

a. Seseorang atau sekelompok orang yang diidentifikasi miskin itu

sendiri sepertinya dapat menerima kemiskinan itu. Bagi mereka

kemiskinan itu bukanlah masalah yang esensial, dan mereka pun

tidak mempermasalahkan kondisi hidup mereka yang jauh dari

standar. Justru orang lain yang memandang kondisi kehidupan

mereka tidak layak dan mempermasalahkan.

b. Sesungguhnya seseorang atau sekelompok orang yang dikategorikan

miskin itu menyadari kondisi kehidupan mereka sebagai sesuatu yang

tidak layak. Namun mereka juga menyadari bahwa tidak ada jalan

bagi mereka untuk keluar dari kondisi tersebut. Mereka sepertinya

menganggap kemiskinan itu bagaikan takdir. Akibatnya mereka tidak

pernah berikhtiar untuk menata hidup dan keluar dari kondisi

kehidupan yang tidak layak ( Lipton, dalam Siagian, 2012: 60).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa

kemiskinan terinvolusi terkait dengan masalah mental yang sudah

semakin parah, sehingga sulit dirancang intervensi sosial yang bagaimana

yang dapat mengatasi kemiskinan tersebut. Diperlukan proses panjang

(13)

Kemiskinan terinvolusi merupakan bentuk dan kondisi khusus dari

kemiskinan kultural. Ciri khusus kemiskinan terinvolusi adalah telah

terinternalisasinya nilai-nilai negatif dalam diri seseorang atau sekelompok

orang dalam memandang diri dan kehidupannya, sehingga mereka

menganggap kehidupan dengan segala kondisinya sebagai sesuatu yang tidak

dapat berubah.

8. Kemiskinan Struktural

Seperti halnya kemiskinan alamiah, kultural dan terinvolusi, kemiskinan

struktural juga ditemukan jika masalah kemiskinan dikaji dari segi

faktor-faktor penyebab kemiskinan itu. Sehubungan dengan hal tersebut, konsep

kemiskinan struktural antara lain mendeskripsikan bahwa struktur sosial

masyarakat itu seedemikian rupa, sehingga menghambat masyarakat tersebut

mengembangkan kehidupannya (Jay, dalam Siagian, 2012: 61).

Kemiskinan struktural sering juga dikaitkan dengan kebijakan yang

digariskan oleh pemerintah. Pada umumnya kebijakan itu adalah kebijakan

pembangunan. Dengan demikian adalah sangat antagonis, jika kita

mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah justru mengakibatkan

masyarakat atau rakyatnya mengalami kemiskinan. Bukankah pembangunan

dengan segala kebijakan dan implementasinya bermuara pada peningkatan

kualitas hidup masyarakat secara global, Namun ada kalanya kondisi empiris

membuktikan bahwa kebijakan negara justru memiskinkan masyarakat

(14)

Bentuk lain dari kemiskinan struktural adalah kelembagaan, seperti

kelembagaan sewa-menyewa lahan senantiasa lebih menguntungkan pemilik

lahan. Juga kelembagaan sistem upah disektor pertanian yang tidak

menguntungkan buruh tani, karena proses penyempitan lahan pertanian

mengakibatkan posisi buruh tani makin power less.

Kemiskinan struktural juga dapat muncul sebagai akibat kelembagaan

upah disektor industri. Kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah

cenderung lebih memihak pengusaha daripada buruh mengakibatkan kondisi

kehidupan buruh tidak layak. Dalam kasus kemiskinan struktural yang terkait

dengan kelembagaan dapat dikemukakan bahwa kelembagaan tersebut

sedemikian rupa sehingga benar-benar menghambat mobilitas sosial

ekonomi secara vertikal.

9. Kemiskinan Situasional

Istilah kemiskinan situasional juga ditemukan jika kajian kemiskinan

menjadikan penyebab sebagai titik fokus. Secara umum dapat dikemukakan

bahwa kemiskinan situasional adalah kondisi kehidupan masyarakat yang

tidak layak yang disebabkanoleh situasi yang ada. Lebih tegasnya, situasi

yang ada dilingkungan mana dan saat mana seseorang atau sekelompok

orang itu hidup sedemikian rupa sehingga tidak kondusif bagi mereka untuk

memenuhi kebutuhan. Akibatnya mereka menghadapi dan mengalami

kondisi hidup yang tidak layak.

(15)

Kemiskinan buatan juga merupakan konsep yang ditemukan jika kajian

kemiskinan dititikberatkan pada aspek penyebab. Kemiskinan buatan secara

khusus dipertentangkan dengan kemiskinan alamiah.

