164
PENGARUH RISIKO PASAR, UKURAN PERUSAHAAN, TINGK AT PENGEM B ALIAN 3 B ULAN, 6 B ULAN DAN 12 B ULAN TERHADAP
KEPUTUSAN INVESTOR DI BURSA EFEK INDONESIA (Studi Kasus Pada Perusahaan Non Perbankan yang
Termasuk Dalam Indeks LQ45 Periode 2010-2014)
Noprian
Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen, Universitas Sumatera Selatan
E-mail : [email protected]
ABSTRACT
Return is one of the investor’s motivation in investment decision making. Investment decision associate with whether to sell or buy stocks. Trading activity is reflected by stock trading volume with indicator of trading volume activity (TVA). In other words trading volume represent investor’s supply and demand in the stock market which is amanife station of investor behavior. The objective of this research is to analyze the influence of market risk, size, The results of the analysis and testing that has been done indicates that overall investors' decisions are influenced by market risk, company size, rate of return of 3-month, 6-month rate of return and the rate of return of 12 months. While partially market risk, rate of return of 3-month and 12-month rate of return no significant effect on investor decisions. Company size and rate of return of 12 months affect the decision of investors. The independent variables contributing effect of 0.881, or 88.1 % on the dependent variable while the remaining 0.119 or 11.9 % is given donations influenced by other variables .
Keywords : Investor Decision, Market Risk, Size and Return
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pasar modal telah menjadi perhatian masyarakat sebagai salah satu kegiatan ekonomi, bahkan perkembangan pasar
modal dijadikan sebagai indicator
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Indonesia pasar modal memiliki dua fungsi, yakni fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.
Pasar modal menjalankan fungsi
ekonominya sebagai fasilitator antara pihak yang kelebihan dana (investor) dengan pihak yang membutuhkan dana (emiten). Sedangkan fungsi keuangan dijalankan
pasar modal dalam memberikan
kemungkinan memperoleh imbal hasil (return) bagi pemilik dana. Kinerja pasar modal dapat dilihat dari perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Selama tahun 2008 IHSG mengalami penurunan, hal ini terutama disebabkan oleh adanya gejolak eksternal yang bersumber dari permasalahan utama di bursa global, sehingga penurunan kinerja ini tidak berlangsung lama. Bahkan pada
tahun 2009 perekonomian Indonesia
mampu tumbuh sebesar 4,5%, tertinggi ketiga didunia setelah China dan India. Peningkatan indeks serta perekonomian yang stabil membuat persepsi risiko investasi terus membaik. Hal ini kemudian diharapkan akan meningkatkan minat investor untuk terus berinvestasi di pasar modal.
Dalam menjalankan aktivitas
investasi, investor didasarkan pada perilaku atau startegi yangsecara garis besar
dibedakan menjadi dua, yakni kontrarian dan momentum. Investor kontrarian selalu mengambil posisi yang berlawanan dengan pasar (Manurung, 2009). Mereka akan membeli saham yang banyak dilepas oleh investor lain dan membeli saham yang banyak dibeli oleh investor lain. DeBondt dan Thaler (1985) menemukan adanya
abnormal return yang disebabkan oleh
efek pembalikan (reversal) pada saham-saham kinerja buruk (loser) setelah tiga hingga lima tahun akan cenderung menjadi
saham berkinerja baik (winner).
Sedangkan investor momentum mengikuti pergerakan bursa untuk membeli dan menjual saham (Manurung, 2009).
Investor akan membeli saham ketika harga terus naik,dan menjual sahamnya ketika pergerakan naiknya telah melemah dan berbalik arah. Indikator yang digunakan adalah nilai penutupan hari ini terhadap nilai penutupan hari sebelumnya. Jika indicator tersebut bernilai positif, berarti telah terjadi kenaikan(trennaik).
Aktivitas jual beli yang dilakukan investor tersebut akan menyebabkan pergerakan pada supply dan demand terhadap saham di pasar modal. Besarnya jumlah transaksi yang terjadi dapat dilihat dari besarnya volume perdagangan. Namun aktivitas jual beli yang dilakukan investor didasarkan pada kemampuan investor dalam menerjemahkan informasi. Hal tersebut kemudian akan mempengaruhi perubahan harga saham. Ketika respon investor akan suatu informasi adalah negatif yang ditandai dengan adanya aksi jual saham, berartisupply saham tersebut akan meningkat. Ketika supply meningkat, maka harga akan cenderung turun, sehingga return yang terjadi bernilai negatif.
Return merupakan salah satu yang
mendasari keputusan investor dalam berinvestasi. Dapat dikatakan bahwa
return yang terjadi merupakan respon
investor terhadap suatu informasi.
Keputusan investor berkaitan dengan keputusan apakah akan membeli atau menjual saham. Aktifitas jual beli saham direfleksikan oleh volume perdagangan
saham dengan indikator trading
volumeactivity (TVA).Volume perdagangan memperlihatkan banyaknya jumlah saham yang diperjualbelikan dalam periode waktu tertentu mencerminkan
kekuatan antara penawaran dan
permintaan yang merupakan manifestasi tingkah laku investor. Oleh karena itu, keterkaitan antara return dan volume perdagangan diduga mampu merefleksikan variabel keputusan investor.
Meskipun return merupakan hal yang dicari oleh investor, namun hampir
semuai nvestasi mengandung
ketidakpastian atau risiko. Model asset
pricing banyak dikembangkan guna memungkinkan untuk mengukur risiko yang relevan. Sharpe (1964) mengembangkan
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
yang telah mendominasi teori keuangan selama lebih dari 50 tahun, menyatakan bahwa faktor risiko pasar tunggal merupakan satu-satunya faktor yang mampu mengukur risiko sitematis dari sekuritas. Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi suatu sekuritas yang disebabkan oleh faktor-faktor pasar, seperti faktor
ekonomi, politik, dan sebagainya
(Tandelilin,2001). Dalammodel CAPM, risiko pasar digambarkan oleh beta(β). Beta mengukur sensitivitas perubahan return saham sebagai akibat perubahan return pasar. Beta sama dengan1(β=1), maka kenaikan return sekuritas tersebut sebanding dengan return pasar. Jika beta lebih dari 1 (β>1) berarti kenaikan return sekuritas lebih tingggi disbanding return pasar. Beta lebih dari 1 biasanya dimiliki oleh aggressive stock (saham yang
agresif), terutama saham dengan
kapitalisasi besar. Beta kurang dari1(β<1) berarti kenaikan return sekuritas lebih kecil dari kenaikan return pasar, terutama
166
dimiliki oleh defensive stock (saham bertahan) yakni saham dengan kapitalisasi kecil.
