• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotika Terhadap Finger Talk Sebagai Brand Jasa Café dan Car Wash di Kota Tangerang Selatan dan Kota Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Semiotika Terhadap Finger Talk Sebagai Brand Jasa Café dan Car Wash di Kota Tangerang Selatan dan Kota Depok"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 30, Nomor 1, Januari 2019

|

33

Analisis Semiotika Terhadap Finger Talk

Sebagai Brand Jasa Café dan Car Wash

di Kota Tangerang Selatan dan Kota Depok

Siska Yuningsih & Suwarto

Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP UMJ siska_mikom@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna dalam brand Fingertalk berdasarkan semiotika

Peirce. Penelitian ini juga merupakan analisis semiotika yang didasarkan pada logika. Penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda, yang memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Mempunyai kemungkinan yang luas dalam keanekaragaman tanda-tanda, dan di antaranya tanda-tanda linguistik merupakan kategori yang penting, tetapi bukan satu-satunya kategori. Logo Fingertalk dianalisis terlebih dahulu menggunakan model segitiga makna Peirce, yaitu

Sign, Object, dan Interpretant. Logo

Fingertalk kemudian juga dianalisis dengan meneliti konteks brand

melalui pengamatan pakar ahli brand. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli 2017, dengan lokasi di dua tempat yakni Pamulang, Kota Tangerang Selatan, dan Cinere, Kota Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif, dan paradigma konstruktivisme. Hasil penelitian menyatakan Fingertalk merupakan wadah atau tempat di mana seseorang menggunakan bahasa isyarat sebagai media komunikasi dan selain masyarakat tuna rungu mempunyai kemampuan seperti halnya dengan masyarakat normal. Analisis terhadap konteks brand menemukan bahwa brand Fingertalk dipahami oleh

masyarakat sebagai LSM atau Yayasan yang lebih bergerak di bidang sosial murni ketimbang bisnis.

Kata Kunci: Brand, Fingertalk, Semiotika

(2)

| Kajian Ilmu Sosial

34

|

PENDAHULUAN

Ketatnya persaingan di era globalisasi sekarang ini semakin mengarahkan sistem perekonomian ke arah mekanisme pasar, di mana pemasar harus selalu mengembangkan dan menguasai pasar. Hal tersebut membuat setiap perusahaan, baik yang memproduksi barang dan jasa, untuk lebih siap dengan segala strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan. Penemuan teknologi baru memberikan dampak pada perusahaan, sehingga mendorong perusahaan untuk dapat menganalisis peluang dan tantangan masa mendatang.

Maka, untuk mengembangkan strategi pemasarannya, perusahaan harus lebih berorientasi pada konsumen (Customer Oriented),

sehingga perusahaan dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan konsumen. Banyak strategi pemasaran perusahaan dihadapkan pada keputusan pemberian merek (brand), di mana brand yang baik akan

mampu mencerminkan jenis usaha yang dikelola pemilik dengan baik, yang membuat public mengenalnya. Pada prinsipnya branding atau merek akan memudahkan calon konsumen untuk mengenali produk.

Tidak hanya merek atau brand

yang menjadi tolak ukur kesuksesan pada pencapaian keberhasilan suatu perusahaan. Pengusaha atau

pemilik suatu perusahaan tersebut harus memiliki dan mengembangkan inovasi dan kreativitas untuk mengembangkan dan memajukan suatu perusahaan. Inovasi dan kreativitas adalah inti dari awal dari tumbuhnya suatu usaha atau perusahaan.

Dengan inovasi dan kreatifitas, perusahaan mampu memecahan masalah dalam kegiatan usaha atau bisnis, apalagi perusahaan tersebut juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial dengan mempekerjakan kaum penyandang disabilitas.

Banyak perusahaan yang belum memberikan kesempatan kepada kaum disabilitas untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Padahal, sesuai dengan UU Disabilitas perusahaan wajib memperkerjakan penyandang disabilitas. Di samping itu penyandang disabilitas wajib mendapatkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama, memperoleh akomodasi yang layak dalam pekerjaan, tidak diberhentikan

karena alasan disabilitas, mendapatkan program kembali bekerja, penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat, memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta segala hak normatif yang melekat di dalamnya, dan memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri,

(3)

Volume 30, Nomor 1, Januari 2019

|

35

wiraswasta, pengembangan koperasi,

dan memulai usaha sendiri.

Menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementrian Sosial sampai dengan tahun 2010, jumlah penyandang disabilitas mencapai 11.580.117 orang, yang terdiri dari tuna netra 3.474.035 orang, tuna daksa 3.010.830 orang, tuna rungu 2.547.626 orang, cacat mental 1.389.614 orang dan cacat kronis 1.158.012 orang.

Sedangkan data dari Kementerian tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja penyandang disabilitas pada tahun 2010 mencapai 7.126.409 orang, terdiri dari tuna netra 2.137.923 orang, tuna daksa 1.852.866 orang, tuna rungu 1.567.810 orang, cacat mental 712.641 orang dan cacat kronis sebanyak 855.169 orang (Kompas.com, 10 Desember 2012).

Menurut Laporan Dunia tentang Disabilitas pada tahun 2011 yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Dunia (World Bank), ada sekitar satu juta penduduk di dunia yang memiliki disabilitas.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, penyandang tuna rungu harus mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan baik terhadap rekan kerja, atasan maupun konsumen melalui komunikasi yang dapat dipahami oleh semua pihak agar tidak timbul salah persepsi.

Tidak banyak perusahaan yang berani membuka lapangan pekerjaan untuk kaum difabel khususnya untuk penyandang tuna rungu dikarenakan pengusaha tidak siap jika terjadi penurunan omset yang disebabkan karena ketidak mampuan dalam pendengaran dan pengucapan bahasa dengan baik.

Terdapat usaha kecil pertama di Indonesia yang berani membuka lapangan pekerjaan yang semua pekerjanya adalah tuna rungu. Nama usaha kecil tersebut adalah Fingertalk.

Fingertalk mendirikan usaha d ibidang kuliner dan pencucian mobil yang bernama Cafe and Car Wash Finger Talk. Untuk café beralamat di

jalan Pinang No. 37, Pamulang Timur, Tangerang sedangkan untuk Car Wash berada di Jalan Cinere Raya

No.32 Depok, yang didirikan pada tahun 2015.

Umumnya tempat makan, Café

Fingertalk menghadirkan pelayan-pelayan yang piawai berkomunikasi untuk melayani pengunjung. Namun berbeda dengan kafe lainnya, Cafe

Fingertalk ini yang mempekerjakan lima orang pelayan di mana kesemuanya mempunyai gangguan dalam pendengaran atau tuna rungu. Begitu juga dengan usaha car wash

yang pekerjanya adalah tuna tungu juga.

Elemen-elemen yang terdapat pada brand dinilai memiliki pesan

(4)

| Kajian Ilmu Sosial

36

|

yang sesuai dengan visi, misi, jiwa dan kepribadian perusahaan. Ilmu tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya adalah ilmu semiotik. Dalam semiotic, segala sesuatu yang diamati atau dibuat dapat teramati mengacu pada hal yang merujuknya, dan dapat diinterpretasikan, adalah tanda. Dengan menggunakan akal sehatnya, seseorang biasanya menghubungkan sebuah tanda pada rujukan (reference) untuk menemukan

makna tersebut. Fingertalk tidak hanya sekedar mencari keuntungan dari usahanya tetapi dapat memberi kesempatan kepada kelompok disabilitas (tuna rungu) untuk bekerja. Penelitian ini juga mengkaji tentang bagaimana analisis Semiotika terhadap Fingertalk sebagai brand

dalam mempekerjakan disabilitas (tuna rungu).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).

Penelitian ini tidak menggunakan angka-angka, tetapi memaparkan subyek dan obyek dalam penelitian

secara deskriptif dan dibantu dengan teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian, serta menggunakan paradigma konstruktivisme untuk mengkonstruksi realitas sosial. Metode Penelitiannya menggunakan analisis secara deskriptif, yaitu usaha untuk mengumpulkan, menyusun, dan menginterpretasikan data yang ada, serta menganalisis objek yang diteliti dengan merujuk pada prosedur-prosedur riset yang menghasilkan data kualitatif (Bogdan, 1993: 30).

Adapun penelitian ini memusatkan analisis pada teks dan konteks, bagaimana perusahaan menggunakan nama Fingertalk sebagai brand dari jasa cafe dan car wash dalam mempekerjakan tuna

rungu yang dikaitkan dengan Analisis Semiotika. Peneliti juga menunjukkan makna dan tanda-tanda yang pada brand yang digunakan oleh usaha café

dan car wash yang mempekerjakan

tuna rungu di dalam usaha tersebut. Analisis data ini menggunakan metode penelitian semiotika, berdasarkan semiotik yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce yang terdiri dari tiga elemen makna. Terkait dengan makna, Peirce menyebutkan makna terbentuk oleh adanya elemen-elemen yang saling berinteraksi. Elemen-elemen tersebut adalah sign (tanda), object

(5)

Volume 30, Nomor 1, Januari 2019

|

37

Ketiga elemen tersebut dikenal

dengan teori segitiga makna (triangle meaning). Makna dalam kajian semiotik untuk kajian media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus bisa sebagai metode analisis.

