• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Jawa Tripama & Wewaler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahasa Jawa Tripama & Wewaler"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SERAT TRIPAMA

SERAT TRIPAMA

A.

A. Latar belakang Serat TripamaLatar belakang Serat Tripama

Serat Tripama merupakan karya sastra berbentuk tembang Dhandanggula yang Serat Tripama merupakan karya sastra berbentuk tembang Dhandanggula yang  berjumlah

 berjumlah tujuh tujuh bait. bait. Serat Serat Tripama Tripama muncul muncul pada pada zaman zaman Mangkunegaran, Mangkunegaran, diciptakan diciptakan oleholeh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (KGPAA Mangkunegara IV) di Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (KGPAA Mangkunegara IV) di Surakarta. Tripama diterbitkan pertama kali dalam kumpulan karya Mangkunegara IV, jilid III Surakarta. Tripama diterbitkan pertama kali dalam kumpulan karya Mangkunegara IV, jilid III (1927). Serat tripama berisi ajaran keprajuritan, tiga tokoh pawayangaan yang ditampilkn (1927). Serat tripama berisi ajaran keprajuritan, tiga tokoh pawayangaan yang ditampilkn sebagai teladn keprajuritan, yaitu Suwanda, Kumbakarna, dan Busukarna.

sebagai teladn keprajuritan, yaitu Suwanda, Kumbakarna, dan Busukarna.

Serat ini diperkirakan ditulis pada tahun 1860an dengan tujuan agar dijadikan sebagai Serat ini diperkirakan ditulis pada tahun 1860an dengan tujuan agar dijadikan sebagai  panutan dan

 panutan dan sumber inspirasi sumber inspirasi untuk duntuk diambil suri iambil suri tauladanya tidak tauladanya tidak hanya hanya bagi prajurit bagi prajurit tetapi jugatetapi juga  para

 para pemimpin pemimpin maupun maupun masyarakat masyarakat agar agar mampu mampu melaksanakan melaksanakan tugas tugas sesua sesua peran peran dan dan garisnyagarisnya masing-masing.

masing-masing. B.

B. Cerita Serat TripamaCerita Serat Tripama

Tripama secara umum berisi nasehat mengenai keteladanan para tokoh wayang. Tripama secara umum berisi nasehat mengenai keteladanan para tokoh wayang. Dibawah ini

Dibawah ini  beberapa  beberapa kutipan kutipan lengkap lengkap naskah naskah asli asli dan dan terjemahan terjemahan “ “ Serat Serat Tripama Tripama “ “ (dikutip(dikutip dari buku ‘Tiga Seri Teladan’ oleh Kamajaya yang kemudian disesuaiakan dengan Buku ‘Serat dari buku ‘Tiga Seri Teladan’ oleh Kamajaya yang kemudian disesuaiakan dengan Buku ‘Serat Tripama’ oleh Dimas Hendri,SH dan sumber 

Tripama’ oleh Dimas Hendri,SH dan sumber -sumber lain) :-sumber lain) : Dhandhanggula

Dhandhanggula 1.

1.

Yogyanira kang para prajurit, Yogyanira kang para prajurit, Lamun bisa samya anulada, Lamun bisa samya anulada, Kadya nguni caritane,

Kadya nguni caritane, Andelira sang Prabu, Andelira sang Prabu, Sasrabau ing Maespati, Sasrabau ing Maespati, Aran Patih Suwanda, Aran Patih Suwanda, Lalabuhanipun, Lalabuhanipun,

Kang ginelung tri prakara, Kang ginelung tri prakara,

Guna kaya purunne kang denantepi, Guna kaya purunne kang denantepi,  Nuhoni trah utama,

 Nuhoni trah utama, 1.

1.

Seyogianya para prajurit, Seyogianya para prajurit, Bila dapat semuanya meniru, Bila dapat semuanya meniru, Seperti masa dahulu,

Seperti masa dahulu,

(tentang) andalan sang Prabu, (tentang) andalan sang Prabu, Sasrabau di Maespati,

Sasrabau di Maespati, Bernama Patih Suwanda, Bernama Patih Suwanda, Jasa-jasanya,

Jasa-jasanya,

Yang dipadukan dalam tiga hal, Yang dipadukan dalam tiga hal,

(yakni) pandai mampu dan berani (itulah) yang ditekuninya, (yakni) pandai mampu dan berani (itulah) yang ditekuninya, Menepati sifat keturunan (orang) utama.

