Model & Metode
Homeschooling
Oleh: Sumardiono Layout: Mira Julia
Dibuat dan dipublikasikan oleh:
Model dan Metode
Homeschooling
Bagaimana Memilihnya?
Ekawati Indriani, seorang ibu yang sangat berdedikasi sepakat dengan suaminya untuk menjalani homeschooling untuk dua anaknya, Evan dan Clay.
Sekitar 5 tahun yang lalu, Ekawati mengambil sekolah sebagai model dasar untuk pelaksanaan homeschooling di rumahnya. Ada setting meja belajar, jam belajar, buku-buku yang diatur rapi berjajar di rak, map
untuk menyimpan lembar kerja, lengkap dengan poster yang menempel di dinding.
Beberapa bulan pertama, mer eka memakai kurikulum sekolah jarak jauh (distance learning). Anak-anak belajar menggunakan worksheet berbahasa Inggris.
Praktik homeschooling semacam ini ternyata tidak bekerja baik di keluarga Ekawati. Anak-anak mengomel, ibunya menjadi tegang, dan proses belajar tidak berjalan efektif.
Seiring dengan berjalannya waktu dan seiring proses belajar Ekawati mengenai aneka model homeschooling, sedikit demi sedikit Ekawati melonggarkan model homeschoolingnya dari sangat terstruktur menjadi kurang terstruktur.
Melalui perjalanan waktu, Ekawati akhirnya menemukan model yang sesuai dengan tujuan pendidikan
homeschooling yang mereka jalani tak lagi berbentuk seperti sekolah yang dipindahkan ke rumah. Aneka proyek, diskusi, dan kegiatan informal lainnya mereka lakukan bersama anak-anak.
Dengan model homeschooling yang baru untuk dirinya, Ekawati merasa lebih lega dan bahagia. Pada saat b e r s a m a a n , a n a k - a n a k n y a m e n i k m a t i p r o s e s homeschooling yang mereka jalani bersama kedua orangtuanya.
Perjalanan Mencari Model Homeschooling
Proses yang dialami oleh keluarga Ekawati bukanlah sebuah hal yang asing dalam dunia homeschooling. Keluarga yang baru menjalankan homeschooling berangkat memulai homeschooling dari sebuah model homeschooling yang paling dikenal dan dianggapnya tepat.Seiring perjalanan waktu, keluarga kemudian melakukan penyesuaian-penyesuaian agar proses
homeschooling yang dijalani dapat berjalan efektif dan sekaligus prosesnya dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.
Menurut Linda Dobson, penulis buku “Tamasya Belajar” perubahan pendekatan homeschooling dari yang sangat terstruktur menuju kurang-terstruktur adalah hal biasa yang dialami oleh keluarga homeschooling.
Demikian pula sebaliknya, terkadang keluarga yang berangkat dari pendekatan tidak terstruktur kemudian melakukan penyesuaian di tengah jalan sehingga proses homeschoolingnya menjadi lebih terstruktur.
Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga yang sedang memulai homeschooling dan sedang mencari bentuk homeschooling yang paling sesuai untuk keluarga untuk bersikap fleksibel pada model dan metode-metode homeschooling yang dijalaninya.
Orangtua harus menempatkan model dan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang hendak dituju keluarga. Anak diperlakukan sebagai subyek dalam proses belajar, yang diperhatikan pendapat dan aspirasinya, bukan hanya menjadi obyek yang dibentuk secara eksternal berdasarkan apa-apa yang dianggap ideal oleh orangtua.
Tips:
• Jika Anda ingin memulai homeschooling, jangan terpaku pada model belajar seperti di sekolah yang pernah Anda jalani.
• Belajarlah tentang aneka model dan metode homeschooling.
• Berangkatlah dari apa yang Anda ketahui dan menurut Anda terbaik. Pada saat bersamaan, lapangkan hati untuk berubah di dalam perjalanan homeschooling Anda.
• Melakukan perubahan-perubahan pendekatan yang terjadi sepanjang perjalanan homeschooling adalah sebuah hal yang sah-sah. Tak perlu gengsi atau merasa bersalah ketika melakukan perubahan pendekatan dalam homeschooling.
• Saat berbicara tentang metode, fokuskan pada anak dan carilah pendekatan-pendekatan yang bekerja dan efektif untuk anak dan keluarga.
Dua Titik Berangkat Homeschooling
Dua metode homeschooling yang paling populer dan sekaligus merupakan dua metode yang sangat berbeda/ kontras adalah: school-at-home dan unschooling. Kedua metode ini akan dibahaskan di di sini agar para orangtua homeschooling memperoleh perspektif keragaman di dalam cara memandang pendidikan dan cara terbaik anak belajar.
Model Sekolah di Rumah (School-at- Home)
School-at-home adalah metode homeschooling yang mengambil model dari sekolah. Metode ini banyak dipilih oleh orangtua karena berbagai alasan:
• Sekolah adalah model pendidikan yang dipraktekkan luas.
• Pemerintah menggunakan model sekolah untuk pendidikan.
• Orangtua pernah menjalani sekolah sehingga merasa paling mengetahui cara kerjanya.
• Sistem pendukung tersedia luas: buku pelajaran, latihan soal, dan ujian-ujian.
Ciri khas school-at-home:
• Menggunakan sistem sekolah sebagai model utama dalam pelaksanaan homeschooling.
• Model bersifat terstruktur dan paket berjenjang.
• Proses homeschooling dipandu dengan kurikulum.
• Materi yang dipelajari dikelompokkan dalam mata-pelajaran.
• Alat belajar utama menggunakan buku pelajaran.
• Proses belajar dengan cara mengajar. • Evaluasi/ujian secara periodik.
Ada beberapa hal yang dianggap sebagai kekurangan model school-at-home:
• Memindahkan sekolah ke rumah bukan pekerjaan yang mudah karena nature rumah berbeda dari sekolah.
• Cara belajar di sekolah berdasarkan mata pelajaran tidak natural.
• Orangtua bukanlah guru.
• Kecenderungan belajar -untuk-lulus-ujian (learn-for-test)
Untuk mengatasi kekurangan itu, peluang inovasi untuk model school-at-home yang dapat dilakukan antara lain:
• Ambil perspektif jangka panjang. • Fleksibilitas di dalam proses belajar. • Belajar model modular, bukan paket.
• Gunakan kurikulum dan jenjang, tapi ubah metode belajar.
• Perkaya bahan belajar.praktis: buku PR, tutor, bimbel.
Model Unschooling
Model dan metode homeschooling yang berbeda dari school-at-home adalah unschooling. Metode unschooling memiliki bentuk dan pendekatan-pendekatan yang sangat berbeda dibandingkan sekolah. Perbedaan itu lahir terutama karena unschooling memiliki asumsi-asumsi dan cara pandang yang berbeda dengan sekolah mengenai anak, proses tumbuh-kembang anak, dan bagaimana cara terbaik anak belajar.
P e n d e k a t a n u n s c h o o l i n g t u m b u h s e j a k
kritik tentang sekolah. Diantara kritik John Holt adalah mengenai kecenderungan proses belajar di sekolah yang bukan dipicu oleh kebutuhan & kesenangan anak untuk belajar, tetapi karena ketakutan (fear).
Ketakutan mendapat nilai buruk, ketakutan untuk mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari guru, ketakutan membuat jawaban yang salah, ketakutan tidak lulus, dan sebagainya. Peran orang dewasa yang terlampau besar dan struktur yang kaku di dalam proses belajar dinilai justru merusak di dalam proses belajar anak.
John Holt menulis beberapa buku untuk menuangkan gagasannya, antara lain: “How Children Fail”, “How Children Learn”, “Growing Without Schooling”, dsb. Kritik-kritik John Holt terhadap sekolah itu dapat diterima sebagian masyarakat, yang
kemudian melahirkan sebuah gerakan pendidikan alternatif yang disebut “Unschooling”.
Berikut ini beberapa asumsi dari unschooling:
• keinginan belajar itu alami.
• dunia nyata adalah ruang belajar paling baik. • intervensi orangtua/orang dewasa cenderung
menghambat proses alami anak.
"What children need is not new and better curriculum but access to more of the real world; plenty of time and space to think over their experiences, and to use fantasy and play to
make meaning out of them" (John Holt)
Dalam unschooling, anak tidak dipandang sebagai kertas kosong tetapi dianggap sebagai individu. Walaupun anak-anak itu masih kecil dan kelihatannya tidak mengerti, mereka tetap diharga pendapat dan pandangan-pandangannya.
Dengan asumsi-asumsi tentang anak dan pendidikan itu, model belajar di dalam unschooling memiliki bentuk yang berbeda dari sekolah. Model belajar di dalam unschooling adalah:
• belajar secara natural/kegiatan
• berbentuk kegiatan di dunia nyata (real-world learning)
• berdasarkan minat/kebutuhan anak (passion-based learning)
• minimum intervention
"I believe that we learn best when we, not others are deciding what we are going to learn, and when we are choosing the people,
materials, and experiences from which we will be learning"
“Learning is not the product of teaching. Learning is the product of the activity of learners.”
Berbeda dari model school-at-home di mana peran orangtua mirip dengan peran kepala sekolah/guru di sekolah, peran orangtua dalam model unschooling lebih mirip sebagai fasilitator. Dalam perannya sebagai fasilitator, orangtua tak terlalu berperan sebagai sumber pengetahuan (guru), tetapi mendorong anak untuk menjadi pembelajar yang aktif.
Peran orangtua sebagai fasilitator dalam unschooling dilakukan dengan:
• menyediakan lingkungan belajar • goal setting
• quality enrichment
Model dan Metode Homeschooling Lain
Selain model school-at-home dan unschooling, masih banyak model homeschooling lain. Model-model itu lahir karena asumsi dan cara pandang yang berbeda mengenai pendidikan. Beberapa diantaranya, antara lain:
Classical Homeschooling
Model classical homeschool adalah model yang mengacu pada pendidikan yang menjadi akar peradaban modern Eropa, yaitu abad pertengahan Yunani.
Model pendidikan klasikal sangat menekankan pada studi literatur, sejarah, aktivitas intelektual yang terstruktur dan disiplin. Model pendidikan klasik banyak menggunakan materi dari abad pertengahan, yang merupakan karya-karya besar dari para tokoh besar.
Model ini membangun pendidikan dasar dengan penekanan pada penguasaan bahasa (grammar), logika, dan retorika. Anak-anak dibiasakan untuk belajar buku dan sejarah pengetahuan sejak abad pertengahan, juga terbiasa mengembangkan logika berfikir melalui kegiatan riset, menulis, berdiskusi dan berdebat.
Dalam model pendidikan dasar menurut model pendidikan klasikal, anak-anak belajar dalam tiga tahap, yaitu: grammar (mempelajari struktur bahasa mulai sederhana hingga kompleks, termasuk bahasa Latin dan Yunani), logic (belajar logika, biasanya tentang logika Aristotelian), rhetoric (belajar menyampaikan dan mempertahankan gagasan).
Dalam model sekolah saat ini, jenjang logic yaitu mulai mengenal, menganalisis, dan mempertanyakan gagasan biasanya dilakukan pada jenjang sekolah
jenjang rhetoric yang mengajarkan tentang kritik, debat, dan argumentasi.
Charlotte Mason, Montessori, Waldorf
Ada juga model homeschooling yang dibangun berdasarkan pemikiran seorang tokoh tertentu, misalnya: Charlotte Mason, Montessori, Waldorf, dan lain-lain.
Charlotte Mason (1842-1923) adalah seorang tokoh pendidikan Inggris yang aktif menuliskan gagasan-gagasannya tentang pendidikan dan sekaligus mempraktekkannya. Beberapa gagasan Charlotte Mason yang menjadi inspirasi untuk proses homeschooling antara lain:
Living Books
Charlotte Mason sangat menekankan pentingnya memberikan ide-ide yang besar dan hidup untuk
penyemaian ide-ide itu dilakukan melalui asupan buku-buku berkualitas (living books), bukan buku teks yang hanya berisi data dan informasi kering yang perlu dipelajari anak.
Narasi
Narasi adalah proses anak menceritakan ulang dengan bahasanya sendiri, baik secara lisan maupun tulisan, isi materi bacaan yang baru dibacanya. Proses narasi merupakan bagian proses untuk mengerahkan kemampuan anak berkonsentrasi, mencerap gagasan di dalam buku, mengorganisirnya, dan kemudian mengungkapkannya.
Habit Training
Sebagaimana Charlotte Mason meyakini bahwa pendidikan adalah perihal menciptakan atmosfir yang mendukung anak untuk belajar, dia juga menekankan
pada anak. Menurut Charlotte Mason, manusia adalah makhluk yang terbentuk oleh kebiasaan dan pembiasaan.
Montessori
Model pendidikan Montessori berasal dari nama tokoh pendidikan Maria Montessori (1870-1952) dari Italia. Beberapa gagasan pendidikan Montessori yang kemudian menjadi inspirasi untuk sekolah dan pelaksanaan homeschooling antara lain:
Fokus pada Anak
Montessori menyatakan bahawa fokus pendidikan seharusnya bukan diletakkan pada peran orang dewasa untuk mengajari anak, tetapi pada anak itu sendiri. Orangtua atau orang dewasa bertugas menciptakan lingkungan yang kondusif untuk proses belajar anak.
Dalam model Montessori, anak berkegiatan mandiri. Tidak ada pengawasan ketat, tidak ada jadwal. Guru tidak menulis di papan tulis, siswa tidak duduk di kursi.
Lingkungan Belajar yang Terkendali
Dalam model Montessori, alat-alat untuk proses belajar anak dibuat dalam ukuran mini, disesuaikan dengan proporsi tubuh anak dan memperhatikan faktor keamanan saat dipergunakan oleh anak. Alat-alat peraga disusun secara teratur mulai yang sederhana hingga kompleks.