Namun, pada kenyataannya tingkat pengembalian saham tidak dapat secara penuh dijelaskan oleh faktor tunggal saja. Fama dan French (1992) mengembangkan model assetpricing yang didasarkan pada model multiindeks dengan menggunakan faktor karakteristik perusahaan sebagai proksi eksposur terhadap risiko sistematis. Model ini di dasarkan pada penelitian yang
menemukan adanya hubungan dan
pengaruh antara size dan book to market terhadap return saham. Diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Banz (1981) yang menguji faktor lain di samping risiko pasar yang dapat mempengaruhi return saham, yakni firm size. Size merupakan
market value dari sebuah perusahaan yang
dapat diperoleh dari perhitungan harga saham dikalikan jumlah saham yang diterbitkan (outstandingshares). Market
value inilah yang biasanya disebut dengan market capitalization (kapitalisasi pasar).
Kapitalisasi pasar mencerminkan nilai kekayaan saat ini. Dengan kata lain, kapitalisasi pasar adalah nilai total dari semua outstanding shares yang ada. Ia menemukan bahwa saham dengan nilai
kapitalisasi pasar rendah dapat
menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan saham dengan kapitalisasi besar. Temuan ini kemudian dikenal dengan size effect, meskipun hasil tersebut tidak dapat dibuktikan kembali oleh Al-Mwalla (2010) dan Novak dan Petr (2010).
Sementara itu, Staatman (dalam
Fama dan French,1992) menemukan
bahwa perusahaan dengan rasio book to
market yang tinggi menunjukkan return
yang tinggi pula. Penelitian Chandkk (1985)jugamenunjukkanhal yang serupa dengan Staatman,yakni terdapat korelasi antara return dengan rasio book to
market. Fama dan French (1992) dalam
jurnal yang berjudul The Cross Section Of
Expected Stock Return menunjukkan
bahwa hubungan book to market dengan
return lebih kuat dibandingkan dengan firm size. Sharpe (1997) menjelaskan yang
dimaksud dengan book to market ratio adalah nilai perbandingan antara nilai buku
(book value) perusahaan terhadap nilai
pasarnya (market value). Nilai pasar ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar saham. Sedangkan nilaibuku menunjukkan aktiva bersih (net
asset) yang dimiliki oleh pemegang saham,
sama dengan total ekuitas pemegang saham. Book to market ratio merupakan rasio yang digunakan sebagai indicator untuk mengukur kinerja perusahaan melalui harga pasarnya.
Akan tetapi, faktor risiko pasar, size, dan book to market ratio belum dapa t menjelaskan pola pembalikan jangka pendek (shorttermreversal). Kemudian Carhart (1997) menambahkan efek kinerja
return ke dalam model Fama dan French.
Efek kinerja return ditemukan oleh Jaga desh dan Titman (1993) yang dalam penelitiannya menemukan bahwa return saham menunjukkan persis tensi jangka pendek, yakni saham dengan kinerja yang baik dimasa lalu juga menunjukkan kinerja yang baik dimasa datang. Mereka menunjukkan bahwa dengan menggunakan strategi membeli saham yang menunjukkan kinerja yang baik (winner) pada 3, 6, 9, dan 12 bulan sebelumnya dan menjual saham-saham yang memberi kinerja yang buruk (loser) mampu menghasilkan return positif pada masa 12 bulan setelahnya. Mereka kemudian menyebut efek dari saham winner (loser) dimasa lalu yang terus menunjukkan kinerja yang baik
(buruk) sebagai efek momentum.
Persistensi return yang positif sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rouwen horst (1998) serta Tai
(2003),walaupun hal ini kemudian belum bisa dibuktikan kembali oleh Chandkk
(1995), Al-Mwalla (2010), dan Novak dan Petr (2010).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang dijabarkan di atas peneliti membuat rumusan permasalahan penelitian sebagai berikut :
a. Apakah terdapat pengaruh risiko pasar, ukuran perusahaan, tingkat pengembalian investasi 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan secara bersama-sama terhadap keputusan investor di Bursa Efek Indonesia?
b. Apakah terdapat pengaruh resiko pasar terhadap keputusan investor di Bursa Efek Indonesia?
c. Apakah terdapat pengaruh ukuran
perusahaan terhadap keputusan
investor di Bursa Efek Indonesia? d. Apakah terdapat pengaruh tingkat
pengembalian investasi 3 bulan
terhadap keputusan investor di Bursa Efek Indonesia?
e. Apakah terdapat pengaruh tingkat
pengembalian investasi 6 bulan
terhadap keputusan investor di Bursa Efek Indonesia?
f. Apakah terdapat pengaruh tingkat pengembalian investasi 12 bulan terhadap keputusan investor di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui Pengaruh Risiko Pasar,
Ukuran Perusahaan, Tingkat
Pengembalian Investasi 3 bulan, 6
bulan dan 12 bulan terhadap
Keputusan Investor di Bursa Efek Indonesia.
b. Mengetahui Pengaruh Risiko Pasar terhadap Keputusan Investor di Bursa Efek Indonesia.
c. Mengetahui Pengaruh Ukuran
Perusahaan terhadap Keputusan
Investor di Bursa Efek Indonesia.
d. Mengetahui Pengaruh Tingkat
Pengembalian Investasi 3
bulanterhadap Keputusan Investor di Bursa Efek Indonesia.
e. Mengetahui Pengaruh Tingkat
Pengembalian Investasi 6
bulanterhadap Keputusan Investor di Bursa Efek Indonesia.
f. Mengetahui Pengaruh Tingkat
Pengembalian Investasi 12
bulanterhadap Keputusan Investor di Bursa Efek Indonesia.
2. TINJUAN PUSTAKA
Keputusan investasi berkaitan
dengan keputusan apakah akan membeli atau menjual saham. Keputusan jual atau beli saham dapat didasarkan pada harga saham, return saham, excess return saham, dan alpha saham (Samsul, 2006). Pada dasarnya untuk memutuskan akan menjual atau membeli perlu diketahui posisi saham apakah sudah undervalued (dikatakan murah) atau sudah overvalued (dikatakan mahal).
168
Tabel Saham Undervalued dan Overvalued
Undervalued, jika Overvalued, jika
1. Harga prediksi > harga sekarang 2. Return prediksi > return sekarang 3. Excess return positif
4. Alpha positif Keputusan jual
1. Harga prediksi < harga sekarang 2. Return prediksi < return sekarang 3. Excess return negative
4. Alpha negatif Keputusan beli Sumber : Samsul, 2006
Keputusan investor untuk menjual
dan membeli tidak terlepas dari
karakteristik investor tersebut.Tipe investor terhadap risiko yang ditolerir dapat dibedakan menjadi 3, yakni risk
seeker yang menyukai risiko walaupun
risiko tersebut bisa lebih besar dari imbal hasil yang didapatnya.Kemudian investor netral yang memilih besaran risiko yang seimbang dengan imbal hasil yang diperolehnya. Kemudian yang terakhir adalah investor risk averse yang masih bisamentolerir risiko yang kecil, bukan
berarti tidak mau menerima atau
menghindari risiko (Manurung, 2009)
2.1 Kontrarian
Manurung (2009) menjelaskan
bahwa yang disebut investor kontrarian adalah investor yang melakukan transaksi
saham yang berlawanan dengan
kebiasaan. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Debondt dan Thaler (1985) yang mengamati perilaku investor yang membeli saham-saham loser dikarenakan adanya harapan dari para investor tersebut bahwa saham-saham
loser dalam jangka panjang akan memberi
imbal hasil melebihi saham-saham yang sebelumnya adalah saham winner. Dengan berperilaku kontrarian seperti itu
memungkinkan investor mendapatkan
abnormal return.Gejala ini terjadi karena
adanya reaksi yang berlebihan oleh pasar
sehingga menyebabkan terjadinya
reversal.
Berdasarkan penelitian DeBondt dan Thaler (1985, dalam Widiastuti dkk, 2011) tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kontrarian dapat diindikasikan dengan adanya abnormal return yang terjadi akibat adanya reversal. Abnormal
return adalah selisih antara return
sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi (Jogiyanto, 2008) dirumuskan sebagai berikut :
ARit = Rit – E (Rit)
Dimana,
ARit : abnormal lreturn sekuritas i pada
periode peristiwa t
Rit : return sesungguhnya sekuritas i
pada periode peristiwa t
E(Rit) : return ekspektasi sekurits i pada
periode peristiwa t
2.2 Momentum Tingkat Laju Harga atau Volume Sekuritas
Dalam investopedia, momentum
diartikan sebagai tingkat laju harga atau
volume sekuritas yang merupakan
kelanjutan dari tren. Investor akan membeli saham ketika harga terus naik, dan menjual sahamnya ketika pergerakan naiknya telah melemah dan berbalik arah. Indikator yang digunakan adalah nilai penutupan hari ini terhadap nilai penutupan hari sebelumnya.Jika indikator
tersebut bernilai positif, berarti telah terjadi kenaikan (tren naik).Perilaku ini disebut juga dengan market timing
investment strategy.
Manurung (2009) menjelaskan
bahwa investor yang mengacu pada
momentum menggunakan pergerakan
bursa untuk membeli dan menjual saham di bursa. Jika saham diperkirakan akan mengalami kenaikan (bullish), investor akan membeli saham dan menjualnya ketika bursa akan mengalami penurunan (bearish). Berarti dalam infolific
menggambarkan bahwa perilaku investor
momentum didasarkan pada kinerja
(performance) sekuritas tersebut,
“Momentum Investors will buy stocks, REITs, precious metals, currency, bonds, mutual funds, and anything else that is currently hot. Asset type doesn't matter, only performance”. Mereka mengelola
risiko dengan melepaskan saham yang mulai menunjukkan tanda-tanda kinerja (performance) yang memburuk.
2.3 Model Indeks
Model indeks atau model faktor
mengasumsikan bahwa tingkat
pengembalian suatu saham sensitif
terhadap perubahan berbagai macam faktor atau indeks. Sebagai suatu proses perhitungan tingkat pengembalian, suatu model indeks berusaha untuk mencakup kekuatan ekonomi utama yang secara sistematis dapat menggerakkan harga saham untuk semua sekuritas (Halim, 2005).
Bodie, dkk. (2006) memisalkan kita meringkas seluruh faktor ekonomi yang relevan dengan satu indikator ekonomi makro dan berasumsi bahwa hal itu menggerakan pasar secara keseluruhan. Selain faktor umum tersebut, seluruh ketidakpastian imbal hasil (return) saham
disebabkan oleh faktor spesifik
perusahaan yang tidak berkorelasi dengan sekuritas lain. Perusahaan yang berbeda
memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap peristiwa ekonomi makro. Hal tersebut dinotasikan dalam persamaan sebagai berikut :
ri =E(ri)+ βiF + έi
Dimana :
ri : return sekuritas i
E(ri) : return yang diharapkan dari
sekuritas i
βi : sensitivitas sekuritas i
F : faktor makro
έi : pengaruh dari peristiwa spesifik
perusahaan yang tidak
diantisipasi
Model indeks tunggal atau single
index model sebenarnya hampir sama
dengan model Markowitz, yakni model portofolio untuk meminimumkan varian. Perbedaannya, model indeks tunggal mengasumsikan terdapat sisa saham yang tidak berkorelasi sempurna.
