Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010
LAJU ENDAP DARAH SEBAGAI PREDIKTOR AWAL
KELUARAN PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT
Kemal Imran*
ABSTRACK
Introduction: In the recent study, there is a positive correlation between erythrocyte deformability,
the amount of erythrocyte and low shear rate which is impact to cerebral perfusion. By reducing the cerebral perfusion could be increasing the infarction size and worsening clinical manifestation. The erythrocyte sedimentation rate (ESR) is a simple method and an indirect marker of erythrocyte deformability. If any conditions that increased the amount of fibrinogen and other macroglobulin, then there is also an increasing the ESR. By this concept we did the research to explore the correlation between erythrocyte component and the outcome of ischaemic stroke.
Aim: To evaluate whether the ESR can be used as a clinical prognostic value
Methods: Consecutive cross sectional study and explore the intensity of acute-phase response by the
correlation test between the ESR within 72 hours from the onset of stroke and the outcome at day 7 measured by National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) and whether provided further information concerning the short term out come.
Results: Fifty one acute ischaemic stroke patents, within 72 hours from clinical onset enrooleed in this
study. All patients had neuroimaging and routine blood test, including ESR. Twenty eight patients (54,9%) had increased ESR. The ESR increased (men >13 and women > 20) as the NIHSS was high. With Spearman Correlation Test coefficient correlation is moderate (r=0,642) and was significant correlated (p<0,001).
Conclusion: The ESR is a predictor of short term stroke outcome. These findings might be indicative
hyperviscosity and the erythrocyte deformability changes.
Keywords: Erythrocyte sedimentation rate, ischaemic stroke, prognosis
ABSTRAK
Pendahuluan: Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, didapatkan hasil adanya korelasi positif antara kemampuan deformabilitas eritrosit, jumlah eritrosit dan shear rate rendah terhadap perfusi otak yang akhirnya akan mempengaruhi keluaran pasien stroke iskemik. Hal ini bisa dilihat dengan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). LED merupakan metode yang murah dan merupakan petunjuk tidak langsung terhadap deformabilitas eritrosit. Jika ada kondisi yang meningkatkan kadar fibrinogen atau makroglobulin lainnya akan menyebabkan eritrosit mengendap lebih cepat. Dengan melihat konsep ini kami melakukan penelitian untuk mengeksplorasi korelasi antara komponen eritrosit dengan keluaran klinis stroke iskemik
Tujuan: Untuk menilai, apakah LED ini mempunyai nilai prognostic research.
Metode: Dilakukan studi potong lintang sesuai kriteria seleksi. Semua subyek terpilih, dilakukan pemeriksaan neuroimejing dan darah rutin, termasuk LED. Selanjutnya dilakukan analisa apakah ada hubungan keluaran klinis jangka pendek dengan melakukan uji korelasi antara LED pada pasien dalam 72 jam sejak onset stroke dengan keluaran klinis 7 hari kemudian yang diukur dengan National Institute Of Health Stroke Scale (NIHSS).
Hasil: Didapatkan 51 pasien stroke iskemik akut dalam 72 jam dari onset klinis. Sebanyak 28 pasien (54,9%) terdapat peningkatan LED dengan nilai pada laki-laki >13mm/jam pertama dan wanita >20 mm/jam pertama yang sebanding dengan peningkatan NIHSS. Dengan uji korelasi Spearman, didapatkan hasil koefesien korelasinya moderat (r=0,642) dan berhubungan bermakna (p < 0,001)
Kesimpulan: LED adalah prediktor jangka pendek untuk keluaran stroke iskemik. Temuan ini dapat menjadi suatu indikasi adanya hiperviskositas dan perubahan deformabilitas eritrosit pada fase akut stroke iskemik.
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010 Kata kunci: Laju endap darah 72 jam, NIHSS 7 hari, stroke iskemik fase akut
* Dokter Spesialis Saraf RS.Fatmawati, Jakarta
PENDAHULUAN
Beberapa peneliti berpendapat bahwa prediksi keluaran pasien stroke iskemik dapat dinilai dengan menggunakan kombinasi parameter klinis dan parameter imaging seperti lokasi dan
volume lesi iskemik yang diukur dengan CT scanserta kadar glukosa serum saat masuk yang juga
dapat merupakan suatu prediktor prognosa yang buruk 1,2.