Dari Nyata hingga Abstrak
Model Montessori banyak menggunakan alat peraga. Model Montessori memulai proses belajar dari kegiatan-kegiatan menggunakan benda-benda fisik (nyata). Dari kegiatan nyata, anak baru diperkenalkan
Kelompok Lintas Usia
Di sekolah Montessori, anak-anak dengan beragam belajar bersama di satu tempat. Mereka bebas berinteraksi tanpa dibatasi usia. Ruang kelas dibagi dengan partisi sesuai area kurikulum. Pembimbing berperan untuk mengarahkan dan memfasilitasi proses belajar anak.
Eclectic Homeschooling
Model dan metode homeschooling lain adalah eklektik. Model eklektik tidak mengikuti secara ketat sebuah aliran pemikiran tertentu, tetapi menyerap dan memadukan berbagai pemikiran dan aliran tentang pendidikan. Metode ini menggunakan prinsip “mix-and-match” sesuai kebutuhan dan kondisi keluarga.
Selanjutnya Bagaimana?
Setelah kita mengetahui beragam model dan metode homeschooling, so what? What’s next? Makin bingung? Semoga tidak.
Ada beberapa hal yang bisa kita petik di dalam proses pembelajaran tentang model & metode homeschooling ini.
Banyak sudut pandang tentang pendidikan. Model pendidikan tak hanya berbentuk seperti sekolah sebagaimana yang pernah kita jalani. Bahkan, sekolah pun bisa memiliki model yang berbeda-beda.
Sebagai praktisi homeschooling, kita memiliki banyak pilihan dan kesempatan memilih model dan metode pendidikan yang paling sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuan pendidikan keluarga.
Jangan merasa bersalah ketika kita memilih model,
Anda memilih model homeschooling yang berbeda dengan keluarga praktisi homeschooling yang lain.
Jika Anda tertarik dengan sebuah model dan metode homeschooling tertentu, lakukan pekerjaan rumah Anda dengan banyak membaca dan melakukan riset sehingga Anda bisa memperoleh manfaat dari sudut pandang dan prinsip-prinsip yang ada di dalam metode tersebut. Lakukan adaptasi sesuai kebutuhan dan kondisi Anda.
Jangan membeli label atau melabeli homeschooling Anda dengan sebuah metode tertentu yang akan membuat Anda terkungkung dan takut untuk berubah. Masuklah ke dalam esensi-esensinya. Jadikan anak Anda dan keluarga s e b a g a i u k u r a n b a g u s - t i d a k n y a s e b u a h m o d e l homeschooling.
Gunakan sikap kritis dan “common sense” untuk memilih yang paling sesuai untuk Anda dan keluarga. Anda adalah tuan dan pemilik hidup Anda. Anda adalah pemimpin keluarga dan anak-anak Anda. Jadi, Anda lah
yang paling tahu apa-apa yang terbaik dan bekerja untuk homeschooling yang Anda jalani.
Apapun metode yang Anda pilih, gunakan tumbuh kembang anak sebagai ukuran. Yang pertama adalah anak menikmati proses belajarnya. Yang kedua, minat, komitmen, dan stamina anak terus tumbuh berkembang. Tak ada rumusan yang baku untuk hal itu. Temukan yang paling sesuai untuk anak dan keluarga.
Penulis
Sumardiono, biasa dipanggil Aar, adalah seorang ayah dari 3 (tiga)
anak, yaitu Yudhistira (2001), Tata (2004), dan Duta (2008). Bersama isterinya, Mira Julia (Lala), mereka memilih homeschooling untuk pendidikan anak-anaknya. Aar dan Lala menjalani homeschooling sejak anak-anak mereka lahir hingga saat ini.
Aar memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknologi dan manajemen keuangan. Aar menyelesaikan pendidikan di Teknik Informatika ITB dan Magister Manajemen bidang Keuangan di Lembaga PPM, Jakarta.
Sempat berkarir di dunia keuangan, Aar saat ini memilih untuk menjadi bapak rumah tangga dan menjadi Working At Home Dad (WAHD).
Dalam dunia homeschooling, Aar aktif menulis dan mengelola blog Rumah Inspirasi (www.rumahinspirasi.com). Aar juga telah menulis buku tentang homeschooling berjudul “Homeschooling Lompatan Cara Belajar” dan “Warna-warni Homeschooling” yang diterbitkan oleh penerbit Elex Media Komputindo.
Blog: www.RumahInspirasi.com
Facebook: https://www.facebook.com/aar.sumardiono
Twitter: @AarSumardiono