• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNOLOGI JARAK TANAM DAN VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BERBASIS SEMI ORGANIK. Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNOLOGI JARAK TANAM DAN VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BERBASIS SEMI ORGANIK. Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNOLOGI JARAK TANAM DAN VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BERBASIS SEMI ORGANIK

I Made Sudiana1 dan N.G.A.Gde Eka Martiningsih2 1

FPMIPA IKIP Saraswati, Tabanan Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan 82113

made.sudiana404@gmail.com 2

Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati, Denpasar Jalan Kamboja 11A Denpasar, Telepon 0361-265322

Ringkasan Eksekutif

Petani Subak Bengkel Sari Tabanan, tidak pernah menanam jagung, hanya menanam padi secara monokultur. Pada musim kemarau sebagian besar lahan dibiarkan kosong akibat ketersediaan air irigasi yang tidak mencukupi untuk menanam padi. Padahal, dengan ketersediaan air irigasi yang terbatas tanaman jagung dapat tumbuh normal. Oleh karena, tanaman jagung sangat adaptif terhadap ketersediaan air irigasi yang terbatas dan bahkan dapat hidup normal dan berproduksi maksimal dengan hanya mengandalkan air hujan. Menanam padi secara monokultur tanpa ada pergiliran tanaman menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dan siklus hama tidak terputus serta pemanfaatan lahan tidak optimal yang berakibat tidak ada peningkatan pendapatan. Untuk itu, petani perlu diberdayakan dengan melakukan introduksi teknologi budidaya jagung dan efisiensi penggunaan pupuk kimia serta pendampingan dalam memanfaatkan lahanya pada musim kemarau. Program demplot seluas 10 are ini terinspirasi dari potensi lahan kondisi geografi lahan dan iklim yang menunjang untuk pengembangan jagung. Untuk berhasilnya program demplot, dipilih petani yang mempunyai komitmen kuat yang diketahui melalui wawancara. Kegiatan demplot diawali dengan penyuluhan dan dilanjutkan dengan praktek menanam, penanganan pasca panen serta pemasaran. Jarak tanam yang digunakan yaitu 70 x 20 cm dengan satu tanaman per lubang, bibit yang dipilih adalah varietas hibrida BISI-2. Dalam pemeliharaan tanaman, penggunaan pupuk kimia hanya 50% dari dosis anjuran dan sebagai kompensasinya digunakan pupuk organik kotoran sapi. Guna memperoleh data berat biji pipilan kering kadar air 12% ditentukan dengan menggunakan Moisture Grain Tester tipe PM-140. Hasil biji pipilan kering dari ubinan seluas 1,68 m2 dikonversi ke hektar guna memperoleh data produksi per hektar. Kelayakan usaha tani jagung dianalisis secara sederhana untuk melihat keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan usaha tani padi. Produksi biji pipilan kering yang diperoleh sebesar 7,8 t ha-1. Produksi ini lebih rendah dari demplot di Subak Cau Belayu (8,5 t ha-1) dan lebih rendah dari potensi hasil varietas BISI-2 yaitu 13 t ha-1. Hasil yang lebih rendah ini disebabkan oleh derajat keasaman tanah tinggi cukup tinggi antara 4 – 5. Selain itu, hasil yang rendah juga disebabkan oleh adanya serangan hama tikus saat pengisian biji. Namun demikian, usaha tani jagung masih menguntungkan walau tidak sebesar usaha tani padi. Keuntungan yang diperoleh untuk luasan satu hektar sebesar Rp. 8.125.500. Melihat dari produksi dan keuntungan yang diporoleh, maka lahan sawah di Subak Bengkel Sari potensial untuk pengembangan jagung hibrida BISI-2. Program demplot telah berdampak

(2)

terhadap kelompok tani sasaran yaitu terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya jagung. Petani lain di luar kelompok sasaran tertarik untuk pengembangan jagung, karena keuntungan yang diperoleh cukup tinggi. Program ini telah memberikan manfaat yaitu membuka wawasan petani tentang usaha tani alternatif pada musim kemarau, sebagai bentuk optimalisasi penggunaan lahan. Program ini juga memberikan manfaat terhadap perluasan areal tanam, sehingga terbentuk sentra-sentra produksi jagung yang baru.

Kata-kata kunci: Optimalisasi lahan, efisiensi pupuk, jarak tanam, varietas BISI-2

Executive Summary

The farmers of Subak Bengkel Sari, Tabanan Regency never plant corn, just planting rice in monoculture. In the dry season most of the land is left vacant due to the availability of irrigation water is insufficient for growing rice. In fact, with the limited availability of irrigation water corn plants can grow normally. Therefore, corn plants are very adaptive to the limited availability of irrigation water and may even live a normal and reach maximum production by simply relying on rain water. Planting rice in monoculture without crop rotation due to declining soil fertility and pest cycles are not interrupted and is not optimal utilization of land resulting in no increase in revenue. For this, farmers need to be empowered by the introduction of maize cultivation technology and the efficient use of chemical fertilizers as well as assistance in utilizing land in the dry season. The program area of 10 acre demonstration plot was inspired by the potential field of land geography and climate conditions that support for the development of corn. Demonstration For successful demplot programs farmers who have a strong commitment were selected through interviews. Demplot activity began with the extension and continued with planting practices, post harvest handling and marketing. Spacing used is 70 x 20 cm with one plant per hole, the selected seed is a hybrid variety BISI-2. In plant breeding, use of chemical fertilizers only 50% of recommended doses and compensatory use of organic fertilizer cow feces. To obtain dry weight seed moisture content 12% was determined using Grain Moisture Tester type PM-140. Seed dry yield of tile area of 1.68 m2 converted into hectares in order to obtain data on production per hectare. Analyzed the feasibility of farming corn is simply to see the benefits compared to rice farming. Production of dry seed obtained at 7.8 t ha-1. Production was lower than in demplot Subak Cau Belayu (8.5 t ha-1) and lower than the yield potential of varieties BISI-2 at 13 t ha-1. Lower results were due to high soil acidity valued from 4 to 5. In addition, the low yield is also caused by rat infestation during grain filling. However, maize farming was still profitable, though not for rice farming. Gains were derived by an area of one hectare of Rp. 8.1255 million. Viewing of production and profits, the wetland in Subak Bengkel Sari had a potential for the development of hybrid corn BISI-2. Demonstration plot program has an impact on the target farmer groups namely an increase in knowledge and skills in the cultivation of corn. Other farmers outside the target group were also interested in development of corn, because the profits were quite high. This program had benefits to farmers by opening insights about alternative farming in the dry season, as a form of optimization of land use.

(3)

This program also provided benefits to the expansion of planting area, so that the centers formed a new production of corn.

Keywords: land optimization, fertilizers efficiency, line spacing, varieties BISI-2

A. PENDAHULUAN

Jagung (Zea mays L.) termasuk famili graminae tergolong sebagai tanaman C4. Sebagai tanaman C4, jagung mempunyai daya adaptasi pada intensitas radiasi matahari tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah, dan kesuburan tanah relatif rendah(1). Karena adaptasi dan sifat seperti itu, maka tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik hampir di setiap macam tanah. Tanaman jagung dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi (1000 – 1800 m dpl), baik tanah tegalan maupun sawah tadah hujan dan beririgasi. Daerah dengan ketinggian tempat antara 0 – 600 m dpl merupakan daerah optimum bagi tanaman jagung(2). Curah hujan yang dikehendaki tanaman jagung berkisar antara 85 – 200 mm tiap bulan dan distribusinya merata. Suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 23 – 27o(3).

Subak Bengkel Sari yang berada pada ketinggian 25 – 30 m dpl, potensial untuk pembudidayaan jagung. Luas lahan basah (sawah) 149 ha. Curah hujan 224,70 mm/tahun dengan distribusi merata dan suhu harian rata-rata 30°C(4). Ketinggian tempat dan kondisi iklim seperti itu, sangat menunjang untuk pertumbuhan tanaman jagung.

Sejauh ini, petani tidak pernah menanam palawija secara intensif saat musim kemarau, baik jagung maupun jenis tanaman palawija lainnya. Kalaupun ada yang menanam palawija, sepertinya dilakukan secara iseng, tampak dari sempitnya areal tanam dan pertumbuhan tanaman kurang optimal akibat kurang dipelihara secara intensif. Tidak adanya petani yang menanam palawija jagung saat musim kemarau kemungkinan disebabkan oleh ketidaktahuan petani tentang teknologi budidaya jagung dan tidak tahu prospek pasarnya. Oleh karenanya, perlu dilakukan introduksi teknologi budidaya jagung dan sarana produksi serta pendampingan kepada petani. Pemanfaatan lahan pada musim kemarau untuk budidaya jagung memberikan beberapa keuntungan. Pertama, memperoleh hasil biji yang dapat dijual. Kedua, mendapatkan limbah/brangkasan (batang dan daun) jagung yang dapat dimanfaatkan untuk hijauan pakan ternak, khususnya sapi. Ketiga, tingkat kesehatan dan kesuburan lahan dapat terjaga, karena adanya pergiliran tanaman. Keempat, produktivitas lahan meningkat sehingga pendapatan petani juga meningkat dan dengan sendirinya kesejahteraan petani ikut meningkat.

B. SUMBER INSPIRASI

Petani di Subak Bengkel Sari, belum memanfaatkan lahannya secara optimal, sebab pada musim kemarau bulan Mei – September. Sebagian besar lahan petani dibiarkan kosong tidak ditanami. Lahan dibiarkan kosong karena ketersediaan air irigasi terbatas sehingga tidak mencukupi untuk menanam padi. Petani mulai menggarap lahanya kembali setelah musim penghujan tiba sekitar bulan Oktober untuk menanam padi. Dengan demikian, praktis petani tidak pernah menanam palawija. Pola tanam monokultur padi telah berlangsung lama dan dalam praktek

(4)

budidayanya hanya mengandalkan sarana produksi pupuk kimia untuk meningkatkan kesuburan tanah dan pestisida sintetis untuk mengendalikan hama dan penyakit (Sukana, press com). Akibat dari semua itu, tanah sawah menjadi padat, susah diolah, kapasitas pegang air (WHC) tanah menurun (rendah), dan kandungan bahan organik (BO) tanah rendah sehingga tanah menjadi sakit. Rendahnya BO tanah terbukti dari tidak dijumpai adanya makrobiota tanah seperti cacing di lahan sawah (Hasil observasi).

Padahal untuk optimalisasi pemanfaatan lahan dan mengatasi kondisi tanah tersebut, pada musim kemarau petani dapat menanam palawija, terutama jagung. Oleh karena, tanaman jagung sangat adaptif terhadap ketersediaan air irigasi yang terbatas dan bahkan dapat hidup normal dan berproduksi maksimal dengan hanya mengandalkan air hujan(5). Hal seperti ini sangat sulit untuk tanaman padi. Melalui penanaman palawija pola tanam yang monokultur padi berubah ke sistem pergiliran tanaman padi–palawaija–padi. Pergiliran tananam selain meningkatkan efektivitas penggunaan lahan, juga sebagai upaya memutus siklus hama dan penyakit. Sementara itu, penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sintetis dikurangi dikompensasi dengan pupuk organik dan pestisida alami.

Penggunaan pupuk organik bertujuan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah yang telah mengalami degradasi. Melalui cara seperti ini secara perlahan-lahan tanah menjadi sehat dan subur. Pupuk organik yang dipilih adalah kotoran sapi. Sebab, rata-rata petani memelihara satu ekor sapi, sehingga tidak perlu mendatangkan dari luar atau membeli yang dapat membebani petani. Jadi pemanfaatkan kotoran sapi untuk dijadikan pupuk merupakan bentuk pemanfaatan sumber daya lokal yang ada pada petani.

Pada dasarnya semua varietas jagung unggul bisa dikembangkan. Pemilihan terhadap varietas hibrida BISI-2 diedarkan atas keunggulan yang dimiliki yaitu potensi hasil sampai 13 t ha-1. Setiap tanaman menghasilkan dua tongkol pada kondisi pertumbuhan optimal. Memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit, tidak mudah rebah dan tanaman tidak terlalu tinggi(6). Keunggulan varietas hibrida BISI-2 sudah terbukti dari hasil penelitian(6) di lahan kering dataran rendah. Hasil biji pipilan kering yang diperoleh mendekati potensi hasilnya yaitu 11,88 t ha-1. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan varietas khusus lahan kering Bisma yang hanya mencapai 9,2 t ha-1. Dari segi pemasaran, biji jagung varietas BISI-2 sangat tinggi diserap pasar karena bijinya tidak terlalu keras sehingga mudah diolah untuk pakan ternak. Harga pasar biji jagung memang belum ditetapkan pemerintah, masih ditentukan harga pasar, tetapi, peluang untuk memperoleh keuntungan dari usaha tani jagung cukup besar. Selain itu, membudidayakan tanaman jagung tidak serumit menanam padi. Hama dan penyakit yang menyerang jagung juga sangat mudah dikendalikan dan hampir tidak pernah terjadi gagal panen akibat serangan hama dan penyakit, seperti halnya gagal panen padi.

C. METODE

Penerapan teknologi budidaya jagung hibrida dilakukan dengan membuat demplot selaus 10 are. Lokasi demplot di Subak Bengkel Sari, Desa Bengkel Sari, Kecamatan Selemadeg Barat Tabanan, dengan ketinggian tempat 25 mdpl (Profil Desa Bengkel Sari, 2011). Curah hujan 224,70 mm/tahun dengan distribusi merata dan suhu harian rata-rata 30°C(4)

(5)

Kegiatan penerapan teknologi budidaya jagung di lokasi demplot dilakukan selama lima bulan mulai bulan Juli – Nopember 2011, terhitung sejak persiapan lahan sampai pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Kegiatan diawali dengan melakukan pendekatan ke petani pemilik lahan atas rekomendasi kepala desa dan

Kelian Subak. Dari nama-nama yang direkomenadsikan oleh kepala desa dan Kelian Subak dilakukan wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi fisik

lahan, kesuburan lahan, lokasi lahan, dan kebutuhan petani untuk pembudidayaan jagung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, dipilih satu petani yang memiliki komitmen kuat untuk membudidayakan jagung di lahannya. Sementara itu, petani yang lahannya tidak terpilih untuk dijadikan demplot diikutsertakan dalam kegiatan demplot secara penuh guna dapat menyerap langsung pengetahuan dan keterampilan dalam membudidayakan jagung.

Kegiatan untuk membudidayakan jagung dimulai dengan penyuluhan dan praktek. Secara spesifik materi penyuluhan dan praktek menanam di lahan demplot yang diberikan kepada petani peserta meliputi: (1) pengetahuan tentang karakteristik lahan sawah dan iklim; (2) pengetahuan tentang persyaratan tumbuh tanaman jagung; (3) teknik tanam tanpa olah tanah (TOT) atau olah tanah minimal; (4) penentuan jarak tanam dan pembuatan lubang tanam; (5) pemilihan benih, persiapan benih, dan teknik penanaman; (6) pemeliharaan (teknik pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit); dan (7) teknik panen, pengelolaan pasca panen serta pemasaran hasil.

Adapun tahapan kegiatan praktek pembudidayaan jagung di lahan demplot sebagai berikut.

1. Persiapan media tanam. Lahan dibersihkan dari gulma dan dibuatkan draenase (saluran air pembuangan) yang mengelilingi petakan sawah. Pada petakan sawah yang luas, di bagian tengah petakan sawah dibuat lagi dua buah draenase yang memotong lahan. Di atas lahan yang sudah disiapkan dihamparkan pupuk organik dari kotoran sapi secara merata dengan dosis 5 t ha-1 (50%) dari kebutuhan normal. Lahan dibiarkan selama 10 – 14 hari agar terjadi proses dekomposisi secara sempurna.

2. Pada lahan yang sudah siap ditanami dibuatkan lubang tanam sekitar 5 cm dengan cara ditugal dengan jarak antar barisan 70 cm dan jarak dalam barisan 20 cm dan pada setiap lubang tanam diisi satu bibit. Untuk memastikan jarak tanam teratur dan sesuai dengan yang diinginkan, digunakan tali rafia yang telah diberi tanda dengan ikatan tali rafia warna berbeda pada setiap jarak 20 cm. Sedangkan untuk mendapatkan jarak antar barisan 70 cm digunakan meteran.

3. Sebelum ditanam, bibit jagung disiapkan terlebih dahulu dengan cara direndam dengan air dingin selama 2 – 3 hari. Air rendaman ditiriskan dan bibit dihamparkan di atas nampah sampai berkecambah dan siap untuk ditanam. Bibit yang digunakan adalah jagung hibrida varietas BISI-2.

4. Penanaman. Pada lubang tanam yang telah dibuat dimasukkan satu biji per lubang tanam. Lubang tanam yang telah terisi biji ditutup dengan menggunakan serbuk gergaji. Serbuk gergaji dapat digantikan dengan tanah gembur yang dicampur sedikit dengan pasir halus. Atas dasar jarak tanam yang telah ditentukan 70 x 20 cm diperoleh populasi tanaman sebanyak 71.248 tanaman ha -1

(6)

5. Pemberian pupuk. Walau telah menggunakan pupuk organik, untuk kecukupan unsur hara yang diperlukan tanaman, tetap diberikan pupuk kimia urea, TSP dan KCl masing-masing 50%(1). Dosis masing-masing pupuk sebesar 150 kg urea ha -1

, 50 kg TSP ha-1, dan 25 kg KCl ha-1. Pemberian pupuk dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, seluruh pupuk posfor (TSP) dan 1/3 pupuk urea diberikan bersamaan dengan waktu tanam dengan cara ditugal sedalam 10 cm pada jarak 5 cm di kiri atau kanan lubang. Kedua, setelah tanaman berumur 21 hst diberikan pupuk urea dengan dosis 1/3 bagian dengan cara ditugal sedalam 10 cm pada jarak 10 cm di kiri atau kanan lubang. Ketiga atau terakhir, saat tanaman berumur 36 hst diberikan 1/3 bagian pupuk urea dengan cara pemberian sama seperti pada tahap kedua(2).

6. Pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, pembumbunan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan setiap ada gulma dengan cara mekanis (dicabut). Pembumbunan dilakukan satu kali pada umur 21 - 28 hst dengan cara menimbun pangkal batang tanaman dengan tanah. Pengairan dilakukan jika harapan turun hujan saat tanaman memerlukan air tidak terjadi hujan dengan menggunakan air irigasi. Pengendalian terhadap hama dan penyakit (langkah antisipasi) dilakukan dengan menggunakan pestisida organik Passo.

7. Panen. Panen biji jagung dilakukan dengan kriteria tongkol atau kelobot mengering, biji keras, mengkilat, dan bila ditekan tidak membekas.

8. Pasca penen. Jagung tanpa kelobot setelah dipanen dikeringkan dengan cara dijemur di terik sinar matahari sekitar 3 hari atau biji sudah benar-benar kering yaitu bila digigit tidak pecah. Setelah betul-betul kering, jagung dipipil dengan mesin perontok dan bila belum mencapai kadar air 12% kembali dilakukan penjemuran dan siap di bawa ke tempat pemasaran.

9. Pemasaran. Pemasaran hasil dilakukan ke pengepul besar jagung dengan dihantar pelaksana program. Harga yang diperoleh petani sesuai dengan harga pasar saat jagung dipasarkan.

Data hasil biji diperoleh dari luasan penen (ubinan) 1,4 m x 1,2 m (1,68 m2). Seluruh biji ubinan ditimbang setelah mencapai kadar air biji 12%. Kadar air biji 12% dicari dengan menggunakan alat Grain Moisture Tester tipe PM-140diproduksi oleh Kett Electric Laboratory. Untuk mendapatkan data produksi biji pipilan kering, data produksi biji dari ubinan dikonversi ke hektar. Gambaran tentang kelayakan usaha taninya diperoleh dengan cara melakukan analisis usaha tani secara sederhana yang dibandingkan dengan kelayakan usaha tani padi.

D. KARYA UTAMA

Pertumbuhan tanaman tidak mengalami gangguan yang berarti baik dari serangan hama dan penyakit tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh secara normal (Gambar 1A). Hanya ditemukan adanya serangan hama tikus pada beberapa tongkol pada saat pengisian biji. Terlihat dari beberapa tongkol tidak penuh berisi biji akibat dimakan tikus (Gambar 1B). Selain adanya serangan hama tikus, beberapa tongkol ada yang tidak terisi biji secara penuh (Gambar 1C). Sampai menjelang panen umur 110 hst, tidak ditemukan lagi ada serangan hama tikus.

(7)

Berat biji kadar air 12% yang diperoleh 7,8 t ha-1. Hasil ini lebih rendah 19,2% dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari demplot jagung di Subak Cau Belayu, Marga Tabanan pada tahun 2009 sebesar 8,5 t ha-1(7).

Gambar 1A. Pertumbuhan tanaman umur 60 hst.

Gambar 1B. Jagung termakan hama tikus

Gambar 1C. Tongkol jagung tidak berisi biji secara penuh

Kelayakan hasil usaha tani jagung dibandingkan dengan usaha tani padi secara ekonomi sebagai berikut. Untuk luasan lahan 1 ha, rata-rata produksi padi Ciherang di Subak Bengkel Sari yaitu 5,75 tha-1 gabah kering panen dengan Rp.4.000/kg(8). Nilai nominal kotor yang diperoleh petani sebesar Rp. 23.000.000. Sedangkan produksi jagung sebesar 7,8 t ha-1 dengan harga jual Rp. 2.200/kg. Nilai nominal kotor yang diperoleh petani sebanyak Rp. 17.600.000. Keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tani padi sebesar Rp.14.214.000, sedangkan keuntungan dari jagung sebesar Rp.8.125.500. Secara rinci, perbandingan antara analisis hasil usaha tani jagung hibrida BISI-2 dengan jagung tampak pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Analisis Usaha Tani Jagung Hibrida BISI-2 No Komponen produksi (ha-1) Harga Satuan (Rp)

Total (Rp) Produksi biji pipilan kering ( t ha-1) Harga satuan (Rp) Total (Rp) Saldo (Rp) 1 Benih 20 kg 43.000,- 860.000,- 7,8 2.200,- 17.600.000,- 2 Pupuk Urea 150 kg 1.800,- 270.000,- 3 Pupuk TSP 50 kg 2.500,- 125.000,- 4 Pupuk KCl 25 kg 2.500,- 62.500,- 5 Pupuk organik kotoran sapi 5 ton 1.000,- 5.000.000,- 6 Pestisida nabati Passo 40.000,- 40.000,- 7 Tali rafia 1 gulung 10.000,- 10.000,-

8 Biaya pipil biji 100,- 780.000,- 9 Hari orang kerja

(HOK) 20 orang

40.000,- 8.00.000,-

(8)

Tabel 2. Analisis Usaha Tani Padi Ciherang No Komponen produksi (ha-1) Harga Satuan (Rp) Total (Rp) Produksi gabah kering panen (t ha-1) Harga satuan (Rp) Total (Rp) Saldo (Rp) 1 Benih 25 kg 5.000 125.000 5,75 4.000 23.000.000,- 2 Pupuk Urea 250 kg 1.800 450.000 3 Pupuk SP 36 100 kg 2.500 250.000 4 Pupuk KCl 50 kg 2.500 125.000 5 Insectisida Stores (500 cc) 42.000 42.000 6 Fungisida Skor (80 ml) 34.000 34.000 7 Biaya pengolahan tanah dengan traktor per are

25.000 2.500.000

8 Biaya tanam per are

40.000 4.000.000

9 Hari orang kerja (HOK) 36 orang

35.000 1.260.000

Total 10.786.000 23.000.000 14.214.000

E. ULASAN KARYA

Produksi biji pipilan kering kadar air 12% yang diperoleh sebesar 7,8 t ha-1. Produksi ini belum mencapai potensi produksi biji pipilan 13 t ha-1(9) dan lebih rendah dibandingkan dengan produksi di Subak Cau Belayu, Marga Tabanan yang mencapai 8,5 t ha-1(7). Belum tercapainya potensi produksi dan lebih rendahnya produksi yang diperoleh disebabkan oleh kondisi tanah yang kurang mendukung pertumbuhan jagung secara optimal. Kondisi kesuburan tanah yang kurang mendukung seperti keasaman tanah cukup tinggi dengan kisaran pH antara 4 – 5 (Sukana, pres com). Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah 5,6 – 7,5(4). Derajat keasaman tanah yang cukup tinggi ini terjadi sebagai akibat penggunaan pupuk kimia nitrogen (urea) yang terus menerus dan berlangsung lama, tanpa pernah dilakukan penambahan pupuk organik (Sukana,

press com). Akibat lainnya, kapasitas pegang air tanah menurun. Hal ini terbukti dari

pengairan yang dilakukan sampai tiga kali. Padahal untuk pertumbuhan tanaman jagung hanya memerlukan dua kali pengairan kalau tidak turun hujan, yaitu menjelang tanaman berbunga dan saat pengisian biji. Ini mengindikasikan bahwa air tidak tersimpan di dalam tanah untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Karena air tidak meresap dengan baik kedalam tanah akibat dari porositas tanah yang buruk, sehingga air banyak mengalir di permukaan dan terbuang. Inilah yang mendasari mengapa dalam pelaksanaan demplot ini diberikan pupuk organik.

(9)

Bila dikaji dari segi iklim, wilayah Subak Bengkel Sari sangat sangat mendukung untuk pembudidayaan jagung. Curah hujan 224,70 mm/tahun dengan distribusi merata dan suhu harian rata-rata 30°C. Untuk pertumbuhan optimal, curah hujan yang diperlukan selama pertumbuhan jagung adalah sekitar 85 – 200/tahun(2). Atas dasar itu, dari segi kecukupan air tidak ada masalah. Sementara itu, suhu rata-rata harian sedikit lebih tinggi dari rentangan suhu optimum (23 – 27°C) untuk persyaratan tumbuh jagung. Akan tetapi, saat perkecambahan suhu 30°C merupakan suhu optimum yang diperlukan(2).

Penyebab lain masih redahnya produksi biji, karena gangguan serangan hama tikus pada saat pengisian biji. Serangan hama tikus sampai sejauh ini sangat sulit dikendalikan. Berbagai cara telah dilakukan oleh anggota subak, akan tetapi hama tikus masih saja ada. Serangan hama tikus, walaupun tidak menyebabkan kerugian secara ekonomis, tetapi tetap berkontribusi terhadap penurunan hasil. Berbeda dengan serangan hama tikus yang menyerang padi, yang seringkali menyebabkan kerugian secara ekonomis dan bahkan menyebabkan gagal panen. Ini terjadi, karena hama tikus lebih menyukai buah padi muda untuk dimakan dibandingkan dengan biji jagung. Pada sisi lain, kecenderungan tersedianya bahan makanan tikus dari biji padi selalu tersedia, karena pola tanam monokultur padi yang diterapkan petani tidak saja di Subak Bengkel Sari juga di Subak Angkah yang lokasinya berdekatan.

Produksi biji pipilan kering yang masih rendah, kemungkinan juga disebabkan oleh kandungan unsur hara K dalam tanah tidak mencukupi walaupun telah ditambahkan pupuk KCl. Hal ini tampak dari ada tongkol yang tidak berisi biji secara penuh (Gambar 1C). Pengisian biji yang tidak maksimal merupakan salah satu gejala yang tampak pada tanaman akibat kekurangan unsur K.

Walau produksi biji pipilan kering masih tergolong rendah, tetapi secara umum masih menguntungkan secara ekonomi. Secara nominal, keuntungan yang didapat petani untuk luasan lahan 1 ha sebesar Rp. 8.125.500. Keuntungan usaha tani jagung memang lebih rendah 42.83%, dibandingkan dengan usaha tani sawah yang mencapai Rp.14.214.000, akan tetapi keuntungan di luar materi tidak terhitung nilainya dan berdampak jangka panjang. Keuntungan tersebut antara lain; (1) terjadi optimalisasi pemanfaatan lahan pada musim kemarau, dimana pada saat itu untuk bertanam padi tidak memungkinkan; (2) terjadi pergiliran tanaman sehingga siklus hama tikus dan hama lainnya dapat diputus atau paling tidak populasinya dapat berkurang akibat tidak tersedia makanan padi yang paling disukai; (3) penambahan pupuk organik dapat memperbaiki sifat, kimia dan biologis tanah, hal mana tidak terjadi untuk tanam padi karena selalu mengandalkan pupuk kimia untuk pertumbuhan tanaman; (4) terjadi usaha pertanian secara berkelanjutan (sustainability agriculture) karena secara perlahan-lahan penggunaan pupuk kimia terus dikurangi dan penggunaan pestisida sintetis diganti dengan pestisida nabati.

F. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penerepan teknologi jarak tanam dan varietas hibrida berbasis semi organik sebagai berikut.

(1) Lahan sawah di Subak Bengkel Sari, Kecamatan Selemadeg Tabanan potensial untuk pengembangan jagung pada musim kemarau. Mengingat ketersediaan air

(10)

irigasi untuk pertumbuhan jagung masih mencukupi kebutuhan tanaman, kondisi geografis, iklim dan kesiapan petani untuk mengembangkan jagung cukup tinggi; (2) Pelaksanaan program dilakukan dengan membuat demplot di salah satu lahan

petani yang memiliki komitmen kuat dalam membudidayakan jagung. Tahapan dalam kegiatan demplot diawali dengan penyluhan dan dilanjutkan dengan praktek menanam, memelihara tanaman, panen, pengelolaan pasca panen dan pemasaran;

(3) Jarak tanam yang digunakan yaitu 70 x 20 cm dengan menanam jagung hibrida BISI-2 dan memberikan pupuk kimia (urea, TSP, dan KCl) hanya 50% dari dosis anjuran serta 50% pupuk organik kotoran sapi, dan dalam penanaman dilakukan dengan tanpa mengolah tanah (TOT);

(4) Produksi biji kering pipilan kadar air 12% yang diperoleh sebesar 7,8 t ha-1 dengan keuntungan sebesar Rp. 8.125.500. Keuntungan inmaterial yang didapat yaitu dalam jangka panjang penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki tingkat kesehatan tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta terjadi otpimalisasi dalam pemanfaatan lahan;

(5) Introduksi teknologi budidaya jagung telah direspon baik oleh petani, Kelian

Subak, PPL, termasuk oleh Kepala Desa yang mendukung penuh kegiatan

demplot ini.

G. DAMPAK DAN MANFAAT

Penerapan teknologi budidaya jagung telah berdampak pada masyarakat secara luas dan terutama pada kelompok tani sasaran. Pada kelompok petani sasaran terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang teknik budidaya jagung unggul, pengelolaan pasca panen, dan pemasaran hasil. Awalnya, para petani tidak berani mengembangkan jagung pada musim kemarau dan lebih memilih membiarkan lahanya kosong. Kalaupun ada petani yang menanam jagung, petani tidak menggunakan bibit unggul, jarak tanam tidak teratur, dan tidak dipelihara secara intensif. Melalui program ini, petani lain di luar kelompok sasaran mulai tertarik untuk mengembangkan jagung. Ketertarikan ini muncul karena melihat pertumbuhan jagung yang tampak lebih subur dan tumbuh merata dibandingkan dengan petani lain yang menanam jagung lokal. Selain itu, hasil yang diperoleh tidak kalah jauh dibandingkan dengan padi.