Akan tetapi belum banyak penelitian yang dilakukan secara prospektif untuk menilai prognosis respon fase akut pada iskemik otak. Sedangkan pada pasien-pasien dengan kelainan jantung; baik itu kelainan jantung kongestif, koroner dan infark miokard, telah ada penelitian tentang adanya korelasi antara meningkatnya respon fase akut dengan luasnya kerusakan jaringan jantung3,4,5,6.
Seorang peneliti, bernama, Chammoro A dkk berpendapat bahwa laju endap darah (LED) dapat menjadi prediktor awal untuk keluaran stroke. Dalam penelitiannya, ditemukan adanya perbedaan bermakna keluaran stroke iskemik pada pasien yang mempunyai laju endap darah >13 mm/jam dibandingkan dengan yang < 13 mm/jam pada laki-laki dan >20mm/jam dibandingkan
dengan yang <20 mm/jam pada wanita.3 Penelitian yang dilakukan oleh Chammorro dkk,
menunjukkan laju endap darah bisa sebagai prediktor independen dengan menyingkirkan gangguan yang berpotensi menggangu respon fase akut, seperti, ukuran infark, beratnya defisit neurologik waktu masuk, gambaran presentasi klinis dan perkembangan klinis pada hari pertama serangan stroke. Laju endap darah ini sebagai prediktor awal independen mempunyai sensitifitas dan spesifitas cukup tinggi, yaitu, untuk sensitifitas 89,91% dan untuk spesifisitas 85,71%.3,7
Dihipotesiskan bahwa LED sebagai petunjuk tidak langsung dari pembentukan trombus yang didukung oleh data-data yang akurat. Data tersebut adalah, semakin tinggi tingkat LED pada pasien-pasien usia lanjut dengan lesi yang lebih luas dan defisit neurologik yang lebih berat pada saat masuk, menunjukkan adanya berkurangnya kapasitas sirkulasi kolateral yang terbentuk dan
akan memfasilitasi stasis darah dan akhirnya menyebabkan pembentukan trombus. 3,7
Laju Endap Darah (LED) ini merupakan tes yang murah dan cepat. Tes ini juga berguna untuk menduga kuatnya respon inflamasi yang berhubungan dengan aterosklerosis dan memahami prognostik jangka pendek dan jangka panjang, dalam deteksi berbagai penyakit organik, monitoring perjalanan penyakit dan menilai respon pengobatan serta sebagai salah satu alat ukur dari respon fase akut. Korelasi yang nyata terhadap LED ditemukan pada usia, hemoglobin, status merokok, kadar total kolesterol, tekanan darah, hematokrit, ukuran dan jumlah eritrosit.
Jumlah sedimentasi eritrosit tergantung pada interaksi antara kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Pengendapan terjadi karena densitas sel darah merah lebih besar dari pada densitas medium. Pengendapan dari sel darah merah menyebabkan pemindahan dari medium menuju keatas sehingga memproduksi arus keatas dan sekaligus menjadi kekuatan yang menahan pengendapan. Dapat dijelaskan dalam proses fisika ketika suspensi tersebut mengandung sejumlah besar sel darah merah, semuanya turun dengan kecepatan yang sama, tiap-tiap sel mempengaruhi sel-sel sekitarnya. Pada proses jatuh kebawah akan menyebabkan arus yang berlawanan arah. Karenanya sel-sel tesebut harus melawan arus yang naik sehingga pengendapan jadi kurang cepat dari yang seharusnya.8,9
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010
Pada darah orang yang normal kekuatan yang menuju kebawah dan keatas hampir sama, sehingga pengendapan hanya sedikit yang terjadi.
Pembentukan Rouleaux dapat dihasilkan dari perubahan muatan negatif sel darah merah yang merupakan fungsi dari asam sialik di membran sel yang menyebabkan eritrosit saling menolak yang disebut potensial zeta. Ikatan ini dapat dilemahkan oleh efek penghilangan listrik dari protein yang menyelubungi plasma terutama molekul yang asimetris seperti fibrinogen dan γ globulin sehingga perubahan pada LED umumnya mencerminkan perubahan pada protein plasma ini dan rigiditas eritrositnya. 9,10
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan data primer yang didapat dari semua penderita stroke iskemik fase akut yang memenuhi kriteria inklusi antara lain penderita stroke iskemik fase akut yang dibuktikan dengan pemeriksaan klinis dan CT scan, onset ≤ 72 jam ( 3 hari ) pertama dan bersedia ikut dalam penelitian. Semua hal yang menggangu proses fase akut seperti Transient Ischemic attacks, demam karena penyakit infeksi, terdapat riwayat penyakit infark myokard dalam 1 bulan, riwayat gangguan hati, dijumpai tanda-tanda inflamasi pada persendian dalam 1 bulan pertama, TBC, anemi, gangguan ginjal,wanita hamil dan postpartum dalam jangka waktu1 bulan,
pasien dengan gambaran neuroimaging pada 72 jam pertama terlihat teritorial infark dan
stroke berulang yang ditandai dengan keadaan klinis maupun gambaran infark pada 72 jam pertama menjadi faktor eksklusi.
Pasien yang sesuai kriteria inklusi dilakukan pencatatan, anamnesis, pemeriksaan klinis umum, klinis neurologik dan CT scan. Setelah itu diambil darah vena untuk pemeriksaan laju endap darah saat pasien masuk rumah sakit. Pemeriksaan laju endap darah dilakukan dengan cara Westergren di laboratorium 24 jam Patologi Klinik RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan NIHSS dilakukan pada hari ke 1 dan hari ke 7.
Kecepatan laju endap darah merupakan variabel bebas dengan variabel tergantung keluaran klinis stroke iskemik ( berdasarkan skala NIHSS ).
Penentuan sampel dilakukan menurut metode nonrandom sampling jenis konsekutif. Pengumpulan data dilakukan secara manual dengan menggunakan formulir penelitian
yang telah disediakan, hasil disajikan dalam bentuk tabular. Penyajian dan analisis dengan menggunakan SPSS versi 10 dilakukan sebagai berikut:
1. Data deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dengan menyertakan nilai rerata, simpang baku dan rentang nilai observasi
2. Untuk melihat sebaran parameter dilakukan dengan Tes Kolmogorov-Smirnov 3. Untuk selanjutnya dilakukan analisa dengan uji korelasi Pearson bila sebaran
parameter normal atau uji korelasi dengan Spearman bila sebaran parameter tidak normal
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010
HASIL
Data Dasar Dan Karakteristik Penderita
Grafik 1. Sebaran Kelompok Usia Penderita Stroke
Pada penelitian ini didapatkan besar sampel 51 orang dengan jenis kelamin laki-laki 30 penderita
(58,8%) dan wanita 21 penderita (41,2%), dengan usia rerata 56,63±9,64 tahun.
Tabel 1. Karakteristik faktor risiko stroke
Variabel Rerata + SD Median
Tekanan darah sistolik (mmHg) 164,11±28,85 160
Tekanan darah diastolik (mmHg) 97,15±16,56 100
Kolesterol total (g/dl) 216,25±42,09 214,5
Kolesterol HDL (g/dl) 46,18±10,88 43
Kolesterol LDL (g/dl) 149,65±44,11 145,5
Trigliserida (g/dl) 130,66±58,18 120
Gula darah sewaktu (g/dl) 170,55±94,54 129,5
Gula darah puasa (g/dl) 123,21±38,04 103
Gula darah 2 jam PP 164,51±62,5 140
Usia 56,63±9,64 56
Pada karakteristik faktor risiko stroke (tabel 1) tampak rerata tekanan darah sistolik saat
masuk rumah sakit 164,11±28,85 mm Hg dan diastolik 97,15±16,65 mmHg. Rerata kadar
kolesterol total saat masuk rumah sakit adalah 216,25±42,09 g/dl, kolesterol LDL 149,65±44,11
g/dl. Pada pemeriksaan kadar gula darah tampak peningkatan pada kadar gula darah sewaktu dengan rerata 170,55±94,54 g/dl dan kadar gula darah puasa 123,21±38,04 g/dl.
5 20 18 8 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010 Tabel 2. Rerata nilai NIHSS saat masuk dan keluar dari rumah sakit dan LED
Variabel Rerata±SD Median
NIHSS I 11,96±6,54 12
NIHSS II 11,98±11 9
LED 23,78±20,3 16
Dalam penilitian ini didapatkan nilai NIHSS saat masuk (NIHSS I) 11,96±6,54 dan saat keluar
(NIHSS II) 11,98±11. Rerata nilai LED 23,78±20,3mm/jam. Pada penelitian ini dijumpai 5 orang
dengan nilai NIHSS 42 (meninggal).
