• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Analisa Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III Analisa Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III Analisa Masalah

3. 1 Analisa S.W.O.T Strenght

ƒ Bandung kaya akan warisan arsitektur kolonial Belanda ƒ Nilai sejarah dan budaya

ƒ Nilai arsitektural, missal ; art deco, art nuveau, dst. ƒ Bentuk bangunan bersejarah yang khas, unik dan estetik. Weakness

ƒ Biaya konservasi relatif mahal

ƒ Bangunan tua dianggap tidak menguntungkan.

ƒ Orang lebih gemar membangun bangunan baru daripada merawat bangunan lama.

ƒ Bangunan bersejarah banyak yang rusak dan kumuh sehingga tidak menarik. Opportunity

ƒ Bandung dikenal sebagai kawasan wisata belanja dan kuliner. ƒ Bangunan tsb bisa dipercantik sehingga penampilannya lebih baik ƒ Bangunan tsb bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan ƒ Peluang pasar dengan menciptakan market baru

ƒ Bangunan tsb bisa menjadi ciri khas tempat usaha di Bandung ƒ Bandung dikenal sebagai kiblat tren Indonesia.

ƒ Menjual suasana selain menjual produk Threat

ƒ Sentimen anti kolonial

ƒ Undang-undang yang belum kuat dan jelas Strength-Opprtunity

Mengangkat nilai estetik dan sejarah menjadi nilai profit (keuntungan)

Untuk menunjukkan bahwa bangunan bersejarah masih memiliki selling point. What to Say

(2)

3.2 Tinjauan Terhadap Permasalahan

Perubahan wajah Bandung dari sebuah kota kecil (bergdessa) menjadi kota yang tertata rapih dan indah bisa kita lihat dari bangunan sarana pemerintahan (Gedong Sate - 1920), sarana pendidikan (Technische Hoogeschool/ITB - 1920), sarana penelitian (Institut Pasteur/BioFarma - 1933), sarana industri berat (PT Pindad - 1924), Gedong Pakuan, Masjid Agung, Gereja Bethel dan Santo Petrus, Villa Isola, Gedung Drikleur di Dago, Museum Geologi, Gedung Dwi Warna, Hotel Savoy Homann dan Preanger, Gedung Bank Indonesia, perkantoran militer, sampai Jalan Braga yang sempat dijuluki De Meest Eropeesche Winkelstraat van Indie atau kompleks pertokoan eropa terkemuka di Hindia Belanda.

Bangunan-bangunan bersejarah bandung kaya akan nilai arsitektural. Misalnya saja berpuluh-puluh gedung bergaya Art deco, Art Nouveau, Indische Empire Stijl (Gedung Polwiltabes), Romantik Klasiek (Gedung Kobangdiklat AD) dan Indo Europeeschen Architectuur Stijl (ITB), dsb.

Karena itulah Kota Bandung pernah disebutkan sebagai sebuah ‘laboratorium arsitektur’ yang luar biasa pada awal abad ke-20. Kenyataan ini bisa dipahami mengingat pada zaman itu, Bandung tengah dipersiapkan sebagai calon pusat pemerintahan kolonial di Hindia Belanda. Ketika itu Bandung tidak saja dilengkapi oleh berbagai infratsruktur kota, namun penataan ruang kotanya pun direncanakan dan dirancang dengan baik. Hal ini juga dibuktikan dengan diikutsertakannya stadsgemeente Bandung sebagai wakil kota kolonial Hindia Belanda dalam Internationaler Kongress fiir neues Bauen di Athena 29 Juli-31 Agustus 1933.

Suasana tenang dan damai, dan juga sebagai sebagai pusat kebudayaan masyarakat Sunda, merupakan citra yang melekat pada kota Bandung. Kota terletak 180 km di Tenggara Jakarta ini, sekaligus sebagai ibukota propinsi Jawa Barat. Mungkin karena status ibukota propinsi dan kedekatannya dengan ibukota Negara, yang membuat Bandung seperti cepat sekali mengalami perubahan. Kini Bandung dirasakan sudah terlalu padat, baik oleh pengunjung, baik oleh bangunan baru yang muncul di paru-paru kota, dan berbagai hal lainnya. Komersialisasi, dituduh sebagai penyebab

(3)

ataukah ini sebenarnya metamorfosa menjadi kupu-kupu yang indah? Untuk itu kita harus melihat balik sejarah Bandung, dan kemudian membandingkannya dengan pembangunan sekarang.

