• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAJU EMISI GAS CH4 DAN SUHU UDARA LAHAN SAWAH SERTA PRODUKSI PADI SAWAH AKIBAT TEKNIK BUDIDAYA DAN PEMBERIAN JERAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAJU EMISI GAS CH4 DAN SUHU UDARA LAHAN SAWAH SERTA PRODUKSI PADI SAWAH AKIBAT TEKNIK BUDIDAYA DAN PEMBERIAN JERAMI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 41

LAJU EMISI GAS CH

4

DAN SUHU UDARA LAHAN SAWAH

SERTA PRODUKSI PADI SAWAH AKIBAT TEKNIK BUDIDAYA

DAN PEMBERIAN JERAMI

Ir. Ernitha Panjaitan,M.Si.*, Ir.Posma Marbun, MP**

*Dosen Tetap FP UMI, **Dosen Tetap FP USU

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju emisi gas metan (CH4) dan suhu udara

pada lahan padi sawah serta pertumbuhan dan produksi padi sawah akibat teknik budidaya serta pemberian jerami. Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan yang terletak di Desa Karang Anyar, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) dengan petak utama adalah teknik budidaya (metode konvensional dan metode SRI), dan anak petak adalah pemberian jerami (kontrol, jerami segar dan kompos jerami).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik budidaya padi sawah tidak nyata meningkatkan jumlah anakan per rumpun, nyata meningkatkan produksi gabah kering per petak dan suhu udara pada 40 HST, 60 HST dan 90 HST; sangat nyata meningkatkan emisi gas metan (CH4) dan juga suhu udara lahan padi sawah pada 120 HST.

Pemberian jerami tidak nyata meningkatkan jumlah anakan per rumpun dan suhu udara pada lahan padi sawah serta sangat nyata meningkatkan produksi gabah kering per petak dan emisi gas metan (CH4).

Interaksi antara teknik budidaya dengan jerami tidak nyata meningkatkan jumlah anakan per rumpun, produksi gabah kering per petak dan suhu uadara pada lahan padi sawah; serta sangat nyata meningkatkan emisi gas metan (CH4).

Teknik budidaya metode SRI dapat menurunkan emisi gas metan (CH4) sebesar 28,55

% - 51,04 % dibandingkan metode konvensional; kompos jerami mampu menurunkan emisi gas metan sebesar 3,42 % - 8,41 % dibandingkan jerami segar; dan interaksi antara teknik budidaya metode SRI dengan kompos jerami mampu menurunkan emisi gas metan (CH4) sebesar 33,42 % - 57,57 % dibandingkan teknik budidaya metode konvensional

dengan jerami.

Kata kunci : emisi gas metan (CH4), suhu udara, padi sawah, teknik budidaya, jerami

ABSTRACT

The research aimed to find the effect of paddy rice cultivation techniques and the aplication of straw on methane (CH4) emissions and plant growth and yield. This study was conducted in paddy fields located in the village of Karang Anyar, District Beringin, Deli Serdang regency, North Sumatra Province. This study uses draft Plots Separated (RPT) with the main plot is the technique of cultivation (conventional method and the method SRI), and the subplot is given straw (control, fresh straw and straw compost).

The results showed that rice cultivation technique was not significantly increased the number of tillers per hill, significantly increased the production of dry grain per plot and the air temperature at 40 days after planting (DAT), 60 DAT and 90 DAT; very significantly increased methane (CH4) emissions and soil temperature paddy fields at 120 DAT.

(2)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 42

Application of straw did not significantly increased the number of tillers per hill and temperature on land rice is very significant and increasing production of dry grain per plot and the methane (CH4) emissions.

There were no significant difference of the interaction between cultivation techniques with straw on increased number of tillers per hill, dry grain production per plot and the temperature on the rice fields, but very significant increasing methane (CH4) emissions.

SRI method of cultivation techniques to reduce emissions of methane (CH4) of 28.55% - 51.04% compared to the conventional method; straw compost can reduce methane emissions by 3.42% - 8.41% compared with fresh straw, and the interaction between SRI method of cultivation techniques with straw compost can reduce emissions of methane (CH4) of 33.42% - 57.57% compared to the conventional method of cultivation techniques with straw.

Keywords: methane (CH4) emissions, temperature, paddy fields, cultivation techniques, straw

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 2880K (150C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah gas tersebut berperan seperti atap dan dinding kaca pada rumah kaca (green house) sehingga disebut gas rumah kaca (GRK). Gas-gas penyusun efek rumah kaca adalah karbon dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), metan

(CH4), nitrogen oksida (NO), sulfur

hexaflorida(SF6), chlore flour carbon (CFC), dan hydro flour carbon (HFC) sehingga memungkinkan cahaya matahari menembus “kaca” dan menghangatkan suhu bumi (Setyanto, 2008).

Peningkatan suhu akibat pemanasan global diprediksi jika mencapai tiga derajat Celcius berpotensi mengubah iklim secara ekstrem. Di Indonesia, perubahan iklim sebagai dampak nyata dari efek pemanasan global (global

warming) sangat merugikan sektor pertanian

yang sangat bergantung pada iklim. Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan yang tidak menentu menyebabkan turunnya produksi akibat rusaknya tanaman (Setyanto dan Prihasto, 2004).

Hasil penelitian PPLH-IPB pada tahun 2009 menyatakan bahwa sektor kehutanan (deforestri) penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia yaitu 42,5% disusul energi dan transportasi sebesar 40,9%; sedangkan sektor pertanian menyumbangkan 13,4% emisi GRK.

Pertanian padi terutama yang selalu tergenang merupakan sumber dari tiga macam GRK yaitu : karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O), kontribusi masing-masing GRK tersebut terhadap pemanasan global dari tanah sawah adalah berturut-turut sebesar 55%, 24% dan 15% (Setyanto, 2008).

Walaupun emisi CO2 sangat tinggi di pertanian padi tetapi gas ini akan kembali digunakan tanaman padi saat berlangsungnya proses fotosintesis dan akan dikonversikan ke bentuk biomassa tanaman. Gas metana (CH4) yang dikenal sebagai gas rawa memiliki waktu tinggal di atmosfir 12 tahun, CH4 memiliki kemampuan memancarkan panas 21 kali lebih tinggi dari CO2. Dengan berat molekulnya yang ringan, gas CH4 juga mampu menembus sampai lapisan ionosfer dimana terdapat senyawa radikal O3 yang berfungsi melindungi bumi dari serangan radiasi gelombang pendek ultra violet. Kehadiran gas CH4 pada lapisan ionosfer menyebabkan penipisan lapisan O3 (ozon) bumi. Oleh karena itu, GRK yang harus diwaspadai untuk diturunkan emisinya dari lahan sawah adalah metana (CH4) (Setyanto dan Abu Bakar, 2005).

Emisi CH4 sebagian besar disebabkan oleh kegiatan-kegiatan yang tidak efisien, seperti pengairan yang terus menerus dan berlebihan, cara pemupukan atau penggunaan pupuk yang tidak tepat. Pada lahan sawah dengan sistem penggenangan kontinyu maka suplai oksigen dari atmosfir ke tanah akan terputus, akibatnya terjadi fermentasi bahan organik tanah secara

(3)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 43

anaerob, yang akan menghasilkan gas metan sebagai akhir prosesnya (Neue, 1993).

Pengurangan emisi GRK (mitigasi) adalah suatu usaha untuk menekan laju emisi GRK dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas manusia (Setyanto, 2004). Mitigasi selalu menjadi isu di dalam sidang-sidang tahunan konvensi kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan iklim (UNFCCC). Protokol Kyoto sebagai salah satu komitmen yang dihasilkan dalam UNFCCC mencapai kesepakatan bahwa selama periode

2008-2012 negara-negara maju wajib

mengurangi tingkat emisi GRK sampai pada tingkat yang dapat mengurangi laju perubahan iklim, yaitu rata-rata sebesar 5,2% pada tahun 1990 (Setyanto dan Prihasto, 2004).

Di bidang pertanian terutama pada budidaya padi sawah, upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan pemilihan varietas, pengelolaan air irigasi, penggunaan pupuk yang ramah lingkungan dan juga penggunaan jerami padi yang telah dikomposkan. Upaya untuk menurunkan tingkat emisi CH4 dari tanah sawah

harus diarahkan dan dilakukan tanpa

mengorbankan produksi beras (Setyanto dan Prihasto, 2004).