William Sharpe (1963)
menggunakan model indeks tunggal
sebagai salah satu alternatif untuk
memperkirakan hasil pengembalian
berbagai sekuritas individual maupun institusional.Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar.
Formula model indeks tunggal oleh Sharpe ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut,
rit = αi + βirMt + ei.t
Dimana :
rit : return sekuritas i pada periode
waktu t
rMt : return pasar pada periode waktu t αi : konstanta yang diukur dari return
sekuritas i yang tidak dipengaruhi oleh return pasar
βi : ukuran sensitivitas dari return
170
έi.t : tingkat kesalahan (error), bagian
dari return sekuritas yang diabaikan oleh αi danβi`
Model indeks tunggal
mengasumsikan bahwa tingkat
pengembalian antar 2 (dua) sekuritas atau lebih akan berkorelasi, yaitu akan bergerak bersama dan memiliki reaksi yang sama atas satu faktor atau indeks yang dimasukkan dalam model. Faktor atau indeks tersebut adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Halim, 2005).
2.4 Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Model CAPM dikenalkan oleh Treynor, Sharpe, dan Lintner yang merupakan pengembangan dari teori
portofolio yang dikemukakan oleh
Markowitz dengan memperkenalkan
istilah baru yaitu risiko sistematik dan risiko spesifik atau risiko tidak sistematis.
Pada tahun 1990, William Sharpe
memperoleh nobel ekonomi atas teori pembentukan harga aset keuangan yang kemudian disebut Capital Asset Pricing
Model (Naftali, 2009).
Bodie dkk (2006) menjelaskan bahwa CAPM merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern.Capital Asset
Pricing Model (CAPM) memberikan
prediksi yang tepat antara risiko suatu aset dengan tingkat harapan pengembalian (expected return). Model ini menjelaskan bahwa tingkat return yang diharapkan adalah penjumlahan dari return asset bebas risiko dan premium risiko. Premium risiko dihitung dari beta dikalikan dengan premium risiko pasar yang diharapkan. Premium risiko pasar dihitung dari tingkat
return pasar yang diharapkan dikurangi
dengan return asset bebas risiko. Capital
Asset Pricing Model dirumuskan sebagai
berikut (Bodie dkk, 2006),
Rs = Rf + βs (Rm – Rf)
Dimana,
Rs : return ekspektasi sekuritas i
Rf :returnasset bebas risiko (risk free rate)
Βs : ukuran sensitivitas sekuritas i Rm : return pasar yang diharapkan
2.5 Multi Indeks
Bodie dkk. (2006) mendasari
pemikiran tentang model multifaktor sebagai berikut,
“… perlu dicatat bahwa bahwa faktor sistematis atau makro yang diringkas oleh imbal hasil pasar berasal dari berbagai sumber, seperti ketidakpastian tentang siklus bisnis, tingkat bunga, inflasi, dan sebagainya … Jika saham sabenarnya berbeda dalam nilai beta relatifnya terhadap berbagai faktor ekonomi makro, maka menggabungkan seluruh sumber risiko sistematis kedalam satu variabel seperti imbal hasil indeks akan mengabaikan nuansa yang menjelaskan imbal hasil saham dengan lebih baik.”
Tidak jauh berbeda dengan model indeks tunggal yang dikemukankan oleh Bodie dkk (2006) model multifaktor dapat diformulasikan sebagai berikut,
ri = E(ri) + β1F1 + β2F2 + … + βnFn + ei
Dimana,
ri : return sekuritas i
E(ri) : return ekspektasi sekuritas i
βn : ukuran sensitivitas sekuritas i
terhadap Fn
Fn : faktor makro ke n
Fama dan French menggunakan karakteristik perusahaan sebagai proksi eksposur terhadap risiko sistematis (Bodie dkk.,2006). Karakteristik perusahaan yang diuji oleh Fama dan French adalah size dan book-to-market. Model ini dikenal sebagai three faktor mode Fama-French.
Three faktor model diformulasikan sebagai berikut (Fama-French, 1993),
Ri(t)- RF (t) = αi + bi RM t – RF t + si .
SMB (t) + hi . HML (t) + ei (t)
Dimana :
Ri(t) : return pada aset i pada periode
waktu t
RF (t) : risk free rate pada periode waktu
t
SMB(t): perbedaan return antara jenis
portofolio small stock dan big
stock pada periode waktu t HML(t): perbedaan return antara jenis
portofolio high book to market
(value) stock dan low book to market (growth) stock pada
periode waktu t
Carhart (dalam Fama-French, 2011) pada tahun 1997 meneliti lebih lanjut tentang model 3 faktor Fama-French dengan menambahkan efek dari kinerja saham di masa lalu terhadap kinerja saham tersebut di masa mendatang ke dalam model 3 faktor Fama-French, ia menyebut faktor tersebut sebagai winners
minus losers (WML). Model ini dikenal
sebagai model 4 faktor (four factor
models), dengan persamaan sebagai berikut :
Ri(t)- RF (t) = αi + bi RM t – RF t + si .
SMB (t) + hi . HML (t) +wWML t + ei(t)
Dimana,
WML(t) : perbedaan return bulan t antara jenis fortopolio winner dan
loser pada tahun yang lalu
2.6 Volume Perdagangan
Volume perdagangan adalah
banyaknya lembar saham suatu emiten yang diperjualbelikan di pasar modal setiap hari dengan tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli
saham melalui perantara perdagangan atau broker.Volume perdagangan merupakan hal yang penting bagi seorang investor,
karena volume perdagangan saham
menggambarkan kondisi efek yang
diperjualbelikan di pasar modal (Wahyu dan Andi, 2005).