Keberadaan bangunan peninggalan masa kolonialisme di Kota Bandung saat ini terabaikan. Dari ratusan bangunan yang dibangun, hanya 50 bangunan yang tercatat di Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah, dan Nilai Tradisional Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jabar.

Sering kali hilangnya bangunan yang telah lama membentuk tatanan lingkungan Kota bandung acap kali luput dari perhatian publik. Kalaupun bertahan, sejumlah besar bangunan itu dapat dipastikan berada dalam kondisi merana. Kiranya tidaklah berlebihan jika bangunan bernilai arsitektur yang unik dipahami sebagai bagian dari sejarah perkembangan kebudayaan di Indonesia. Artinya diperlukan usaha lebih kritis dalam menyertakan keberadaan artefak tersebut kedalam kebijakan pembangunan kota, yaitu dengan cara melestarikannya.

Selain banyak bangunan yang terancam punah, masalah lainnya adalah belum adanya perda yang mengatur pelestarian bangunan bersejarah di kota Bandung. Selama ini hanya UU No 5 tahun 1992 dan UU No 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Perlu adanya perturan daerah yang jelas dan mengikat dalam artian rambu bagi pemerintah, investor, maupun pengembang dalam melaksanakan kebijakan tata ruang kota. Tidak hanya berisi pelarangan, tetapi juga pemberian insentif berupa pemotongan pajak (karena pajak yang tinggi bagi pemilik bangunan bersejarah mengakibatkan mereka lebih memilih menelantarkan bangunannya kemudian menjualnya) atau bantuan bagi swasta atau individu yang ikut merawat dan melestarikan bangunan bersejarah.

Hilangnya sejumlah bangunan bersejarah di kota Bandung, akan menyebabkan berkurangnya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kota itu, karena salah satu obyek wisata yang menarik perhatian mereka adalah bangunan bersejarah. Tindakan itu sebenarnya bersifat kontradiksi dengan kebijakan pemerintah mengenai pengembangan wisata kota. Bangunan-bangunan tersebut adalah bagian dari kekayaan budaya dan salah satu potensi daya tarik kota.

(4)

Bangunan Bersejarah dan Kegiatan Usaha Bandung

Saat ini Kota Bandung sudah menjadi kota tujuan wisata belanja orang-orang dari Jakarta. Akibatnya, tidak mengherankan kalau setiap akhir pekan, kondisi lalu lintas di Kota Bandung sering macet. Meski situasi lalu lintas di Bandung sudah seperti di Jakarta, warga Ibu Kota seolah tidak bosan untuk datang ke Bandung.

Pada umumnya orang-orang Jakarta yang datang ke Bandung tidak hanya berbelanja pakaian, tetapi juga ingin menikmati suasana lain dibandingkan dengan Kota Jakarta yang sehari-hari sudah macet sehingga banyak membuat orang menjadi stres berat. Sebagian pemilik FO di Kota Bandung mengetahui betul kondisi psikologi konsumennya. Karena itu, mereka tak hanya menjual pakaian, tetapi juga menata tempat berjualannya sedemikian rupa agar bisa memikat konsumen untuk berkunjung ke FO. Saat ini hampir setiap FO di Kota Bandung tidak hanya bersaing dalam menampilkan produk pakaian paling mutakhir, tetapi juga berkompetisi membuat desain dan interior yang unik serta menarik agar pengunjung mau datang. Kebanyakan FO di Bandung umumnya terletak di kawasan permukiman, seperti di Jalan H Juanda (Dago), Setiabudi, Sukajadi, Dr Otten, dan Jalan Aceh. Bahkan, FO yang terdapat di sebagian ruas Jalan RE Martadinata, Bandung, menggunakan tempat yang sebelumnya merupakan kantor milik institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sejumlah rumah bangunan lama berukuran agak besar yang terdapat di jalan- jalan utama Kota Bandung kini banyak yang sudah berubah menjadi FO atau paling tidak menjadi tempat salon kecantikan dan rumah makan. Sudah menjadi pemandangan biasa bahwa rumah-rumah di Bandung yang dulunya hanya berfungsi sebagai tempat bermukim, sekarang juga berubah menjadi tempat usaha.

Kalau mengikuti perkembangan desain maupun bentuk bangunan FO yang ada di Bandung, senantiasa ada perubahan dari waktu ke waktu. Sekitar tahun 2001, sejumlah FO di Bandung hanya sekadar memanfaatkan rumah-rumah tua kemudian direnovasi sedikit maka jadilah FO. Namun, sekarang renovasi pada rumah atau bekas kantor militer dilakukan secara serius dan berkonsep.

(5)

Tidak hanya itu, ramainya pengunjung yang datang ke FO senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Misalnya, sebelumnya pengunjung lebih ramai datang ke FO di sekitar kawasan Sukajadi dan Jalan Dr Otten, namun sekarang bergeser ke Jalan RE Martadinata dan Jalan Ir H Juanda. Demikian pula, bentuk arsitektur dan desain bangunan FO cenderung berubah mengikuti selera dan psikologi pengunjung.

Bentuk bangunan FO di Jalan RE Martadinata dan Jalan Sukajadi, Bandung, yang khusus menjual pakaian dan beragam aksesori dari China, sengaja dibuat mirip seperti di negeri aslinya lengkap dengan aksesori lampion yang ditempatkan di bagian depan. Selain itu, ada juga desain bangunan FO yang bernuansa seperti di Timur Tengah. Namun, bentuk bangunan FO dengan tata letak dan desain gaya modern pun ada. Pengelola FO yang menjual pakaian sekaligus "menjual" bangunan tua juga bisa kita lihat di Jalan RE Martadinata. Dengan begitu, seolah pemilik atau pengelola FO mengingatkan kepada Pemkot Bandung bahwa bangunan tua atau cagar budaya juga bisa berfungsi komersial asal bangunan aslinya tetap dipertahankan.

Sama halnya dengan kondisi di Ibu Kota Jakarta, pembangunan produk properti komersial di Kota Bandung ibarat jamur yang tumbuh di musim hujan. Apalagi sekarang dengan telah dibukanya jalan bebas hambatan Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), pembangunan properti di Bandung semakin gegap gempita. Produk properti komersial yang kini banyak dibangun di Kota Bandung antara lain pusat perbelanjaan (mal), pusat perdagangan, hotel, serta apartemen. Sementara mal yang sudah eksis lebih dulu seperti Bandung Super Mal (BSM) milik pengusaha Chairul Tanjung di Jalan Gatot Subroto, Istana Plaza di Jalan Pasirkaliki, dan Cihampelas Walk (Ciwalk) di Jalan Cihampelas.

Produk properti komersial lainnya adalah mal yang dipadukan dengan apartemen yang kini sedang dibangun di Jalan Braga, yakni Braga City Walk (BCW). Proyek investasi yang memadukan antara kondominium dan hotel serta pusat perbelanjaan. Sementara, pusat perdagangan antara lain Bandung Trade Center di Jalan Dr Junjunan dan Bandung Elektronic Center di Jalan Purnawarman.

(6)

Sementara mal yang sekarang baru selesai dibangun antara lain Bandung Elektronic Mal (Be Mal) di Jalan Naripan. Demikian pula pembangunan mal Parijs Van Java, yang dibangun di bekas tanah milik Brimob di Jalan Sukajadi. Kebanyakan pusat-pusat perdagangan dan mal itu terdapat di pusat kota Bandung.

Sementara itu, pusat perbelanjaan yang sudah lebih dulu ada adalah Bandung Indah Plaza (BIP) di Jalan Merdeka dan Sultan Plaza di Jalan Cihampelas yang sekarang sedang diperbaiki. Bahkan sebelum semua perbaikan di BIP selesai dilakukan, Hypermart di lokasi perbelanjaan itu sudah dibuka untuk umum. Keberadaan mal-mal itu seolah bersaing ketat dengan pertumbuhan factory outlet di Kota Bandung.