2.5.4 Faktor- Faktor Penyebab Kemiskinan

2.5.4.1 Kajian Faktor Penyebab Kemiskinan Secara Sistematik

Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris

dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar,

yaitu :

1. Faktor internal, yaitu yang dalam hal ini berasal dari dalam diri

individu yang mengalami kemiskinan itu secara substansial adalah

dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi :

a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

b. Intelektual, seperti: kurangnya pengetahuan, kebodohan,

miskinnya informasi.

c. Mental emosional atau tempramental, seperti: malas, mudah

menyerah dan putus asa.

d. Spiritual, seperti: tidak jujur, penipu,serakah dan tidak disiplin

e. Sosial psikologis, seperti: kurang motivasi, kurang percaya diri,

depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari

dukungan.

f. Keterampilan, seperti: tidak memilikki keahlian yang sesuai

(16)

g. Asset, seperti: tidak memilikki stok kekayaan dalam bentuk tanah,

rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

2. Faktor Eksternal, yakni bersumber dari luar diri individu atau

keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga

pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi :

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan

alat memenuhi kebutuhan hidup.

c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang

terlindunginya usaha-usaha sektor informal.

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat

bunga yang tidak mendukung sektor usaha formal.

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas

sektor riil masyarakat banyak.

f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat

yang belum optimal, seperti zakat.

g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural

(structural adjustment program).

h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.

i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah

bencana.

j. Pembangunan yang lebih beorientasi fisik material.

(17)

l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

Kajian tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan yang telah

dikemukakan memang pada awalnya berupaya memberikan sajian

sistematik, namun jika kita dalami, tidaklah keliru jika kita menyatakan

bahwa kandungan sajian itu justru kurang sistematik. Hanya saja, sajian

berkategoris tersebut memang berupaya melakukan kajian dan mencoba

menyajikannya secara sistematik. Kompleksitas masalah kemiskinan

pada umumnya dan masalah faktor-faktor penyebab terjadinya

kemiskinan pada khususnya justru menyulitkan konsistensi dalam

sistematika sajian. Selain itu fenomena sosial juga menunjukkan pada

umumnya faktor penyebab kemiskinan tidak bekerja sendiri, melainkan

berinteraksi dan terintegrasi dengan faktor-faktor lain. Bahkan tidak

jarang interaksi dan integrasi itu demikian kompleks sehingga tidak jelas

mana pangkal dan ujungnya.

2.5.4.2 Kajian Faktor Penyebab Berdasarkan Jenis Kemiskinan

1. Kemiskinan Massa dan Non Massa

Sulit untuk memvonis satu faktor tertentu dalam menetapkan

penyebab kemiskinan itu terjadi. Terutama karena kemiskinan itu

merupakan masalah yang sangat kompleks, sehingga antara sebab dan

akibat sering sulit dibedakan. Kesulitan lain yang dihadapi dalam

menetapkan faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah berbedanya corak

(18)

diderita oleh mayoritas masyarakat yang ada dalam suatu negara ataupun

dalam suatu daerah, dengan kemiskinan non massa, yakni kemiskinan

yang diderita oleh segelintir anggota masyarakat disuatu negara maupun

di suatu wilayah.

2. Kemiskinan Alamiah dan Kemiskinan Budaya

Harus diakui bahwa kondisi kehidupan merupakan fungsi dari

interaksi antara faktor-faktor alamiah dan non alamiah. Interaksi yang

serasi, selaras, dan seimbang merupakan syarat dari tercapainya

kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan. Adakalanya alam kurang

bersahabat, sehingga masyarakat yang ada di lingkungan tersebut tidak

memilikki taraf hidup yang layak. Namun ada kalanya, masalah

kemiskinan justru dapat diterima oleh masyarakat itu sendiri, sehingga

akhirnya seakan-akan hal itu bukan lagi dianggap masalah.

Secara makro, sulit diterima adanya kemiskinan alamiah. Oleh karena

itu, pernyataan yang menegaskan faktor alam sebagai penyebab

kemiskinan selalu menjadi polemik. Uraian tentang kemiskinan alamiah

selalu ditegaskan dengan suatu anggapan bahwa negara tersebut pada

dasarnya secara alamiah miskin, yakni berkah fisiknya sangat miskin,

ditandai dengan tanah yang berbatu-batu, kering, atau tidak cukup luas,

tidak menyimpan mineral, hidrokarbon, atau kekayaan alam lainnya.

Namun, anggapan diatas sesungguhnya hanya akan dapat diterima

sebagai suatu kebenaran seandainya negara Jepang miskin. Jepang, yang

(19)

berbukit-bukit dengan sedikit tanah subur, mineral, tidak mempunyai

minyak bumi, bahkan luar biasa jumlah penduduknya. Demikian juga

halnya dengan Taiwan.

Di Indonesia, kemiskinan budaya mudah ditemukan. Identik dengan

kondisi, dimana negara-negara yang pertama kali mempermasalahkan

kemiskinan yang dialami negara-negara miskin justru negara-negara

kaya. Demikian halnya dengan masyarakat miskin di Indonesia, sering

kurang peduli atas kondisi yang dialami. Akibatnya, sering kali penduduk

miskin tidak mempersoalkan kemiskinan yang diderita. Hal ini

menimbulkan kesan, bahwa mereka tidak menganggap kemiskinan itu

sebagai suatu masalah yang harus dipecahkan.

Sering terlihat, sikap masyarakat miskin justru mencerminkan bahwa

mereka ternyata dapat menerima keadaan yang dihadapi. Dengan

demikian mereka kurang termotivasi untuk keluar dari kondisi miskin

yang sedang dihadapi tersebut. Kondisi spesifik seperti inilah yang

kemudian melahirkan konsep program pengentasan masyarakat miskin di

Indonesia. Konsep ini diilhami oleh suatu anggapan bahwa masyarakat

miskin tidak memilikki kemampuan, bahkan motivasi untuk

(20)

2.6 Pemberdayaan Masyarakat

2.6.1 Konsep Arti dan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara

sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif, dengan

keterlibatan semua potensi.Dengan cara ini akan memungkinkan terbentuknya

masyarakat madani yang majemuk, penuh keseimbangan kewajiban dan hak, saling

menghormati tanpa ada merasa asing dalam komunitasnya. Pemberdayaan masyarakat

dapat diartikan bahwa masyarakat diberi kuasa, dalam upaya untuk menyebarkan

kekuasaan, melalui pemberdayaan masyarakat, organisasi agar mampu menguasai atau

berkuasa atas kehidupannya untuk semua aspek kehidupan politik, ekonomi, pendidikan,

kesehatan, pengelolaan lingkungan dan sebagainya.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep yang menekankan pada

pembangunan ekonomi pada mulanya yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai

masyarakat. Konsep ini mencerminkan paradigma baru yang menekankan pada peran

serta masyarakat kesinambungan serta fokus pembangunan pada manusia.Konsep

pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu alternatif pembangunan yang merubah

paradigma pendekatan nasional menjadi pendekatan yang lebih partisipatif.

Peningkatan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan

merupakan hal yang sangat penting dan erat kaitannya dengan pemantapan,

pembudayaan, pengalaman, dan pelaksanaan demokrasi.Ada dua alasan penting bagi

perencana pembangunan untuk melibatkan masyarakat dalam menyusun program

pembangunan yaitu alasan intristik dan alasan pragmatis (Sewell Coppock dalam

(21)

menyampaikan pendapatnya terhadap issue pembangunan, sedang secara pragmatis,

pemerintah selaku perencana dapat menggali aspirasi masyarakat.Pemberdayaan

menurut Ife (dalam Suhendra, 2006: 77) adalah meningkatkan kekuasaan atas mereka

yang kurang beruntung “empowerment aims to increase the power of disadvantages”.

2.6.2 Metode dan Teknik Pemberdayaan Masyarakat

Banyak sekali teknik-teknik pemberdayaan masyarakat yang telah dihasilkan.

Semuanya sangat bermanfaat dan membantu efektivitas dan efisiensi upaya-upaya

pemberdayaan masyarakat. Setiap teknik pemberdayaan mempunyai karakteristik

tersendiri tinggal memilih untuk diaplikasikan sesuai faktor-faktor “endegenous”,

faktor-faktor setempat yang tepat. Dengan karakteristik tersebut maka dapat

dikemukakan beberapa teknik (hanya beberapa) pemberdayaan masyarakat diantaranya :

1. Participatory Rural Appraisal (PRA)

Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan suatu teknik pengkajian

pengembangan masyarakat desa yang di Indonesia diawali tahun 1993 di

lingkungan Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara

(KPDTNT). Teknik ini di uji cobakan mempelajari PRA di lembaga

Myrada-India yang telah mengembangkan metode ini. PRA ditafsirkan sebagai:

“Pendekatan dan teknik-teknik pelibatan masyarakat dalam proses-proses

pemikiran yang berlangsung slama kegiatan-kegiatan perencanaan dan

pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program pembangunan

masyarakat” (Driyamedia, dalam Suhendra, 2006: 105).

(22)

Rencana ini sebenarnya sejalan bahkan hampir sama dengan metode

PRA. Metode ini diadopsi dari dua sumber yaitu Field Book WSLIC – 2

Project World Bank dan Partisipatory Analysis Techniques DFID – World

Bank masing-masing Januari 2002 (Bambang Rustanto, dalam Suhendra,

2006: 109). Metode Partisipatori Assesment (MPA) terdiri dari empat

langkah :

a. Menemukan masalah

b. Menemukenali potensi

c. Menganalisis Masalah dan Potensi

d. Memilih solusi Pemecahan Masalah

3. Metode Loka Karya

Metode loka karya efektif untuk memotivasi anggota peserta

menyampaikan aspirasi dan kreativitas. Lokakarya bermanfaat untuk

mengambil keputusan untuk sesuatu fokus permasalahan secara musyawarah

dan ditemukannya suatu konsensus.

4. Teknik Brainstorming

Teknik ini mula – mula disampaikan oleh Alex F.Osborne yang dapat

memotivasi untuk munculnya kreativitas anggota dalam memecahkan

masalah atau persoalan yang dihadapi. Teknik ini merupakan wujud dari

“bottom up” hingga dapat memunculkan rasa memilikki dari rasa tanggung

jawab.

(23)

a. Kumpulkan kelompok – kelompok sekitar 10 orang dan ajukan fokus

yang akan dibahas.

b. Setiap peserta secara bertanggung jawab boleh mengajukan gagasannya

secara bebas.

c. Seorang berperan sebagai sekretaris selalu mencatat inti pembicaraan.

d. Resumekan dan refleksikan kembali pada peserta.

e. Temukan konsensus alternatif dan ambil suatu keputusan.

5. CO – CD (Community Organization – Community Development)

Community Organization (CO)merupakan suatu proses untuk

mewujudkan dan membina suatu penyesuaian yang bertambah lama

bertambah efektif diantara sumber-sumber kesejahteraan sosial dan

kebutuhan-kebutuhan kesejahteraan sosial di lingkungan suatu daerah

geografis atau bidang fungsional. Tujuannya sesuai dengan tujuan pekerjaan

sosial yaitu difokuskan pada kebutuhan – kebutuhan orang serta penyediaan

sarana untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan ini dengan cara yang sesuai

dasar kehidupan demokrasi” (Neil dalam Suhendra, 2006:112).

Untuk teknik Community Development (CD), PBB (Perserikatan Bangsa

– Bangsa ) menyampaikan defenisi (dalam Suhendra, 2006:113) :

“Community Development menunjukkan digunakannya berbagai pendekatan

dan teknik dalam suatu program tertentu pada masyarakat – masyarakat lokal

sebagai kesatuan tindakan dan mengusahakan perpaduan antara bantuan yang

(24)

disorganisasi. Program ini dimaksudkan untuk mendorong prakarsa dan

kepemimpinan lokal sebagai sarana perubahan primer”.

2.7 Program Saving Group

2.7.1 Defenisi dan Tujuan Program Saving Group

Program Saving Group adalah program menabung yang terbagi dalam beberapa kelompok menabung yang didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga dan difasilitasi langsung oleh Yayasan Fondasi Hidup Indonesia dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga serta memberdayakan keluarga miskin.

Tujuan Program Saving Group adalah untuk meningkatkan aktivitas menabung pada keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga dengan pengelolaan usaha bagi anggota masyarakat yang tertarik untuk memulai usaha kecil, serta mencegah penurunan kualitas hidup dan keterpurukan perekonomian keluarga miskin, akibat ketidakstabilan perekonomian, serta kelangkaan ketersediaan kebutuhan barang dan jasa menyebabkan kenaikan harga-harga pada sejumlah kebutuhan pokok sehingga mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terutama pada masyarakat miskin.

2.7.2 Landasan, Prinsip dan Tujuan Kelompok Menabung (Saving Group) Landasan, Prinsip dan Tujuan dari Kelompok Menabung adalah sebagai berikut:

1. Kelompok menabung ini berlandaskan pada prinsip-prinsip kepercayaan,

keterbukaan, tanggungjawab, kepemimpinan, saling, kerjasama, saling

memperhatikan satu sama lain dan pengelolaan yang baik.

2. Tujuan dari kelompok menabung adalah (dikembalikan pada keputusan

masing-masing kelompok menabung)

(25)

4. Tujuan dari keuangan dari kelompok menabung adalah (dikembalikan pada keputusan masing-masing kelompok menabung)

2.7.3 Usaha Kelompok Menabung (Saving Group)

Untuk mencapai maksud dan tujuannya, maka kelompok menabung menyelenggarakan usaha sebagai berikut:

a. Mendorong agar para anggota menyimpan pada kelompok menabung secara teratur dan menggunakan uangnya secara hemat dan bijaksana

b. Mengusahakan agar pinjaman yang diberikan kepada anggota kelompok

menabung sesuai dengan kebutuhan produktif, serta dengan cara yang

tepat, cepat dan bunga yang rendah serta mengangsurnya tiap bulan.

c. Mendidik para calon anggota tentang prinsip-prinsip, tujuan kelompok menabung, pengembangan usaha produktif seperti pertanian, peternakan

dan usaha lainnya yang dapat mendorong perkembangan ekonomi

anggota.

d. Membuat program/kegiatan untuk dapat mendorong kemajuan anggota dan kelompok menabung secara umum.

e. Menjalankan program pendidikan secara intensif dan teratur bagi para anggota untuk menambah pengetahuan anggota tentang kelompok

menabung dan pengembangan kelompok menabung.

2.7.4 Mekanisme Pembentukan KelompokSaving Group

Adapun mekanisme pembentukan kelompok dalam program saving group adalah

(26)

b. Anggota kelompok menabung haruslah memiliki komitmen menabung

c. Setiap kelompok wajib memiliki struktur organisasi yang terdiri dari ketua,

sekertaris dan bendahara, dan dalam pembentukan struktur organisasi

tersebut harus dipilih dari anggota dan oleh anggota kelompok menabung.

d. Kelompok menabung yang telah dibentuk wajib untuk memiliki nama

kelompok, menetapkan visi dan missi kelompok, serta peraturan menabung

e. Kelompok menabung harus menyepakati berapa nominal tabungan yang

harus dikumpulkan di setiap pertemuan menabung

f. Kegiatan menabung dilakukan 1 kali dalam 1 minggu dan di damping oleh

fasilitator lapangan Yayasan Fondasi Hidup.

2.7.5 Hak dan Kewajiban Anggota

Setiap anggota kelompok menabung memiliki hak dan kewajiban yang sama di dalam kelompok menabung tanpa terkecuali, yaitu mendapatkan pelayanan dari kelompok menabung dan tunduk. Adapun hak dan kewajiban anggota kelompok saving group adalah sebagai berikut:

1. Keanggotaan kelompok menabung melekat pada diri anggota sendiri dan tidak dapat dipindahtangankan atau diwakilkan kepada orang lain.

2. Setiap anggota kelompok menabung harus mematuhi AD/ART dan

peraturan-peraturan khusus dan Keputusan Rapat Anggota

3. Seluruh anggota wajib hadir dalam setiap penabungan

4. Tabungan dapat di titipkan apabila alasan untuk berhalangan bisa di terima oleh anggota (keputusan ada di tangan komunitas)

5. Penyimpanan saldo kelompok menabung di simpan di kotak kas

(27)

7. Penyimpanan penabungan dilakukan di rumah anggota dengan sistem pergantian atau bergilir

8. Jika ada anggota yang mengundurkan diri atau berpindah tempat sebelum akhir periode saldo tetap diberikan di akhir periode

9. Jika ada anggota yang meninggal dunia maka saldo di berikan ke ahli waris di akhir periode tetapi dapat di teruskan oelh ahli waris yang bersangkutan

2.7.6 Sasaran Program Saving Group

Berdasarkan Anggaran Rumah Tangga (ART) dikemukakan bahwasasaran program saving group adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Dapat mengikuti dan mematuhi AD/ART kelompok menabung

2. Berkeinginan dan memiliki kemampuan untuk memahami AD/ART kelompok

menabung

3. Tidak tersangkut di dalam suatu usaha atau pekerjaan yang bertentangan dengan

kepentingan kelompook menabung.

4. Berminat untuk menyimpan secara terus menerus di dalam kelompok menabung 5. Bersedia mengikuti pendidikan dan dapat bekerja sama dalam rangka mencapai

tujuan bersama

6. Anggota kelompok menabung sedang tidak terlibat pada tindakan kriminal

7. Anggota kelompok tinggal pada lingkungan yang sama

8. Seseorang yang akan masuk menjadi anggota dapat menemui kelompok menabung, mendaftarkan diri dan aktif setiap pertemuan rutin kelompok

(28)

9. Permohonan berhenti sebagai anggota harus diajukan secara lisan dan tulisan kepada pengurus kelompok menabung

10. Perhentian anggota oleh pengurus harus mendapat persetujuan dari rapat anggota 11. Jika anggota yang bersangkutan melalui keputusan rapat anggota harus

mengakhiri keanggotaannya, maka segala hak anggota di dalam kelompok

menabung akan dikembalikan setelah terlebih dahulu melunasi segala

pinjamannya apabila melakukan peminjaman.

2.7.7 Struktur dan Pemilihan Pengurus Kelompok

Yayasan Fondasi Hidup Indonesia menentukan peraturan akan kepengurusan kelompok menabung (saving group). Adapun kelompok saving group memiliki struktur kepengurusan sebagai berikut:

1. Pengurus kelompok terdiri sekurang-kurangnya 3 orang dan

sebanyak-banyaknya 5 orang

2. Susunan pengurus minimal terdiri dari Ketua, Sekertaris, Bendahara dan

Pemegang Kunci

3. Pengurus kelompok tidak menerima gaji (keputusan ada di tangan komunitas)

2.7.8 Tugas-Tugas Pokok Pengurus Kelompok

Pengurus kelompok yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan pemegang kunci memiliki tugas pokok masing-masing.