Volume perdagangan merupakan
petunjuk mengenai kekuatan dan
kelemahan pasar. Konsep ini menganggap
bahwa kenaikan atau penurunan
pergerakan pasar saham yang yang disertai dengan volume perdagangan yang
besar menandakan kekuatan pasar,
sedangkan jika tidak disertai dengan volume yang besar menandakan pasar yang lemah (Pring dalam Cardina, 2003)
Huang (dalam Ratnawati, 2002)
mengatakan volume perdagangan
merupakan suatu penjumlahan dari tiap transaksi yang terjadi pada bursa saham pada suatu waktu tertentu dan saham tertentu.Ia meyakini bahwa ketika volume cenderung mengalami kenaikan saat harga
mengalami penurunan maka pasar
diindikasikan dalam keadaan bearish, dan ketika volume cenderung naik saat harga
mengalami kenaikan, maka pasar
diindikasikan dalam keadaan bullish. Sedangkan ketika volume cenderung mengalami penurunan selama harga jual mengalami penurunan, maka pasar dalam keadaan bearish, dan ketika volume cenderung turun selama harga jual mengalami kenaikan, maka pasar dalam keadaan bullish.
Volume perdagangan atau trading
volume activity merupakan indikator dari
reaksi pasar (Rohman, 2005). Pelaku pasar akan bereaksi jika terdapat informasi yang dapat mempengaruhi investasi mereka. Peningkatan volume perdagangan memiliki arti ganda. Jika volume meningkat disebabkan naiknya permintaan pasar, hal ini mengindikasikan
informasi yang baik bagi pelaku
172
penjualan, hal ini menunjukkan informasi yang ada bernilai negatif bagi perusahaan.
Sudana dan Pradityo (1999)
mengatakan bahwa volume transaksi saham merupakan jumlah lembar saham yang ditransaksikan oleh investor di
perdagangan saham.Menurut Morse
(1981) dengan volume perdagangan
saham dapat merefleksikan semua
aktivitas perdagangan investor di pasar. Karena menurutnya volume perdagangan
adalah jumlah saham yang
diperdagangkan pada suatu hari tertentu dan pengukurannya didasarkan pada
supply-demand analysist.
Aktivitas perdagangan saham dilihat dengan menggunakan indikator trading
volume activity dengan formula sebagai
berikut (Jogiyanto, 2003)
TVAit =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡
Perkembangan volume perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara
penawaran dan permintaan yang
merupakan manifestasi dari tingkah laku investor.Naiknya volume perdagangan merupakan kenaikan aktivitas jual beli antara investor di bursa. Semakin
meningkat volume penawaran dan
permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya terhadap pergerakan harga
saham di bursa dan semakin
meningkatnya volume perdagangan saham menunjukkan semakin diminatinya saham tersebut oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh terhadap naiknya harga atau return saham.
2.7 Return Saham
Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati pemodal atau investor atas suatu investasi yang dilakukannya. Return yang diterima oleh investor tergantung dari instrumen
investasi yang dibeli atau
ditransaksikannya. Dalam Jogiyanto
(1998) return sendiri merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa
return realisasi (realised return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang
telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis yang digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi merupakan dasar dari penentuan
return ekspektasi. Sedangkan return
ekspektsi merupakan return yang
diharapkan terjadi dimasa datang yang sifatnya belum pasti.
Dalam melakukan investasi return
dihitung menggunakan total return
(Jogiyanto, 2003). Total return merupakan
return keseluruhan dari suatu investasi
dalam suatu periode tertentu. Total return terdiri dari capital gain (loss) dan yield.
Capital gain (loss) merupakan selisih
untung (rugi) dari harga investasi sekarang, relatif dengan harga periode yang lalu.Capital gain sangat tergantung dari harga pasar instrumen investasi yang
bersangkutan yang berarti bahwa
instrumen investasi tersebut harus diperdagangkan di pasar. Karena dengan adanya perdagangan maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen investasi. Sedangkan yield merupakan persentase deviden terhadap harga saham periode sebelumnya.
Total return diformulasikan
sebagai berikut (Jogiyanto, 2003),
r = capital gain loss + yield
=𝑝𝑡+ 𝑝𝑡−1 𝑝𝑡−1 + 𝐷𝑡 𝑃𝑡−𝑡 = 𝑃𝑡+ 𝑃𝑡−1+ 𝐷𝑡 𝑃𝑡−1 Dimana,
r : total return saham
Pt-1 : harga saham pada periode
sebelumnya (t-1)
Dt : deviden yang dibagikan pada
periode t
Dalam penelitian ini karena tujuan penulis adalah menganalisis perilaku investor pada short horison, yield
bukanlah tujuan utama sehingga penulis mengesampingkan nilai yield.
2.8 Risiko Pasar
Risiko merupakan besarnya
penyimpangan antara tingkat
pengembalian yang diharapkan dengan tingkat pengembalian aktual. Investor dalam menjalankan aktivitas investasinya dihadapkan oleh 2 macam risiko, yaitu risiko tidak sistematis dan risiko sistematis (Jogiyanto, 2000).Risiko tidak sistematis berkaitan dengan kejadian khusus yang terjadi pada suatu perusahaan tertentu, seperti pemogokan, program
pemasaran yang gagal, pergantian
kepemimpinan, dan sebagainya. Karena kejadian tersebut pada dasarnya bersifat acak, maka risiko dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi. Risiko tidak sistematis perusahaan tidak berkorelasi dengan perusahaan lainnya (Haruman, 2005). Sedangkan risiko sistematis adalah risiko sekuritas yang tidak dapat dihilangkan.Umumnya berasal dari faktor yang secara sistemtik mempengaruhi perusahaan, seperti inflasi, nilai mata uang, dan suku bunga.Risiko sistematis disebut juga risiko pasar (market risk), karena dampaknya mempengaruhi semua saham.
Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi suatu sekuritas yang disebabkan oleh faktor-faktor pasar, seperti faktor
ekonomi, politik, dan sebagainya
(Tandelilin, 2001). Dalam model CAPM, risiko pasar digambarkan oleh beta (β) yang berkorelasi positif terhadap return. Semakin tinggi nilai beta, maka akan
semakin tinggi pula nilai return yang diisyaratkan.