Pembangunan pusat-pusat perbelanjaan sebaiknya memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan. Memperhatikan masyarakat yang tinggal di sekitar proyek properti sangat penting dilakukan sebab pembangunan BCW, Be Mal, maupun mal Parijs van Java telah menimbulkan masalah dengan masyarakat sekitar. Pembangunan gedung mall dan pusat perbelanjaan terkesan emosional dan serampangan, tidak jarang mall sudah ditutup padahal baru beroperasi 3 tahun kemudian didirikan mall lain dan membiarkan mall lama terbengkalai atau dihancurkan. Jika melihat daya dukung lingkungan maupun kebutuhan masyarakat Kota Bandung saat ini, sesungguhnya kota ini sudah tidak kuat dan tidak perlu lagi aneka rupa proyek properti komersial.

Kalau diibaratkan dengan air dalam gelas, Kota Bandung sekarang sudah sangat penuh dengan proyek properti komersial. Sehingga kalau tetap dipaksakan dibangun, air dalam gelas tersebut akan meluap. Properti komersial di Kota Bandung sudah over supply.

Keadaan seperti ini membuat pengusaha yang jeli mencari alternatif lain membuka usaha tidak dengan mendirikan bangunan atau gedung tinggi tetapi memanfaatkan bangunan tua yang banyak tersebar di Kota Bandung. Parijs Van Java Factory Outlet di Cihampelas, BMC, Heritage Factory Outlet di jalan Riau merupakan sebagian kecil contohnya. Bangunan tua ini bahkan bisa menjadi ciri khas yang mampu menarik pengunjung.

(7)

Berdasarkan uraian di atas bisa disimpulkan menjadi : Permasalahan

Umum

ƒ Banyak bangunan yang punah, terbengkalai, dibiarkan kosong – usang - kumuh atau beralih fungsi.

ƒ Masyarakat Bandung khususnya, belum menyadari arti penting (nilai sejarah dan arsitektur) bangunan bersejarah bandung.

Khusus

ƒ Untuk mengembangkan kegiatan usaha, banyak pengusaha yang mengorbankan bangunan bersejarah kemudian dihancurkan dan menggantinya dengan

bangunan baru (mall, FO, Hotel, dsb).

ƒ Bangunan bersejarah dipandang tidak menguntungkan lagi karena tidak mengikuti perkembangan jaman.

ƒ Pertentangan antara kepentingan ekonomi dengan konservasi juga kepentingan politik dan konservasi.

Strategi Pemecahan Masalah

Bangunan tua akan diperlihatkan menjadi sesuatu yang menarik dan berprospek cerah. Hal tersebut akan menjauhkan kesan bangunan bersejarah yang kusam, kumuh dan kotor juga memberi gambaran tentang peluang bisnis yang bisa dimanfaatkan dari bangunan tua. Seseorang bisa mejalankan usaha untuk meraih keuntungan dan dalam waktu bersamaan ia pun melestarikan bangunan bersejarah Bandung karena memanfaatkan bangunan tersebut dan menjadikannya sebagai nilai jual.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian buku saku yang dibuat dibagikan ke masyarakat warga RT 01/ RW 05 Desa Leksana melalui grup WA serta melalui media sosial Instagram yang dilakukan pada tanggal

a) Pertama, Cognitive Reapraisal yaitu sebuah bentuk perubahan kognitif yang termasuk didalamnya menginterpretasikan situasi yang berpotensi memunculkan emosi dengan cara

Penelitian ini hanya membahas perbandingan makna simbolik pada pakaian pengantin tradisional Hollyebok dan Baju Bodo yang masing-masing hanya membahas pakaian pengantin wanitanya

Alinea bukanlah suatu pembagian secara konvensional dari suatu bab tulisan, tetapi merupakan kesatuan dari sejumlah kalimat yang mendukung satu ide atau gagasan

Berdasarkan pendapat Umar dan Syambasril (2014:74), bahwa seorang guru harus menguasai komponen- komponen membuka dan menutup pembelajaran dengan baik agar dalam proses pembelajaran

Kadar trigliserida dan HDL serum darah tikus yang mendapatkan perlakuan ekstrak etanol rimpang kencur (500 dan 1.000) mg/kg BB selama 30 hari tidak berbeda

47/BPDAS.PP-1/2013 tanggal 1 Maret 2013, telah melaksanakan Acara Evaluasi Dokumen Penawaran pada Seleksi Sederhana dengan Prakualifikasi Jasa Konsultansi