(2)

2.

Lire lalabuhan tri prakawis, Guna bisa saniskareng karya, Binudi dadi unggule,

Kaya sayektinipun,

Duk bantu prang Manggada nagri, Amboyong putri dhomas,

Katur ratunipun,

Purunne sampun tetela,

Aprang tandhing lan ditya Ngalengka aji, Suwanda mati ngrana.

2.

Arti jasa bakti yang tiga macam itu,

Pandai mampu di dalam segala pekerjaan, Diusahakan memenangkannya,

Seperti kenyataannya,

Waktu membantu perang negeri Manggada, Memboyong delapan ratus orang puteri, Dipersembahkan kepada rajanya,

(tentang) keberaniannya sudahlah jelas,

Perang tanding melawan raja raksasa Ngalengka, (Patih) Suwanda dalam perang.

Dua bait pertama mengisahkan tentang Bambang Sumantri yang bergelar Patih Suwanda yang merupakan patih raja Arjuna Sastrabahu (Maespati), ia merupakan contoh abdi yang sangat setia dan teguh dalam menjalankan tugas yang diembankan kepadanya untuk memboyong putri (Citrangada) dan 800 pengiringnya. Dalam syair diatas kita dapat mengemukakan tiga sifat keprajuritan patih suwanda.

a. Guna: berareti ahli, pandai dan trampil dalam mengabdi kepada bangsa dan negara, Patih Suwanda selalu membekali diri dengan ilmu dan ketrampilan.

 b. Kaya: saat patih suwanda diutus raja, dia kembali dengan membawa harta hasil rampasan  perang. Akan tetapi, hasil rampasan itu tidak dipergunakan sendiri tapi diserahkan kepada

negara.

c. Purun : artinya pemberani, suwanda selalu tampil dengan semangat menyala-nyala tanpa  pamprih.

3.

Wonten malih tuladan prayogi, Satriya gung nagari Ngalengka, Sang Kumbakarna namane, Tur iku warna diyu,

Suprandene nggayuh utami, Duk awit prang Ngalengka, Dennya darbe atur,

(3)

Dasamuka tan keguh ing atur yekti, De mung mungsuh wanara.

3.

Ada lagi teladan baik,

Satria agung negeri Ngalengka, Sang Kumbakarna namanya, Padahal (ia) bersifat raksasa,

meskipun demikian (ia) berusaha meraih keutamaan, sejak perang Ngalengka (melawan Sri Ramawijaya), ia mengajukan pendapat,

kepada kakandanya agar selamat,

(tetapi) Dasamuka tak tergoyahkan oleh pendapat baik, Karena hanya melawan (barisan) kera.

4.

Kumbakarna kinen mangsah jurit, Mring kang rak sira tan lenggana,  Nglungguhi kasatriyane,

Ing tekad datan purun, Amung cipta labih nagari, Lan nolih yayahrena, Myang luluhuripun,

Wus mukti aneng Ngalengka, Mangke arsa rinusak ing bala kali, Punagi mati ngrana.

4.

Kumbakaran diperintah maju perang, Oleh kakandanya ia tidak menolak, Menepati (hakekat) kesatriaannya,

(sebenarnya) dalam tekadnya (ia) tak mau, (kesuali) melulu membela negara,

Dan mengangkat ayah-bundanya,

Telah hidup nikmat di negeri Ngalengka,

(yang) sekarang akan dirusak oleh barisan kera, (kumbakarna) bersumpah mati dalam perang.

Bait ke tiga dan keempat ini berkisah tentang Kumbakarna seorang raksasa yang merupakan adik dari Prabu Dasamuka (Rahwana) dari Alengka. Ia merupakan sosok yang memiliki jiwa kesatria serta semangat cinta tanah air. Saat Alengka diserang oleh tentara kera, kumbakarna turut maju,  bukan untuk membantu kakaknya yang bersalah melainkan untuk maju sebagi seorang kesatria

yang berusaha membela dan mempertahankan tanah kelahiran dan tanah peninggalan leluhurnya. Dan pada akhirnya ia pun gugur dimedan perang.

5.

(4)

Suryaputra Narpati Ngawangga, Lan Pandhawa tur kadange, Len yayah tunggil ibu, Suwita mring Sri Kurupati, Aneng nagri Ngastina, Kinarya gul-agul,

Manggala golonganing prang, Bratayuda ingadegken senapati,  Ngalaga ing Korawa.

5.

Baik pula untuk teladan, Suryaputera raja Ngawangga,

Dengan Pandawa (ia) adalah saudaranya, Berlainan ayah tunggal ibu,

(ia) mengabdi kepada Sri Kurupati, Dijadikan andalan,

Panglima di dalam perang Bratayuda, (ia) diangkat menjadi senapati,

Perang di pihak Korawa. 6.

Minungsuhken kadange pribadi, Aprang tandhing lan sang Dananjaya, Sri Karna suka manahe,

Dene sira pikantuk,

Marga dennya arsa males-sih, Ira sang Duryudana,

Marmanta kalangkung, Dennya ngetog kasudiran,

Aprang rame Karna mati jinemparing, Sumbaga wirotama.

6.

Dihadapkan dengan saudaranya sendiri, Perang tanding melawan Dananjaya, Sri Karna suka hatinya,

Karena (dengan demikian) ia memperoleh jalan untuk membalas cinta kasih, Sang Duryudana,

Maka ia dengan sangat,

Mencurahkan segala keberaniannya,

(dalam) perang ramai Karna mati dipanah (musuhnya), (akhirnya ia) mashur sebagai perwira utama.

Bait ke 5 dan 6 berkisah tentang (Suryaputra) Adipati Karna. Siapa yang tak mengenal sisi fenomenal Adipati Karna. Adipati Karna dicatat sebagai menantu yang tak terlalu berbakti pada mertuanya, Prabu Salya. Yang paling dilematis adalah ketika Kunti, ibu kandungnya,

(5)

memintanya untuk bergabung dalam barisan perang Pandawa. Adipati Karna menolak. Ia memilih bertarung dengan Arjuna, adik seibu yang seimbang kepiawaiannya dalam memanah. Ia  berutang budi pada Duryudana dan telah bersumpah untuk membalas persaudaraan itu dengan

sebuah loyalitas dan memegang teguh janjinya sebagi sumpah setia untuk membalas budi prabu Kurupati. Dan loyalitas itu ia buktikan hingga hembusan nafas terakhirnya. Nilai itulah yang dalam Tripama dituliskan untuk dapat menjadi inspirasi bagi para pembacanya.

7.

Katri mangka sudarsaneng Jawi, Pantes lamun sagung pra prawira, Amirita sakadare,

Ing lalabuhanipun,

Aja kongsi mbuwang palupi, Manawa tibeng nistha,

Ina esthinipun,

Sanadyan tekading buta,

Tan prabeda budi panduming dumadi, Marsudi ing kotaman.

7.

Ketiga (pahlawan tersebut) sebagai teladan orang Jawa, Sepantasnyalah semua para perwira,

Mengambilnya sebagai teladan seperlunya, (yakni) mengenai jasa-bakti-nya,

Janganlah sampai membuang teladan, Kalau-kalau jatuh hina,

Rendah cita-citanya, Meskipun tekad raksasa,

Tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya (sebagai) makhluk, Berusaha meraih keutamaan.

Bait terakhit berisi bahwa tiga tokoh tersebut merupakan tokoh yang patut diteladan bagi orang  jawa, yang perlu diambil jasa bakti serta keteladanannya untuk mencapai keutamaan dan

kemuliaan.

C. Makna filosofi yang terkandung dalam Serat Tripama:

1. Serat Tripama mengandung konsep bela negara yang tertuang dalam setiap syairnya. 2. Ajaran tentang cinta tanah air demi kepentingan bangsa dan negara

3. Bahwa kepentingan bangsa dan negara haruslah diutamakan diatas kepentingan pribadi. Serat Tripama Pupuh Dhandhanggula

 Serat Tripama anggitane swargi : Kngjeng Gusti Pangeran Ad ipati Arya ( KGPAA )

Mangkunegara IV

 Wondene (sedangkan) Serat Tripama iku wujude mung tipis banget, mung saka sapupuh

yaiku Dhandhanggula lan dumadi saka 7 pada ( Katrangan : Pupuh yaiku rangkaian tembang kang padha nganti pirang-pirang pada / bait )

 Tembang Dhandhanggula kalebu tembang macapat amarga nduweni paugeran / aturan

(6)

 Sasmita tembang Dhandhanggula : Sarkara, manis, madu, (h)artati, dhandhang,

guladrawa, lsp ( Katrangan : Sasmita tembang yaiku unen-unen / tetembungan sing kanggo menehi tandha utawa pralambang jenenge tembang )

 Watak tembang Dhandhanggula : luwes, supel, manis, resep ( seneng ), nyenengake  Tegese ( arti ) Tembang Dhandhanggula : tembang kang nggambarake manungsa kang

lagi ngrasakake nikmating urip, bebasan legining gula, nggambarake umur kang wis diwasa, wiwit bisa ngatur kabutuhane urip, lan seneng nyambut gawe bebarengan

 Isi Serat Tripama Pupuh Dhandhanggula yaiku pepeling kang diandharake lumantar

 pralambang lakon pewayangan minangka tuladha ( Katrangan : Ana 3 lakon sing dadi tuladha yaiku Bambang Sumantri / Patih Suwanda saka Epos Arjuna Sasrabahu,

Kumbakarna saka Epos Ramayana, lan Adipati Karna / Basukarna/ Suryaputra saka Epos Mahabharata )

 Intine, Serat Tripama Pupuh Dhandhanggula isine yaiku : Pepeling supaya para prajurit

 prayogane niru sipat ksatria, lelabuhan / pangurbanan marang nagara.

 SERAT TRIPAMA

 PENDAHULUAN 

 Mengapa tokoh wayang Karna dijadikan sebagai teladan oleh Tripama (Sri Mangkang), sedangkan ia ikut golongan angkara? Dan siapakah yang menjadi tokoh teladan dalam Tripama yang benar -benar bisa dapat dikatakan sebagai satria dan prajurit utama?

 Hampir boleh dikatakan, bahwa setiap orang asli Solo tentu mengetahui siapa yang dimaksud dengan Tripama. Tripama adalah penampilan tiga tokoh yang patut dan dianjurkan untuk dijadikan teladan bagi orang yang ingin mengabdikan diri dalam bidang keprajuritan dan keperwiraan. Tokoh wayang tersebut adalah Mahapatih Sumantri dari Maespati, Mahawira Kumbakarna dari Alengka, dan

 Adipati Basukarna dari Astina (Karsono Saputra. 2005: 115).  PEMBAHASAN 

 Sri Mangkunegara IV di Surakarta meninggalkan warisan utama bagi bangsa ini berupa Serat Tripama. Serat ini menceritakan tentang tiga tauladan utama keprajuritan dan warga negara yang tolol mengabdi hidup dan perjuangannya di garisnya masing-masing. Dalam serat ini dibahas tiga tokoh utama yang patut dijadikan teladan bagi orang yang ingin mengabdikan diri dalam bidang keprajuritan dan kewiraan. Serat ini juga dikatakan sebagai serat yang ditujukan kepada prajurit. Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Sumatri dari Maespati, Mahawira Kumbakarna dari Alengka dan  Adipati Basukarna dari Astina (Purwadi, 2006: 395)

 Mahawira Kumbakarna dari Alengka

 Raden Kumbakarna merupakan adik raja Alengka, Prabu Dasamuka. Raden Kumbakarna bertubuh raksasa ‘buta’, tetapi berjiwaluhur. Sifat -sifat cinta tanah air dan perjuangannya tergambar dala m tembangan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994: 113) berikut ini:

(7)

Wonten malih tuladha prayogi  Satriya gung negari ing Alengka  Sang Kumbakarna arena

Tur iku warna ditya

 Supradene nggayuh utami  Duk wiwit prang Alengka  Dennya darbe atur

 Maring saka amrih raharja

 Dasamuka tan keguh ing atur yekti  Dene mungsuh wanara

 Kumbakarna kinen mangsah jurit  Mring kang raka sira pan nglenggana  Nglungguhi kasatriya

 Ingtekaddatan sujud  Amungcipta labuh negeri  Myang Leluhuripun

Wusmukti aneng Alengka

 Mangka arsarinusak ing balakapi  Punapi matingrana

 Kumbakarna perang melawan prajurit kera, tidak bermaksud membela kakaknya (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994: 235). Dia sangat tidak setuju idiologi dan kepribadian Dasamuka. Kumbakarna selalu mengingatkan kakaknya untuk menyerahkan Dewi Sinta yang telah kakaknya culik dari Rama. Walaupun tidak sepaham denga kakaknya yang sekaligus sebagai rajanya, Kumbakarna tetap maju ke medan perang. Dia berperang hanya semata-mata menjalankan kewajiban sebagai satria dan warga negara.

 Disinilah kitab ia melihat rasa nasionalisme yang dEmilikian Kumbakarna. Sifat seperti ini mungkin  juga tercermin dengan istilah wrong right my country, benar salah adalah negeriku. Apa pun

alasannya, tanah tumpah darah harus dibela (Purwadi, 2006: 398), mengingat di sinilah orang tua, leluhur dan kita dilahirkan, dibesarkan dan kelak dikubur.

 Adipati Basukarna dari Astina

 Adipati Karna adalah putra Dewi Kunti dengan Batara Surya. Oleh sebab itu ia juga disebut dengan  Surya tamaja atau Surya putra. Sedangkan Dewi Kunthi dengan Prabu Dewanata menurunkan Punta

dewa, Werkudara dan Arjuna. Berdasarkan silsilah di atas ternyata Adipati Kumbakarna masih bersaudara dengan Pandawa. Namun saat besar dia menga bdikan dirinya pada Negara Astina. Sifat kepribadiannya di gambarkan pada tembang berikut:

Wonten maleh kinarya palupi  Surya putra Narpati Ngawangga  Lan pendawatur kadange

(8)

 Lanyayah tunggil ibu

 Suwitramring Sang Kurupati  AningnagriNgatina  Kinaryagulagul  Manggalagolonganing prang  Bratayudaingadekensenapati  NgalagaingKurawa  SuwandadariMaespati

 Patih Suwandara dalam melaksanakan tugasnya selalu menepati atau menempatkan dirinya sebagai orang yang mempunyai sifat-sifat utama, yaitu sifat ksatria (trah utama). Gambaran orang

semacaminiadalah orang

yangselalumelaksanakantugasnya,dapatmencariakaluntukmemecahkanmasalah.Dilukiskan pula bahwa Patih Suwandara tidak mau mengambil harta rampasan dari Negara yang ditaklukannya, melainkan harta tadi diberikan kepada Negara. Inilah yang disebut kaya didalam diri Patih

 Suwandara.

 Ia juga tidak takut mati dalam peperangan membela Negara, bangsa dan rajanya (Departemen  Pendidikandan Kebudayaan, 1994: 112).

 Hal ini dilukiskan dalam tembang sebagai berikut: Yogyanira kang para prajurit

 Lamun bisa sira anulada  Duk ingune caritane  Andelira Sang Prabu  Sasrabahu ing Maespati  Aran Patih Suwanda  Lalebuhanipun

 Kang ginelung tri pakara

Guna karya purun ingkang dan antepi  Nuhoni trah utama

 Lire lelabuhe tri prakawis Guna; bisa saniskareng karya  Budi dadya nanggule

 Kaya; sayektinipun

 Duk bantu prang Magada Nagri  Amboyong putri dhomas

 Katur ratunipun  Purune sampun tetela

 Aprang tandhing lan ditya Ngalengka nagri  Suwandra mati ngrana

(9)

Terjemahan:

 Sayogayanya wahai prajurit Tirulah sebisa-bisanya

Cerita dizaman dahulu

Yakni tangan kanan Sang Prabu  Sasrabahu dari Maespati

Yng bernama Patih Suwandra  Bekal mengabdinya

 Meliputi tiga hal

Guna, karya dan purun yang selalu dipegang  Sebagai seorang manusia utama

 Adapun ketiga bekal pengabdian itu Guna; berartiserba bisa

 Berusaha untuk selalu berhasil  Karya; sesungguhnya

 Ketika menjadi panglima perang  Melawan Negeri Maganda

 Ia sukses memboyong putri domas  Kemudian dihaturkan kepada rajanya

 Purun; jelas ketika bertempur melawan raksasa Alengka  Suwanda gugur di medan laga

 Dari syair-syair di atas,dapat menemukan tiga sifat keprajuritan Patih Suwanda, antara lain:

1. Guna berarti ahli, pandai dan terampil dalam mengabdi kepada bangsa dan negaranya. Suwanda selalu membekali diri dengan berbagai ilmu dan keterampilan. Dia bekerja tidak asal-asalan agar segalanya bisa sukses.

