• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan pendahuluan konsultan perencana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan pendahuluan konsultan perencana"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

PERENCANAAN DAN KONTROL PEMBANGUNAN

DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPTEMBER 2008

(2)

Laporan Pendahuluan ini merupakan bentuk laporan tahap pertama dari serangkaian proses pekerjaan Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Secara garis besar materi yang terkandung dalam laporan pendahuluan ini berisi uraian tentang pendahuluan, tinjauan teori, gambaran umum Kabupaten Kutai Kartanegara, metodologi, rencana kerja serta perancangan SIG perencanaan kontrol pembangunan.

Kami ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang dalam hal ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kutai Kartanegara atas kepercayaannya kepada kami untuk melaksanakan pekerjaan ini.

Semoga Laporan Pendahuluan ini bermanfaat bagi pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Tenggarong, September 2008

PT. ECOPLAN REKABUMI INTERCONSULT

K

(3)

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... vi BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN DAN SASARAN ... 3

1.3 RUANG LINGKUP DAN BATASAN KEGIATAN ... 3

1.3.1 Ruang Lingkup Kegiatan ... 3

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah ... 5

1.3.3 Batasan Kegiatan ... 5

1.4 PRODUK (OUTPUT) ... 5

1.5 LANDASAN HUKUM ... 5

1.6 SISTEMATIKA PENYAJIAN ... 6

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ... 7

2.1 KONSEP KONTROL (PENGENDALIAN) ... 7

2.2 KONSEP PEMANTAUAN DAN EVALUASI ... 9

2.3 INDIKATOR DAN PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN ... 11

2.4 SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN ... 15

2.5 SISTEM INFORMASI ... 20

2.5.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 21

2.5.2 Sub Sistem SIG ... 21

2.5.3 Komponen SIG ... 22

2.5.4 Fitur Standar SIG ... 23

2.6 SISTEM BASIS DATA ... 24

2.7 FUNGSIONALITAS BASIS DATA ... 27

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA... 30

3.1 LETAK GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRATIF ... 30

3.2 LEMBAGA PEMERINTAHAN ... 32

3.3 SOSIAL KEPENDUDUKAN ... 33

3.3.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ... 33

3.3.2 Kepadatan Penduduk ... 33

3.3.3 Struktur Penduduk ... 34

3.3.4 Tingkat Kesejahteraan Penduduk ... 35

3.4 PEREKONOMIAN ... 36

3.4.1 Kondisi Makro Ekonomi ... 36

3.4.2 Struktur Ekonomi ... 37 3.4.3 Potensi Ekonomi ... 39 3.5 PENGGUNAAN LAHAN ... 42 3.6 TRANSPORTASI ... 44

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

(4)

3.6.2 Transportasi Udara ... 48

3.6.3 Transportasi Air/ Sungai ... 48

3.6.4 Transportasi Laut ... 50

3.7 SARANA DAN PRASARANA ... 50

3.7.1 Sarana ... 50

3.7.2 Prasarana ... 52

BAB 4 METODOLOGI ... 60

4.1 PENDEKATAN ... 60

4.2 METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN ... 62

4.2.1 Persiapan ... 63

4.2.2 Survey dan Inventarisasi Data ... 64

4.2.3 Kompilasi dan Pengolahan Data ... 65

4.2.4 Pengembangan Aplikasi SIG ... 65

4.2.5 Analisis Sistem... 68

4.2.6 Pengujian dan Pemasangan Sistem ... 69

4.2.7 Pelatihan ... 70

4.3 METODA PEMBANGUNAN APLIKASI ... 70

4.3.1 Metoda Analisis dan Desain Aplikasi ... 70

4.3.2 Metoda Pemrograman ... 71

BAB 5 RENCANA KERJA ... 72

5.1 JADUAL PELAKSANAAN PEKERJAAN ... 72

5.2 ORGANISASI PELAKSANAAN PEKERJAAN ... 72

5.3 PELAPORAN ... 75

BAB 6 PERANCANGAN SIG PERENCANAAN DAN KONTROL PEMBANGUNAN ... 79

6.1 SKEMA DASAR ... 79

6.2 DESAIN APLIKASI SIG ... 80

6.2.1 Primary Windows ... 80

6.2.2 Operasional Aplikasi SIG ... 82

6.3 DESAIN DATABASE ... 85

6.3.1 Login ... 87

6.3.2 Operasional Aplikasi Database ... 88

6.3.3 Modul Pengisian Database ... 88

LAMPIRAN 1 DISAIN DATABASE ... 105

LAMPIRAN 2 STRUKTUR FILE SIG PERENCANAAN DAN KONTROL PEMBANGUNAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA ... 108