Manfaat dari pelaksanaan program ini yaitu dapat membuka wawasan petani tentang usaha tani alternatif pada musim kemarau, dimana pada saat itu untuk menanam padi sangat beresiko mengalami gagal panen. Ini berarti terjadi optimalisasi pemanfaatan lahan pada musim kemarau. Optimalisasi pemanfaatan lahan dapat meningkatan pendapatan petani sehingga kehidupan petani menjadi semakin sejahtera. Bila dilihat dari perluasan areal tanam, program ini bermanfaat untuk membentuk sentra-sentra produksi jagung baru selain yang selama ini sudah ada.

(11)

H. DAFTAR PUSTAKA

(1) Muhadjir, F. 2000. Karakteristik Tanaman Jagung. Bogor: Balitbang Pertanian Puslitbang Tanaman Pangan.

(2) Departemen Peratanian RI. 2003. Kumpulan Buku Tanaman Pangan, Tanaman

Sayuran, Buah, Tanaman Kebun, dan Tanaman Obat. Jakarta: Badan

Pengenmabngan Sumberdaya Manusia Pertanian, Bagian Proyek Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian Pusat.

(3) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2005. Teknologi Budidaya Jagung. Leaflet. Denpasar: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. (4) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2011. Data Statistik

Pertanian Kecamatan Selemadeg Barat. Tabanan: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.

(5) Subandi. 2002. Varietas Bersari Bebas Vs Varietas Hibrida pada Tanaman Jagung. Majalah Pertanian Abdi Tani, 4:17-22.

(6) Sudiana, I M. 2007. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Hasil Biji, Kadar Protein Kasar, Serat Kasar, dan Ekstrak Tanpa Nitrogen Brangkasan Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.) Unggul di Lahan Kering. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.

(7) Sudiana, I. M., Maduriana, I M. 2009. Demplot Jagung Berbasis Organik. Laporan Program Sibermas Tahun ke-3, Kerjasama DP2M Dikti, Unmas Denpasar, IKIP Saraswati Tabanan, dan Pemkab Tabanan.

(8) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2011. Data Statistik Produksi Padi Kecamatan Selemadeg Barat. Tabanan: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.

(9) Menteri Pertanian RI. 1995. Surat Keputusan Mentan No.519/Kpts/TP.240/9/95, tentang Legalitas Varietas Jagung Hibrida BISI-2.

I. PERSANTUNAN

Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga disampaikan kepada Ketua Program IbW Unmas Denpasar yang telah mendanai dan mendampingi kegiatan demplot. Hal yang sama, juga disampaikan kepada Perbekel Desa Bengkel Sari yang telah mendampingi petani dan pelaksana program selama kegiatan demplot berlangsung. Juga disampaikan terima kasih kepada petani dan kelompok tani yang terlibat langsung dalam kegiatan demplot atas komitmen dan kerjasamanya yang baik.

Gambar

Gambar 1B. Jagung termakan  hama tikus
Tabel 2. Analisis Usaha Tani Padi Ciherang  No  Komponen  produksi          (ha -1 )  Harga  Satuan (Rp)  Total (Rp)  Produksi gabah kering  panen           (t ha -1 )  Harga satuan (Rp)  Total      (Rp)  Saldo     (Rp)  1  Benih 25 kg    5.000     125.000

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menyimpulkan bahwa : (a) Budaya organisasi pada PDAM Kabupaten Kudus kuat, begitu pula dengan lingkungan kerja fisik pada PDAM Kabupaten Kudus Baik;

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cuevas, Aura et al ((2010) yang menemukan bahwa mencuci tangan sebelum dan setelah defekasi dan mencuci

diperoleh terdiri atas 16 buah judul iklan dengan 232 dialog. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa ragak bahasa yangt terdapat dalam iklan acara di radio RRI Surakarta

Pencatatan yang berisikan kata-kata yang salah dan tata bahasa yang tidak tepat akan memberikan kesan negative kepada tenaga kesehatan lain. Hal tersebut juga menunjukkan

Dampaknya adalah kemacetan yang dapat mempengaruhi berbagai macam aktvitas masyarakat terutama pada pendapatan masyarakat, sehingga penting untuk mengkaji potensi

Hal ini terjadi tidak hanya di Amerika Serikat akan tetapi hingga di Eropa dan Asia, misalnya di Prancis, umat Islam diekploitasi dengan sebuah stigma dimana wanita muslim

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas asimetri informasi (AdjSpread) terhadap variabel terikat manajemen laba (discretionary accruals)

Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk menguji dan menganalisis pengaruh kompetensi fiskus dan kualitas pelayanan secara simultan maupun parsial terhadap kepuasan Wajib