• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU BERISIKO IINFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA IBU RUMAH TANGGA DI DAERAH BERBASIS AGAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU BERISIKO IINFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA IBU RUMAH TANGGA DI DAERAH BERBASIS AGAMIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERILAKU BERISIKO IINFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA IBU RUMAH

TANGGA DI DAERAH BERBASIS AGAMIS

Nurtika Indahyani

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Kampus Undip Tembalang Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang Selatan

E_mail : tixa.indahyani11@gmail.com

ABSTRAK

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak ( DKK ) jumlah pasien IMS yang ditemukan pada tahun 2014 adalah 537 dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu 559. Total kasus IMS pada Ibu rumah tangga pada tahun 2014 sebesar 112 sedangkan tahun 2015 yaitu 295 juga mengalami peningkatan. Kejadian IMS yang dulunya terjadi hanya pada kelompok kunci atau pada wanita pekerja seksual komersil, pada saat ini mulai merambah pada kelompok-kelompok risiko rendah, seperti pada ibu rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku berisiko IMS pada Ibu rumah tangga di Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak.

Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang ada di Kecamatan Karangawen yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu sebesar 1.6696 orang. Kemudian dengan menggunakan rumus, didapatkan sampel sebesar 107. Setelah itu dilakukan penghitungan proporsi setiap RW. Pengambilan sampel dilakukan secara random. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Agustus-September 2016 dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji

chi-square dan Regresi Logistik.

Hasil penelitian pada 107 sampel didapatkan bahwa responden yang mempunyai perilaku berisiko IMS sebesar (16,8%). Hasil uji statistik menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 95% diperoleh terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden (p=0,000), status pekerjaan responden (p=0,000), pertama kali responden melakukan hubungan seksual (p=0,000), riwayat IMS responden (p=0,010), dukungan petugas kesehatan (p=0,000), jenis pekerjaan suami (p=0,047), pertama kali suami melakukan hubungan seksual (p=0,000), dengan perilaku berisiko IMS. Analisis multivariat yang diterapkan adalah analisis regresi logistik untuk menguji variabel yang secara multivariat mempunyai pengaruh paling besar terhadap variabel terikat. Hasil analisis dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan kuat dengan perilaku berisiko IMS adalah riwayat IMS (p=0,011 Exp(B)=5,569) jenis pekerjaan responden (p=0,040 Exp(B)=4,421) dan dukungan petugas kesehatan (p=0,028 Exp(B)=0,221).

Saran yang dapat direkomendasikan yaitu perlu adanya peningkatan pengetahuan IMS terutama gejala dan bahaya IMS yaitu melalui media seperti internet, pelatihan bidan/petugas kesehatan lainnya, bagi peneliti diharapkan untuk dapat melakukan penelitian yang lebih besar ruang lingkupnya.

(2)

2 ABSTRACT

FACTORS CORRELATES WITH RISK BEHAVIOR OF STIs IN HOUSEWIVE KARANGAWEN, DEMAK

Based on data from Demak District Health Office (DKK) the number of STI patients were discovered in 2014 was 537 and in 2015 has risen 559. Total cases of STIs in Housewives in 2014 amounted to 112 while the 2015 is also increased was 295. The incidence of STIs that were once occurred only in the group key or female commercial sexual workers, at this time began to explore the low-risk groups, such as housewives. The purpose of this study was to analyze the factors associated with risk behaviors of STI in housewife in District Karangawen Demak.

The research method is quantitative, using cross sectional approach. The population in this study is a housewife in Sub Karangawen who have met the criteria for inclusion in the amount of 1.6696 people. Then, using the formula, obtained a sample of 107. Once that was done counting the proportion of each RW. Sampling was done randomly. The data collection was conducted from August to September 2016 by direct interview using a questionnaire. Data analysis using chi-square test and logistic regression.

The results of the study on 107 samples found that respondents who have STI risk behavior of (16.8%). Statistical test results using the chi square with a significance level of 95% was obtained a significant correlates between the respondent's age (p = 0.000) and employment status of the respondents (p = 0.000), the first time the respondent had sexual intercourse (p = 0.000), history of STIs respondents ( p = 0.010), the support of health workers (p = 0.000), type of husband work (p = 0.047), first husband had sexual intercourse (p = 0.000), with the STI risk behaviors. Multivariate analysis was applied logistic regression analysis to test the multivariate variables that have the most impact on the dependent variable. The results of the analysis with logistic regression test showed that the variables are strongly associated with risky behaviors STIs is a history of STIs (p = 0.011 Exp(B)=5,569) the respondents work (p = 0.040 Exp(B)=4,421) and the support of health workers (p = 0.028 Exp(B)=0,221).

Suggestions that can be recommended is a need to increase knowledge of STI, especially the symptoms and dangers of STIs with internet method , training of midwives / other health workers, the researchers expected to be able to do a larger study scope.

(3)

3 PENDAHULUAN

Infeksi Menular Seksual (IMS) atau biasa disebut penyakit kelamin adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Meskipun infeksi menular seksual (IMS) terutama ditularkan melalui hubungan seksual, namun penularan dapat juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat

kesehatan.(1) IMS meliputi Syphilis, Gonorhoe, Bubo, Jengger ayam, Herpes, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV/AIDS,

Kandidiasis dan Trichomonas vaginalis.(1)1. Pribakti. Epidemiologi Penyakit Menular Seksual (PMS). Jakarta Balai Penerbit FKUI. 2008;

2. (WHO) WHO. Sexually

Transmitted Infections: Briefing Kit For Teachers. Geneva WHO. 2001;

3. DKK D. Laporan Kasus HIV/AIDS Kabupaten Demak. Dinas Kesehat Kabupaten Demak. 2015;

4. UNAIDS. UNAIDS report on the global AIDS epidemic. Glob Rep. 2013;

5. I G Wiswasa A. Pengetahuan, Sikap Ibu Rumah Tangga Mengenai Infeksi Menular Seksual Termasuk HIV/AIDS Serta Perilaku Pencegahannya Di Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota

Denpasar Tahun 2013. Diakses melalui : ojs.unud.ac.id. 2016; 6. Mustofa. Faktor yang

Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa di

Pekalongan Tahun 2009. J 2010. 7. Sen G dan OP. Unequal, Ufair,

Ineffective and Ineffcient Gender Inequity in Health : Why it Exists and how we can change it. Final

report. world Heal Organ Soc Determ Heal. 2007;

8. Gani Y. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Terhadap Kejadian IMS Pada Ibu Rumah Tangga di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat Pada Tahun 2013. Kebidanan Komunitas, FKM UI. 2013; 9. Dunkle K., Jewkes, R., Brown,

H., McIntyre, J., Gray, G., Harlow S. -Based Violence and HIV Infection among Pregnant Women in Soweto.Australian Agency for International Development. (serial online), Available from URL

http//www.mrc.ac.za/gender/wom en.pdf. 2013;

10. Wardlow Cao 2009;Irene. Perilaku seks berisiko penularan HIV pada populasi kunci di Jawa Barat. Departmen Psikiatri, Fak Kedokteran, Univ Padjajaran / Rumah Sakit Hasan

Sadikin,Bandung, Indones. 2007; 11. Bloom B. Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Bab V, Pendidikan dan Prilaku. Halaman 126-127. 2003.

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang.(1)

IMS dan HIV mempunyai hubungan yang erat dalam penyebaran dan penularan, dan telah dibuktikan kalau keberadaan IMS meningkatkan risiko penyebaran HIV melalui hubungan seksual, yang sering disebut IMS adalah pintu masuk HIV. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia adalah 2-10 kali lipat.(2)

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak ( DKK ) jumlah pasien IMS yang ditemukan

(4)

4 pada tahun 2014 adalah 537 dan pada

tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu 559.(3)

Kasus IMS pada Ibu rumah tangga tertinggi di Kecamatan Karangawen Sebesar 173 orang, disusul Kecamatan Guntur 111 orang, Mranggen 7 orang, Sayung 2 orang, Kebon Agung 2 orang. Di Jawa Tengah kasus HIV di Kabupaten Demak menduduki peringkat ke-8 tahun 2014 kemudian naik menjadi peringkat ke-5 tahun 2015.(3)

Peningkatan pada wanita

meningkat tajam melebihi kasus pada laki laki. Hal yang menunjukkan tingginya kasus IMS adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang berkembang di masyarakat yang disebabkan oleh penularan secara hubungan seksual. Kejadian IMS yang dulunya terjadi hanya pada kelompok kunci atau pada wanita pekerja seksual komersil, pada saat ini mulai merambah pada

kelompok-kelompok risiko rendah, seperti pada ibu rumah tangga.(4)

Dari gambaran di atas sosialisasi dan perlindungan terhadap kelompok populasi yang ada di daerah Demak sangatlah penting. Namun, perhatian terhadap kelompok ibu rumah tangga dan istri yang memiliki perilaku berisiko rendah masih sangat kurang.i Selama ini sebagian besar kegiatan promosi kesehatan banyak berfokus

pada pelakseks bebas dan pengguna narkotika suntikDengan demikian, tingkat kewaspadaakelompok pasangan tetap masih sangat rendah. (5)

METODE

Jenis penelitian ini adalah

descriptive corelational dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini

adalah Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Karangawen Kbupaten Demak yang berumur 15-49 tahun yaitu sejumlah 16.696. Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan sampel sejumlah 107. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2016. Pengumpulan data menggunakan kuesioner.

HASIL

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Responden

Dari tabel 1 Diketahui bahwa sebagian besar umur responden yaitu berada pada umur ≤ 35 tahun dengan persentase sebesar 57%.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis pekerjaan Responden

Dari tabel 2 Diketahui bahwa sebagian besar jenis pekerjaan responden yaitu wiraswasta dengan persentase sebesar 72%.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Hubungan Seksual Pertama Responden

Pertama kali melakukan Frekuensi (f) Persentase (%) Umur responden Frekuensi (f) Persentase (%) ≤35 61 57,0 >35 46 43,0 Jumlah 107 100,0 Umur respon den Frekuensi (f) Persentase (%) PNS dan Pegawai swasta 20 28,0 Wiraswa sta 77 72,0 Jumlah 107 100,0

(5)

5 HUS Sebelum menikah 11 10,3 Setelah menikah 96 89,7 Jumlah 107 100,0

Tabel 3 menunjukkan bahwa paling banyak responden yang melakukan hubungan seksual pertama kali setelah menikah dengan persentase sebesar (89%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Riwayat IMS Responden Riwayat IMS responde n Frekuensi (f) Persentase (%) Pernah 30 28,0 Tidak pernah 77 72,0 Jumlah 107 100,0

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak pernah mengalami IMS dengan persentase (72%).

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Pengetahuan IMS Frekuensi (f) Persentase (%) Rendah 55 51,4 Tinggi 52 48,6 Jumlah 107 100,0 Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan rendah lebih banyak yaitu sebesar (51,4%).

HASIL

Hubungan Umur dengan Perilaku berisiko

Tabel 6 Hubungan Umur dengan Perilaku Berisiko Umur Perilaku Seksual Jumlah Berisiko Tidak berisiko N % N % n % ≤ 35 18 29,5 43 70,5 61 100 >35 0 0 46 100 46 100 Nilai p = 0,000 OR:0,705(CI 0,599-0,829)

Tabel 6 menunjukkan bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang berumur ≤ 35 tahun (29,5%) dibandingkan dengan responden yang berumur > 35 tahun (0,0%). Hasil uji statistik menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 95% diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga secara statistik dapat dinyatakan ada hubungan antara umur responden dengan perilaku berisiko IMS.

Hubungan Jenis Pekerjaan responden dengan perilaku berisiko IMS

Tabel 7 Hubungan Status Pekerjaan responden dengan perilaku berisiko IMS Pekerja an Perilaku Seksual Jumlah Berisiko Tidak berisiko N % N % N % PNS dan Pegaw ai Swasta 12 40,0 18 60,0 30 100 Wirasw asta 6 7,8 71 92,2 77 100 Nilai p = 0,000 OR:7,889 CI (2,60523,892)

Tabel 7 menunjukkan bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang bekerja sebagai PNS dan Pegawai Swasta (40%) dibandingkan dengan responden yang bekerja sebagai Wiraswasta (7,8%). Hasil uji statistik menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 95% diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga secara statistik dapat dinyatakan ada hubungan antara status pekerjaan responden dengan perilaku berisiko IMS.

Hubungan Pertama kali melakukan hubungan seksual dengan perilaku berisiko IMS

(6)

6 Tabel 8 Hubungan Pertama kali

melakukan hubungan seksual dengan perilaku berisiko IMS

Hubung an seksual Perilaku Seksual Jumlah Berisiko Tidak berisiko n % N % N % Sebelu m menika h 11 100,0 0 0 11 100 Setelah menika h 7 7,3 89 92,7 96 100 Nilai p = 0,000 OR:13,714 CI(6,72027,986)

Tabel 8 menunjukkan bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang melakukan hubungan seksualnya sebelum menikah (100,0%) dibandingkan responden yang melakukan hubungan seksualnya setelah menikah (7,3%). Hasil uji statistik menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 95% diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga secara statistik dapat dinyatakan ada hubungan antara kapan pertama kali melakukan hubungan seksual dengan perilaku berisiko IMS. Hubungan Riwayat IMS responden dengan perilaku berisiko IMS

Tabel 9 Hubungan Riwayat IMS responden dengan perilaku berisiko IMS Riwayat IMS Perilaku Seksual Jumlah Berisiko Tidak berisiko n % N % N % Pernah 10 33,3 20 66,7 30 100 Tidak Pernah 8 10,4 69 89,6 77 100 Nilai p = 0,010 OR:4,312CI (1,502-12,380)

Tabel 9 menunjukkan bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang pernah mengalami IMS (33,3%), dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami IMS (10,4%). Hasil uji statistik menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 95% diperoleh nilai p=0,010 (p<0,05)

sehingga secara statistik dapat dinyatakan ada hubungan antara riwayat IMS dengan perilaku berisiko IMS.

Hubungan Pengetahuan IMS dengan perilaku berisiko IMS

Tabel 10 Hubungan Pengetahuan IMS dengan perilaku berisiko IMS

Pengetah uan IMS Perilaku Seksual Jumlah Berisiko Tidak berisiko N % N % N % Rendah 8 14,5 47 85,5 55 100 Tinggi 10 19,2 42 80,8 52 100 Nilai p=0,697 OR:0,715 CI (0,258-1,980)

Tabel 10 menunjukkan bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang mempunyai pengetahuan tinggi (19,2%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai pengetahuan rendah (14,5%). Hasil uji statistik menggunakan chi square dengan taraf signifikansi 95% diperoleh nilai p=0,697 (p>0,05) sehingga secara statistik dapat dinyatakan tidak ada hubungan antara pengetahuan IMS dengan perilaku berisiko IMS.

PEMBAHASAN

1. Gambaran Perilaku Seksual Berisiko

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak mempunyai perilaku berisiko IMS yaitu sebesar (83,2%) sedangkan responden yang mempunyai perilaku berisiko IMS yaitu sebesar (16,8%).

(7)

7 Perilaku berisiko dalam

penelitian ini adalah kegiatan yang meningkatkan risiko penularan IMS seperti berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom.

Perilaku seksual berganti-ganti pasangan tersebut diperparah dengan tingkat penggunaan kondom yang rendah. Kondom yang terbuat dari bahan lateks berfungsi untuk mencegah terjadinya pertukaran cairan kelamin saat berhubungan seksual, sehingga dapat mencegah terjadinya penularan IMS dan HIV. Namun, penggunaan kondom sering dianggap mengurangi kenikmatan saat berhubungan seksual. Perilaku berisiko dari perempuan maupun pasangannya (laki-laki) dapat meningkatkan kerentanan perempuan untuk mengalami IMS dan atau HIV, perempuan lebih rentan tertular IMS dan HIV dua kali dari pasangan laki-laki yang terinfeksi apabila tanpa penggunaan kondom.(6)

2. Hubungan umur dengan perilaku berisiko IMS

Umur adalah lamanya hidup yang dilalui terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat dilakukan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan antara umur dengan perilaku seksual berisiko. Hasil studi pada mahasiswa di Peklaongan, yakni terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual.(7)

Umur juga dapat menggambarkan keadaan seseoarang. Peningkatan umur dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan pengambilan

keputusan dalam menghadapi situasi tertentu, begitu juga dalam hal perilaku seksual. Usia produktif akan cenderung lebih aktif secara seksual.

3. Hubungan Jenis Pekerjaan Responden dengan Perilaku berisiko IMS

Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan perilaku berisiko IMS.

Menurut Kresno (2000 ) dalam Gani (2013) mengatakan pekerjaan merupakan salah satu aspek sosial yang menentukan pola penyakit yang akan dideritanya yang disebabkan oleh pekerjaannya.(8)

Dunkle, et al. (2003) juga menyatakan bahwa wanita dengan pekerjaan yang mapan cenderung memiliki risiko terinfeksi IMS dan HIV. Pada wanita-wanita dengan posisi pekerjaan yang baik, seringkali kekurangan waktu untuk membina rumah tangga. Namun sebagai perempuan dewasa, mereka tidak dapat lepas dari aktivitas seksual. Aktivitas seksual yang mereka kerjakan ada yang didasarkan pada imbalan uang atau barang. Dan ada juga yang didasarkan hubungan sesaat tanpa ikatan. Muaranya adalah terkondisikan suatu kebiasaan hubungan seksual multipartner, yang tanpa disadari meningkatkan risiko terinfeksi IMS dan HIV. 4. Hubungan Kapan Pertama kali

responden melakukan hubungan seksual dengan perilaku berisiko IMS

Bahwa risiko wanita yang melakukan hubungan seksual di umur sebelum 20 tahun 2,2 kali. Penelitian dan pendapat yang memperkuat pernyataan Kementerian Kesehatan tentang faktor risiko IMS dalam Pedoman Penatalaksanaan IMS adalah

(8)

8 Kemenkes, 2010 dan Cao, 2009

dalam Gani, 2013., perempuan yang melakukan perkawinan dibawah 20 tahun masih tinggi, yaitu pada umur 10-14 tahun (4,8%), umur 15-19 tahun (41,9%). Berbeda dengan Jendri, 2008 melihat tidak ada hubungan kejadian IMS dengan umur pertama kali melakukan hubungan seksual p value=0,587. Kerentanan pada wanita yang melakukan hubungan seksual pada umur remaja diseabkan oleh anatomis wanita yang secara normal berbentuk silindris tumbuh meluas dari kanalis serviks bagian dalam sampai pertemuan vagina dan serviks. Kondisi ini akan meningkatkan risiko terhadap bakteri yang menyebabkan infeksi pada wanita dewasa muda yang seksual aktif. Ditambah dengan adanya cairan mukos yang diproduksi oleh serviks dan belum adanya imunitas humoral sampai dimulainya fase ovulasi.(6)

Terdapat jawaban responden yang menyatakan pertama kali melakukan hubungan seksual saat berumur 16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden telah melakukan perilaku seksual berisiko sejak usia remaja. Setelah menikah responden juga tetap melakukan perilaku berisiko karena sudah menjadi kebiasaan.(9)

5. Hubungan Riwayat IMS dengan perilaku berisiko IMS

Responden yang

melakukan hubungan seksual dengan pasangan terinfeksi, dan atau pernah melakukan hubungan seksual dengan bukan pasangan syahnya berpeluang 12 kali mengalami keluhan IMS. Responden yang melakukan kontak dengan pasangan terinfeksi saja memiliki peluang 4 kali dibandingkan yang tidak

melakukan. Sementara responden yang pernah melakukan hubungan seksual diluar pasangan syahnya memiliki peluang 3,5 kali. Hal ini sesuai dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa salah satu faktor risiko pada IMS adalah memiliki mitra seksual yang menderita IMS, memiliki pasangan seksual lebih dari 1.(10)