LAMPIRAN 3 SURVEY GROUND CHECK ... 110

(5)

Tabel 2-1 Pendekatan Evaluasi Kebijakan ... 11 Tabel 2-2 Skema Coding Kasus: Indikator dan Kategori yang Representatif ... 14 Tabel 3-1 Luas Wilayah di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Per Kecamatan

Tahun 2008 ... 32 Tabel 3-2 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 34 Tabel 3-3 Kepadatan Penduduk Dirinci Per Kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara

Tahun 2002-2006 ... 34 Tabel 3-4 Struktur Penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara

Berdasarkan Lapangan Usaha ... 35 Tabel 3-5 Struktur Penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 35 Tabel 3-6 Perkembangan PDRB di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2000-2006 ... 37 Tabel 3-7 Distribusi Persentase PDRB dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku

di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2000-2006 (%) ... 38 Tabel 3-8 Pertumbuhan PDRB di Kabupaten Kutai Kartanegara Tanpa Migas Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2000-2006 ... 38 Tabel 3-9 Pendapatan Per Kapita dan Pendapatan Regional Per Kapita

di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2000-2006 ... 39 Tabel 3-10 Jenis Komoditi Beserta Luas Lahan dan Jumlah Produksi

di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2006 ... 40 Tabel 3-11 Produksi Tanaman Padi dan Palawija (Ton) di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun

2000-2004 ... 40 Tabel 3-12 Produksi Batu Bara Berdasarkan Perusahaan di Kabupaten Kutai Kartanegara

Tahun 2002 – 2004 (M. Ton) ... 41 Tabel 3-13 Penggunaan Lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2005 ... 43 Tabel 3-14 Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2006 ... 44 Tabel 3-15 Jumlah Desa/ Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Yang Dapat Dilalui

Dengan Jalan Darat Dirinci Berdasarkan Jenis Permukaan Jalan Yang Terluas Tahun 2005 ... 45 Tabel 3-16 Panjang Jalan di Kabupaten Berdasarkan Jenis Permukaan Jalan (Km)

Tahun 2006 ... 46 Tabel 3-17 Panjang Jalan Berdasarkan Kondisi Jalan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Km) Tahun 2006 ... 46

D

(6)

Tabel 3-18 Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Jenisnya

di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 47

Tabel 3-19 Jumlah Desa/ Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Keberadaan Terminal Penumpang Kendaraan Bermotor Roda 4 Atau Lebih Tahun 2005 ... 47

Tabel 3-20 Daftar Sungai Di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 49

Tabel 3-21 Nama Danau di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 49

Tabel 3-22 Fasilitas Dermaga di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2006 ... 50

Tabel 3-23 Jumlah Sarana Peribadatan di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2006 ... 51

Tabel 3-24 Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Keberadaan Telepon Umum Koin/Kartu yang Masih Aktif Tahun 2005 ... 52

Tabel 3-25 Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Keberadaan Wartel/Kiospon/Warpostel/Warparpostel Tahun 2005 ... 52

Tabel 3-26 Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Keberadaan Kantor Pos/Pos Pembantu/Rumah Pos Tahun 2005 ... 53

Tabel 3-27 Cakupan Pelayanan Air Bersih PDAM di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 54

Tabel 3-28 Kapasitas Produksi Air Minum oleh PDAM di Kabupaten Kutai Kartanegara per Bulan Tahun 2004 – 2006... 55

Tabel 3-29 Jumlah Sambungan Rumah dan Penduduk yang Dilayani PDAM Tirta Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2004 – 2006 ... 56

Tabel 3-30 Perkembangan PDAM di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001 – 2004 ... 56

Tabel 3-31 Data Ketenagalistrikan PT. PLN (Persero) Cabang Samarinda Wilayah Kerja di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001-2004 ... 57

Tabel 3-32 Jumlah Timbunan Sampah Berdasarkan Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2006 ... 58

Tabel 3-33 Kebutuhan Prasarana dan Sarana Persampahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2006 ... 58

Tabel 5-1 Jadual Pelaksanaan Pekerjaan ... 73

Tabel 5-2 Jadual Penugasan Tenaga Ahli Penyusunan Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan Dan Kontrol Pembangunan Di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 76

(7)

Gambar 2-1 Hubungan Dokumen Perencanaan Pembangunan Dan Penganggaran ... 15

Gambar 2-2 Gambar Sub Sistem SIG ... 22

Gambar 2-3 Gambar Arsitektur Sistem Geografis... 24

Gambar 2-4 Gambar Arsitektur Basis Data Tunggal ... 25

Gambar 2-5 Gambar Arsitektur Basis Data Tersebar Replikasi Data ... 25

Gambar 2-6 Gambar Arsitektur Basis Data Tersebar-Distribusi Penyimpanan ... 26

Gambar 2-7 Arsitektur Basis Data Tersebar-Hirarki Penyimpanan ... 26

Gambar 2-8 Arsitektur Business Intelligent ... 27

Gambar 2-9 Gambar Relasi Daerah Administrasi dan Sebaran Mangrove ... 28

Gambar 2-10 Relasi Sebaran Mangrove dan Kondisi Sosial Ekonomi ... 28

Gambar 3-1 Peta Batas Administrasi di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 31

Gambar 3-2 Grafik Pola Penggunaan Tanah di Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2006 . 37 Gambar 4-1 Kerangka Metodologi Pembuatan SIG Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 61

Gambar 4-2 Konsep Dasar Sistem Informasi ... 62

Gambar 4-3 Diagram Alir Proses Pembangunan SIG ... 67

Gambar 4-4 Dokumen-dokumen yang Dibuat Menggunakan Metoda UML ... 70

Gambar 5-1 Organisasi Pelaksanaan Penyusunan Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan Dan Kontrol Pembangunan Di Kabupaten Kutai Kartanegara ... 77

Gambar 6-1 Skema Dasar Perancangan Sistem ... 79

Gambar 6-2 Contoh Primary Windows ... 80

Gambar 6-3 Contoh database menggunakan Microsoft Access ... 86

Gambar 6-4 Contoh Menu Pengelola Pengguna ... 88

Gambar 6-5 Contoh Menu Pengelola Layer ... 89

Gambar 6-6 Contoh Menu Pengelola Tematik ... 90

Gambar 6-7 Contoh Entry Data Program Kerja Tahunan ... 90

Gambar 6-8 Contoh Entry Data Realisasi Anggaran ... 91

Gambar 6-9 Contoh Format Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan ... 104

D

(8)

1.1 LATAR BELAKANG

Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tujuan sistem perencanaan pembangunan adalah untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Selain itu, dalam undang-undang tersebut ditetapkan pula bahwa tahapan perencanaan pembangunan meliputi penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana yang harus berjalan berkelanjutan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh.

Sementara itu, sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah yang mengedepankan prinsip demokratis, transparan dan akuntabel, maka setiap Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat menyediakan berbagai sarana dan prasarana untuk mendukung kinerja Pemerintah Daerah tersebut baik secara operasional maupun pada tingkat pengambilan keputusan atau tingkat puncak eksekutif. Salah satu sarana utama tersebut adalah kemampuan untuk menyimpan, menyediakan, dan mengolah data menjadi informasi yang tepat dan akurat serta adanya kemudahan dalam mendapatkan serta mendistribusikan data dan informasi tersebut.

Kemudahan dalam mendapatkan ataupun memanfaatkan data dan informasi tersebut mutlak diperlukan suatu daerah dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki serta dalam rangka merencanakan, mengendalikan, dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan. Salah satu sarana dalam menunjang hal tersebut adalah melalui pemanfaatan teknologi Sistem Informasi.

Saat ini, sistem informasi telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan terbukti sangat berperan dalam kegiatan perekonomian dan strategi penyelenggaraan pembangunan. Keberadaan sistem informasi dapat mendukung kinerja peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi pemerintah dan dunia usaha, serta mendorong perwujudan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sistem informasi yang dibutuhkan, dimanfaatkan, dan dikembangkan bagi keperluan pembangunan daerah adalah sistem informasi yang terutama diarahkan untuk menunjang perencanaan pembangunan daerah.

Salah satu perangkat yang saat ini bermanfaat dalam hal perencanaan, implementasi, dan pengendalian pembangunan adalah Sistem Informasi Geografis (GIS). Tinjauan spasial dan temporal yang disajikan melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) tidak saja bermanfaat dari sisi perencanaan, tetapi juga evaluasi hasil. Sistem informasi yang memuat basis informasi

B

B

A

A

B

B

1

1

P

(9)

dianalisis kembali dan dievaluasi sebagai alat ukur apakah perencanaan yang dibuat telah sesuai dengan kenyataan atau belum. Ini menunjukkan betapa sistem informasi geografis dapat digunakan sebagai mekanisme kontrol terhadap keberhasilan pembangunan.

Kabupaten Kutai Kartanegara menyadari betul pentingnya otonomi pembangunan, dalam arti, perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan harus dilakukan secara mandiri dengan memanfaatkan sistem informasi yang canggih, unggul, ter-update setiap saat: dan berkesinambungan. Potensi kekayaan alam dan sumberdaya manusia yang cukup melimpah dan tersebar di berbagai daerah, sebagai keunggulan komparatif di Kabupaten Kutai Kartanegara harus dikembangkan secara optimal. Semua menyadari bahwa salah satu peluang keberhasilan pembangunan daerah adalah adanya keserasian potensi daerah yang tersedia, sumberdaya ekonomi, sumberdaya manusia serta pemanfaatan teknologi untuk kesejahteraan penduduk.

Kemampuan dan kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi pada tingkat Kabupaten/Kota berhubungan dengan banyak faktor, dua diantaranya adalah adanya kehandalan perencanaan dan pengendalian yang berkesinambungan. Keberhasilan perencanaan dan pengendalian pembangunan tentu saja memerlukan model pembangunan yang secara operasional sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan pembangunan yang secara operasional sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan pembangunan. Dalam hal ini Kabupaten Kutai Kartanegara menyelenggarakan derap langkah pembangunan dengan prinsip Gerbang Dayaku. Gerbang Dayaku adalah paradigma baru dalam menjalankan pemerintahan di Kutai Kartanegara, sejak diterapkan pada tahun 2001. Paradigma tersebut mengusung tiga pilar pembangunan yaitu: 1) Pengembangan Wilayah Perdesaan; 2) Pengembangan wilayah perkotaan; dan 3) Pengembangan Sumber Daya Manusia. Implementasi Gerbang Dayaku tahap pertama (2001-2005) telah berhasil membentuk landasan pembangunan yang kokoh bagi Kutai Kartanegara dalam mengejar ketertinggalan terutama dalam bidang peningkatan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur serta peningkatan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Langkah selanjutnya untuk menjamin peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Kutai Kartanegara masa depan masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Disadari, bahwa pembangunan ekonomi secara makro di Kabupaten Kutai yang bersifat ekstraktif. Hal ini tergambar dari peranan sektor pertambangan dan penggalian yang masih mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni sebesar 76,25 persen sedangkan sektor pertanian dan sektor lainnya menyumbang sebesar 10,45 persen dan 13.30 persen terhadap total PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara.

Berdasarkan RPJMD Kabupaten Kutai Kartanegara 2005-2014, periode 2005-2010 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara kembali melanjutkan Grand Strategy pembangunan dengan melakukan vitalisasi dan aktualisasi Gerbang Dayaku dengan tiga pilar pemberdayaan:

1. Pemberdayaan Pemerintahan Daerah (eksekutif dan legislatif) dan penegakan supremasi hukum.

2. Pemberdayaan seluruh komponen ekonomi.

3. Pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian sosial dan kemandirian ekonomi. Ketiga pilar pemberdayaan tersebut, menitikberatkan pada optimalisasi pemberdayaan semua komponen; pemerintahan, masyarakat dan ekonomi yang bersinergi dalam membangun daerah. Melalui pemberdayaan ketiga komponen tersebut diharapkan dapat mempercepat pergerakan roda perekonomian sesuai dengan amanat rakyat. Untuk itu dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat, pemerintah juga memberdayakan seluruh komponen pelaku ekonomi, baik masyarakat, pengusaha maupun para pemilik modal yang ingin menanamkan modalnya di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Agar di kabupaten ini dapat tercipta kegiatan pembangunan yang berkualitas maka diperlukan adanya kegiatan awal berupa identifikasi untuk mengetahui penyebaran lokasi dan jenis kegiatan pembangunan yang tersebar di daerah-daerah. Hal ini sebagai dasar untuk kegiatan kontrol dan pengelolaan pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara sehingga diharapkan

(10)

pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam mengontrol dan mengelola semua kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan maupun yang masih dalam tahap perencanaan.

Mengingat pentingnya ketersediaan data dan informasi yang akurat dan up to date khususnya dalam rangka pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembangunan, maka Bappeda Kabupaten Kutai Kartanegara memandang perlu untuk membuat Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan. Dengan adanya Sistem Informasi ini, diharapkan dapat menata berbagai aspek data perencanaan pembangunan secara terintegrasi dan komprehensif, baik dalam hal struktur, jenis maupun format data untuk perencanaan pembangunan.

1.2 TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan yang akan dicapai adalah membuat sistem informasi geografis (SIG) perencanaan dan kontrol pembangunan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Sedangkan maksud dari kegiatan ini adalah untuk memudahkan pemantauan kegiatan/pembangunan; memudahkan proses perencanaan pengelolaan kegiatan pembangunan; memudahkan akses data yang akurat, cepat dan up to date yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan; serta membantu dalam membuat kebijakan untuk mengatur dan mengelola kegiatan pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Melalui penyajian data dan informasi mengenai kegiatan pembangunan fisik sarana/prasarana di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut, maka sasaran yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya sebuah sistem informasi berbasis spasial yang mampu mengidentifikasi kegiatan pembangunan fisik sarana/prasarana, yang telah berjalan ataupun sedang berjalan di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, serta tersedianya informasi seperti :

a Informasi mengenai Anggaran kegiatan/pembangunan, yang mencakup aspek: Tahun Anggaran, Penyerapan Anggaran dan Sumber Anggaran;

b Informasi mengenai tingkat kemajuan kegiatan/pembangunan;

c Informasi mengenai penyelenggara, pelaksana, penanggung jawab serta pengawas kegiatan/pembangunan.

2. Terciptanya standar format pelaporan kegiatan pembangunan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara

3. Meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam mengoperasikan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara.

1.3 RUANG LINGKUP DAN BATASAN KEGIATAN

1.3.1 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan Pembuatan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Kegiatan persiapan:

a Penghimpunan masukan dari pengguna mengenai kebutuhan data dan informasi kegiatan/pembangunan fisik di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

b Perumusan kebutuhan informasi yang terkait dengan kegiatan/pembangunan fisik di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

(11)

c Perumusan kebutuhan data yang terkait dengan kegiatan/pembangunan fisik di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

d Perancangan hasil keluaran (output) SIG.

e Desain mekanisme survei, pengumpulan data dan verifikasi data. f Merancang dan menyajikan program pemetaan menggunakan SIG. g Merancang aplikasi SIG.

h Menyusun spesifikasi teknis peralatan komputer SIG.

i Menyusun mekanisme pembaruan (updating) data reguler untuk kebutuhan pasca proyek.

2. Teridentifikasinya kegiatan pembangunan fisik sarana/prasarana, yang telah

berjalan ataupun sedang berjalan di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, mencakup kegiatan sebagai berikut:

a Pengumpulan data-data sekunder, laporan kegiatan/pembangunan fisik baik yang telah selesai maupun yang sedang berjalan.

b Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan survei, membuat sistem, menyusun perencanaan survei, menyusun jadwal kegiatan, perencanaan anggaran, dan membuat laporan hasil survei.

c Pengumpulan data spasial kegiatan/pembangunan fisik di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

d Kompilasi data hasil survei.

e Verifikasi data spasial kegiatan/pembangunan fisik di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.

f Ground Check data hasil survei. g Analisis data hasil survey.

3. Tersedianya basis data menyangkut kegiatan pembangunan fisik sarana/prasarana

di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a Penyiapan peta dasar.

b Mempersiapkan data-data tekstual, visual dan spatial yaitu diantaranya meliputi pelaksanaan pekerjaan pengumpulan data, pengisian formulir database, pengisian data (data entry), digitasi peta, analisis data, dan verifikasi data dimaksud. c Pengolahan data-data tekstual, visual dan spatial.

d Menggabungkan antara data atribut, data visual dan data spasial menjadi basis data SIG dengan menggunakan teknologi RDBMS (Related Database Management System).

e Memvalidasi basis data SIG.

f Pembuatan aplikasi SIG Kabupaten Kutai Kartanegara tentang informasi kegiatan/pembangunan fisik.

g Mempersiapkan perangkat keras dan lunak untuk instalasi aplikasi. h Instalasi aplikasi SIG.

i Uji coba penggunaan aplikasi, misalnya dalam bentuk print out peta SIG. j Troubleshooting selama dan pasca instalasi.

4. Kegiatan pelatihan, mencakup kegiatan sebagai berikut:

a Menyiapkan modul pelatihan.

b Menyelenggarakan pelatihan SIG untuk tenaga operator dan pemeliharaan sistem aplikasi.

5. Kegiatan pembahasan dan diskusi, mencakup kegiatan pembahasan dan diskusi hasil

(12)

6. Penyusunan dan pembuatan laporan, mencakup kegiatan penyusunan laporan sebagai berikut:

a Laporan pendahuluan.

b Laporan antara/laporan interim.

c Laporan akhir yang terdiri dari laporan utama, eksekutif summary dan manual book operasional SIG Perencanaan dan Kontrol Pembangunan.

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah dari pekerjaan ini meliputi wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur yang terdiri dari 18 kecamatan, yaitu Tabang, Kembang Janggut, Kenohan, Muara Muntai, Muara Wis, Kota Bangun, Muara Kaman, Sebulu, Tenggarong, Tenggarong Seberang, Loa Kulu, Loa Janan, Anggana, Sanga-Sanga, Samboja, Muara Jawa, Marang Kayu, dan Muara Badak.

1.3.3 Batasan Kegiatan

Batasan kegiatan dari pekerjaan ini adalah pada identifikasi kegiatan fisik sarana/prasarana di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki informasi spasial, dengan kata lain berupa kegiatan pembangunan infrastruktur. Kemudian input data sebagai tahun awal kegiatan pembangunan dalam pekerjaan ini adalah kegiatan pembangunan tahun 2007,

sedangkan input data kegiatan pembangunan tahun 2008 akan disesuaikan mengingat

banyaknya laporan yang belum dapat di kompilasi secara menyeluruh.

1.4 PRODUK (OUTPUT)

Produk (output) yang dihasilkan dari Pembuatan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan adalah Software (Perangkat Lunak) berupa Program Aplikasi Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan yang dapat menyajikan data dan informasi berupa laporan pelaksanaan dari rencana pembangunan fisik di Kabupaten Kutai Kartanegara.

1.5 LANDASAN HUKUM

Kegiatan penyusunan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara dilakukan dengan mendasarkan pada sejumlah peraturan perundangan yang digunakan sebagai rujukan, antara lain meliputi:

 Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan Nasional.  Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah  Undang-Undang nomor 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (PROPENAS)

tahun 2000-2004;

 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

 Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan di

Indonesia.

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kutai Kartanegara

(13)

1.6 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Sistematika pembahasan laporan pendahuluan untuk Kegiatan Penyusunan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Menyajikan latar belakang, maksud dan tujuan kegiatan, dasar hukum, ruang lingkup, serta sistematika pembahasan yang akan dibahas dalam laporan.

Bab 2 Tinjauan Teoritis

Berisi tinjauan teori mengenai konsep kontrol, konsep pemantauan dan evaluasi, indikator dan penilaian kinerja pembangunan, konsep dasar kerangka pemikiran logis pengertian SIG, sistem basis data, fungsional basis data, dan tinjauan terhadap sistem perencanaan pembangunan.

Bab 3 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara

Pada bab ini akan dibahas mengenai wilayah perencanaan, letak, kondisi fisik, kondisi sosial kependudukan, kondisi perekonomian, kondisi sarana dan prasarana.

Bab 4 Metodologi

Menyajikan pendekatan dan metodologi yang akan digunakan dalam rangka kegiatan penyusunan sistem informasi geografis untuk perencanaan dan kontrol pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Bab 5 Rencana Kerja, Jadual Pelaksanaan Pekerjaan Serta Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Ahli

Menyajikan rencana kerja dan organisasi pelaksana kegiatan dalam rangka kegiatan penyusunan sistem informasi geografis untuk perencanaan dan kontrol pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang dilengkapi dengan tahapan kegiatan, jadual pelaksanaan kegiatan serta tugas dan tanggung jawab Tenaga Ahli.

Bab 6 Perancangan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan Pada bagian ini akan dipaparkan hasil perumusan awal, mengenai desain Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan

(14)

2.1 KONSEP KONTROL (PENGENDALIAN)

Tindakan kontrol berarti mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Kontrol dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Kontrol dalam administrasi tidak akan terdapat tanpa adanya perencanaan, perencanaan berkaitan erat dengan pengendalian dimana perencanaan mengidentifikasi komitmen-komitmen terhadap tindakan-tindakan yang ditujukan untuk hasil dimasa yang akan datang, sedangkan kontrol dilaksanakan untuk mengusahakan agar komitmen-komitmen tersebut dilaksanakan (Terry, 1997).