1. Ketua bertugas sebagai berikut:

a. Mengemban kepemimpinan kelompok

b. Memastikan peraturan-peraturan kelompok dihormati

(29)

d. Memimpin diskusi

e. Menjaga ketentraman di dalam proses pertemuan kelompok menabung

f. Membuat inisiatif pertemuan untuk membahas masalah-masalah yang muncul

g. Memberi nasihat kepada anggota

h. Menemukan dan menangani bersamapengurus yang lain untuk solusi konflik anggota

2. Sekertaris bertugas sebagai berikut:

a. Mencatat dan mengingat kegiatan yang dilakukan oleh kelompok sepanjang pertemuan

b. Memastikan bahwa seluruh kegiatan dilakukan saat anggota kelompok hadir pada pertemuan kelompok menabung

c. Menjaga dan merawat pembukuan d. Membacakan AD/ART

3. Bendahara bertugas sebagai berikut:

a. Mengelola dan menjaga dengan aman semua keuangan, barang lainnya milik kelompok menabung

b. Memegang kunci kotak kas

c. Melakukan transaksi penerimaan dan memberi pinjaman kepada anggota pada saat pertemuan kelompok menabung

(30)

2.7.9 Hak dan Kewajiban Pengurus Kelompok

Pengurus kelompok melaksanakan tugas masing-masing didasarkan pada hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh Yayasan Fondasi Hidup Indonesia. Adapun hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengurus kelompok menabung dipilih dari dan oleh rapat anggota dalam setiap akhir periode kepengurusan

2. Jika salah seorang pengurus berhenti sebelum masa jabatannya berakhir maka

rapat pengurus dapat mengangkat penggantinya akan tetapi pengangkatan itu

harus disahkan oleh rapat anggota

3. Pengurus wajib mencatat setiap kejadian dan kegiatan di dalam kelompok menabung

4. Pengurus wajib memberitahukan kepada seluruh anggota hasil segala kegiatan

yang berlangsung di dalam kelompok menabung demi kemajuan bersama

5. Pada akhir periode atau akhir siklus, masing-masing pengurus membuat laporan

pertanggungjawabannya

6. Pengurus bersama seluruh anggota mengevaluasi bersama program kelompok dan menyusun rencana program kelompok

7. Setiap pengurus harus bekerjasama demi kemajuan kelompok menabung dan dapat memberikan penjelasan tentang segala pembukuan, perbendaharaan,

seluruh inventaris yang menjadi dan merupakan kekayaan kelompok menabung

(31)

2.7.10 Sumber Keuangan dan Modal Usaha Menabung Saving Group 2.7.10.1 Sumber Keuangan Saving Group

Sumber keuangan saving group diperoleh dari: a. Simpanan anggota atau tabungan anggota b. Angsuran pinjaman dari anggota

c. Denda pinjaman dan denda ketidakhadiran dalam pertemuan d. Bunga pinjaman anggota

e. Usaha-usaha lain yang disepakati bersama oleh anggota kelompok

f. Bantuan yang tidak mengikat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kelompok menabung serta tidak bertentangan dengan AD/ART

2.7.10.2 Modal Usaha Menabung Saving Group

Kelompok menabung mempunyai modal usaha tidak tetap dan tak terbatas yang diperoleh dari uang tabungan anggota, bunga pinjaman, bantuan yang tidak mengikat (keputusan ditanyakan kembali kepada komunitas).Buku Anggota Penerimaan dan Transaksi Keuangan berisikan hal berikut:

1. Setiap transaksi keuangan harus dilakukan oleh anggota yang bersangkutan 2. Jika buku anggota hilang, anggota harus segera melaporkan kepada bendahara

atau pengurus dan menggantinya dengan biaya sendiri oleh anggota

3. Pengurus boleh meminta pernyataan tertulis seperlunya dari anggota yang

menerangkan bahwa buku tersebut hilang dan telah diterbitkan pengurus

(32)

2.7.11 Pinjaman Anggota Saving Group

Yayasan Fondasi Hidup Indonesia membuat ketetapantentang pinjaman anggota saving group, yakni:

1. Pinjaman di dalam kelompok menabung diberikan kepada seluruh anggota dengan tujuan mendukung usaha-usaha yang bersifat produktif

2. Pinjaman yang diberikan kepada anggota terlebih dahulu melalui persetujusn keseluruhan pengurus

3. Khusus bagi anggota baru, selama 3 bulan pertama tidak dibenarkan mengajukan

permohonan peminjaman karena masih dalam tahap pendidikan setelah menjadi

anggota (keputusan ada di tangan komunitas)

4. Seluruh pinjaman harus dibukukan di dalam dokumen kelompokmenabung yang telah ditentukan

5. Pinjaman pertama kelompok menabung akan terjadi pada (keputusan ada di

tangan komunitas)

6. Besar bunga pinjaman sebesar (keputusan ada di tangan komunitas) 7. Lama bunga yang dibayarkan adalah (keputusan ada di tangan komunitas)