6. Hubungan Pengetahuan IMS dengan Perilaku Berisiko IMS

Menurut Bloom, 1908 dalam Notoadmodjo, 2008 (dalam Mutia, 2008) pengetahuan itu mempunyai enam tingkatan. Responden yang memiliki informasi cukup tetapi perilakunya justru berisiko kemungkinan dikarenakan tingkat pengetahuan yang dimilikinya baru mencapai tahap tahu (know) yang merupakan tingkat pengetahuan paling rendah sehingga belum mampu mendorong responden untuk tidak melakukan perilaku berisiko IMS dan HIV/AIDS.(11)

Responden dengan pengetahuan baik lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan dengan responden berpengetahuan kurang baik. Idealnya, secara umum semakin pengetahuan seseorang, maka

semakin rendah

kecenderungannya untuk berperilaku berisiko. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang membuktikan bahwa responden dengan pengetahuan rendah 3,16 kali lebih berpeluang melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan responden dengan pengetahuan tinggi (Andriani, 2013). Namun hal bertolak belakang dengan hasil penelitian. Asumsinya karena mereka yang berpengetahuan baik dianggap paham akan risiko dan

(9)

9 dampak yang akan timbul dari

perilaku yang mereka miliki. Namun pada kenyataannya, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan saja, melainkan ada banyak hal lain yang tidak hanya berasal dari dalam diri individu tetapi juga dari luar misalnya pengaruh lingkungan sosial dan paparan informasi. Selain itu, kemungkinan pengetahuan yang dimiliki baru mencapai tingkat know (tahu). Tahu diartikan hanya sebagai recall memori yang telah ada sebelumnya. Tahap selanjutnya

adalah comprehension

(memahami) yaitu memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

Rendahnya tingkat pengetahuan responden kemungkinan disebabkan masih banyak mereka yang belum terpapar dengan informasi tentang IMS dan HIV/AIDS dan tingkat pengetahuan masih pada tahap memahami belum melalui tahap aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Perilaku Ibu Rumah Tangga yang berisiko yaitu responden yang berhubungan seksual selain dengan suami dan tidak selalu menggunakan kondom yaitu sebesar (16,8%).

2. Beberapa faktor yang memiliki hubungan yang signifikan secara statistik terhadap perilaku berisiko IMS adalah :

a. Umur responden bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang

berumur ≤ 35 tahun (29,5%) dibandingkan dengan responden yang berumur > 35 tahun (0,0%) dengan (p=0,000)

b. Jenis pekerjaan responden bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang bekerja sebagai PNS dan Pegawai Swasta (40%) dibandingkan dengan responden yang bekerja sebagai Wiraswasta (7,8%) dengan (p=0,000) c. Waktu pertama kali responden

melakukan hubungan seksual bahwa perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang melakukan hubungan seksualnya sebelum

menikah (100,0%)

dibandingkan responden yang melakukan hubungan seksualnya setelah menikah (7,3%) dengan (p=0,000) d. Riwayat IMS responden bahwa

perilaku berisiko lebih banyak dilakukan oleh responden yang pernah mengalami IMS (33,3%), dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami IMS (10,4%) dengan (p=0,010)

SARAN

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Diperlukan adanya pemberian informasi mengenai IMS terutama pengetahuan mengenai gejala IMS, bahaya IMS serta pencegahannya. Pemberian informasi dilakukan melalui media internet. Misalnya melalui media sosial seperti facebook, fanspage, grup di facebook, dan lain sebagainya. Dengan metode tersebut diharapkan dapat menjangkau masyarakat lebih luas.

(10)

10 Sehingga dapat meningkatkan

pemahaman mereka mengenai IMS.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Demak dan stakeholder agar meningkatkan pemberian informasi dan sosialisasi tentang IMS terutama informasi mengenai perilaku berisiko IMS kepada masyarakat secara umum maupun secara khusus yaitu Ibu Rumah Tangga.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Demak dan stakeholder agar melakukan pelatihan kepada bidan atau petugas kesehatan lainnya tentang IMS untuk meningkatkan soft skill, untuk selanjutnya bidan yang sudah dilatih dapat memberikan sosialisasi mengenai IMS kepada ibu rumah tangga, misalnya membentuk kelompok khusus, atau pemberian informasi melalui pertemuan rutin PKK dan kegiatan tersebut perlu dilakukan secara rutin.

4. Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian yang lebih besar ruang lingkupnya serta melakukan perbandingan terhadap daerah lainnya yang ada di Propinsi Jawa Tengah.

Daftar Pustaka

1. Pribakti. Epidemiologi Penyakit Menular Seksual (PMS). Jakarta Balai Penerbit FKUI. 2008; 2. WHO. Sexually Transmitted

Infections: Briefing Kit For Teachers. Geneva WHO. 2001; 3. DKK Demak. Laporan Kasus

HIV/AIDS Kabupaten Demak. Dinas Kesehat Kabupaten Demak. 2015;

4. UNAIDS. report on the global AIDS epidemic. Glob Rep. 2013; 5. I G Wiswasa A. Pengetahuan, Sikap Ibu Rumah Tangga Mengenai Infeksi Menular Seksual Termasuk HIV/AIDS

Serta Perilaku Pencegahannya Di Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar Tahun 2013. Diakses melalui : ojs.unud.ac.id. 2016; 6. Mustofa. Faktor yang

Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa di Pekalongan Tahun 2009. Jurnal 2010.

7. Sen G dan OP. Unequal, Ufair, Ineffective and Ineffcient Gender Inequity in Health : Why it Exists and how we can change it. Final report. world Health Organization Social Determinant Health. 2007; 8. Gani Y. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Terhadap Kejadian IMS Pada Ibu Rumah Tangga di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat Pada Tahun 2013. Kebidanan Komunitas, FKM UI. 2013; 9. Dunkle K., Jewkes, R., Brown,

H., McIntyre, J., Gray, G., Harlow S. -Based Violence and HIV Infection among Pregnant Women in Soweto.Australian Agency for International Development. (serial online), Available from URL http//www.mrc.ac.za/gender/wom en.pdf. 2013;

10. Wardlow Cao 2009;Irene. Perilaku seks berisiko penularan HIV pada populasi kunci di Jawa Barat. Departmen Psikiatri, Fak Kedokteran, Univ Padjajaran /

Rumah Sakit Hasan

Sadikin,Bandung, Indones. 2007; 11. Bloom B. Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Bab V, Pendidikan dan Prilaku. Halaman 126-127. 2003.

Gambar

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur  Responden
Tabel  8  menunjukkan  bahwa  perilaku berisiko lebih banyak dilakukan  oleh  responden  yang  melakukan  hubungan  seksualnya  sebelum  menikah  (100,0%)  dibandingkan  responden  yang  melakukan  hubungan  seksualnya  setelah  menikah  (7,3%)

Referensi

Dokumen terkait

Diagram Alir Sistem Autotracking Stasiun Pengirim.. Diagram Alir Sistem Autotracking

Petani juga berhubungan dengan sistem perusahaan atau industri pengolahan kopi dimana perusahaan membutuhkan bahan baku dari yang di hasilkan, petani juga membutuhkan

Dengan demikian, serbuk ZrB2 memenuhi syarat sebagai bahan pelapis penyerap dapat bakar dari bahan bakar nuklir untuk reaktor daya tipe PWR.. Hal ini berarti

Hasil uji statistik menggunakan chi-square dengan taraf signifikansi 95% didapatkan p value = 0,606 (p value &lt; 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan

Selain itu ada penelitian yang menyatakan bahwa Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p 0,016 (p&lt;0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan antara tingkat

020 &lt; 0.05 terhadap Keputusan Pembelian Pada Era Covid 19 dan dari hasil uji F diperoleh hasil untuk Nilai F hitung sebesar 30.91 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000

Keberadaan masjid di sisi barat dan bangunan penting lain di sekitar alun-alun tersebut menurut Lisa Dwi Wulandari terkait dengan konsep alun-alun sebagai upaya untuk memadukan

Bermain puzzle menuntut siswa untuk memikirkan secara kreatif bagaimana menyusun potongan menjadi bentuk yang utuh.Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan media