1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pihak manajemen suatu perusahaan berkepentingan untuk menyajikan
laporan keuangan sebagai suatu gambaran prestasi kerja mereka. Laporan ini berpotensi dipengaruhi kepentingan pribadi, sementara pihak ketiga, yaitu pihak eksternal selaku pemakai laporan keuangan sangat berkepentingan untuk
mendapatkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Disinilah peran akuntan publik sebagai pihak yang independen untuk menengahi kedua pihak (agen dan
prinsipal) dengan kepentingan berbeda tersebut (Lee, 1993 dalam Damayanti dan Sudarma, 2007), yaitu untuk memberi penilaian dan pernyataan pendapat (opini) terhadap kewajaran laporan keuangan yang disajikan. Pengertian Akuntan Publik
menurut Zulen (2013) adalah:
Akuntan yang telah memperoleh izi dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa yaitu mengurangi potensi ketidakwajaran dalam penyajian laporan keuangan dan menengahi kedua belah pihak (manajemen dan pemilik) yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu dengan cara menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Ketentuan mengenai Akuntan Publik di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008. Setiap Akuntan Publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh pemerintah.
Banyaknya perusahaan baru yang bermunculan, maka semakin banyak pula jasa akuntan publik yang dibutuhkan. Karena itu, Kantor Akuntan Publik (KAP) saling bersaing satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan klien
2 menilai kewajaran dari laporan keuangan perusahaan tersebut, sikap independensi auditor sangat diperlukan sebagai salah satu syarat penting yang dimiliki oleh
auditor dalam menjalankan profesinya. Kepercayaan klien akan menurun jika terdapat bukti bahwa sikap independensi yang dimiliki oleh auditor adalah palsu,
dan secara tidak langsung menyebabkan seluruh perusahaan berargumen bahwa semua Akuntan Publik tidak independen, seorang auditor harus tidak memiliki kewajiban dengan kliennya sebelum melaksanakan jasanya. Secara umum
menurut Mulyadi (2002) ada 3 aspek independensi auditor yaitu:
Independence in fact (independensi dalam fakta) yaitu auditor harus mempunyai kejujuran dan objektivitas yang tinggi sesuai dengan kenyataan). Independence in appreance (independensi dalam penampilan) yaitu pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Independence in competence (independen sesuai keahliannya) artinya keahlian seorang auditor menentukan independensinya.
Salah satu ancaman independensi auditor adalah audit tenure
berkepanjangan. Panjangnya masa audit di perusahaan, memungkinkan auditor untuk membangun “hubungan nyaman” atau hubungan kekeluargaan yang kuat dengan klien mereka, yang dapat mengancam independensi auditor. Sebab itu
audit tenure yang berkepanjangan dengan klien sebagai salah satu ancaman pada
independensi auditor. Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan publik dalam
fungsi audit dan untuk melindungi objektivitas auditor, seorang auditor dilarang memiliki hubungan pribadi dengan klien mereka yang dapat menimbulkan ketidakindependensian. Salah satu anjuran adalah memiliki rotasi wajib auditor,
3 melindungi publik melalui peningkatan kewaspadaan untuk setiap kemungkinan ketidaklayakan, peningkatan kualitas pelayanan dan mencegah hubungan yang
lebih dekat dengan klien”.
Fenomena mengenai pergantian auditor atau Kantor Akuntan Publik
(KAP) memang sangat menarik untuk dikaji, hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan pergantian auditor atau KAP. Faktor-faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor klien
maupun faktor yang berasal dari auditor. Menurut Febrianto (2009), pergantian auditor bisa terjadi secara voluntary (sukarela) atau secara mandatory (wajib). Jika
pergantian auditor terjadi secara voluntary, maka faktor-faktor penyebab dapat berasal dari sisi klien (misalnya kesulitan keuangan, manajemen yang gagal, perubahan ownership, Initial Public Offering, dan sebagainya) dan dari sisi
auditor (misalnya fee audit, kualitas audit, dan sebagainya). Sebaliknya, jika pergantian terjadi secara mandatory, seperti yang terjadi di Indonesia, hal itu
terjadi karena adanya peraturan yang mewajibkan.
Adanya peraturan mengenai pergantian KAP secara wajib di Indonesia menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti. Sebenarnya faktor apa yang
mempengaruhi perusahan-perusahaan di Indonesia melakukan auditor switching terutama jika auditor switching terjadi di luar ketentuan peraturan yang telah
ditetapkan dan bagaimana pengaruh dari adanya peraturan pergantian KAP secara wajib tersebut.
Indonesia adalah salah satu negara yang telah mengatur kewajiban rotasi
4 Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 tentang “Jasa Akuntan Publik” (pasal 2) sebagai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
423/KMK.06/2002. Peraturan ini membahas mengenai pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor
Akuntan Publik(selanjutnya disebut KAP) paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Kemudian peraturan tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008
tentang “Jasa Akuntan Publik”. Perubahan yang dilakukan adalah, pertama, pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan
oleh seorang Akuntan Publik 3 (tiga) tahun buku berturut-turut (pasal 3 ayat 1). Kedua, akuntan publik dan Kantor Akuntan Publik dapat menerima kembali
penugasan audit umum untuk klien setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien yang sama (pasal 3 ayat 2 dan 3). Maka penelitian ini membahas penyebab sebuah perusahaan mengganti auditor
atau KAP secara sukarela (Voluntary) bukan karena peraturan wajib oleh pemerintah (Mandatory).
Independensi merupakan syarat utama yang harus ada pada setiap diri auditor ketika ia menjalankan tugasnya dalam mengaudit laporan keuangan dimana ia diharuskan untuk memberikan jasa atestasi atas kewajaran laporan
5 dipengaruhi (Standar Profesional Akuntan Publik/SPAP 2001), sehingga auditor akan melaporkan apa yang ditemukannya selama ia melakukan pengauditan.
Salah satu contoh kasus di luar Indonesia yang berhubungan dengan
independensi adalah adanya pesan pergantian Kantor Akuntan Publik (KAP)
dilatarbelakangi oleh runtuhnya KAP Arthur Andersen di Amerika Serikat pada tahun 2001, kasus perusahaan Enron (2001) melibatkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen. Harga saham perusahaan Enron menurun dan akhirnya
mengalami kebangkrutan setelah diketahui bahwa laba yang diungkapkan selama ini merupakan menipulasi. KAP Arthur Andersen tidak mampu menjaga
independensinya yang dimilikinya sehingga menyebabkan KAP tersebut menjadi pihak yang menanggung akibatnya. Selain bertugas sebagai auditor, KAP Arthur Andersen juga berperan dalam memberikan jasa akuntansi. Hal ini menyebabkan
independensi KAP Arthur Andersen terganggu karena terjadi hubungan financial terhadap perusahaan.Akibat peristiwa tersebut, KAP Arthur Andersen akhirnya
ditutup. Banyak hal kasus seperti Enron yang belum terdengar isunya, tetapi pastilah ada kasus-kasus yang menyerupai di luar jangkauan peneliti yang nantinya dapat dianalisa oleh peneliti selanjutnya.
Maka berdasarkan semua isu tersebut, penelitian ini memberikan keterangan atas penyebab auditor switching pada independensi auditor di
Indonesia khususnya pada periode dan objek penelitian yang terkini. Penelitian mengenai auditor switching masih sangat menarik untuk diteliti karena hasil empiris penelitian terdahulu berbeda-beda namun ada pula yang sama, beberapa di
6 perusahaan manufaktur, menggunakan variabel independen ukuran KAP, ukuran klien, tingkat pertumbuhan klien, financial distress, audit tenure, dewan
komisaris, opini audit, dengan hasil empiris variabel audit tenure signifikan. Kemudian Wijayanti (2010), dengan menggunakan objek penelitian perusahaan
manufaktur, menggunakan variabel independen yaitu ukuran KAP, ukuran klien, tingkat pertumbuhan klien, financial distress, pergantian manajemen, opini audit, fee audit dengan hasil empirisvariabelukuran KAP dan fee audityang signifikan,
dan Astrini (2013) juga menggunakan objek perusahaan manufaktur, menggunakan variabel independen reputasi auditor, pergantian manajemen,
financial distress, opini akuntan, audit tenure, dengan hasil empiris variebel audit
tenure signifikan sama halnya dengan Sihombing Mutiara (2012).
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian terdahulu yaitu Wijaya(2010)
dengan objek penelitian perusahaan manufaktur, variabel dependennya adalah auditor switching dan variabel independennya adalah financial distress,
pergantian manajemen, opini audit, ukuran KAP, dengan hasil empiris variabel opini audit dan ukuran KAP yang signifikan. Pada dasarnya penelitian ini menggunakan variabel independen yang sama dengan penelitian Wijaya(2010),
yaitu financial distress, pergantian manajemen, opini audit, ukuran KAP, dengan perbedaan pada tahun penelitian. Sebab adanya perbedaan tahun dapat
membedakan hasil dari penelitian tersebut. Selain itu, peneliti juga menambahkan variabel independen lain yang tidak dipertimbangkan oleh Wijaya(2010) dalam penelitiannya, yaitu fee audit dan audit tenure. Karena variabel feeaudit masuk
7 pertimbangan penelitian. Sedangkan variabel audittenure, karena dalam penelitianSihombing Mutiara (2012) dan Astrini (2013) variabel tersebut
berpengaruh signifikan terhadap auditor switching.
Berdasarkan uraian di atas, maka adapun judul penelitian ini adalah:
“PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, PERGANTIAN MANAJEMEN, OPINI AUDIT, UKURAN KAP, AUDIT TENURE, FEE AUDIT TERHADAP AUDITORSWITCHING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:Apakah financial distress, pergantian manajemen,
opini audit, ukuran KAP, audit tenure, fee audit berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap auditor switching pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah:
1.3.1 Tujuan Penelitian
8 secara parsial maupun simultan terhadap auditor switching pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikanmanfaat
bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Penulis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk
menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai auditor switching.
2. Bagi Akademisi
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendapat dan wawasan terkini terhadap pengembangan pengauditan khususnya mengenai
auditor switching.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya