• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saepullah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Saepullah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAJANG MUSLIMIN MUSLIMAT

Lajang (dibaca layang) ini merupakan warisan Bapa yang masih juga belum bisa

kuselami secara utuh. Tadinya saya ragu-ragu mau menulis beberapa baitnya disini. Tapi rupanya beberapa MP-ers juga melakukannya, dan justru dengan dipedar bersama, mungkin bisa ada masukan mengenai isi lajang ini.

Buku lajang ini terdiri dari 5 jilid, ditambah, Kitab Jalan Kama'rifatan. Diterbitkan penerbit winkel Masdjoe, cetakan ke empat yang saya miliki dikeluarkan tahun 1959. Pengarangnya Bp.Asep Martawidjaja. Ditulis dengan ejaan lama dalam bahasa sunda dan dengan bentuk pupuh.

Cerita dimulai dengan sebuah negeri bernama raga-taya yang dipimpin seorang bupati bernama Jasadiah dan istrinya Atiah. Keduanya kemudian mempunyai dua orang putra, bernama muslimin dan muslimat.

Kedua kaka beradik itu sangat rukun. Suatu saat sang adik bertanya pada sang kakak perihal ajaran yang diterima dari Bapaknya. Sang adik bertanya tentang agama Islam. Sang kakak menjelaskan bahwa awalu dinni, ma'rifatullohi. Artinya, agama dimulai dari ma'rifat kepada Allah. Tapi sang kakak kemudian menjelaskan bahwa ma'rifat disini bukan melihat wujud, karena seperti yang kita tahu, allah itu dat laisa kamislihi, yang tak mungkin serupa atau diumpamakan dengan apapun. Walaupun begitu, sang kakak kembali menjelaskan bahwa ada keterangan "man arofa nafsahu faqod arofa robbahu" yang artinya siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya tapi keterangan ini berlanjut dengan "wa man arofa robbahu faqod jahila nafsah", yaitu siapa yang merasa mengenal Tuhan , maka bodohlah dirinya. Bagaimana mungkin bisa begitu ? sang adik bertanya. Kalu mengenal Allah malah membawa kebodohan, untuk apa kita berma'rifat ? Lalu bagaimana kita bisa berma'rifat pada dzat yang laisa kamislihi. Yang tak

terumpamakan dan tak terlukiskan ?

Sang kakak menjawab, bahwa mengenal Allah tidak dengan menggunakan mata lahir melainkan mata batin. Bagaimana caranya ? Yaitu dengan meniadakan jasad (ini yang saya masih bingung sampai sekarang). Untuk bisa melihat dan mengenal Allah kita harus melepaskan jasad yang menutup mata batin. Lalu seorang yang merasa mengenal Allah akan menjadi bodoh, karena sejak awal memahami Laa haula wa kuwata illa billah. Tiada daya upaya kecuali dari Allah. Kesadaran itu sesara langsung akan menumbuhkan

kesadaran baru akan ketidak tahuan dirinya sendiri.

Penjelasan pertama itu ditulis dalam pupuh Asmarandana. Penjelasan selanjutnya menyambung ke pembahasan sifat dua puluh dalam pupuh Pucung. Kapan-kapan saya tulis lagi , Insya Allah.

(2)

RADEN MUSLIMIN MUSLIMAT

Pada suatu pagi ditengah ruang sepulang mereka sholat subuh dari surau nampak duduk berdua saling berhadapan , sementara di depan masing-masing terdapat makanan dan minum. Ketika itu tiba-tiba Muslimat berkata kepada kakaknya bahwa ia masih pesaran tentang hal sholat. Adapun yang ditanyakannya berbunyi ?Sholat lima waktu itu

dilakukan oleh semua umat Islam sebagai ibadah terhadap Allah SWT. Apakah sholat termasuk wajib atau fardu? Dan apa bedanya wajib dengan fardu? Raden Muslimin menjawab ?Sholat adalah fardu sesuai apa yang diucapkan kita sewaktu niat bersholat, usoli fardu isya misalnya, tidak usoli wajib isya?. Wajib dan fardu beda sesuai dengan bahasanya namun meskipun berdua berbeda tetap harus disatukan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Wajib merujuk kepada masalah ilmu yang datang dari Allah SWT. Sedangkan fardu merupakan perintah dari Rosulullah SAW dalam hal ibadah. Masalah wajib yang datang dari Allah nyata sekali sesuai dengan hadis nabi bahwa semua umat manusia yang beragama wajib percaya adanya zat yang Maha Kuasa yakni Allah SWT. Wajib ma?rifat kepada kepada Allah SWT agar bisa kembali innalillahi wainnailahi roojiun. Jalannya tiada lainharus mengetahui zat-Nya yang utusan-Nya, hakekat Muhammad Rosulullah SAW. Jika sudah yakin kepada Muhammad, pada Allah SWT pun pasti yakin, sebab Allah tidak terlepas bagaikan gula dengan manisnya, air dengan dinginnya, ombak dengan lautan. Adapun masalah fardu, berkaitan dengan ibadah kepda Allah SWT sebagai kholik. Sebagai wujud jasmani harus turut perintah Rosul untuk melakukan fardu, seperti Rukun Islam yang lima itu : syahadat, sholat, zakat, puasa dan naik haji ke baitulloh. Fardu dan wajib kedua-duanya harus dikerjakan agar kita sempurna selamat lahir dan batin.

Kemudian Raden Muslimat menanyakan lagi tentang penting mana wajib dengan fardu. Dijawab oleh Raden Muslimin bahwa yang lebih penting adalah wajib sebab itu adalah perintah Allah kepda semua manusia, wajib ma?rifat kepada Allah, Adapun fardu dengan sendirinya akan mengikuti namun wajib adalah hal yang mutlak. Selanjutnya Muslimat bertanya tentang sifat Qoniyun dalam hadis yang berarti bahwa Allah itu kaya tidak perlu kebutuhan-kebutuhan lagi. Kakaknya menjelaskan bahwa Allah masih memiliki

Kebutuhan-kebutuhan Maha Suci, kebutuhan maha agung, bukan lagi orang yang beribadah, orang rajin mengaji, orang yang rajin memuji-Nya karena semua itu milik-Nya. Pada saat kakaknya menjelaskan demikian Raden Muslimat menyelanya dan mengatakan kepada Raden Muslimin sebagai sebagai orang murtad, karena

keterangannya itu ia anggap bertolak belakang dengan keterangan dalil yang pernah ia temukan. Tetapi Raden Muslimin cepat-cepat pula memberi penjelasan. Dijelaskan oleh Muslimin:?Kebutuhan Allah itu adalah wujud. Buktinya segala makhluk ciptaan-Nya di dunia tetap masih ada. Manusia masih tetap berketurunan, karena masih berkembang biak, tumbuh-tumbuhan masih tetap bertunas, walaupun sudah banyak manusia yang mati, hewan-hewan disembelih tapi tidak kurang yang datang (lahir). Itu semua menandakan kebutuhan Allah.?

(3)

Mengenai rusaknya makhluk higga menimbulkan mati sesuai dalil Al-Qur?an ?Kullu nafsin Daaikotul Maut? yang artinya semua badan atau tubuh akan akan mengalami mati. Dijelaskan bahwa itu kehendak Allah jika manusia tidak mati maka bumi akan penuh dan tidak ada tempat. Penjelasan itu oleh Muslimat di anggap tidak rasional sehingga ia bertanya,? Jika alas annya demikian mengapa Allah tidak berkehendak memperluas alam di dunia ini? Muslimin dengan serta merta menjawab, ?Dinda, perkara itu jangan

dipikirkan, itu kehendak alam dunia ini. Hal itu sebagai tanda Allah berbeda dengan hawadis?. Jika hawadis (mahluk) tidak rusak (langgeng), tidak mati, berarti sama dengan Allah sebagai Kholiq, pencipta hawadis. Kesimpulannya semua makhluk berbeda dengan Allah tidak akan bisa sama.

Mengenai kematian manusia tidak sama sesuai dengan usianya yang beda-beda. Ada yang amti ketika masih bayi, kakek-kakek, masih bujang ataupun setengah baya. Oleh karena hal tersebut menunjukkan Allah pemurah dan pengasih, sifat murah Allah sudah nyata dan dapat dirasakan oleh semua makhluk, termasuk manusia dengan disediakannya lima jenis untuk kehidupan di dunia ini. Kelima jenis dimaksud adalah : Api, udara, tanah, banyu dan matahari. Satu dari kelima jenis tidak ada, maka manusia dan seluruh makhluk di dunia ini tidak akan mampu hidup. Sedangkan asihnya Allah itu memberikan kehidupan kepada semua makhluk_nya tidak ada bedanya hingga ke Alam Akherat. Hidup langgeng tidak kena rusak atau mati, adapun yang kena rusak dan mati adalah raga atau jasmani.

Pada suatu pagi ditengah ruang sepulang mereka sholat subuh dari surau nampak duduk berdua saling berhadapan , sementara di depan masing-masing terdapat makanan dan minum. Ketika itu tiba-tiba Muslimat berkata kepada kakaknya bahwa ia masih pesaran tentang hal sholat. Adapun yang ditanyakannya berbunyi ?Sholat lima waktu itu

dilakukan oleh semua umat Islam sebagai ibadah terhadap Allah SWT. Apakah sholat termasuk wajib atau fardu? Dan apa bedanya wajib dengan fardu? Raden Muslimin menjawab ?Sholat adalah fardu sesuai apa yang diucapkan kita sewaktu niat bersholat, usoli fardu isya misalnya, tidak usoli wajib isya?. Wajib dan fardu beda sesuai dengan bahasanya namun meskipun berdua berbeda tetap harus disatukan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Wajib merujuk kepada masalah ilmu yang datang dari Allah SWT. Sedangkan fardu merupakan perintah dari Rosulullah SAW dalam hal ibadah. Masalah wajib yang datang dari Allah nyata sekali sesuai dengan hadis nabi bahwa semua umat manusia yang beragama wajib percaya adanya zat yang Maha Kuasa yakni Allah SWT. Wajib ma?rifat kepada kepada Allah SWT agar bisa kembali innalillahi wainnailahi roojiun. Jalannya tiada lainharus mengetahui zat-Nya yang utusan-Nya, hakekat Muhammad Rosulullah SAW. Jika sudah yakin kepada Muhammad, pada Allah SWT pun pasti yakin, sebab Allah tidak terlepas bagaikan gula dengan manisnya, air dengan dinginnya, ombak dengan lautan. Adapun masalah fardu, berkaitan dengan ibadah kepda Allah SWT sebagai kholik. Sebagai wujud jasmani harus turut perintah Rosul untuk melakukan fardu, seperti Rukun Islam yang lima itu : syahadat, sholat, zakat,

(4)

puasa dan naik haji ke baitulloh. Fardu dan wajib kedua-duanya harus dikerjakan agar kita sempurna selamat lahir dan batin.

Kemudian Raden Muslimat menanyakan lagi tentang penting mana wajib dengan fardu. Dijawab oleh Raden Muslimin bahwa yang lebih penting adalah wajib sebab itu adalah perintah Allah kepda semua manusia, wajib ma?rifat kepada Allah, Adapun fardu dengan sendirinya akan mengikuti namun wajib adalah hal yang mutlak. Selanjutnya Muslimat bertanya tentang sifat Qoniyun dalam hadis yang berarti bahwa Allah itu kaya tidak perlu kebutuhan-kebutuhan lagi. Kakaknya menjelaskan bahwa Allah masih memiliki

Kebutuhan-kebutuhan Maha Suci, kebutuhan maha agung, bukan lagi orang yang beribadah, orang rajin mengaji, orang yang rajin memuji-Nya karena semua itu milik-Nya. Pada saat kakaknya menjelaskan demikian Raden Muslimat menyelanya dan mengatakan kepada Raden Muslimin sebagai sebagai orang murtad, karena

keterangannya itu ia anggap bertolak belakang dengan keterangan dalil yang pernah ia temukan. Tetapi Raden Muslimin cepat-cepat pula memberi penjelasan. Dijelaskan oleh Muslimin:?Kebutuhan Allah itu adalah wujud. Buktinya segala makhluk ciptaan-Nya di dunia tetap masih ada. Manusia masih tetap berketurunan, karena masih berkembang biak, tumbuh-tumbuhan masih tetap bertunas, walaupun sudah banyak manusia yang mati, hewan-hewan disembelih tapi tidak kurang yang datang (lahir). Itu semua menandakan kebutuhan Allah.?

Mengenai rusaknya makhluk higga menimbulkan mati sesuai dalil Al-Qur?an ?Kullu nafsin Daaikotul Maut? yang artinya semua badan atau tubuh akan akan mengalami mati. Dijelaskan bahwa itu kehendak Allah jika manusia tidak mati maka bumi akan penuh dan tidak ada tempat. Penjelasan itu oleh Muslimat di anggap tidak rasional sehingga ia bertanya,? Jika alas annya demikian mengapa Allah tidak berkehendak memperluas alam di dunia ini? Muslimin dengan serta merta menjawab, ?Dinda, perkara itu jangan

dipikirkan, itu kehendak alam dunia ini. Hal itu sebagai tanda Allah berbeda dengan hawadis?. Jika hawadis (mahluk) tidak rusak (langgeng), tidak mati, berarti sama dengan Allah sebagai Kholiq, pencipta hawadis. Kesimpulannya semua makhluk berbeda dengan Allah tidak akan bisa sama.

Mengenai kematian manusia tidak sama sesuai dengan usianya yang beda-beda. Ada yang amti ketika masih bayi, kakek-kakek, masih bujang ataupun setengah baya. Oleh karena hal tersebut menunjukkan Allah pemurah dan pengasih, sifat murah Allah sudah nyata dan dapat dirasakan oleh semua makhluk, termasuk manusia dengan disediakannya lima jenis untuk kehidupan di dunia ini. Kelima jenis dimaksud adalah : Api, udara, tanah, banyu dan matahari. Satu dari kelima jenis tidak ada, maka manusia dan seluruh makhluk di dunia ini tidak akan mampu hidup. Sedangkan asihnya Allah itu memberikan kehidupan kepada semua makhluk_nya tidak ada bedanya hingga ke Alam Akherat. Hidup langgeng tidak kena rusak atau mati, adapun yang kena rusak dan mati adalah raga atau jasmani.

(5)

NERANGKEUN RAHMAN – RAHIM

Murah jeung Asihna nyatana dina badan.

Dangdanggula

1. Lamun murah Gusti Maha Suci, ku perkara hal dunya barana, naha atuh buktina teh, bet beda-beda kitu, aya nu beunghar aya nu miskin, nu senang nu susah, jadi lamun kitu,

siga-siga Gusti Allah, pilih kasih hanteu kasadaya jalmi, murahna dipilihan. 2. Malah-malah ka umatna Gusti, ka umatna Jeng Nabi Muhammad, nu kacida bedana

teh, seuseueurna anu ripuh, tina hal kurangna rizki, teu sapertos sejen bangsa, hirupna jaregud, mungguhing di bangsa Islam, hanteu weleh nandangan lara prihatin, hirupna

hirup sangsara.

3. Kapan tadi Gusti Maha Suci, murahna teh ka kabeh makhlukna, tapi dina buktina teh, teu cocog hanteu luyu, tur tadi Muhammad Nabi, cenah kakasih Pangeran, sagala diturut, naha buktina salia, ari bangsa sejen nu sanes Agami, bet siga marulya pisan. 4. Ceuk rakana duh karunya teuing, naha rai bet kaliru manah, sirik ka bangsa nu sejen,

hirupna jeregud, naha rai can ngaharti, dina kamurahan Allah, ka sadaya makhluk, nu geus nyata bro sapisan, geus tumiba ka diri urang pribadi, naha rai can ngarasa.

5. Nu sakitu Gusti Maha Suci, ngamulyakeun ka makhluk-makhlukna, taya kakuranganna teh, geus bro sarta cukup jeung teu pilih kasih deui, sanajan ka hewan pisan, geus dibere cukup, samrtabat-martabatna, ceuk raina mangga atuh dipiwarti, mana

kamurahan Allah.

6. Margi rai rumaos can tepi, kana eta palebahan dinya, di rai mah masih poek, margi tacan dipiwuruk, kapan aya basa tadi, moal enya terang, lamun tanpa Guru, kedah basa

Guru heula, sabab tadi Guru teh nu geus dipasti, tuduh jalan marga padang. (*) 7. Ceuk rakana mangga atuh rai, ayeuna amah ku engkang didadar, kamurahanna Yang Manon, nu tumiba dina wujud, bilih rai teu tinggali, maparin panggahota, panangan jeung

suku, pangangseu jeung paninggal, jeung pangdangu pangucap eta geus bukti, budi pamilih jeung akal.

(*) Omat kedah pisan milari pigurueunnana.

8. tah sakitu pokna ti Gusti, kamurahan ka urang sadaya, papak sadayana oge, lain murahna Yang Agung, sok maparinan rizki, rupa barang sareng uang, eta lain kitu ari

pasal rezeki mah, tangtu bae beda-beda moal sami, aya nu leutik aya nu loba. 9. Da perkawis rizki mah rai, nya kumaha ngagolangkeunnana, eta panggahota bae, lamun urangna suhud, temen wekel teu lanca linci, metakeun panggahota, sageuy hanteu

untung, piraku teu jadi senang, tatapina jalanna senang teh pasti, kudu daek ripuh heula. 10. papalayeun geuning bangsa asing, bangsa Cina atawa Walanda, bangsa Arab Japan

oge, baleunghar jaregud, sarugih laksaan duit, ku bakating tina suhudna, daek nyorang ripuh, temen wekel teu bengbatan, nya metakeun kamurahan nu ti Gusti, daek mikir

(6)

11. Mana pantes jadi sugih mukti, beurat beunghar didunyana, da tara bosen ku hese, tara hoream ku ripuh, dikeureuyeuh teu lanca inci, lamun tacan hasil maksad, hanteu weleh ngatur, beurang peuting dipikiran, lila-lila daek mikir mah geus pasti, tangtu bisa

kajadian.

12. Kapan tadi geuning unggel Hadist, dalilna teh geuning sok disebat, sadaya ge pada ngartos, dawuhan Gusti Yang Agung, Waman Thalaba kauni, Saian jeung terasna, Jiddan Fawajiddahu, hartina teh saha-saha, anu temen pang mentana ka Yang Widi,

menta kalawan jeung prakna.

13. Tangtu pisan Gusti Maha Suci, ka jelema temen pang mentana, awal akhir tangtu bae, dikabulkeun samaksud, sabalikna mun aya jalmi, kurang temen mentana, sasat kurang suhud, sumawon teu jeung prakna, migawena gancang bosen embung mikir,

bosen hoream ku bangga.

14. Atuh Gusti nu Maha Suci, moal enya ngabulkeun kahayang, da urangna lanca-lence, tah rai eta kitu, numatak ulah sok sirik, pedah batur jadi senang, baleunghar jaregud, komo ditungtungan ku sugal, nyebut-nyebut ka Gusti Allah teu adil, tur urang nu

salah tampa.

15. Saur rai nuhun geus katampi, sapiwejang engkang geus karasa, nuhun rebu laksa keten, sadaya enggeus sumurup, kana kalbu tuang rai, ayeuna ulah kapalang, asihna Yang

Agung, cenah asih di Akherat, tah eta ge rai mah tacan ngaharti, muga ku engkang di piwejang.

16. Saur raka kieu eta rai, asihna teh Allah di Akherat, piraku hanteu karaos, pek papay heula atuh, Akherat teh naon rai, nyatana di badan urang, raina ngawangsul, ati rai poek

pisan, tina hanteu kahartos sama sakali, eta mah sadaya-daya.

17. Saur raka bilih hanteu harti, akherat teh nyata alam rasa, buktina mah di urang teh, ayeuna meureun kamafhum, pang asihna di Akherat Gusti, piraku hanteu karasa, asihna Yang Agung, kapan geuning sadayana, kaayaan dina ieu alam dohir, boh di cai boh di

darat.

18. Anu amis anu pelem nu pait, anu asin nu lada nu gahar, kamana sumurupna teh, saur rai ah katimu, ayeuna mah ku kang rai, bener asup kana rasa, jalanna mah puguh,

nya kanu opat tea, di tampana ku rasa teu lepat deui, bener asihna teh Allah. 19. Saur raka tah geuning kaharti, puguh bae pek geura manahan, kayaan di dunya teh,

cucukulan nu rarentul, rupina laksaan keti, sinarengan beda-beda, rasana geus tangtu, taya deui anu nampa, anging rasa nya rasa rasulullahi, bakat ku asih-asihna. 20. Saur rai bade naros deui, wireh aya nu tacan kapaham, weleh teu acan karaos, hiji

hakna Yang Agung, dua Hak Muhammad deui, katilu hakna Adam, tah eta kulanun, muga ku engkang dipiwejang, nu kaharti pernahna sahiji-hiji, sareng gulungna kumaha.