Risiko pasar dapat diestimasi dengan menggunakan data historis return dari sekuritas dan return dari pasar selama periode tertentu. Perubahan return pasar
menggunakan indeks harga saham
gabungan, misalnya IHSG BEI (Halim, 2005). Jika beta sama dengan 1 (β = 1), maka kenaikan return sekuritas tersebut sebanding dengan return pasar. Jika beta lebih dari 1 (β > 1) berarti kenaikan return sekuritas lebih tingggi dibanding return pasar. Beta lebih dari 1 biasanya dimiliki oleh aggressive stock (saham yang
agresif), terutama saham dengan
kapitalisasi besar. Beta kurang dari 1 (β < 1) berarti kenaikan return sekuritas lebih kecil dari kenaikan return pasar, terutama dimiliki oleh defensive stock (saham bertahan) yakni saham dengan kapitalisasi kecil. Risiko pasar dihitung dengan membandingkan antara return saham i periode t dengan return pasar periode t.
2.9 Ukuran Perusahaan (Firm Size) Size merupakan ukuran besar kecilnya suatu perusahaan. Berdasarkan ukurannya, perusahaan dibedakan menjadi 3, yakni besar (big), sedang (medium), dan kecil (small). Firm size merupakan market
value dari sebuah perusahaan yang dapat
diperoleh dari perhitungan harga saham dikalikan jumlah saham yang diterbitkan
(outstanding shares).Market value inilah
yang biasanya disebut dengan market
capitalization (kapitalisasi pasar). Kapitalisasi pasar mencerminkan nilai kekayaan saat ini. Dengan kata lain, kapitalisasi pasar adalah nilai total dari semua outstanding shares yang ada.
Perusahaan kecil mempunyai tingkat pertumbuhan (growth) yang relatif lebih tinggi, sehingga lebih berpengaruh pada
perubahan fundamental. Hal ini
dikarenakan earning yang diperoleh pada perusahaan kecil cenderung lebih rendah
174
sehingga peningkatan earning pada tahun
berikutnya lebih mudah dilakukan.
Sedangkan pada perusahaan besar dengan earning yang besar, pertumbuhan relatif lebih rendah karena earning periode
sebelumnya cenderung sudah tinggi
(Schwert, 1983). Sementara itu, Fama dan French (dalam Saputra dan Murtini, 2008)
dalam modelnya memperhitungkan
ukuran perusahaan karena perusahaan yang lebih kecil akan memiliki risiko
saham yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang lebih besar, oleh sebab itu investor akan mengharapkan return yang lebih besar pada perusahaan yang ukurannya lebih kecil.
2.10 Momentum Tingkat Pengembalian Investasi
Jagadesh dan Titman (1993) telah menunjukkan adanya asosiasi antara tingkat pengembalian dan kinerja saham periode sebelumnya yang tidak terdeteksi oleh portofolio pasar, ukuran perusahaan, dan faktor distress relative.Mereka
berpendapat bahwa terdapat bukti-bukti substansial yang menunjukkan bahwa kinerja saham yang baik (buruk) selama 3 bulan hingga 1 tahun cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan pada periode berikutnya.Strategi trading
moment yang mengeksploitasi fenomena
ini telah memberikan keuntungan di pasar modal Amerika Serikat dan di pasar yang sedang berkembang.
Kemudian Carhart (dalam Pasaribu,
2010) menyatakan bahwa kelebihan
tingkat pengembalian dari suatu saham dapat dijelaskan oleh portofolio pasar dan model 3 faktor Fama-French yang dirancang untuk meniru variabel risiko ukuran yang dihubungkan dengan ukuran
perusahaan, rasio book to market
(BE/ME), dan momentum.
3. MЕTODOLOGI PЕNЕLITIAN
Pеnеlitian ini mеrupakan pеnеlitian pеnjеlasan (еxplanatory rеsеarch) dеngan pеndеkatan kuantitatif. Dalam penelitian ini, penulis mengambil data sekunder pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang termasuk dalam Indeks LQ 45 yaitu perusahaan non perbankan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Data sekunder tersebut berasal dari berbagai sumber, diantaranya Bursa Efek Indonesia Bloomberg, Yahoo
Finance, Saham. Oke dan Laporan
Keuangan Publikasi Triwulanan serta
Company Profile yang diterbitkan oleh
masing-masing perusahaan sampel dari tahun 2010 hingga 2014.
Metode pemilihan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling yang bertujuan agar
sampel yang diperoleh benar-benar dapat mewakili jumlah populasi yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode statistik yang dibantu dengan program pengolah data statistic yang dikenal dengan SPSS versi xx. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif, uji asumsi klasik, uji signifikansi simultan (uji statistik F), koefisien determinasi R2, dan uji signifikansi parameter individual (uji statistik t).
4. PEMBAHASAN
Setelah melalui uji asumsi klasik, maka hasil analisis regresi linear berganda yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Koefisien Determinan (R2) Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 ,949a ,900 ,881 7,562E10 1,921
Sumber : Output SPSS
Berdasarkan hasil perhitungan
koefisien determinasi, diketahui besarnya nilai adjusted R2 sebesar 0,881 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen adalah sebesar 88,1%,
sedangkan sisanya sebesar 11,9%
dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Uji Statistik F
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 1,335E24 5 2,669E23 46,687 ,000a
Residual 1,487E23 26 5,718E21
Total 1,483E24 31
Sumber : Output SPSS
Berdasarkan hasil uji F di atas didapat nilai Fhitung sebesar 46,687
dengan probalitas 0,000. Karena
probabilitas jauh di bawah 0,05
signifikansi, maka dapat dikatakan bahwa
resiko pasar, ukuran perusahaan, tingkat pengembalian J3, J6, dan J12 secara
bersama-sama berpengaruh terhadap
keputusan investor (V).