Menurut Hicks (1972), kontrol berkaitan dengan : (1) membandingkan kejadian (events) dengan rencana (plans), serta (2) melakukan tindakan-tindakan koreksi (corrections) yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang menyimpang dari rencana. Robbins (1982) menyatakan bahwa “ Kontrol dapat didefinisikan sebagai proses pemantauan kegiatan untuk menentukan apakah unit individu beserta organisasinya telah memperoleh dan memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan bersama dan, bilamana hal tersebut tidak terjadi, melakukan tindakan-tindakan untuk melakukan koreksi/pembenahan.” Kontrol adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Siagian, 1980).

Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tujuan kontrol adalah :

1) mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan; 2) agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan;

3) mencegah dan menghilangkan hambatan yang ada;

4) mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan sumber daya; 5) mencegah terjadinya penyalahgunaan otoritas atau wewenang.

Kontrol adalah suatu proses pemantauan dan penilaian rencana (evaluasi) atas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, kemudian diambil tindakan korektif bagi penyempurnaan dan pengembangan lebih lanjut. Kontrol dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas (accountability) dan keterbukaan (transparency) sektor publik. Kontrol pada dasarnya menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi (correction actions) jika dalam suatu kegiatan terjadi penyimpangan atau perbedaan dari tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Kontrol pelaksanaan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan untuk mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan dan menindaklanjuti agar kegiatan pembangunan senantiasa sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Dalam pengertian ini kontrol termasuk pula mengarahkan dan mengkoordinasikan antar kegiatan dalam pelaksanaan agar penyimpangan atau penyelewengan dapat dicegah

B

B

A

A

B

B

2

2

T

(15)

Menurut Feurstein (1990), fungsi kontrol dalam suatu organisasi pada umumnya terkait dengan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation). Pemantauan adalah kegiatan kontrol yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan atau dikenal dengan istilah evaluasi proses. Bila muncul bersamaan dengan pemantauan maka istilah evaluasi adalah evaluasi hasil, yaitu kegiatan kontrol yang dilakukan setelah kegiatan itu selesai untuk melihat apakah hasil pelaksanaan sesuai dengan rencana.

Menurut Dunn (1991), kegiatan pemantauan setidaknya mempunyai empat fungsi yaitu:

1) Kepatuhan (compliance), pemantauan bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para administrator program, staf, dan pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang dibuat;

2) Pemeriksaan (auditing), pemantauan membantu menentukan apakah sumber daya dan pelayanan yang dimaksud untuk kelompok sasaran dan kelompok penerima telah sampai pada yang bersangkutan;

3) Akuntansi, pemantauan menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melakukan pengukuran atas perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu;

4) Eksplanasi, pemantauan juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil perencanaan berbeda.

Sedangkan kegiatan evaluasi diperlukan guna mengungkapkan seberapa jauh target-target perencanaan telah dicapai. Disamping itu, evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan, penetapan kebijakan, proses dan prosedur, praktek perencanaan dan target yang telah ditetapkan.

Kegiatan kontrol dilakukan untuk menjaga konsistensi antara pelaksanaan pembangunan dengan rencana yang ada. Namun demikian, seringkali pelaksanaan pembangunan tidak mengacu pada arahan yang telah ditetapkan dalam rencana karena adanya berbagai hambatan. Friedman (1995) mengidentifikasi beberapa hambatan yang dihadapi dalam kegiatan kontrol, antara lain keterbatasan staf, masih rendahnya peran serta masyarakat, serta perangkat kontrol yang belum memadai.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa penilaian keberhasilan kontrol mencakup kepatuhan aparat birokrasi terhadap peraturan; kepatuhan masyarakat sebagai kelompok sasaran terhadap peraturan; dampak yang diperoleh dari kontrol baik dampak sosial, ekonomi maupun lingkungan; dan keberlanjutan kegiatan kontrol dalam jangka panjang. Sedangkan kegiatan kontrol dapat disimpulkan sebagai tindakan korektif yang dilakukan dalam pelaksanaan maupun setelah selesainya pelaksanaan pembangunan. Tindakan korektif tersebut dilakukan untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi baik pada tahap pelaksanaan maupun setelah selesainya pelaksanaan pembangunan sehingga dapat dilakukan perbaikan atau koreksi terhadap pelaksanaan program pembangunan agar tidak terjadi penyimpangan pada pelaksanaan pembangunan selanjutnya.