Usaha gerakan hemat air terus

dicanangkan mengingat sumber daya air sangat terbatas. Pola pengelolaan air dengan cara

pemberian air irigasi secara terputus

(intermitten) terbukti mampu menghemat air

irigasi hingga 50%, tanpa mengurangi

produktivitas tanaman. Selain itu, pola ini juga dapat menurunkan laju emisi CH4 (Li, et al., 2002; Setyanto dan Prihasto, 2004; Setyanto dan Abu Bakar, 2005).

Salah satu alternatif budidaya padi ramah

lingkungan yang sekarang ini mulai

berkembang di Indonesia sejak tahun 1999 adalah System of Rice intensification (SRI). Ciri umum dari metode SRI yaitu pemberian air irigasi secara terputus (intermitten) dengan tinggi muka air 1-2 cm, sedangkan pada metode konvensional tinggi muka airnya 3-5 cm. Ciri-ciri umum yang lain dari metode SRI adalah penggunaan bibit muda, yaitu 10 hari setelah semai dengan penanaman 1 bibit perlubang tanam. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa

dengan budidaya metode SRI, tingkat

produktifitas tanaman padi dapat mencapai 8-10 ton/ha dengan penghematan air sekitar 50% (Setyanto dan Prihasto, 2004).

Salah satu upaya untuk dapat

meningkatkan kualitas tanah serta produksi tanaman padi sawah adalah dengan pemberian jerami padi sebagai pupuk organik atau kompos. Namun dari hasil penelitian Schutz et al. (1989) diperoleh bahwa pemberian jerami segar 12 ton/ha menghasilkan emisi CH4 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian jerami, tetapi bila jerami tersebut dikomposkan ternyata

selain meningkatkan kualitas tanah dan

produksi padi sawah juga tidak menghasilkan emisi gas CH4 (metana) yang tinggi.

Hipotesis Penelitian

1. Teknik budidaya padi sawah akan

mempengaruhi laju emisi gas CH4, suhu udara pada lahan sawah serta pertumbuhan dan produksi padi sawah.

2. Pemberian jerami akan mempengaruhi laju emisi gas CH4, suhu udara pada lahan sawah serta pertumbuhan dan produksi padi sawah. 3. Interaksi antara teknik budidaya padi sawah

dan jerami akan mempengaruhi laju emisi gas CH4, suhu udara pada lahan sawah serta pertumbuhan dan produksi padi sawah.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan yang terletak di Desa Karang Anyar, Kecamatan Beringin, Propinsi Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 20 m dpl. Analisis gas CH4 dilakukan di Laboratorium Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (BK3) Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu : jerami padi, benih padi varietas Pandan Wangi, larutan EM-4, urine kambing, kotoran ayam dan aluminium foil. Alat-alat yang digunakan adalah sungkup plastik yang di dalamnya terdapat termometer, fan dan jarum suntik serta alat-alat laboratorium lainnya.

(4)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 44 Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan

Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan Petak Utama adalah Teknik Budidaya dan Anak Petak adalah pemberian Jerami yang terdiri dari 3 perlakuan dan menggunakan 3 ulangan. 1. Petak Utama merupakan perlakuan teknik

budidaya tanaman padi sawah yaitu B1 = Teknik Budidaya Konvensional

B2 = Teknik Budidaya SRI

2. Anak petak merupakan perlakuan

pemberian jerami yaitu : J0 = Tanpa Pemberian Jerami

J1 = Pemberian Jerami Segar (10 ton/ha atau 4 kg/plot)

J2 = Pemberian Kompos Jerami (10 ton/ha atau 4 kg/plot)

Pelaksanaan Penelitian

-Persiapan Lahan

-Analisis Awal

-Pembuatan dan Aplikasi Kompos Jerami

-Teknik Budidaya Padi Sawah

-Pengambilan Sampel Gas di Lapangan

Parameter yang Diamati

1. Jumlah Anakan per Rumpun (batang) 2. Produksi Gabah Kering per Petak (g) 4. Suhu Udara (oC)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil

Jumlah Anakan per Rumpun (batang)

Dari hasil sidik ragam diperoleh akibat perlakuan teknik budidaya, pemberian jerami maupun interaksi antara teknik budidaya dan jerami tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman padi sawah. Tabel 3. Rataan Jumlah Anakan per Rumpun (batang) Tanaman Padi Sawah

Akibat Perlakuan Teknik Budidaya dan Pemberian Jerami

Jerami Teknik Budidaya Rataan

B1 B2

J0 22,33 23,73 23,03 J1 20,13 24,27 22,20 J2 21,33 26,60 23,97 Rataan 21,26 24,87

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa meskipun diberi perlakuan teknik budidaya maupun

jerami padi ternyata tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman padi sawah, tetapi terlihat kecenderungan perlakuan teknik budidaya dengan menggunakan metode SRI memiliki jumlah anakan per rumpun yang lebih tinggi daripada metode konvensional dan pemberian kompos jerami memiliki jumlah anakan per rumpun yang lebih banyak dibandingkan kontrol dan jerami segar. Perlakuan interaksi antara teknik budidaya dan jerami yang menghasilkan jumlah anakan per rumpun tertinggi adalah : B2J2 (26,60 batang).

Produksi Gabah Kering per Petak (g)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa akibat perlakuan teknik budidaya berpengaruh nyata terhadap produksi gabah kering per petak, pemberian jerami berpengaruh sangat nyata terhadap produksi gabah kering per petak dan interaksi antara teknik budidaya dengan jerami tidak berpengaruh nyata terhadap produksi gabah kering per petak tanaman padi sawah.

Tabel 4. Rataan Produksi Gabah Kering per Petak (g) Tanaman Padi Sawah Akibat Perlakuan Teknik

Budidaya dan Pemberian Jerami Perlakuan Produksi Gabah

Kering/Petak (g) Teknik Budidaya (B) B1 B2 2254 b 2382 a Jerami (J) J0 J1 J2 1935 cC 2328 bB 2691 aA

Dari Tabel 4 terlihat bahwa akibat perlakuan teknik budidaya metode SRI (B2) menghasilkan produksi gabah kering per petak lebih tinggi (2382 g) dan berbeda dengan teknik budidaya metode konvensional (B1) yaitu : 2254 g. Pemberian kompos jerami (J2) menghasilkan produksi gabah kering per petak tertinggi (2691 g) yang berbeda dengan pemberian jerami segar (J1) maupun kontrol (J0), yaitu masing-masing : 2328 g dan 1935 g.

(5)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 45 Emisi Gas Metan (CH4) (mg/m3/jam)

Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa akibat perlakuan teknik budidaya, perlakuan pemberian jerami maupun interaksi antara teknik budidaya dan jerami berpengaruh sangat nyata terhadap emisi gas metan (CH4).

Tabel 5. Rataan Emisi Gas Metan (CH4)

(mg/m3/jam) pada Tanaman Padi Sawah Akibat

Perlakuan Teknik Budidaya dan Pemberian Jerami

Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa pada saat tanaman padi sawah berumur 40 HST interaksi antara teknik budidaya dan jerami pada perlakuan B1J1 menghasilkan emisi gas metan (CH4) tertinggi (1630,67 mg/m3/jam) yang sangat berbeda dengan semua perlakuan interaksi lainnya, sedangkan perlakuan B2J0 menghasilkan emisi gas metan (CH4) terendah yaitu : 495,56 mg/m3/jam dan sangat berbeda juga dengan semua perlakuan interaksi lainnya.

Pada umur 60 HST emisi gas metan (CH4) tertinggi pada tanaman padi sawah dihasilkan oleh interaksi antara teknik budidaya dan

pemberian jerami pada perlakuan B1J2

(2100,00 mg/m3/jam) yang tidak berbeda

dengan perlakuan B1J1 (2025,78 mg/m3/jam)

tetapi sangat berbeda dengan perlakuan

interaksi lainnya. Perlakuan B2J0 menghasilkan emisi gas metan (CH4) terendah (494,22 mg/m3/jam) yang sangat berbeda dengan semua perlakuan interaksi lainnya. Perlakuan interaksi

B2J1 dan B2J2 tidak berbeda dalam

menghasilkan emisi gas metan (CH4) yaitu masing-masing sebesar : 1239,56 mg/m3/jam dan 1186,67 mg/m3/jam, tetapi sangat berbeda dengan semua perlakuan interaksi lainnya.

Pada saat tanaman padi sawah berumur 90 HST interaksi antara teknik budidaya dan jerami pada perlakuan B1J1 menghasilkan emisi gas metan (CH4) tertinggi (1262,22 mg/m3/jam) yang sangat berbeda dengan semua perlakuan interaksi lainnya, sedangkan perlakuan B2J0 menghasilkan emisi gas metan (CH4) terendah yaitu : 434,67 mg/m3/jam. Perlakuan interaksi B2J1 tidak berbeda dengan perlakuan B2J2

yaitu : 536,00 mg/m3/jam dan 535,56

mg/m3/jam, tetapi sangat berbeda dengan semua perlakuan interaksi lainnya.

Saat tanaman padi sawah berumur 120 HST interaksi antara teknik budidaya dan jerami pada perlakuan B1J1 menghasilkan emisi gas metan (CH4) tertinggi (1630,67 mg/m3/jam) yang sangat berbeda dengan semua perlakuan interaksi lainnya, sedangkan perlakuan B2J0 menghasilkan emisi gas metan (CH4) terendah yaitu : 495,56 mg/m3/jam yang juga sangat berbeda dengan semua perlakuan interaksi lainnya.

Gambar 1. Laju Emisi Gas Metan (CH4) Akibat Perlakuan Interaksi Antara Teknik Budidaya dengan Jerami pada Tanaman Padi Sawah Umur 40 HST, 60 HST, 90 HST dan 120 HST

Perlakuan Laju Emisi Gas Metan (CH4) (mg/m3/jam)

40 HST 60 HST 90 HST 120 HST Konvensional (B1) J0 J1 J2 735,56 eE 1630,67 aA 1468,89 bB 791,11 dC 2025,78 aA 2100,00 aA 652,44 cC 1262,22 aA 1161,78 bB 514,22 eE 981,33 aA 964,00 bB SRI (B2) J0 J1 J2 495,56 fF 1158,67 cC 1085,78 dD 494,22 eD 1239,56 bB 1186,67 cB 434,67 eE 536,00 dD 535,56 dD 383,11 fF 682,67 cC 643,11 dD 0 500 1000 1500 2000 2500 J0 J1 J2 J0 J1 J2 J0 J1 J2 J0 J1 J2 Em isi C H4 (m g/ m 3/j am ) 40 HST 60 HST 90 HST 120 HST Konvensional

(6)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 46

Dari Gambar 1 terlihat bahwa emisi gas metan (CH4) semakin meningkat dari umur 40 HST menuju umur 60 HST dan menurun pada umur 90 HST dan 120 HST, interaksi antara teknik budidaya konvensional dengan jerami menghasilkan emisi gas metan (CH4) yang lebih tinggi dibandingkan dengan interaksi antara teknik budidaya metode SRI dan jerami. Dari gambar di atas juga terlihat interaksi antara

kompos jerami dengan teknik budidaya

menghasilkan emisi gas metan (CH4) yang lebih rendah dibandingkan interaksi antara jerami segar dengan teknik budidaya.

Suhu Udara (oC)

Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa akibat perlakuan teknik budidaya pada 40 HST, 60 HST dan 90 HST berpengaruh nyata terhadap suhu udara (oC) di lahan padi sawah dan berpengaruh sangat nyata pada umur 120 HST. Perlakuan pemberian jerami maupun

interaksi antara teknik budidaya dengan

pemberian jerami tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara (oC) di lahan padi sawah.

Tabel 6. Rataan Suhu Udara (oC) di Lahan Padi

Sawah Akibat Perlakuan Teknik Budidaya

Perlakuan Suhu Udara (o

C) 40 HST 60 HST 90 HST 120 HST Teknik Budidaya (B) B1 B2 25,37 a 24,67 b 26,28 a 25,17 b 26,28 a 25,50 b 25,06 aA 23,83 bB

Dari Tabel 6 di atas terlihat bahwa suhu udara (oC) di lahan padi sawah umur 40 HST, 60 HST dan 90 HST tertinggi adalah akibat pengaruh teknik budidaya konvensional yang berbeda dengan metode SRI. Pada umur tanaman padi 120 HST suhu udara (oC) lahan padi sawah juga akibat teknik budidaya konvensional yang sangat berbeda dibandingkan dengan jika menggunakan metode SRI.

Gambar 2. Suhu Udara (oC) di Lahan Padi Sawah Akibat Perlakuan Teknik Budidaya pada Umur 40 HST, 60 HST, 90 HST dan 120 HST

Dari Gambar 2 di atas terlihat bahwa suhu udara (oC) di lahan padi sawah meningkat dari 40 HST hingga 90 HST kemudian menurun pada umur 120 HST, dan teknik budidaya konvensional menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi daripada metode SRI.

2. Pembahasan

Jumlah Anakan per Rumpun (batang)

Dari hasil sidik ragam diperoleh akibat perlakuan teknik budidaya, pemberian jerami

maupun interaksi antara teknik budidaya dan jerami berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman padi sawah. Meskipun demikian, terlihat kecenderungan

perlakuan teknik budidaya dengan

menggunakan metode SRI dan pemberian kompos jerami memiliki jumlah anakan per rumpun yang lebih tinggi. Perlakuan interaksi antara teknik budidaya dan jerami yang menghasilkan jumlah anakan per rumpun tertinggi adalah perlakuan B2J2 (metode SRI 25.37 26.28 26.28 25.06 24.67 25.17 25.50 24.60 23,5 24,0 24,5 25,0 25,5 26,0 26,5 27,0 40 HST 60 HST 90 HST 120 HST

Su

h

u

(

0

C)

Konvensional

(7)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 47

dengan kompos jerami) yaitu sebanyak 26,60 batang.

Menurut Berkelaar (2001) metode SRI membuat kondisi air macak-macak (tanah dijaga pada kondisi lembab) sehingga aerasi

(tata udara) tanah lebih baik yang

mengakibatkan oksigen akan lebih mudah dan

lebih banyak masuk ke dalam tanah

dibandingkan metode konvensional yang terus digenangi air. Meskipun pada awalnya jumlah bibit yang ditanam 1 tanaman per lubang tetapi karena aerasi tanah yang lebih baik maka metode SRI dapat menghasilkan jumlah anakan per rumpun yang lebih banyak daripada metode Konvensional.

Kompos jerami mengandung unsur hara yang lebih tersedia dibandingkan dengan jerami

segar karena kompos jerami telah

terdekomposisi (Nuraini, 2009), disamping itu kompos jerami juga memperbaiki struktur tanah

menjadi lebih gembur sehingga kondisi

pertumbuhan tanaman terutama di zona

perakaran menjadi lebih baik. Menurut Soepardi (1983) setengah dari Kapasitas Tukar Kation (KTK) berasal dari bahan organik yang juga merupakan salah satu sumber hara mikro. Kandungan hara dan kondisi fisik tanah yang lebih baik di zona perakaran inilah yang mengakibatkan lebih banyaknya jumlah anakan per rumpun tanaman padi sawah ini.

Produksi Gabah Kering per Petak (g)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa akibat perlakuan teknik budidaya berpengaruh nyata sedangkan pemberian jerami berpengaruh sangat nyata terhadap produksi gabah kering per petak tanaman padi sawah. Teknik budidaya metode SRI (B2) dan pemberian kompos jerami (J2) menghasilkan produksi gabah kering per petak tertinggi (masing-masing : 2382 g dan 2691 g).

Menurut Setyanto dan Abu Bakar (2005), bahwa dengan mengurangi dan melakukan penghematan air mampu memberikan hasil gabah yang tidak berbeda, bahkan dapat memberikan hasil gabah yang lebih tinggi jika ditambahkan dengan bahan organik seperti jerami dengan tingkat kematangan yang sesuai.

Emisi Gas Metan (CH4) (mg/m3/jam)

Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa akibat perlakuan teknik budidaya, perlakuan pemberian jerami maupun interaksi antara teknik budidaya dan jerami berpengaruh sangat nyata terhadap emisi gas metan (CH4).

Secara umum interaksi antara teknik budidaya dan jerami segar (B1J1) menghasilkan emisi gas metan (CH4) tertinggi kecuali umur 60 HST tertinggi pada perlakuan B1J2 meskipun emisi nya tidak berbeda dengan perlakuan B1J1, sedangkan perlakuan B2J0 menghasilkan emisi gas metan (CH4) terendah pada 40 HST, 60 HST, 90 HST dan 120 HST.

Jerami sebagai bahan organik merupakan sumber energi untuk meningkatkan aktivitas

bakteri metanogen yang dalam proses

perombakannya menghasilkan gas metan

(CH4). Sesuai dengan hasil penelitian

Wihardjaka (2001) dalam penggunaan jerami pada tanah sawah diperoleh bahwa emisi metan (CH4) terbesar diperoleh dari penambahan jerami segar, kompos jerami dan tanpa jerami. Hal ini terjadi akibat proses dekomposisi jerami segar yang lebih lama dibandingkan kompos

jerami meningkatkan aktivitas bakteri

metanogen untuk menghasilkan gas metan (CH4).

Pada teknik budidaya SRI dilakukan pola pengairan intermitten dengan tinggi genangan yang dangkal (1-2 cm) atau kondisi tanah dibiarkan macak-macak sampai tanah kering (tanah retak-retak) kemudian diairi kembali dengan tinggi genangan 1-2 cm. Kondisi ini

akan menghambat keberadaan bakteri

metanogen di dalam tanah, dimana bakteri ini hanya dapat hidup pada kondisi tanah tergenang (anaerob) sehingga metode SRI menurunkan laju emisi gas metan (CH4) dibandingkan dengan metode konvensional.

Menurut Wihardjaka (2001), semakin banyak jumlah anakan maka jumlah pembuluh aerenkimia daun, batang dan akar padi akan semakin banyak yang menjadi media bagi pelepasan gas metan (CH4) yang dihasilkan dari dalam tanah ke atmosfir. Tetapi hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa meskipun

kecenderungan jumlah anakan per rumpun dengan metode SRI maupun dengan pemberian

(8)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 48

kompos jerami lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional dan pemberian jerami segar (meskipun pengaruhnya tidak nyata), tetapi ternyata yang lebih berperan dalam menurunkan emisi gas metan (CH4) adalah perlakuan teknik budidaya dan kompos jerami meskipun jumlah anakan per rumpunnya kedua perlakuan ini lebih banyak.

Emisi gas metan (CH4) semakin meningkat dari umur 40 HST menuju umur 60 HST dan menurun pada umur 90 HST dan 120 HST. Hal ini dapat terjadi akibat pertumbuhan vegetatif yang terus meningkat, pengairan yang maksimal dan masih tersedianya jerami padi yang kemudian mengalami penurunan pada fase generatif, pengeringan pada masa pematangan dan juga karena semakin sedikitnya jerami di dalam tanah.

Suhu Udara (oC)

Dari hasil sidik ragam diperoleh bahwa akibat perlakuan teknik budidaya pada 40 HST, 60 HST dan 90 HST berpengaruh nyata terhadap suhu udara (oC) pada lahan sawah dan berpengaruh sangat nyata pada umur 120 HST.

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu udara pada lahan sawah adalah akibat terjadinya peningkatan gas metan (CH4),

dimana yang lebih berpengaruh dalam

peningkatan gas metan (CH4) ini adalah perlakuan teknik budidayanya.

Suhu udara di lahan padi sawah meningkat dari 40 HST hingga 90 HST kemudian menurun pada umur 120 HST, dimana teknik budidaya konvensional menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi daripada metode SRI. Hal ini sesuai dengan laju emisi gas metan (CH4) sebagai GRK penghasil panas sehingga meningkatkan suhu udara; yang ternyata meningkat jumlahnya pada fase vegetatif dan mulai menurun pada fase generatif, diperoleh juga teknik budidaya konvensional menghasilkan gas metan (CH4) yang lebih tinggi daripada metode SRI.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Teknik budidaya padi sawah tidak nyata meningkatkan jumlah anakan per rumpun, nyata meningkatkan produksi gabah kering

per petak dan suhu udara pada 40 HST, sangat nyata meningkatkan emisi gas metan

(CH4) dan juga sangat nyata

meningkatkan suhu udara pada lahan padi sawah pada 60 HST, 90 HST dan 120 HST.

2. Pemberian jerami tidak nyata

meningkatkan jumlah anakan per rumpun dan suhu udara pada lahan padi sawah serta sangat nyata meningkatkan produksi gabah kering per petak dan emisi gas metan (CH4).

3. Interaksi antara teknik budidaya dengan jerami tidak nyata meningkatkan jumlah anakan per rumpun, produksi gabah kering per petak dan suhu uadara pada lahan padi sawah; serta sangat nyata meningkatkan emisi gas metan (CH4).

4. Teknik budidaya metode SRI dapat menurunkan emisi gas metan (CH4) sebesar 28,55 % - 51,04 % dibandingkan metode konvensional; kompos jerami mampu menurunkan emisi gas metan sebesar 3,42 % - 8,41 % dibandingkan jerami segar; dan interaksi antara teknik budidaya metode SRI dengan kompos jerami mampu menurunkan emisi gas metan (CH4) sebesar 33,42 % - 57,57 % dibandingkan interaksi

antara teknik budidaya metode

konvensional dengan jerami segar.

Saran

Melihat produksi gabah kering yang cukup tinggi dan ramah lingkungan (menurunkan emisi gas metan(CH4)), serta keuntungan-keuntungan lainnya (hemat benih, hemat waktu dan hemat air) maka dianjurkan budidaya padi sawah menggunakan metode SRI. Bila ingin memanfaatkan jerami sebagai sumber unsur hara dan memperbaiki kondisi fisik tanah sebaiknya menggunakan kompos jerami yang ternyata menghasilkan emisi gas metan (CH4) yang lebih rendah daripada jerami segar.

DAFTAR PUSTAKA

Berkelaar, D. 2001. Sistim Intensifikasi Padi (The System of Rice Intensification-SRI) : Sedikit dapat memberi lebih banyak. Buletin ECHO Development Note, Januari 2001. ECHO Inc. 17391

(9)

MAJALAH ILMIAH METHODA Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2012 : 41-49 | 49

Durrance Rd. North FtMyers FI.33917 USA. pp.1-6.

Nue, H. 1993. Methane Emission from Rice Field : Wetland Rice Fields May Make a Major Contribution to Global Warming. Boi Science 43 (7) : 446-73.

Setyanto dan Prihasto. 2004. Mitigasi Gas Metan dari Lahan Sawah, Tanah Sawah dan Teknologi Pengololaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan agroklimat, Bogor.

Setyanto, P., and R. Abu Bakar. 2005. Methane Emission from Paddy Fields as

Influenced by Different Water Regimes in Central Java. Indonesian Journal of Agricultural Science 6 (1) : 1-9. Setyanto, P. 2008. Perlu Inovasi Teknologi

Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian. Balingtan, Badan Litbang Pertanian, Deptan.

Wihardjaka, A. 2001 . Emisi Gas Metan di Tanah Sawah Irigasi dengan Pemberian Beberapa Bahan Organik. Agrivita 23(1):43-51.

Gambar

Tabel 3. Rataan  Jumlah  Anakan  per  Rumpun   (batang)  Tanaman  Padi   Sawah
Tabel  5.  Rataan      Emisi      Gas      Metan        (CH 4 )    (mg/m 3 /jam)  pada      Tanaman  Padi      Sawah    Akibat   Perlakuan Teknik Budidaya dan Pemberian  Jerami
Gambar   2. Suhu Udara  ( o C)  di  Lahan  Padi  Sawah   Akibat Perlakuan Teknik  Budidaya  pada Umur  40 HST, 60 HST, 90 HST dan 120 HST

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam hal ini, permasalahan yang timbul adalah bagaimana cara yang dipergunakan untuk dapat menetukan komposisi setiap jenis barang yang ada sesuai dengan nilai dan

[r]

Pada tahun 2011 rencana pembangunan kembali untuk wilayah ini telah dimulai melalui usulan pemerintah kota Banda Aceh untuk membangun kembali daerah inti dari kawasan Peunayong

kebudaya- an yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. warga dari suatu kebudayaan serupa itu tidak akan memusingkan diri dengan memikirkan zarnan

Namun, pelaksanaan perencanaan ( plan ) yang meliputi identi fi kasi risiko, prakuali fi kasi, dan seleksi pada prosedur SMT-KKK-26 masih membutuhkan perbaikan karena belum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh jenis usaha, ukuran perusahaan, rasio profitabilitas perusahaan, rasio leverage operasi perusahaan, net

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Beutoeng, Kecamatan Seunagan Timur, dan Kecamatan Seunagan dalam wilayah masyarakat adat