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T)
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Statistik Uji T
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2,332E10 1,880E10 1,240 ,226
Risiko Pasar 16682657,773 2538101,858 ,827 6,573 ,000
176
Return 3 bulan 8359505,072 3362847,621 5,191 2,486 ,020
Return 6 bulan -1778985,561 4597343,357 -1,140 -,387 ,702
Return 12 bulan -6513062,374 1447862,661 -4,177 -4,498 ,000
Sumber : Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, maka dapat dibuat persamaan regresi linier sebagai berikut :
Y’ = 2,332E10 + 16682657,8X1 –
4,589E6X2 + 8359505,072X3 –
1778985,561X4– 6513062,374X5
Dari persamaan regresi linear berganda, dapat diketahui bahwa nilai
konstanta sebesar 2,332E10. Angka
tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka V (keputusan investor) adalah sebesar 2,332E10. Koefisien regresi variabel ukuran perusahaan, J6 dan J12 bertanda negative menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, J6 dan J12 memiliki pengaruh negatif terhadap keputusan investor.
sehingga kenaikan daripada ukuran
perusahaan, J6 dan J12 akan
menyebabkan penurunan terhadap
keputusan investor (V). Sementara itu koefisien regresi variabel risiko pasar dan J3 bertanda positif menunjukkan bahwa risiko pasar dan J3 memiliki pengaruh positif terhadap keputusan investor (V), sehingga kenaikan risiko pasar dan J3 akan menyebabkan terjadinya kenaikanV (keputusan investor).
5. PENUTUP 5.1 Simpulan
Nilai adjusted R2 sebesar 0,881 menunjukkan bahwa 88,1% variabel dependen Keputusan Investor (V) dapat dijelaskan oleh variabel independen yang diajukan, yakni Risiko Pasar, Ukuran
Perusahaan, Tingkat Pengembalian
periode 3 bulan sebelum, 6 bulan
sebelum, dan 12 bulan sebelum periode awal penelitian ini dilakukan. Sedangkan sisanya sebesar 0,119 atau sebesar 11,9% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Nilai adjusted R2 sebesar 0,881 dapat dikatakan bahwa variabel
independen sangat kuat dalam
menjelaskan variabel dependennya.
Dari persamaan regresi linear berganda, dapat diketahui bahwa nilai
konstanta sebesar 2,332E10. Angka
tersebut menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka nilai V adalah sebesar 2,332E10. Koefisien regresi variable Ukuran Perusahaan, J6 dan J12 bertanda negative menunjukkan bahwa Ukuran Perusahaan, J6 dan J12 memiliki pengaruh negative terhadap
Keputusan Investor (V), sehingga
kenaikan Ukuran Perusahaan, J6 dan J12 akan menyebabkan penurunan terhadap Keputusan Investor (V) atau terjadi respon negative dari investor yang ditandai dengan adanya aksi jual saham. Sementara itu koefisien regresi variable Risiko Pasar dan J3 bertanda positif menunjukkan bahwa Risiko Pasar dan J3 memiliki pengaruh positif terhadap Keputusan Investor (V), dimana kenaikan Risiko
Pasar dan J3 akan menyebabkan
terjadinya kenaikan terhadap Keputusan Investor (V) atau terjadi respon positif dari investor yang ditandai dengan adanya aksi beli saham. Sementara dari lima variabel yang diuji, hanya variabel risiko pasar dan J3 yang signifikan terhadap variabel keputusan investor.
Berdasarkan uji statistik F,
diketahui bahwa variabel Risiko Pasar,
Ukuran Perusahaan, Tingkat
bulan sebelum, dan 12 bulan sebelum periode awal penelitian ini dilakukan
secara bersama-sama atau simultan
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Keputusan Investor (V). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,000. Sedangkan dari hasil uji statistic T
diketahui hanya variable Ukuran
Perusahaan yang mewakili kapitalisasi pasar yang berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap keputusan investor, yang ditandai dengan nilai signifikansi lebih dari 0.91 dan variabel J6 yang mewakili return periode 6 bulan sebelum berpengaruh tetapi tidak signifikans yang ditandai dengan nilai signifikansi lebih 0,70 sedangkan variabel Risiko Pasar yang mewakili Risk, variabel J3 yang mewakili return periode 3 bulan dan variabel J12 yang mewakili return periode12 bulan sebelumnya berpengaruh signifikan yang ditandai dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05 terhadap Keputusan Investor.
5.2 Saran
Untuk penelitian mendatang
diharapkan agar menggunakan sampel penelitian tidak hanya berasal dari populasi pada indeks tertentu, melainkan yang mewakili pasar saham secara keseluruhan agar memberikan gambaran yang lebih baik terkait aktivitas investasi jual beli saham dipasar modal. Di samping itu, juga memperpanjang periode pengamatan, tidak hanya periode pengamatan selama empat tahun seperti yang dilakukan dalam penelitian ini, sehingga data yang dihasilkan lebih mampu merepresentasikan aktivitas perdagangan investor di pasar modal.
Investor disarankan memilih
berinvestasi pada saham-saham
perusahaan besar dengan nilai pasar yang baik karena mengindikasikan keuangan perusahaan
yang cenderung lebih stabil dan
mempertimbangkan saham dengan resiko tinggi untuk dipertahankan lebih lama dengan berinvestasi pada saham-saham yang aktif diperdagangkan di
Bursa. Dengan demikian dapat
memberikan informasi yang relevan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada para investor, sehingga investor percaya akan kinerja perusahaan yang baik
Selain itu, melihat pada nilai adjustedR2 yang cukup besar yaitu 88,1% dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel independen memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap variabel dependen. Sedangkan sisanya dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengeksplorasi variabel-variabel lain agar didapat model yang lebih baik dalam menjelaskan variasi keputusan investor.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mwalla, Mona. 2010.
CanBook-to-Market, Size, And Momentum Be Ekstra Risk Faktor That Explain The Stock Rate Of Return?: Evidence From Emerging Market.
Dalam Journal Of Finance,
Accounting, and Management
3(2), h.42-57 Juli 2012
Banz, RolfW. 1981. The Relationship
Between Return And Market Value Of Common Stock” Dalam Journal Of Financial Economics
No.9h.3-18
Bodie, Zvi, Alex Kanedan Alan J. Marcus. 2006. Investment. Jakarta: Salemba Empat
Chan, Louis K.C, Yasushi Hamao, dan
Josef Lakonishok. 1991.
Fundamental And Stock Return In Japan. Dalam Working Paper
178
Chan, Louis K.C, Narasimhan Jaga deesh,
dan Josef Lakonishok. 1995.
Momentum Strategies. Dalam
NBER Working Paper Series5375
DeBondt, Werner F.M. dan Richard Thaler. 1985. Does The Stock market Overreact? Dalam The
Journal Of Finance Vol. XL, No.
3 Juli 1985
Du, Ding, dan Xiaobing Shao. 2010.
Momentum and Auto correlation in Stock Returns. Dalam
International Research Jurnal Of Finance And Economics 2010
Fama, Eugene, dan Kaneth French.1992.
The Cross Section Of Expected Stock Return. Dalam The Journal Of Finance Vol. XLVII No .2, Juni
1993
Fama, Eugene, dan Kaneth French. 1993.
Common Risk Factor In The Return On Stock And Bonds. Dalam Journal Of Financial Economics
No.33 (3-56)
Fama, Eugene, dan Kaneth French. 1995.
Size And Book To Market Factors In Earnings And Returns. Dalam The Journal Of Finance Vol.50
Issue 1 (131-155), Maret 1995 Fama, Eugene, dan Kaneth French. 2011.
Size, Value, and Momentum in
International Stock Returns.
Fitriati, Ika Rosyada. 2010. Analisis
Hubungan Distress Risk, Firm Size, Dan Book To Market Ratio Dengan Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005 – 2008.”
Skripsi Program Sarjana Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro: Semarang
Gujarati, Damodar.1999. Ekonometrika
Dasar. (Terj.) Sumarno Zain.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Ed.2. Jakarta: Salemba Empat Haruman, Tendi, dkk. 2005. Pengaruh
Faktor Fundamental, Indikator Ekonomi Makro, Dan Risiko Sistematis Terhadap Tingkat Pengembalian Saham Di Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Ekonomi Dan Manajemen Vol. 6 No.3 h.462-477
Hirschey, Mark dan John Nofsinger.2008.
Investment Analysis And Behavior.USA:McGraw Hill Irwin
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2004.
Dasar-Dasar teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta:
UPPAMP YKPN
Irfani, Agus S. dan Akromul Ibad.2005.
Pengaruh Risiko Pasar Terhadap Required Return Saham Telkom dan Astra Internasional Di Bursa Efek Jakarta 2000-2004. Dalam
Jurnal Manajemen Keuangan Vol. 12 No.3, September 2005
Jagadeesh, Narasimhan dan
SheridanTitman. 1993. ReturnTo
BuyingWinner And Selling Loser: Implication For Stock Market Efficiency. Dalam Journal Of Finance Vol.46 No.1 Maret 1993
Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio Dan
Analisis Investasi. Ed.2. Yogyakarta: BPFE Jogiyanto. ---2003. Teori Portofolio Dan
Analisis Investasi. Ed.3. Yogyakarta: BPFE
Karpoff, Jonathan M. 1987. The Relation
Between Price Changes And Trading Volume: A Survey. Dalam The Journal Of Financial And Quantitative Analysis, Vo.22, No.1
(109-129), Maret1987
Lozano B., Martin C. 2006. Estimating And
Evaluating Fama-French And Carhart Model. Diakses tanggal 25
Februari 2012, dari
www.uv.es/qfb.
Manurung, A. Haymans. 2009.
Berinvestasi Dan Perlindungan Investor Di Pasar Modal. Dalam
Perbanas Quarterly Review,Vol. 2 No.1 Maret 2009
Moskowitzs, Tobias J. 2010. Momentum
Investing: Finnaly Accessible for Individual Investors, dalam Investment & Wealth Monitor, diakses tanggal 12 Maret 2012 Naftali, Yohan. 2009. Capital Asset Pricing
Model (CAPM). Diakses tanggal
15 April 2012, dari
http://yohanli.com
Novak, Jiri dan Dalibo rPETR.2010. CAP
MBeta, Size, Book To Market, And Momentum In Realized Stock Returns. Dalam Czech Journal of Economics and Finance 60, No.5
Pasaribu, Rowlan B.F. 2010. Asset Pricing
Model Selection: Indonesian Stock
Exchange. Dalam Jurnal Akuntansi
Dan Manajemen Vol.21 No.3 Ratnawati, Dyah. 2002. Analisis Volume
Transaksi Saham DiBursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Penelitian
Ilmu Ekonomi Vol. 2 No.4
Rohman, Abdul. 2005. Pengaruh Langsung
DanTidak Langsung Arus Kas Dan Laba Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Emiten Di Bursa Efek Jakarta, dalam
Jurnal Akuntansi dan Auditing Vol 01, No.02 , h.95-111, Mei 2005
Rouwenhorst, K. Geert. 1998.
International Momentum Strategies. Dalam The Journal Of Finance Vol. LIII No.1, February
1998
Samsul, Mohamad. 2006. Pasar Modal
Dan Manajemen Portofolio.
Jakarta: Erlangga
Saputra, DedeI. Dan Umi Murtini. 2008. Perbandingan Fama Dan French
Three Factor Model Dengan Capital Asset Pricing Model.
Dalam Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan Vol4 No.2, Agustus 2008 h.132-145
Schewrt, G. William. 1983. Size And Stock
Return, And Other Empirical Regularities. Dalam Journal Of Financial Economics 12p.3-12
Sharpe, WilliamF. 1964. “Capital Asset Prices: A Theory Of Market Equilibrium Under Conditions Of Risk.”Dalam The Journal Of
FinanceVol.19 Issue3 h.425-442
Sharpe, William F, Gordin J Alexander, dan Jeffery V Bailey. 1997.