Elemen Makna Peirce

Data mencakup primer dan se-kundar. Data Primer diperoleh melalui observasi terhadap objek yang ingin diteliti dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview)

ter-hadap pemilik perusahaan, Mantan ketua Gerakan Kesejahteraan Tuna rungu Indonesia, pekerja, dan res-pons pengunjung. Kedua adalah data sekunder diper oleh dari studi kepustakaan dari buku, jurnal, artikel, majalah dan internet.

PEMBAHASAN

Analisis visualisasi brand memerlukan pengidentifi kasian tanda sebagai unit analisis.Namun sebelum menganalisis brand Fingertalk dengan semiotika,

sebaiknya perlu diketahui unsur-unsur yang ada dalam brand tersebut terlebih dahulu.

Unsur­Unsur yang ada dalam Logo

Unsur itulah yang membentuk visualisasi brand Fingertalk sehingga

dapat diartikan oleh masyarakat tentang Fingertalk itu sendiri.

Dalam penelitian ini, teori Charles Sanders Peirce menjadi pisau untuk menganalisis brand Fingertalk. Peirce, secara khusus memberi perhatian pada tanda dan objek yang diacunya. Jika mengamati tanda dan makna yang hadir dalam brand Fingertalk akan tampak objek

yang mengungkapkan sesuatu. Model tanda trikotomis atau triadik yang dikembangkan oleh Peirce dituangkan secara sederhana melalui tiga titik yaitu representamen atau tanda, objek, dan interpertan. Ketika trikotomis tersebut dihubungkan dengan brand Fingertalk, maka dapat

dilihat seperti gambar berikut:

(6)

| Kajian Ilmu Sosial

38

|

Visualisasi Logo Fingertalk

Anatomi Logo

Jenis

Logo Logotype dan Logogram

Elemen Estetis Warna

Menggunakan dua warna:

1. Warna sekunder, merupakan percampuran antara warna primer: Merah + kuning = oranye atau jingga

Diartikan bahwa warna oranye memberi kesan hangat dan bersemangat serta merupakan symbol dari petualangan, optimisme, percaya diri dan kemampuan dalam bersosialisasi. Warna ketenangan yang berkaitan dengan kehangatan sebuah hubungan. Dalam tulisan Finger-talk dengan warna orange mencerminkan bahwa Fingertalk penuh dengan ke-hangatan, keakraban, penuh dengan semangat antara pengunjung dengan para pekerja tuna rungu, sehingga pengunjung merasa nyaman di dalam café atau car

wash di Fingertalk.

2. Warna Hitam

Memiliki arti kedisplinan dan ketegasan dalam bertindak.Tegas dalam artian memiliki pendirian dan teguh dalam berpendapat, serta disiplin dalam bekerja. Membuktikan kepada masyarakat luas bahwa orang-orang tuna rungu tidak seperti yang masyarakat bayangkan, yang tidak bisa bekerja dan pemalas.

Elemen Estetis

Tipografi Edwardian Script ITC Tagline Smile and togetherness

Untuk menganalisa lebih jauh logo Fingertalk peneliti mencoba

menganalisa tampilan logo dari pragmatisme Charles Sanders Peirce. Menurut Charles Sanders Peirce, jika ingin mengetahui makna yang ada di balik tanda, maka ada baiknya kita melihat dari sisi objek, ground dan interpretan.

Sebelum membahas lebih men-dalam, peneliti ingin memberikan sebuah ringkasan yang padat yang bisa mengkategorikan pendapat Peirce dengan objek logo Fingertalk

Analisis Semiotika Segitiga Makna Charles Sanders Peirce

Sign

Quali-sign

1. Warna oranye memberi kesan hangat dan bersemangat serta merupakan symbol dari petualangan, optimisme, percaya diri dan kemampuan dalam bersosialisasi. Warna ketenangan yang berkaitan dengan kehangatan sebuah hubungan. Warna ini menyatu dengan nuansa musim gugur dan juga nuansa keindahan seperti matahari terbenam (sunset). Warna yang hangat ini punya kulitas tersendiri.

2. Warna garis pada jari berwarna hitam menunjukkan bahwa memiliki kedisiplinan dan ketegasan dalam bertindak.

3. Makna yang terkandung pada simbol Jemari tangan pada logo di mana ujung ibu jari menyentuh ujung jari telunjuk hingga membentuk lingkaran dengan menyentuh belakang dan depan nama Fingertalk pada sisi kanan dan kiri nama Fingertalk bahwa simbol ini memaknai sebuah latar belakang dari Fingertalk yaitu berkaitan dengan bahasa isyarat dengan menggerakan tangan untuk berkomunikasi. Implementasi gerak tubuh untuk berkomunikasi adalah bahasa isyarat.

(7)

Volume 30, Nomor 1, Januari 2019

|

39

4. Makna jenis huruf sambung pada Fingertalk adalah kebersamaan, saling bersatu antara berbagai kalangan baik yang memiliki kekurangan (cacat) maupun yang normal, saling menghargai dan saling menghargai satu sama lain.

Sin-sign

1. Gambar jari kanan dan kiri memegang tulisan Fingertalk mencerminkan ungkapan yang mendalam, dan menggambarkan aksi bahwa media komunikasinya mengunakan jari jemari. Ini mewakili aksi kepedulian untuk memperdayakan penyandang tuna rungu yang dikemas konsepnya dengan membuka cafe dan car wash. Fingertalk membuka lapangan pekerjaan. Konsep yang digunakan mempunyai tujuan 2. Jenis huruf yang digunakan pada

kata Fingertalk adalah tipografi yang menggunakan font Edwardian Script ITC dengan huruf yang menyerupai goresan tangan (handwriting) yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil yang tajam, dimodif sedikit pada tiap ujung kanan dan kiri; kata Finger Talk disentuh dengan ujung jari telunjuk dan jempol. Huruf Script ditulis tebal tipis yang bervariasi dalam setiap hurufnya. Salah satu karakteristiknya adalah tidak menggunakan huruf besar (capital) dalam satu kata, yang akan terlihat sangat tidak rapi. Jenis huruf script terkesan anggun, pribadi, akrab dan eksklusif

Legi-sign Penulis mengartikan bahwa logo Fingertalk yang dilihat oleh masyarakat diartikan sebagai berbicara dengan jari, yang artinya masyarakat mengetahui berkomunikasi dengan jari

Objek

Icon 1. Jari memegang tulisan 2. Fingertalk

3. Tulisan “smile and togetherness

Indeks 1. Warna dari logo pada tulisan Fingertalk diartikan sebagai warna hangat dan ramah yang membuat orang merasa nyaman secara psikologis. Atau dapat juga melambangkan kesenangan. Warna orange juga mampu membangkitkan antusiasme yang begitu tinggi pada audiens yang melihatnya.

Sym-bol

1. Teks merek “Fingertalk” mempunyai makna berbicara dengan jari.

2. Simbol Jari mempunyai makna bahwa jari digunakan sebagai alat komunikasi melalui gerak dan bentuk jari tersebut. 3. Simbol teks tagline “smile and

togetherness” merupakan kalimat dalam bahasa Inggris yang berarti senyum dan kebersamaan Fingertalk yang selalu berkomitmen akan terus memberikan pelayanan melalui senyuman dan merangkul dengan kebersamaan yang penuh kehangatan semua penyandang tuna rungu dan yang normal (tidak memiliki kecacatan). Kesadaran terhadap kebersamaan inilah yang melatarbelakangi lahirnya tagline.

Interpretant

Rheme 1. Lambang jari telunjuk dan ibu jari menyentuh ujung kata di kanan dan kiri Fingertalk merupakan bentuk logogram, diinterpretasikan sebagai misi dan komitmen Fingertalk yaitu “smile and

togetherness” untuk terus memberikan

pelayanan yang ramah serta senyuman yang hangat guna menciptakan hubungan yang harmonis penuh kehangatan dan kebersamaan.

2. LogoGram Fingertalk berbentuk jari ini mengidentifikasikan sesuatu yang didominasi dengan gerakan tangan.

Togotype yang digunakan pada kata

Fingertalk adalah wordmark yang mengidentifikasi suatu nama atau merek. 3. Kata Fingertalk termasuk jenis Edwardian

Script ITC yang menggunakan huruf sambung tegak tidak miring dan berhuruf kecil, dimodif sedikit pada tiap ujung kanan dan kiri; kata Fingertalk disentuh dengan ujung jari telunjuk dan jempol.

Deci-sign

1. Logo Fingertalk mencerminkan kepedulian Fingertalk terhadap penyandang Disabilitas khususnya tuna rungu sehingga mempekerjakan tuna rungu pada cafe dan car wash, dan merupakan aksi pembuktian bahwa tuna rungu mempunyai kemampuan yang sama dengan yang normal (tidak memiliki kecacatan) dengan konsep

(8)

| Kajian Ilmu Sosial

40

|

Argu-ment 1. Logo Fingertalk mencerminkan suatu histori yang kuat, sehingga logo tersebut dibuat. Fingetalk merupakan usaha yang mempekerjakan tuna rungu dengan harapan membuat masyarakat mempunyai kepedulian yang tinggi sehingga masyarakat mau berempati pada apa yang tuna rungu rasakan dan membuktikan kepada masyarakat jika penyandang tuna rungu mempunyai kemampuan yang sama.

ANALISIS DALAM KONTEKS

BRAND

Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh pengamat brand, Logo Fingertalk

merupakan wajah perusahaan. Maka hal pertama yang mencuri perhatian dari sebuah perusahaan adalah logo perusahaan itu sendiri. Orang sering mempersempit arti logo dan memandang logo adalah gambar atau lambang dari perusahaan. Padahal logo dapat berupa kata, pikiran, pembicaraan atau akal budi. Dengan kata lain, logo adalah sebuah simbol atau gambar yang memberikan identitas pada sebuah perusahaan meski tanpa ada nama perusahaan. Setelah melihat bagaimana logonya, maka masyarakat melihat arti merek dagang atau brand. Merek adalah

entitas yang mudah dikenali dan menjanjikan nilai-nilai tertentu. Maka, jelas bahwa merek berbeda dengan logo. Tetapi keduanya saling berkaitan dan berhubungan. Merek sering digunakan secara umum untuk menyebut sebuah logo atau

Brand. Padahal, pada nyatanya brand

dan merek adalah hal yang berbeda.

Brand memiliki makna yang lebih

luas dari logo atau pun merek. Dari pengertian logo di atas, karena logo merupakan simbol atau gambar, maka sudah dipastikan bahwa logo berbentuk benda fisik yang dapat dilihat. Begitu pula dengan merek.

Brand mencakup keseluruhannya,

baik yang fisik, non fisik, pengalaman dan asosiasi.Terlebih brand

terkadang sebagai kata benda, kata kerja, kadang menjadi sama dengan nama perusahaan, pengalaman perusahaan dan harapan konsumen. Maka, jika logo adalah wajah dari perusahaan, brand adalah tubuh dari

perusahaan tersebut. Dan merek dapat diibaratkan sebagai nama yang membedakan antara sebuah tubuh dan wajah tertentu dari tubuh dan wajah yang lain. Individu akan diingat dengan namanya, dikenali dari wajahnya dan diingat dari segala aktivitas yang dilakukan dan apa yang terdapat pada tubuhnya.

Begitu pula dengan perusahaan. Untuk membangun merek yang relevan, merek tersebut harus masuk dan engaged dengan digital

place-nya konsumen. Tantangan terakhir adalah compliance atau pemenuhan

dalam menjawab karakter konsumen, dan merek harus mampu menjawab dan berkomunikasi dengan konsumen. Dari sini, merek harus menarik dengan membuat sebuah

(9)

Volume 30, Nomor 1, Januari 2019

|

41

cerita yang mampu menyentuh sisi

emosional audiensnya. Brand itu harus mempunyai story yang disebut

sebagai brand story. Brand Story ini

sangat bermanfaat bagi pemasar, bukan hanya untuk menarik perhatian konsumen pada saat itu melainkan untuk masa yang panjang.

Sebelum menganalisis brand, terlebih dulu logo dianalisis dengan menggunakan pendekatan teori semiotika Peirce, yang terbagi ke dalama analisis Objek, Sign, dan Interpretant.

Dari hasil penelitian, pemilik Finger talk melihat realitas kehidupan atau masalah yang sedang dialami oleh masyarakat Indonesia, khususnya penyandang tuna rungu atau disabilitas yang cenderung diabaikan atau dimarginalkan oleh masyarakat khususnya dalam hal mendapatkan pekerjaan, dikarenakan mereka memiliki keterbatasan fisik yang bias membuat perusahaan mengalami penurunan produksi. Lapangan kerja menjadi masalah utama yang dialami oleh para penyandang disabilitas. Keterbatasan fisik sering dilihat oleh masyarakat sebagai bentuk ketidak-mampuan. Stigma yang masih bertahan hingga detik ini di sebagian besar masyarakat bahwa penyandang disabilitas adalah makhluk yang perlu dikasihani dan diberi santunan. Padahal disabilitas atau tuna rungu

juga dapat berkarya apabila diberi kesempatan dan akses.

Maka, pemilik usaha bernama Dissa berusaha untuk mengkonstruksikan suatu konsep di mana usaha tersebut memperkerjakan tuna rungu. Nama brand adalah Fingertalk, yang memiliki arti berbicara dengan tangan. Fingertalk merupakan tempat atau wadah bisnis yang mempekerjakan tuna rungu di dalamnya sekaligus membuktikan kepada masyarakat bahwa disabilitas tuna rungu memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja non-disabilitas dalam hal kehadiran, keamanan kerja, dan kemauan untuk bertahan di pekerjaannya. Maka terciptalah logo dengan nama Fingertalk (Berbicara dengan Jari), dengan LogoGram berupa jari memegang ujung dari kata Finger talk dengan Tagline “smile and togetherness”. Makna yang terkandung di dalam Fingertalk adalah memberitahu kepada masyarakat bahwa Fingertalk memiliki keunikan dengan semua pekerja adalah tuna rungu. Sebagai media komunikasinya adalah gerakan jari. Masyarakat lebih cenderung tertarik terhadap nama brand yang

memiliki nilai historis yang tinggi. Selain itu Fingertalk muncul dengan nama yang membuat masyarakat menjadi penasaran. Tujuan dari Fingertalk adalah menarik sebanyak-banyaknya masyarakat untuk datang

(10)

| Kajian Ilmu Sosial

42

|

dan mengetahui apa yang ada di dalam nya sehingga pengunjung atau masyarakat memiliki kepedulian sosial yang semakin tersebar luas. Masyarakat semakin mengetahui bahwa penyandang tuna rungu memiliki kemampuan yang sama seperti masyarakat normal lainnya, dan masyarakat yang berkunjung kemudian berbaur dengan tuna rungu melalui komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat sebagai media komunikasi di dalamnya.

Fingertalk mempunyai kemampuan menghasilkan produk

yang berbeda dari yang lainnya. Ini yang membuat konsumen tidak akan pernah lupa dengan brand Fingertalk karena kesan yang didapati jauh berbeda daripada usaha yang lainnya.

Jika di analisa oleh pengamat brand, nama Fingertalk ini memiliki konsep yang kuat sesuai dengan visi dan misinya, penuh dengan ungkapan, sangat menarik, bahkan memiliki brand story yang kuat, yang

tidak hanya mengejar profit saja tetapi juga pemberdayaan sosial. Apalagi tidak semua usaha memiliki sifat sosial pemberdayaan di dalamnya. Fingertalk telah membuktikan bahwa dengan mempekerjakan tuna rungu, justru perusahaan bisa membuktikan kesuksesan dengan membuka dua cabang dan telah dikenal secara internasional.

Masyarakat akan terus ingat dengan brand Fingertalk yang identik

dengan tuna rungu dan mereka tidak mudah melepas ingatan, karena brand ini telah membuat masyarakat memiliki respon yang cukup baik bahkan mengapresiasinya.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa dengan pendekatan semiotika, Fingertalk menurut Sign (Tanda) dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu Qualisign, Sinsign, dan Legisign. Qualisgnnya adalah tanda yang berdasarkan sifatnya, bentuk, jenis huruf yang digunakan, dan warna. Warna yang terdapat pada logo Finger Talk, yakni warna oranye, mempunyai makna bahwa warna oranye itu sendiri dikaitkan dengan kegembiraan,

kebahagiaan, kehangatan, kreativitas, penyemangat. Warna

oranye menularkan kondisi prima dan energi positif ke sekitarnya. Kemudian bentuk jari pada Fingertalk memaknai sebuah latar belakang yang dominan dengan bahasa isyarat berupa gerakan jari untuk media berkomunikasi. Kemudian untuk jenis huruf yang digunakan pada Finger talk adalah font Edwardian Script ITC yang mempunyai makna kebersamaan dan saling bersatu antara berbagai kalangan baik yang disabilitas maupun yang normal dan saling menghargai satu sama lain.

(11)

Volume 30, Nomor 1, Januari 2019

|

43

Untuk Sinsign adalah tanda yang

berdasarkan bentuk atau rupa di dalam kenyataan. Terdapat dua kata “Finger” dan “Talk”. Kata finger dari bahasa Inggris yang memiliki arti jari, sedangkan “Talk” memiliki arti bicara. Jika digabung dalam bahasa Indonesia memiliki arti berbicara dengan jari. Kemudian tagline “smile and togetherness” mempunyai arti senyum dan kebersamaan, di mana Fingertalk selalu berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan dengan senyuman dan penuh kebersamaan antara sesama tuna rungu, tuna rungu dengan pemilik usaha, dan tuna rungu dengan pengunjung. Legisign adalah tanda dasar suatu peraturan yang berlaku. Legisign pada Fingertalk adalah berbicara dengan jari, namun bentuk jarinya memiliki makna saling berpegangan untuk sama-sama bekerja membangun visi dan misi pemberdayaan.

Objek dalam pendekatan semiotika dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu icon, indeks, dan simbol. Icon tanda adalah sumber acuan melalui sebuah replika, simulasi, imitasi atau persamaan. Fingertalk memiliki identitas atau ciri khas terkait dengan penyandang tuna rungu. Jari memiliki konsep historis mengajak masyarakat untuk peduli dengan sesama. Indeks merupakan tanda petunjuk tentang sebuah arti, yakni pada Fingertalk warna dan jari merupakan satu kesatuan arti yang

memiliki arti kesejukan, kehangatan dan kegembiraan dengan mengunakan jari sebagai alat media berkomunikasi. Sedangkan simbol terletak pada merek, tagline, dan lambang jari yang mengapit nama Finger Talk.

Pendekatan semiotika Interpretant dibagi menjadi tiga yaitu Rheme, Decisign, dan Argument. Intepretant di sini dilihat dari sisi pengamat logo atau brand yaitu calon konsumen atau pengamat brand. Rheme adalah tanda yang memungkinan penafsir untuk menafsirkan berdasarkan pilihan dan kemungkinan. Rheme dalam Fingertalk terdapat lambang ibu jari menyentuh telunjuk, warna dari tulisan Fingertalk dan jenis tulisannya. Kemudian Decisign terletak pada gabungan simbol jari dan taglinenya. Kemudian Argument merupakan tanda yang berisi penilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata begitu.Tentu saja penilaian tersebut mengandung kebenaran.

Analisa menurut konteks brand Menurut para ahli brand, brand Fingertalk sangat menarik karena memiliki nilai historis di dalamnya. Kata “Fingertalk” dikatakan cukup kuat untuk menyiratkan pesan mengenai latar belakang usaha tersebut yang mempekerjakan tuna rungu. Lambang jari yang mengapit kata tersebut juga mendukung kekuatan dari “Fingertalk” itu sendiri. Selain

(12)

| Kajian Ilmu Sosial

44

|

itu, gambar yang berbentuk sketsa ini terlihat kreatif dan memiliki kesan artistik tersendiri. Kata “Fingertalk” menarik perhatian, karena banyak sekali aktivitas yang mengutamakan jari (misalnya produsen gitar, piano, atau bahkan cincin kawin). Dari segi brand sebagai orang awam, akan lebih mudah menganggap ini sebagai logo NGO atau LSM atau Yayasan yang ruang kerjanya lebih ke arah aktivitas sosial murni, dan sama sekali tidak berurusan dengan bisnis.

Pusat perhatian semiotika pada kajian komunikasi adalah menggali apa yang tersembunyi di balik bahasa. Semiotika itu berupa tanda, yang dapat berupa lambang untuk komunikasi, maka dunia ini penuh dengan tanda. Dalam berkomunikasi, tercipta tanda sekaligus makna. Dalam perspektif semiologi atau semiotika, pada akhirnya komunikasi akan menjadi suatu ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan dari tanda yang diciptakan oleh proses komunikasi itu sendiri. Begitu juga dengan bisnis, tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Dalam iklan terdapat tanda-tanda di dalamnya, yang mengungkapkan arti dari isi suatu produk.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama.Ariadne, Christina Sekar Sari.2017.Teknik Mengelola Produk dan Merek (Konsep dan aplikasi pada Fast Moving Cosumer Goods).Jakarta, PT

Gramedia Pustaka Utama.

Agus M. Hardjana. (2003). Komunikasi intrapersonal & Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Alma, Buchari. 2011. Manajemen Pemasaran & Pemasaran Jasa.

Bandung, Alfabeta

Ammaliah.2014. Makna Logo PT Telkom Tbk Analisis Semiotika Charles Peirce Makna Logo PT. Telkom Tbk. Universitas Islam Bandung.

Anggoro, M Linggar. 2000. Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di IndonesiaTeori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia

Bandi Delphie. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.

Bandung, Refika Aditama.

Berger, Peter. L dan Luckmann, Thomas (1990).Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta:

LP3ES

Brannan, Tom. 2004. Integrated

Marketing Communication; Memadukan Upaya Public Relation, Iklan, dan Promosi untuk

(13)

Volume 30, Nomor 1, Januari 2019

|

45

membangun Identitas Merek.

Jakarta, PPM.

Christomy, Tommy. 2004. Semiotika Budaya. Depok: UI

Coleridge, Peter. 2007. Pembebasan dan Pembangunan, Perjuangan Penyandang Cacat di Negara­ Negara Berkembang. Yogyakarta,

Pustaka Pelajar.

Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung,

Refika

Dewi, Sutrisna. 2007. Komunikasi Bisnis. Yogyakarta, Andi Offset.

Kartajaya.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media.

Yogyakarta: LKiS.

Eriyanto.2013. Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu­ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Perdana

Media Group.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program

SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Guffey, Mary Ellen, dkk. 2006.

Komunikasi Bisnis: Proses dan Produk. Jakarta; Salemba Empat.

Haenudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tuna rungu.

Jakarta.

Hamad, Ibnu. 2007. Periklanan Sebagai Wacana: Analisis Semiotika Iklan Cetak Bank Muamalat. Jurnal Ilmu

Komunikasi FIFIP UPN “Veteran” Yogyakarta.

Kasali, Rhenald. 2003. Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.Utama

Grafiti, Jakarta.

Kertamukti, Rama. 2015. Strategi Kreatif dalam periklanan: Konsep pesan, media, branding, anggaran.

Jakarta: RT RajaGrafindo Persada. Kholis, Nur Reefani. 2013 Panduan

Anak Berkebutuhan Khusus,

Yogyakarta: Imperium.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Roset Komunikasi. Jakarta:

Kencana Predana Media Group. Kurniawan. 2001. Semiologi Roland

Barthes. Magelang: Yayasan

Indonesiatera.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, 1991.Communication Between Culture, Belmont, California: Wadsworth, 1991

Lull, Ames.1997.Media, Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global cetakan ke 1.(Terj) A.

Setiawan Abadi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Moleong, J Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung,

Rosda Karya.

Muhyiddin, Nurlina T 2017.

Metodologi Penelitian Ekonomi dan Sosial: Teori, konsep, dan Rencana Proposal.Jakarta:

(14)

| Kajian Ilmu Sosial

46

|

Poloma, M. Margaret, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: CV. Rajawali, 2010

Pradobo, Rachmat Djoko. 2009.

Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya.

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Priyatna, Soeganda. 2008. Tujuh Pilar Strategi Komunikasi Bisnis.

Bandung: Widya Padjadjaran. Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi

Bisnis Edisi Kedua. Jakarta:

Erlangga

Rangkuti, Freddy. 2004. The Power of Brands Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek plus Analisis Kasus dengan SPSS.Jakarta: PT. Gramedia

Pusaka Utama

Samovar, L., Porter, Richard.dan McDaniel, Edwin R. 2010.

Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta:

Salemba Humanika

Simamora, Bilson. 2002. Aura Merek 7 Langkah Membangun Merek Yang Kuat.Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semioti, dan Analisis Framing.

Susanto dan Himaan Wijanako. 2004.

Power Branding Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta: Quantum

Bisnis dan Manajemen.

Suwarto. 2015. Analisis Semiotika Gambar Peringatan Bahaya Merokok pada Semua Kemasan Rokok di Indonesia. Universitas

Bhayangkara

UNESCO Bangkok, 2009, Teacing Children with Disabilities in Inclusive Settings, UNESCO

Bangkok. JURNAL:

Candra, Murti Dewi. Representasi Pakaian Muslimah dalam Iklan (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce pada Iklan Kosmetik Wardah di Tabloid Nova). JURNAL Komunikasi Profetik. Vol 06 No. 2

Oktober 2013.

Wulandari, Sari. Bedah Logo Autocillin Menggunakan Teori Semiotika.

JURNAL HUMANIORA Vol 1 No. 2

Referensi

Dokumen terkait

Petempatan yang menyediakan kemudahan infrastruktur dan kemudahan-kemudahan lain menjadi impian saya dan keluarga.Dengan adanya kemudahan seperti sekolah, hospital,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rancangan perkuliahan sasta bandingan dengan metode sinkronik-deakronik berbasis lapangan terbukti secara maknawi mampu meningkatkan

Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1 Mengidentifikasi karakteristik pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo

Pokok æ pokok pikiran ini mewujudkan cita æ cita hukum ( rechtsidee ) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang æ Undang Dasar) maupun hukum

Kurva disolusi tablet floating aspirin pada medium HCl 0,1 N, SGF dengan dan tanpa sinker mengikuti kinetika orde I dan mekanisme disolusi menurut model

segala karya yang indah (gambar atau lukisan atau pahatan atau ukiran atau segala jenis seni visual) harus berhubungan dengan figur-figur atau tokoh-tokoh penting atau

Dalam pandangannya, perempuan diidentik dengan sosok yang lemah, halus dan emosional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai mahkluk yang seolah-olah harus dilindungi

Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah “ Dinamika Kelimpahan Mikroorganisme di Pertanaman Lada pada Lahan Bekas Tambang Timah yang diaplikasi Pupuk Hayati