2. Kaya berarti serba kecukupan. Sewaktu Patih Suwanda diutus oleh raja, dia kembali memperoleh harta rampasan tidak disimpan sendiri, tetapi diserahkan kepada negara.

 3. Purun berarti pemberani, bersemangat dan dinamis sebagai pemuka negara. Suwanda selalu tampil semangat menyala-nyalatanpa disertai pamrih. Bahkan jika perlu jiwa r aganya pun dikorbankan.

 Serat Tripama diakhiri dengan sebuah tembang Dhandhanggula (Purwadi, 2004: 400), sebagai berikut:  Katrimangkasudarsanengjawi  Pantessagungkangparaprawira  Amiridasakadare  Lung lelabuhipun  Ajwakongsibuangpalupi  Manawa sibengnist

(10)

 Ingestinipun

 Senadyansekadhingbuda

Tan prabedabudipandumingdumadi  Marsudiingkotaman

Terjemahan:

 Ketiganyabuatcontoh orang Jawa  Pantassekalianparaperwira  Menirulahsebisanya  Dalamhalpengabdian  Jangansampaimembuangtauladan  Jikaterjatuhdalamkenistaan  Hinasebenarnya Walaupuntekadajamandahulu Tiadabedabudimasing-masingmanusia  Jalanmencarikebenaran

 Pesan Dalam Serat Tripama

1. Tiap-tiap warga Negara mempunyai kewajiban membela tanah airnya

2.  Ajaran tentang cintatanah air dan wajib bela Negara itu juga bisa kita temu dalam ungkapan-ungkapan tradisional

 3.  Dalam menila isuatu hal kita perlu cermat dan hati-hati, harus bisa membedakan baik buruknya secara tepat

4. epentingan bangsa dan Negara harus lebih diutamakan dari pada kepentingan pribadi dan golongan

 5.  Demi kepentingan bangsa dan Negara kita melakukan dengan sepenuh hati

6.  Seseorang akan tumbuh sikap hidup jika selalu memperlakukan orang lain secara manusiawi (Dhanu PriyoPrabowo, 2003: 44).

WEWALER (Larangan)

 Aja sira deksura, ngaku luwih pinter tinimbang sejene  Aja seneng yen den alem, aja sengit yen den cacat  Aja gawe seriking atining liyan

 Aja ngece wong ora duwe

 Aja pisan nacat ing liyan, ora ana wong kang ora cacat  Aja lali piwulang kang becik

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan empat bidang lingkup permasalahan yang diuraikan di atas telah dipilih tiga yang utama untuk dijadikan bahan dalam penyusunan program pendampingan

Pada awalnya gerakan fundamentalisme hanya melibatkan tiga tokoh utama yang merupakan orang-orang yang berasal dari wilayah yang sama dengan latar belakang pendidikan yang sama

Dengan tabel tersebut maka jelaslah gaya horor bahasa tokoh utama (Alisa) yang diperankan Suzzanna secara umum bisa dikatakan cenderung singkat, cepat, jelas

Tingkat tutur krama bahasa Jawa juga terbagi menjadi tiga jenis yaitu: kramainggil merupakan ragam hormat yang dipakai untuk orang, kramaandhap merupakan ragam hormat yang

Tingkat tutur krama bahasa Jawa juga terbagi menjadi tiga jenis yaitu: kramainggil merupakan ragam hormat yang dipakai untuk orang, kramaandhap merupakan ragam hormat yang

B Sulardi; (2) membandingan persamaan struktur sastra (tema, tokoh dan penokohan, alur dan setting) dalam novel Kirti Njunjung Drajat karya R. Tg Jasawidagda dan

Tim Penilai Provinsi berdasarkan hasil rapat sebagaimana dimaksud pada huruf c, memilih 3 (tiga) orang nominasi Pejabat Fungsional di Bidang Kelautan dan Perikanan Teladan

Bagi mengupas isu tersebut, tiga orang tokoh wanita Melayu dijadikan kes empirikal sekitar persoalan emansipasi wanita dan kemerdekaan dalam politik wanita Melayu pra merdeka