Rerata nilai LED berdasarkan jenis kelamin
Normal, 23
Meningkat, 28
Grafik 2. Sebaran Laju Endap Darah
Pada penelitian ini didapatkan LED meningkat pada 28 penderita (54,9%) dan rerata nilai LED pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria
Tabel 3. Sebaran Laju Endap Darah Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin
Kelompok Usia LED Total
Normal Meningkat ≤45 tahun 2(3,92%) 2(3,92%) 4 46-55 tahun 10(19,6%) 11(21,56%) 21 56-65 tahun 9(17,64%) 9(17,64%) 18 >65 tahun 2(3,92%) 6(11,76%) 8 Pria Wanita 14(27,5%) 9(17,6 %) 16(31,4 %) 12(23,5%) 30(58,8%) 21(41,2%) Total 23(45%) 28(54,9%) 51
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa LED meningkat terbanyak pada kelompok usia 46-55 tahun yaitu 11 orang (21,56%). Pada kelompok usia >65 tahun sebagian besar menunjukkan
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010
peningkatan LED. Pada uji statistik didapatkan nilai p 0.683 (IK 95% 0,417;3,8) yang berarti nilai LED tidak berbeda bermakna antara kelompok usia.
Dari tabel 3 juga terlihat bahwa LED meningkat dijumpai pada 16(31,4%) orang pria dan 12(23,5%) orang wanita. Pada uji statistik didapatkan nilai p=0,788 (IK 95% 0,38;3,59) yang berarti tidak ada perbedaan bermakna pada nilai LED antara pria dan wanita.
Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi LED dan NIHSS 1.LED
Pada parameter LED didapati Kolmogorov-Smirnov Z 1,298 dengan p=0,069 yang berarti distribusi tidak normal (lihat grafik 3
DistribusiLED LED 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 20 10 0 Std. D ev = 20.31 Mean = 23.8 N = 51.00
Grafik 3 Distribusi LED
2. NIHSS II
Pada parameter NIHSS II didapati Kolmogorov-Smirnov Z 1,544 dengan p=0,017 yang berarti distribusi normal (lihat grafik 4).
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010 NIHSSII 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Std. Dev = 11.09 Mean = 12.0 N = 51.00
Grafik 4. Distribusi NIHSS II
Uji Korelasi Nonparametrik
Karena parameter LED distribusi tidak normal maka uji korelasi yang dilakukan dengan uji Nonparametrik Spearman. Didapatkan korelasi yang moderat antara LED dengan NIHSS saat keluar rumah sakit (NIHSS II) (r=0,642) dengan p<0,001yang berarti semakin tinggi LED semakin tinggi nilai NIHSS II hal ini bisa dilihat pada grafik 5 dimana parameter LED dengan NIHSS hampir membuat garis yang lurus.
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010 LED 100 80 60 40 20 0
NI
HS
S
II
50 40 30 20 10 0Grafik 5. Korelasi LED dengan NIHSS II
PEMBAHASAN
Pada hasil penelitian yang kami dapatkan insiden terbanyak pada kelompok usia 46-55 tahun (grafik2) hal ini berbeda denghan literatur yang menyatakan insiden stroke ±75% terjadi pada usia lanjut ( >65 tahun).3
Pada penderita stroke dijumpai faktor risiko utama adalah hipertensi (48 orang) akan tetapi tidak berdiri sendiri dan multi faktorial (tabel 1). Pada sebaran kebiasaan merokok hanya terdapat 12 penderita (23,5%). Hal ini dapat dijelaskan karena pada penderita stroke wanita (21 penderita) tidak didapatkan kebiasaan merokok.
LED yang meningkat dijumpai pada 28 penderita (54,9%) dan sesuai dengan literatur bahwa rerata LED meningkat pada jenis kelamin wanita dan pada kelompok usia >65 tahun (6 orang) dari 8 penderita. Akan tetapi bila dilakukan uji statistik terhadap LED dengan mengelompokkan LED normal dan meningkat sesuai batasan operasional dan dihubungkan dengan kelompok usia yang juga dikelompokkan sebagai ≤55 tahun dan >55 tahun maka tidak didapati perbedaan yang bermakna (Tabel 3). Juga tidak didapatkan perbedaan bermakna antara LED dengan jenis kelamin (Tabel 3). Dari hasil keduanya tersebut, dapat disimpulkan bahwa, LED tidak dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin.
Seperti yang telah dibahas dipendahuluan, penelitian ini adalah untuk menilai apakah LED bisa digunakan sebagai prediktor untuk keluaran pasien stroke iskemik,. mengingat LED adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara rutin, mudah dan murah.
Pada penelitian ini kami temukan ternyata LED berkorelasi moderat yang berarti korelasinya cukup kuat terhadap keluaran stroke iskemik dengan penilaian NIHSS r=0,642; p<0,001 (Grafik 5). Pada penelitianyang telah dilakukan terlebih dahulu oleh Chammoro A dkk,
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010
juga didapatkan hasil korelasi yang moderat (r=0,5) dengan parameter penilaian Mathew Stroke Scale.7 Respon fase akut pada penelitian Chammoro A dkk tersebut, tidak dikaitkan dengan
infark otak tetapi berhubungan dengan infeksi bakterial. Pada penelitian ini, pasien dengan riwayat infeksi dalam 2 minggu sebelumnya atau saat kejadian stroke terdapat tanda-tanda infeksi tidak diikut sertakan. Dari hasil penelitian ini, sebagai kesimpulan sementara, tampaknya, dengan semakin tingginya LED terdapat korelasi dengan keluaran klinis yang berat 7 hari setelah onset, menunjukkan suatu petunjuk tidak langsung adanya pembentukan thrombus. Penelitian yang telah dilakukan dan dipublikasikan menyimpulkan korelasi yang kuat antara LED, Fibrinogen dan CBF. Peningkatan LED pada fase akut stroke dapat menunjukkan peningkatan konsentrasi
fibrinogen dan menurunkan CBF yang bisa memperluas lesi di otak.3
KESIMPULAN dan SARAN KESIMPULAN
1. Pada penderita stroke iskemik dijumpai adanya peningkatan LED
2. Tingginya LED pada stroke iskemik, menunjukkan suatu petunjuk tidak langsung adanya pembentukan thrombus.
3. LED berkorelasi moderat dengan keluaran penderita stroke iskemik yang dinilai dengan skor NIHSS r=0,642
SARAN
1. Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan lagi dengan jumlah sampel yang lebih besar dengan disain penelitian untuk tes multivariat dimana LED bisa diuji satu persatu dengan faktor risiko hipertensi, hipekolesterol, hiperglikemi, jenis kelamin dan usia
2. Dengan uji multivariat LED dapat lebih dibuktikan apakah bisa sebagai prediktor independen untuk keluaran stroke iskemik dengan membandingkan beratnya klinis saat masuk, usia yang lebih lanjut, luasnya infark, komplikasi infeksi, kadar gula darah puasa, dan 2 jam post pandrial
DAFTAR PUSTAKA
1. Thijs VN, Lansberg M, Beaulieu C, Marks MP, Moseley ME, Albers GW. Is Early Ischemic Lesion Volume on Diffusion –Weighted Imaging an Independent Predictor of Stroke Outcome? Amultyvariable analysis. Stroke.2000:2597-2602, available at http://www.strokeaha.org
2. Toni D, Fiorelli Fieschi C et al. Progressing Neurological Defisit Secondary to Acute Ischemic Stroke. Arch Neurology.1995;52:670-675
3. Chamorro A, Vila N, Tolosa E et al. Early Prediction of Stroke Severity role of the Erythrocyte Sedimentation Rate. Stroke. 1995;26:573-576
4. Sharma R, Rauchhaus M, Anker SD et al. The Relationship of the Erythrocyte Sedimentation Rate to Inflammatory Cytokines and Survival in Patients with Chronic Heart Failure Treated With Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors. J Am Coll Cardiology.2000;36: 523-528
5. Danesh J, Collins R, Peto R, Lowe GDO. Haematocrit, Viscosity, Erythrocyte Sedimentation Rate: Meta-analyses of prospective studies of coronary heart disease. Eu Heart J.2000;21:516-520
6. Danesh J, Collins R, Peto R, Lowe GDO. Haematocrit, Viscosity, Erythrocyte Sedimentation Rate: Meta-analyses of prospective studies of coronary heart disease. Eu Heart J.2000;21:516-520
7. Chammorro A, Vila n, Montalvo J, Alday M. Role of erythrocyte sedimentation rate in the prediction of stroke severity. Ann Neurol.1993;34:291.abstract
8. Williams Jp. Diagnosis of blood cel disorders. In: Dacie JV, Lewis SM. Practical Haematology.8thed.Edinburgh.Churhill Livingstone.1995:563
Neurona Vol. 27 No. 2 Januari 2010 9. Surjawan Y, Wirawan R. Evaluasi Alat Semiotomatis Microtest 1 Untuk Pemeriksaan Laju Endap
Darah. Jakarta. Dept Patologi Klinik FKUI-RSUPNCM .2003
10. Brigden ML. Clinical Utility of the Erythrocyte Sedimentation Rate. American Family Physician.. October1,1999;1-9