(7)

Bissmillahirahmaanirrahiimi.

Alhamdulillahi robbil’alamiin, wassholatu wassalamu ‘ala syaidina Muhammadin wa ‘ala aliihi wa shohbihi ajma’iin.

Mimiti jisim kuring nulis ieu kitab, ngalap berkah tina jenengan Allah ta’ala, nu murah ti dunya ka umat-umatna sakabeh, jeung nu asih di Akherat ka umat-umatna anu mu’min, ari Rohmatna Allah ta’ala kasalametannana turuna ka atas panutan urang Kangjeng Nabi Muhammad Shalallohu ‘alaihi wassalam, jeung ka para sahabatna rawuh kulawargana sakabeh.

WAJIB MA’RIFAT KA ALLAH TA’ALA

Ari ma’rifat ka Allah ta’ala teh wajib di sakabeh jalma mukalaf, tegesna jalma anu geus aqil baligh, eta wajib teu meunang henteu, karana aya dawuhannana Kangjeng Nabi Muhammad shalallohu ‘alaihi wassalam kieu :

Awwalu dinni ma’rifatullahi ta’ala

Sundana : Awal –awal Agama eta kudu nyaho heula ka Allah ta’ala, sababna pang kudu nyaho heula teh, supaya manusa enggoning ngalakonan ibadahna syah ditarima amal ibadahna ku Allah ta’ala, sabab tadi oge amal teh kudu kalawan ilmu, upama teu kalawan ilmu batal, tegesna teu jadi, samangsa-mangsa teu jadi tangtu moal aya mangfa’atna pikeun di Akherat ngan ukur keur di dunya wungkul. Tapi dina hal ilmu mangkade kaliru, ari hartina ilmu teh kanyaho, tapi lain kudu nyaho kana syara, syahna batalna ibadah bae, tapi kudu jeung nyaho (ma’rifat) ka Allah ka Rasulullah, sabab eta teh ibarat tempat atawa gudangna keur piwadaheun amal ibadah urang sarerea, ulah teu puguh sokna.

Ibarat lamun di dunya mah ibadah keur ngumpul-ngumpulkeun papaes imah, saperti meja korsi lomari jeung salianna, ari ma’rifat ka Allah ibarat urang ngabogaan imah anu pageuh anu gede, nyaeta supaya eta barang-barang nu beunang hese cape teh merenah puguh tempatna, betah ngeunah dicicingannana, karana sanajan boga barang loba sarta aralus hargana mahal, upama teu boga tempat (imahna) rek dimana diteundeunna? Naha rek sina pabalatak di buruan, di pipir-pipir, atuh cicingna oge piraku rek aya kangeunahannana, da meureun kapanasan kahujanan, keur mah teu ngeunah dicicingannana teh, barang-barangna oge tangtu babari ruksak, moal tulus jadi kani’matannana.

Komo deui upama urang boga tekad amal ibadah teh keur bawaeun engke balik ka Akherat, atuh beuki wajib ma’rifatna ka Allah ta’ala teh, sabab pikeun tempat pangbalikan tea.

Upama teu dikanyahokeun ayeuna, naha kira-kirana bisa datang engke kana tempat asal urang tadi? Kapan dina sakaratil maut mah geus moal aya tanyaeun deui, jeung geus moal boga akal deui ku ngarasakeun kanyeri oge, sabab ceuk Hadist upama urang lolong tegesna teu nyaho ka Allah ka Rasulullah ayeuna keur waktu di

(8)

dunya, engkena di Akherat tetep lolong bae, samangsa-mangsa lolong tegesna poek di Akherat, atuh

beubeunangan urang ti dunya anu beunang sakitu hese cape teh, rek dibawa kamana? Ku sabab teu bisa datang ka Allah, kana asal urang tadi sarerea, palangsiang babawaan teh bakal dibawa utrak-atrok, dibawa asup ka enggon Siluman,

babawaan urang dijieun kakayaan di Nagarana, urang di jieun badegana, ku sabab eta ayeuna urang meungpeung di dunya, kudu ikhtiar kudu tiung memeh hujan, tegesna kudu nganjang ka pageto, nyaeta kudu bisa paeh samemeh paeh, karana lamun teu bisa paeh heula sajero hirup, moal nyaho ka Akherat karana nyaho ka Akherat teh kudu bisa paeh heula, kapan ceuk dalilna oge :

Tareqat Haqmaliyah

Tareqat Haqmaliyah adalah satu dari sekian banyak tareqat yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Masing-masing tareqat mempunyai metode sendiri-sendiri dalam pengajarannya. Dasar dari tareqat adalah hadis Nabi Muhammad saw yang mengatakan sareat itu adalah perkataanku, tareqat itu adalah perbuatanku, haqeqat itu adalah kelakuanku dan ma’rifat itu adalah tujuanku. Tareqat artinya mempelajari seluruh perbuatan-perbuatan nabi secara umum dan khusus dalam pengertian ini lebih menitik beratkan kepada jalan mengenal Allah.

Tareqat haqmaliyah artinya jalan yang harus ditempuh seseorang dalam memahami sareat, haqekat dan ma’rifat dengan pengamalan yang haq. Untuk mempelajari tareqat ini harus langsung di bawah bimbingan seorang mursyid (Guru

Pembimbing). Hanya mursyid yang berhak memberikan petunjuk dan membuka seluruh rahasia ajaran Haqmaliyah. Dalam setiap generasi hanya ada satu orang mursyid artinya seorang mursyid tidak boleh ada perwakilan dan pengganti kecuali mursyid tersebut meninggal dunia. Dengan demikian kemurnian ajaran tareqat ini tidak bisa diwarnai, ditambah, dikurang dan diubah oleh siapapun. Mursyid tareqat Haqmaliyah bersifat turun temurun dari satu garis keturunan, itupun harus

mendapat “penunjukan langsung” dari Allah.

Tareqat ini berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Al Hadis, juga mempunyai kitab panduan atau Kitab Pengantar pemahaman tentang inti ajaran Haqmaliyah yang disebut Kitab Layang Muslimin Muslimat terdiri dari enam jilid ditulis dalam bahasa Sunda dalam bentuk tembang atau pupuh lagu dan dikarang tahun 1930 oleh Mama Raden Asep Martawidjaja bin H. Muhammad Kahfi. Baru pada bulan Mei tahun 1996 Kitab Layang Muslimin Muslimat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Sobarnas setelah mendapat persetujuan Raden Toto Mutholib Martawidjaja selaku Mursyid pada masa itu. Kitab Layang Muslimin Muslimat edisi bahasa Indonesia dirampingkan menjadi empat jilid.

(9)

Miftahul Ulum. Yayasan dimaksud dimaksudkan untuk mewadahi, tempat

berkumpul dan bersilaturrahmi ikhwan haqmaliyah. Menariknya dalam pertemuan selalu dibahas hasil penemuan-penemuan spritual atau hasil lelakon dari para ikhwan dan kemudian dijelaskan oleh mursyid apa yang telah mereka temui. Selain itu, yayasan ini menitik

beratkan aktifitasnya dibidang pendidikan. Saat ini Yayasan Maftahul Ulum dikelola oleh anak Raden Toto Mutholib Martawidjaja.

Pengikut tareqat Haqmaliyah sudah menyebar hampir diseluruh wilayah Indonesia bahkan menurut Mursyid yang saat ini yang bermukim di Cimahi, ajaran inipun telah sampai kenegeri Belanda yang di bawa langsung oleh keturunan Raden Muhammad Kahfi. Tareqat ini bukan hanya milik orang Sunda seperti yang di tulis dalam sebuah blog akan tetapi milik umat. Siapapun boleh ikut dalam tareqat ini asal dia seorang muslim.

Dalam silsilahnya, tareqat ini sambung menyambung dari Nabi Muhammad saw, beberapa wali tanah jawa seperti Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sampai dengan Mursyid yang terakhir. Penyebaran tareqat ini dikenal pada masa Syech Muhammad Kahfi atau lebih dikenal dengan Sech Datul Kahfi seorang pelaku sejarah di Kabupaten Garut.

Ayat Alquran maupun Hadis yang sering digunakan untuk memperdalam

pengetahuan tentang Ketuhanan dalam tareqat Haqmaliyah antara lain; awaludinni ma’rifatulaah, innalillahi wa innailaihi roojiun, moutu antal qoblal maotu, nurun ala nur, man arofa nafsahu faqod arofa raobbahu wa man arofa robbahu faqod jahilan nafsahu, wa nahnu akrobu ilaihi min hablil warid, dll.

Untuk mempelajari tareqat ini tidak bisa hanya belajar luarnya saja karena ada batasan-batasan yang boleh disampaikan dan yang tidak. Perlu waktu yang lama serta istiqomah sehingga dapat benar-benar memahami semua inti ajaran tareqat Haqmaliyah.

Ketika penulis sering bermuhasabah dengan Raden Toto Mutholib Martawidjaja. Abah Toto’ demikian penulis memanggilnya di Tarogong Pataruman Garut, semoga beliau telah mencapai “innalillahi wa innailaihi rojiun”. Banyak sekali hal yang bisa dipetik dalam ajaran ini untuk mencapai selamat dunia dan selamat akherat. Tareqat ini harus difahami secara terus menerus dan kesungguhan untuk mendalami dan mengkajinya sehingga betul-betul bisa memaknai hakekat sejati dalam bertuhan.

(10)

Tafsir Surat Al Kaafirun

Firman Allah Ta’ala,

نَورُفِاكَلْا اهَيّأَ ايَ لْقُ

“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir”. Ayat ini sebenarnya ditujukan pada orang-orang kafir di muka bumi ini. Akan tetapi, konteks ayat ini membicarakan tentang kafir Quraisy.

Mengenai surat ini, ada ulama yang menyatakan bahwa karena kejahilan orang kafir Quraisy, mereka mengajak Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk beribadah kepada berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka akan bergantian beribadah kepada

sesembahan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu Allah Ta’ala) selama setahun pula. Akhirnya Allah Ta’ala pun menurunkan surat ini. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berlepas diri dari agama orang-orang musyrik tersebut secara total.

Yang dimaksud dengan ayat,

نَودُبُعْتَ امَ دُبُعْأَ لَ

“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”, yaitu berhala dan tandingan-tandingan selain Allah.

Maksud firman Allah selanjutnya,

دُبُعْأَ امَ نَودُبِاعَ مْتُنْأَ لَوَ

“Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah”, yaitu yang aku sembah adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.

(11)

مْتُدْبَعَ امَ دٌبِاعَ انَأَ لَوَ

“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah”, maksudnya adalah aku tidak akan beribadah dengan mengikuti ibadah yang kalian lakukan, aku hanya ingin beribadah kepada Allah dengan cara yang Allah cintai dan ridhoi.

Oleh karena itu selanjutnya Allah Ta’ala mengatakan kembali,

دُبُعْأَ امَ نَودُبِاعَ مْتُنْأَ لَوَ

“Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah”, maksudnya adalah kalian tidak akan mengikuti perintah dan syari’at Allah dalam

melakukan ibadah, bahkan yang kalian lakukan adalah membuat-buat ibadah sendiri yang sesuai selera hati kalian. Hal ini sebagaimana Allah firmankan,

ىدَهُلْا مُهِبّرَ نْمِ مْهُءَاجَ دْقَلَوَ س

ُ فُنْلَْا ىوَهْتَ امَوَ نّظ

ّ لا لّإِ نَوعُبِتّيَ نْإِ

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS. An Najm: 23)

Ayat-ayat ini secara jelas menunjukkan berlepas diri dari orang-orang musyrik dari seluruh bentuk sesembahan yang mereka lakukan.

Seorang hamba seharusnya memiliki sesembahan yang ia sembah. Ibadah yang ia lakukan tentu saja harus mengikuti apa yang diajarkan oleh sesembahannya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai dengan apa yang Allah syariatkan. Inilah konsekuensi dari kalimat Ikhlas “Laa ilaha illallah,

Muhammadur Rasulullah”. Maksud kalimat yang agung ini adalah “tidak ada

sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah, dan jalan cara untuk melakukan ibadah tersebut adalah dengan mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Orang-orang musyrik melakukan ibadah kepada selain Allah, padahal tidak Allah izinkan. Oleh karena itu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada mereka,

نِيدِ ي

َ لِوَ مْكُنُيدِ مْكُلَ

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” Maksud ayat ini sebagaimana firman Allah,

نَولُمَعْتَ امّمِ ءٌيرِبَ انَأَوَ لُمَعْأَ امّمِ نَوئُيرِبَ مْتُنْأَ مْكُلُمَعَ مْكُلَوَ يلِمَعَ يلِ لْقُفَ كَوبُذّكَ نْإِوَ

“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan

(12)

akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

مْكُلُامَعْأَ مْكُلَوَ انَلُامَعْأَ انَلَ

“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.” (QS. Asy Syura: 15) Imam Al Bukhari mengatakan,

( نِيدِهْيَ لَاقَ امَكَ ءُايَلْا تِ فَذِحُفَ نِونّلابِ تِ ايَلا نّلَ ، ىنِيدِ لْقُيَ مْلَوَ مُلَسْ لِا ( نِيدِ ىَ لِوَ ) . رُفْكُلْا ( مْكُنُيدِ مْكُلَ امَ نَودُبِاعَ مْتُنْأَ لَوَ ) ىرِمُعُ نْمِ ىَ قِبَ امَيفِ مْكُبُيجِأُ لَوَ ، نَلا ( نَودُبُعْتَ امَ دُبُعْأَ لَ ) هُرُيْغَ لَاقَوَ . نِيفِشْ يَوَ ارًفْكُوَ انًايَغْطُ كَبّرَ نْمِ كَيْلَإِ لَزِنْأُ امَ مْهُنْمِ ارًيثِكَ نّدَيزِيَلَوَ ) لَاقَ نَيذِلّا مُهُوَ . ( دُبُعْأَ )

“Lakum diinukum”, maksudnya bagi kalian kekafiran yang kalian lakukan. “Wa liya diin”, maksudnya bagi kami agama kami. Dalam ayat ini tidak disebut dengan (ىنِيدِ) karena kalimat tersebut sudah terdapat huruf “nuun”, kemudian “yaa” dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada kalimat (نِيدِهْيَ) atau (نِيفِشْ يَ). Ulama lain

mengatakan bahwa ayat (نَودُبُعْتَ امَ دُبُعْأَ لَ), maksudnya adalah aku tidak menyembah apa yang kalian sembah untuk saat ini. Aku juga tidak akan memenuhi ajakan kalian di sisa umurku (artinya: dan seterusnya aku tidak menyembah apa yang kalian sembah), sebagaimana Allah katakan selanjutnya (دُبُعْأَ امَ نَودُبِاعَ مْتُنْأَ لَوَ). Mereka mengatakan,

ارًفْكُوَ انًايَغْطُ كَبّرَ نْمِ كَيْلَإِ لَزِنْأُ امَ مْهُنْمِ ارًيثِكَ نّدَيزِيَلَوَ

“Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka.” (QS. Al Maidah: 64). Demikian yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari.

Penyebaran Islam di Betawi

Desember 10, 2009 oleh alwishahab

Sejarawan keturunan Jerman, Adolf Heuken SJ, dalam buku Masjid-masjid Tua di Jakarta, menulis tiada masjid di Jakarta sekarang ini yang diketahui sebelum 1640-an. Dia menyebutkan Masjid Al-Anshor di Jl Pengukiran II, Glodok, Jakarta Kota, sebagai masjid tertua yang sampai kini masih berdiri. Masjid ini dibangun oleh orang Moor artinya pedagang Islam dari Koja (India).

Sejarah juga mencatat pada Mei 1619, ketika VOC menghancurkan Keraton Jayakarta, termasuk sebuah masjid di kawasannya. Letak masjid ini beberapa puluh meter di selatan Hotel Omni Batavia, di antara Jl Kali Besar Barat dan Jl Roa Malaka Utara, Jakarta Kota. Untuk mengetahui sejak kapan penyebaran Islam di Jakarta, menurut budayawan dan politisi Betawi, Ridwan Saidi, bisa dirunut dari berdirinya Pesantren Quro di Karawang

(13)

pada tahun 1418. Syekh Quro, atau Syekh Hasanuddin, berasal dari Kamboja. Mula-mula maksud kedatangannya ke Jawa untuk berdakwah di Jawa Timur, namun ketika singgah di pelabuhan Karawang, Syekh urung meneruskan perjalanannya ke timur. Ia menikah dengan seorang gadis Karawang, dan membangun pesantren di Quro.

Makam Syekh Quro di Karawang sampai kini masih banyak diziarahi orang. Di kemudian hari, seorang santri pesantren itu, yakni Nyai Subang Larang, dipersunting Prabu Siliwangi. Dari perkawinan ini lahirlah Kean Santang yang kelak menjadi penyebar Islam. Banyak warga Betawi yang menjadi pengikutnya.

Menurut Ridwan Saidi, di kalangan penganut agama lokal, mereka yang beragama Islam disebut sebagai kaum langgara, sebagai orang yang melanggar adat istiadat leluhur dan tempat berkumpulnya disebut langgar. Sampai sekarang warga Betawi umumnya menyebut mushola dengan langgar. Sebagian besar masjid tua yang masih berdiri sekarang ini, seperti diuraikan Heuken, dulunya adalah langgar.

Menelusuri awal penyebaran Islam di Betawi dan sekitarnya (1418-1527), Ridwan menyebutkan sejumlah tokoh penyebarnya, seperti Syekh Quro, Kean Santang, Pangeran Syarif Lubang Buaya, Pangeran Papak, Dato Tanjung Kait, Kumpo Datuk Depok, Dato Tonggara, Dato Ibrahim Condet, dan Dato Biru Rawabangke.

Pada awalnya penyebaran Islam di Jakarta mendapat tantangan keras, terutama dari bangsawan Pajajaran dan para resi. Menurut naskah kuno Carios Parahiyangan,

penyebaran Islam di bumi Nusa Kalapa (sebutan Jakarta ketika itu) diwarnai dengan 15 peperangan. Peperangan di pihak Islam dipimpin oleh dato-dato, dan di pihak agama lokal, agama Buwun dan Sunda Wiwitan, dipimpin oleh Prabu Surawisesa, yang bertahta sejak 1521, yang dibantu para resi.

Bentuk perlawanan para resi terhadap Islam ketika itu adalah fisik melalui peperangan, atau mengadu ilmu. Karena itulah saat itu penyebar Islam umumnya memiliki ‘ilmu’ yang dinamakan elmu penemu jampe pemake. Dato-dato umumnya menganut tarekat. Karena itulah banyak resi yang akhirnya takluk dan masuk Islam. Ridwan mencontohkan rersi Balung Tunggal, yang dimakamkan di Bale Kambang (Condet, Kramatjati, Jakarta Timur).

Prabu Surawisesa sendiri akhirnya masuk Islam dan menikah dengan Kiranawati. Kiranawati wafat tahun 1579, dimakamkan di Ratu Jaya, Depok. Sesudah masuk Islam, Surawisesa dikenal sebagai Sanghyang. Ia dimakamkan di Sodong, di luar komplek

(14)

Jatinegara Kaum. Ajaran tarekat dato-dato kemudian menjadi ‘isi’ aliran maen pukulan syahbandar yang dibangun oleh Wa Item. Wa Item adalah syahbandar pelabuhan Sunda Kalapa yang tewas ketika terjadi penyerbuan oleh pasukan luar yang dipimpin Falatehan (1527).

Selain itu juga ada perlawanan intelektual yang berbasis di Desa Pager Resi Cibinong, dipimpin Buyut Nyai Dawit yang menulis syair perlawanan berjudul Sanghyang Sikshakanda Ng Kareyan (1518). Sementara, di Lemah Abang, Kabupaten Bekasi, terdapat seorang resi yang melakukan perlawanan terhadap Islam melalui ajaran-ajarannya yang menyimpang. Resi ini menyebut dirinya sebagai Syekh Lemah Abang, atau Syekh Siti Jenar. Tantangan yang demikian berat mendorong tumbuhnya tradisi intelektual Betawi.

Seperti dituturkan Ridwan Saidi, intelektualitas Islam yang bersinar di masyarakat Betawi bermula pada abad ke-19 dengan tokoh-tokoh Guru Safiyan atau Guru Cit, pelanjut kakeknya yang mendirikan Langgar Tinggi di Pecenongan, Jakarta Pusat. Pada pertengahan abad ke-19 hingga abad ke-20 terdapat sejumlah sentra intelektual Islam di Betawi. Seperti sentra Pekojan, Jakarta Barat, yang banyak menghasilkan intelektual Islam. Di sini lahir Syekh Djuned Al-Betawi yang kemudian menjadi

mukimin di Mekah. Di sini juga lahir Habib Usman Bin Yahya, yang mengarang puluhan kitab dan pernah menjadi mufti Betawi.

Kemudian, sentra Mester (Jatinegara), dengan tokoh Guru Mujitaba, yang mempunyai istri di Bukit Duri. Karena itulah ia secara teratur pulang ke Betawi. Guru Mujitaba selalu membawakitab-kitab terbitan Timur Tengah bila ke Betawi. Dia punya hubungan dengan Guru Marzuki Cipinang, yang melahirkan sejumlah ulama terkemuka, seperti KH Nur Ali, KH Abdullah Syafi’ie, dan KH Tohir Rohili.

Juga, sentra Tanah Abang, yang dipimpin oleh Al-Misri. Salah seorang cucunya adalah Habib Usman, yang mendirikan percetakan 1900. Sebelumnya, Habib Usman hanya menempelkan lembar demi lembar tulisannya pada dinding Masjid Petamburan. Lembaran itu setiap hari digantinya sehingga selesai sebuah karangan. Jamaah membacanya secara bergiliran di masjid tersebut sambil berdiri.

(15)

PARA LELUHUR ORANG SUNDA DAN

MAKAM-MAKAMNYA

Pangeran Jayakarta (Rawamangun Jakarta) Eyang Prabu Kencana (Gunung Gede, Bogor ) Syekh Jaenudin (Bantar Kalong)

Syekh maulana Yusuf (Banten) Syekh hasanudin (Banten) Syekh Mansyur (Banten)

Aki dan Nini Kair (Gang Karet Bogor)

Eyang Dalem Darpa Nangga Asta (Tasikmalaya) Eyang Dalem Yuda Negara (Pamijahan Tasikmalaya) Prabu Naga Percona (Gunung Wangun Malangbong Garut) Raden Karta Singa (Bunarungkuo Gn Singkup Garut)

(16)

Embah Braja Sakti (Cimuncang, Lewo Garut)

Embah Wali Tangka Kusumah (Sempil, Limbangan garut) Prabu Sada Keling (Cibatu Garut)

Prabu Siliwangi (Santjang 4 Ratu Padjadjaran Embah Liud (Bunarungkup, Cibatu Garut) Prabu Kian Santang (Godog Suci, garut) Embah Braja Mukti (Cimuncang, Lewo Garut) Embah Raden Djaenuloh (Saradan, Jawa Tengah) Kanjeng Syekh Abdul Muhyi (Pamijahan Tasikmalaya) Eyang Siti Fatimah (Cibiuk, Leuwigoong Garut)

Embah Bangkerong (Gunung Karantjang)

Eyang Tjakra Dewa (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis) Eyang Prabu Tadji Malela (Gunung Batara Guru)

Prabu Langlang Buana (Padjagalan, Gunung Galunggung Eyang Hariang Kuning (Situ Lengkong Pandjalu Ciamis) Embah Dalem Salinggih (Cicadas, Limbangan Garut)

Embah Wijaya Kusumah (Gunung Tumpeng Pelabuhan Ratu) Embah Sakti Barang (Sukaratu)

Syekh Abdul Rojak Sahuna (Ujung Kulon Banten) Prabu Tjanar (Gunung Galunggung)

Sigit Brodjojo (Pantai Indramayu) Embah Giwangkara (Djayabaya Ciamis) Embah Haji Puntjak (Gunung Galunggung) Dewi Tumetep (Gunung Pusaka Padang , Ciamis)

Eyang Konang Hapa (Dayeuh Luhur, Sumedang) Embah Terong Peot (dayeuh Luhur, Sumedang) Embah Sayang Hawu (Dayeuh Luhur, Sumedang) Embah Djaya Perkasa (Dayeuh Luhur, Sumedang) Prabu Geusan Ulun (Dayeuh Luhur, Sumedang) Nyi Mas Ratu harisbaya (Dayeuh Luhur, Sumedang)

Eyang Anggakusumahdilaga (Gunung Pusaka Padang Ciamis) Eyang Pandita Ratu Galuh Andjarsukaresi (Nangerang) Embah Buyut Hasyim (Tjibeo Suku Rawayan, Banten)

Eyang mangkudjampana (Gunung Tjakrabuana, Malangbong Garut) Embah Purbawisesa (Tjigorowong, Tasikmalaya)

Embah Kalidjaga Tedjakalana (Tjigorowong, Tasikmalaya) Embah Kihiang Bogor (Babakan Nyampai, Bogor )

Aki Wibawa (Tjisepan, Tasikmalaya) Embah wali Mansyur (Tomo, Sumedang)

Prabu Nagara Seah (Mesjid Agung Tasikmalaya) Sunan Rumenggang (Gunung Batara Guru)

(17)

Embah Hadji Djaenudin (Gunung Tjikursi)

Eyang Dahian bin Saerah (Gunung ringgeung, garut) Embah Giwangkarawang (Limbangan Garut)

Nyi Mas Layangsari (Gunung Galunggung) Eyang Sunan Cipancar (Limbangan garut)

Eyang Angkasa (Gunung Kendang, Pangalengan) Embah Kusumah (Gunung Kendang, Pangalengan) Eyang Puspa Ligar (Situ Lengkong, Panjalu Ciamis) Kimandjang (Kalapa 3, Basisir Kidul)

Eyang Andjana Suryaningrat (Gunung Puntang Garut) Gagak Lumayung (Limbangan Garut)

Sri Wulan (Batu Hiu, Pangandaran Ciamis)

Eyang Kasepuhan (Talaga Sanghiang, Gunung Ciremai) Aki manggala (Gunung Bentang, Galunggung)

Ki Adjar Santjang Padjadjaran (Gunung Bentang, Galunggung) Eyang Mandrakuaumah (Gunung Gelap Pameungpeuk, Garut) Embah Hadji Muhammad Pakis (Banten)

Eyang Boros Anom (Situ Lengkong, Pandjalu Ciamis) Embah Raden Singakarta (Nangtung, Sumedang) Raden Rangga Aliamuta (Kamayangan, Lewo-Garut) Embah Dalem Kasep (Limbangan Garut)

Eyang Imam Sulaeman (Gunung Gede, Tarogong) Embah Djaksa (Tadjursela, Wanaraja)

Embah Wali Kiai Hadji Djafar Sidik (Tjibiuk, Garut)

Eyang Hemarulloh (Situ Lengkong Pandjalu) Embah Dalem (Wewengkon, Tjibubut Sumedang Embah Bugis (Kontrak, Tjibubut Sumedang)

Embah Sulton Malikul Akbar (Gunung Ringgeung Garut) Embah Dalem Kaum (Mesjid Limbangan Garut)

Mamah Sepuh (Pesantrean Suralaya

Mamah Kiai hadji Yusuf Todjiri (Wanaradja) Uyut demang (Tjikoneng Ciamis)

Regregdjaya (Ragapulus)

Kiai Layang Sari (Rantjaelat Kawali Ciamis) Embah Mangun Djaya (Kali Serayu, Banjarnrgara) Embah Panggung (Kamodjing)

Embah Pangdjarahan (Kamodjing) Syekh Sukri (Pamukiran, Lewo Garut)

Embah Dipamanggakusumah (Munjul, Cibubur) Aki Mandjana (Samodja, Kamayangan)

(18)

Eyang Raksa Baya (Samodja, Kamayangan) Embah Dugal (Tjimunctjang (

Embah Dalem Dardja (Tjikopo)

Embah Djaengranggadisastra (Tjikopo) Nyi Mas Larasati (Tjikopo)

Embah Dalem Warukut (Mundjul, Cibubur) Embah Djaya Sumanding (Sanding)

Embah Mansur Wiranatakusumah (Sanding) Embah Djaga Alam (Tjileunyi)

Sembah Dalaem Pangudaran (Tjikantjung Majalaya) Sembah Dalem Mataram (Tjipantjing)

Eyang Nulinggih (Karamat Tjibesi, Subang)

Embah Buyut Putih (Gunung Pangtapaan, Bukit Tunggul) Embah Ranggawangsa (Sukamerang, bandrek)

Eyang Yaman (Tjikawedukan, Gunung Ringgeung Garut)

Embah Gurangkentjana(Tjikawedukan, Gunung Ringgeung Garut) Embah Gadjah Putih (Tjikawedukan Gunung wangun)

Ratu Siawu-awu (Gunung Gelap, pameungpeuk Sumedang) Embah Mangkunegara ( Cirebon )

Embah Landros (Tjibiru Bandung) Eyang latif (Tjibiru Bandung) Eyang Penghulu (Tjibiru Bandung)

Nyi Mas Entang Bandung (Tjibiru Bandung) Eyang Kilat (Tjibiru Bandung)

Mamah Hadji Umar (Tjibiru Bandung) Mamah Hadji Soleh (Tjibiru Bandung) Mamah Hadji Ibrahim (Tjibiru Bandung) Uyut Sawi (Tjibiru Bandung)

Darya binSalmasih (Tjibiru Bandung) Mmah Hadji Sapei (Tjibiru Bandung)

Embah Hadji Sagara Mukti (Susunan Gunung Ringgeung) Eyang Istri (Susunan Gunung Ringgeung)

Eyang Dewi Pangreyep (Gunung Pusaka Padang Garut) Ratu Ayu Sangmenapa (Galuh)

Eyang Guru Adji panumbang (Tjilimus Gunung Sawal) Eyang Kusumah Adidinata (Tjilimus Gunung Sawal) Eyang Rengganis (Pangandaran Ciamis)

Ki Nurba’in (Sayuran, Gunung Tjikursi) Buyut Dasi (Torowek Tjiawi)

(19)

Embah Gabug (Marongge) Eyang Djayalaksana (Samodja) Nyi Mas Rundaykasih (Samodja) Nyi Mas Rambutkasih (Samodja)

Eyang Sanghiang Bongbangkentjana (Ujung Sriwinangun) Eyang Adipati Wastukentjana (Situ Pandjalu Ciamis) Eyang Nila Kentjana (Situ Pandjalu, Ciamis)

Eyang Hariangkentjana (Situ Pandjalu Ciamis) Embah Dalem Tjikundul (Mande Cianjur) Embah Dalem Suryakentjana (PantjanitiCianjur) Embah Keureu (Kutamaneuh Sukabumi)

Ibu Mayang Sari (Nangerang Bandrek Garut)

Eyang Prabu Widjayakusumah (Susunan Payung Bandrek Garut) Embah Sayid Kosim (Gunung Alung Rantjapaku)

Embah Bang Sawita (Gunung Pabeasan Limbangan Garut) Uyut Manang Sanghiang (Banten)

Eyang Ontjar (Nyampai Gunung Bungrangrang) Eyang Ranggalawe (Talaga Cirebon)

Ibu Siti Hadji Djubaedah (Gunung Tjupu Banjar Ciamis) Mamah Sepuh ((Gunung Halu Tjililin Bandung )

Embah Sangkan Hurip (Ciamis)

Embah Wali Abdullah (Tjibalong Tasikmalaya) Mamah Abu (Pamidjahan Tasikmalaya)

Embah Dalem Panungtung Hadji Putih Tunggang Larang Curug Emas (Tjadas Ngampar Sumedang)

Raden AstuManggala (Djemah Sumedang) Embah Santiung (ujung Kulon Banten) Eyang Pandita (Nyalindung Sumedang) Embah Durdjana (Sumedang)

Prabu Sampak Wadja (Gunung Galunggung Tasikmalaya) Nyi Mas Siti Rohimah/Ratu Liongtin (Jambi Sumatera) Eyang Parana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya)

Eyang Singa Watjana (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya) Eyang Santon (Kulur Tjipatujah, tasikmalaya)

Eyang Entjim (Kulur Tjipatujah, Tasikmalaya) Eyang Dempul Wulung (Djaga Baya Ciamis) Eyang Dempul Walang (Djaga Baya Ciamis) Eyang Giwangkara (Djaga Baya Ciamis)

(20)

Embah Raden Widjaya Kusumah (Tjiawi Sumedang) Dalem Surya Atmaja (Sumedang)

Eyang Rangga Wiranata (Sumedang)

Eyang Mundinglaya Dikusumah (sangkan Djaya, Sumedang) Eyang Hadji Tjampaka (Tjikandang, Tjadas Ngampar Sumedang) Eyang Pangtjalikan (Gunung Ringgeung Garut)

Eyang Singa Perbangsa (Karawang) Embah Djaga Laut (Pangandaran)

Raden Ula-ula Djaya (Gunung Ringgeung Garut) Raden Balung Tunggal (Sangkan Djaya, Sumedang)

Referensi

Dokumen terkait

Maka, salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan pemahaman materi puasa ramadhan adalah dengan menggunakan model NHT (Numbered

karton pembungkus botol vial tersebut diperlakukan sebagai limbah biasa r 2.3.4.6.7]. Penanganan Limbah

Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara kelas dengan penerapan metode GI dan kelas dengan penerapan metode TGT terhadap hasil belajar

Pembelajaran konsumen terhadap minuman isotonic merek Mizone lebih terbentuk karena pengalaman diri sendiri dan media iklan di televisi, sehingga apabila pengalaman

Suatu tempat jang sangat berlainan dengan Jerusalem sekarang ini jang di kaget oleh bom tetapi djuga tempat dimana Jesus akan mati.. Perdjalanan jang di tundjuk oleh Roh itulah

Survei cepat Kemenkes RI (2010) di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menunjukkan hasil bahwa tidak ada pemeriksaan kesehatan secara rutin di sekolah; jika siswa

Efikasi : adalah kemanjuran biskuit fortifikasi yang dianjurkan dikonsumsi anak untuk meningkatkan status gizi antropometri, konsentrasi Hb, kadar ferritin (status besi),

Produk Unit Link dipicu oleh terjadainya peningkatan yang sangat segnifikan pada pasar modal, sehingga dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan asuransi sebagai ide