8. Jumlah maksimum yang dapat diambil oleh kelompok adalah (keputusan ada di tangan komunitas)

9. Yang dimaksud dengan melakukan penunggakan adalah tidak mengangsur pinjaman beserta bunganya

2.7.12 Sanksi atau Denda Saving Group

1. Bentuk-bentuk pelanggaran yang dikenakan sanksi karena merugikan

(33)

a. Tidak mengikuti pertemuan pada kegiatan pertemuan kelompok menabung tanpa pemberitahuan dan atau hanya menitipkan

kewajibannya kepada orang lain tanpa alasan yang jelas dengan

sanksi (keputusan ada di tangan komunitas)

b. Melakukan penunggakan terhadap angsuran pinjaman dan atau tidak mengindahkan peraturan yang berlaku di kelompok

menabung dengan denda (keputusan ada di tangan komunitas)

c. Datang terlambat pada pertemuan kelompok menabung dengan denda (keputusan ada di tangan komunitas)

d. Menggunakan nama kelompok untuk kepentingan pribadi (keputusan ada di tangan komunitas)

2. Tindakan pemberian sanksi dapat dikenakan kepada semua anggota

kelompok menabung yang telah merugikan kepentingan kelompok

menabung atas dasar pertimbangan rapat anggota dan pengurus berupa:

a. Denda

- Setiap anggota yang telah jatuh tempo pembayaran

angsuran pinjaman dikenakan sanksi sesuai

- Anggota yang tidak hadir tanpa alasan dan pemberitahuan

serta tidak menitipkan kewajibannya dikenakan denda

(keputusan ada di tangan komunitas), kecuali

sakit/keluarga sakit atau sedang berpergian dengan

(34)

- Anggota yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas walau

menitipkan kewajibannya, maka tetap dikenakan denda

sebesar (keputusan ada di tangan komunitas)

- Anggota yang tidak membayar tabungan maka akan

dikenakan denda (keputusan ada di tangan komunitas)

a.Teguran tertulis

b.Teguran lisan

c.Pemberhentian

3. Pemberitahuan sanksi bagi anggota yang melakukan penunggakan

angsuran pinjaman:

a. Anggota yang melakukan penunggakan akan diberikan teguran sesuai dengan ART.

4. Anggota yang melakukan penunggakan angsuran 3 bulan secara

berturut-turut akan (keputusan ada di tangan komunitas)

5. Tindakan pemberhentian atau pemecatan terhadap anggota diambil

melalui beberapa proses yaitu:

b. Teguran lisan sebanyak 1 kali

c. Teguran tertulis sebanyak 2 kali dilengkapi dengan bukti-bukti

d. Pemberhentian yang teknis pelaksanaanya akan diatur melalui rapat pengurus

e. Khusus bagi anggota yang 3 kali tidak hadir secara berturut-turut dalam mengikuti pertemuan kelompok menabung dalam 1 tahun

(35)

6. Anggota yang dikenakan sanksi diberhentikan maka saldo tabungan akan dikembalikan setelah seluruh pinjamannya lunas Sisa Hasil Usaha

(Yayasan Fondasi Hidup Indonesia,2012)

2.8 Kerangka Pemikiran

Ketidakstabilan ekonomi yang disebabkan karena kelangkaan ketersediaan kebutuhan barang dan jasa yang beredar di pasaran menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan bahan pokok yang biasanya digunakan oleh masyarakat dalam pemenuhan keperluan hidup sehari-hari. Ketidakstabilan ekonomi tersebut jelas mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat Indonesia, terutama untuk kalangan menengah ke bawah.Untuk tetap menjaga kualiatas hidup masyarakat serta membantu meningkatkan perekonomian masyarakat terutama dari sektor keluarga dibentuklah oleh Yayasan Fondasi Hidup Indonesia yaitu Program Saving Group ini. Masyarakat juga berharap melalui program ini, uang yang ditabungkan dari proses saving group ini mampu meningkatkan pemenuhan kebutuhan hidup mereka baik dan cukup atas ketidakstabilan ekonomi tersebut.

Adapun respon masyarakat meliputi 3 hal: yaitu persepsi masyarakat, sikap masyarakat dan partisipasi masyarakat, yang kemudian akan menghasilkan respon positif, netral, maupun negatif. Skematisasi kerangka pemikiran adalah proses transformasi narasi yang menerangkan hubungan atau konsep-konsep atau variable-variabel peneliti menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah perubahan cara penyajian dari narasi menjadi skema (2011: 132).

(36)

Gambar 2.1 Bagan Alir Pikir

Program Saving Group

PERSEPSI

a. Pengetahuan masyarakat tentang saving group

b. Pengetahuan masyarakat tentang tujuan saving group

c. Atensi masyarakat terhadap saving group

SIKAP

a. Bagaimana penilaian masyarakat terhadap saving group

b. Apakah masyarakat menerima atau menolak saving group c. Apakah masyarakat

(37)

2.9. Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut

dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138). Peneliti dapat memberikan batasan

mengenai konsep – konsep penelitian untuk menghindari kesalahpahaman arti dan

konsep penelitian yang digunakan. Adapun batasan konsep di dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Respon adalah istilah yang digunakan oleh

reaksi terhadap

diujudkan dalam bent

perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang

dipasangkan dengan

terbentuknya

adanya rangsang dari lingkungan. Jika rangsang dan respon dipasangkan

atau

rangsang yang dikondisikan.

2. Persepsi merupakan bagaian dari keseluruhan proses yang menghasilkan

tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Persepsi dan

kognisi diperlukan dalam semua kegiatan kehidupan. Rasa dan nalar bukan

merupakan bagaian yang perlu dari situasi rangsangan tanggapan, sekalipun

kebanyakan tanggapan individu yang sadar dan bebas terhadap satu

rangsangan atau terhadap satu bidang rangsangan sampai tingkat tertentu

(38)

3. Sikap adalah cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada orang

lain melalui perilaku. Sikap terbentuk melalui proses belajar (social

learning), yaitu sumber pembentukan sikap pada diri individu adalah orang

lain.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan diyakini banyak

pihak telah menjadi kata kunci dalam pengembangan pembangunan di era

otonomi daerah sekarang ini. Pembangunan yang melibatkan partisipasi

masyarakat ternyata telah gagal menciptakan keadilan dan kesejahteraan

masyarakat. Partisipasi merupakan jembatan penghubung antara pemerintah

sebagai pemegang kekuasaan, kewenangan, dan kebijakan dengan

masyarakat yang memiliki hak sipil, politik dan social ekonomi masyarakat.

5. Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan yg dialami seseorang

maupun sekelompok orang sehingga ia tidak dapat hidup diatas standar

kebutuhan hidup minimum.

6. Program Saving Group adalah program menabung yang terbagi dalam

beberapa kelompok menabung yang didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga

dan difasilitasi langsung oleh Yayasan Fondasi Hidup Indonesia dalam upaya

(39)

2.10 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat

diukur sehingga transformasi dari unsur konsep ke dunia nyata. Defenisi operasional

adalah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Perumusan defenisi konsep ditujukan

untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep – konsep, baik berupa objek,

peristiwa, maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam

upaya mentransformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep – konsep penelitian

dapat di observasi (Siagian, 2011:141).

Respon Masyarakat terhadap Pelaksanaan Program Saving Group dapat di ukur

dari :

a. Persepsi masyarakat mengenai pelaksanaan Saving Group dapat diukur dengan :

1. Pengetahuan masyarakat tentang Program Saving Group di Desa Sumbul

Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang.

2. Pengetahuan masyarakat tentang bagaimana pelaksanaan Program Saving

Group.

3. Pengetahuan masyarakat tentang tujuan dan manfaat Program Saving Group.

4. Atensi masyarakat terhadap Program Saving Group

b. Sikap masyarakat terhadap pelaksanaan Program Saving Group di di Desa

Sumbul Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang :

1. Penilaian adalah pengetahuan atau informasi yang dimilikki masyarakat

tentang Program Saving Group

2. Penolakan atau penerimaan adalah berhubungan dengan rasa senang atau

(40)

3. Masyarakat mengharapkan atau tidak mengharapkan adalah kesiapan

masyarakat dalam bertingkah laku yang berhubungan dengan Program

Saving Group.

c. Partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan Program Saving Group di Desa

Sumbul Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang :

1. Menikmati adalah masyarakat berperan serta dalam menikmati Program

Saving Group, dimana masyarakat menerima bantuan dari program ini.

2. Melaksanakan adalah masyarakat berperan serta dalam melaksanakan

Program Saving Group dengan persiapan, perencanaan, pemahaman, dan

evaluasi agar pelaksanaan program dapat berjalan dengan baik.

3. Menilai adalah masyarakat berperan serta dalam menilai hasil Program

Saving Group di mana masyarakat dapat menilai positif atau negatif hasil

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Alir Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan kelelahan (fatigue damage) dari masing-masing sea state dihitung menggunakan fungsi kepadatan peluang Rayleigh dimana fungsi ini menggambarkan distribusi

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh senam lansia terhadap penurunan tingkat nyeri gout arthritis di UPT PSTW Jombang.. Kata kunci : Lansia, nyeri

[r]

Bukti Pengalaman Kerja (SPK /kontrak) asli sesuai dengan pada isian kualifikasi.. pada SPSE paket pekerjaan tersebut

[r]

[r]

Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Boalemo Tahun 2012 akan melaksanakan Pengadaan Langsung dengan Prakualifikasi untuk paket

[r]