Penilaian keberhasilan kegiatan kontrol, menurut Ripley (1984), didasarkan pada kepatuhan (compliance) dan apa yang terjadi (what’s happening) setelah kegiatan kontrol dilaksanakan. Kepatuhan berkaitan dengan perilaku aparat pelaksana maupun kelompok sasaran dalam mentaati berbagai ketentuan yang ada di dalam isi kontrol. Sedangkan apa yang terjadi setelah pengendalian berkaitan dengan dampak yang muncul, yang meliputi tiga aspek pemahaman yaitu dampak ekonomi, dampak lingkungan, dan dampak sosial.

Kegiatan kontrol pelaksanaan rencana pembangunan merupakan bagian dari tahapan perencanaan pembangunan itu sendiri. Hal ini dinyatakan dan diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam bagian Penjelasan, dinyatakan bahwa “ Kontrol pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut.” Kegiatan pemantauan yang merupakan bagian dari kegiatan kontrol dimaksudkan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk melihat kesesuaian pelaksanaan rencana dengan arah, tujuan,

(16)

Sedang yang dimaksud dengan “evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan” adalah kegiatan penilaian kinerja yang diukur dengan efisiensi, efektivitas, dan kemanfaatan program serta keberlanjutan pembangunan. Evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dilaksanakan terhadap keluaran kegiatan yang dapat berupa barang dan jasa dan terhadap hasil (outcomes) program pembangunan yang berupa dampak dan manfaat.

2.2 KONSEP PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pemantauan (monitoring) adalah bagian dari kegiatan manajemen pembangunan untuk mengamati/meninjau kembali/mempelajari serta mengawasi secara terus menerus atau berkala terhadap pelaksanaan program/kegiatan yang sedang berjalan oleh pengelola program/kegiatan di setiap tingkatan dan pihak-pihak terkait lainnya. Kegiatan pemantauan dilakukan untuk menemukenali permasalahan, mencari alternatif pemecahan dan menyarankan langkah-langkah penyelesaian sebagai koreksi dini agar pelaksanaan kegiatan berjalan secara efisien dan efektif karena informasi atas kesesuaian rencana dengan pelaksanaan disampaikan secara tepat waktu kepada yang berkepentingan.

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan sebelumnya dan dilakukan secara sistematis dan objektif dengan menggunakan metode evaluasi yang relevan. Kegiatan evaluasi dilakukan baik sebelum suatu program/kegiatan dilaksanakan, pada saat berlangsung, maupun setelah program/kegiatan selesai dilaksanakan. Fokus utama evaluasi biasanya diarahkan pada hasil, manfaat, dan dampak dari program atau rencana yang dilaksanakan.

Menurut Rukminto (2003), ada 3 (tiga) jenis evaluasi guna mengawasi suatu program secara seksama, yaitu:

1) evaluasi input, memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan

suatu program. Tiga unsur utama yang terkait dengan input adalah : klien, staf, dan program. Klien meliputi karakteristik demografi klien seperti susunan keluarga; unsur staf meliputi latar belakang pendidikan, pengalaman; sedangkan unsur program meliputi jenis program, waktu, biaya, dan lokasi. Dalam kaitannya dengan evaluasi program meliputi empat kriteria, yaitu tujuan dan sasaran; penilaian terhadap kebutuhan komunitas; standar dari suatu praktek yang terbaik; serta biaya per unit layanan;

2) evaluasi proses (pemantauan), memfokuskan pada aktivitas program yang melibatkan

interaksi langsung antara klien dengan staf terdepan yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan. Evaluasi diawali dengan analisis dari sistem pemberian layanan berdasarkan kriteria yang relevan seperti standar praktek yang baik, ken klien;

3) evaluasi hasil, diarahkan pada evaluasi pada keseluruhan dampak (overall impact)

dari suatu program terhadap penerima layanan (recipients). Kriteria keberhasilan dapat dilihat dari : pencapaian tujuan; kemajuan program (programme oriented); dan perubahan perilaku klien (client oriented).

Feurstein (1990) mengajukan beberapa indikator yang perlu untuk dikembangkan dan yang paling sering dipergunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan, sebagai berikut :

1) ketersediaan (availability), unsur-unsur yang harus ada dalam suatu proses itu benar-benar ada;

2) relevansi (relevance), seberapa relevan ataupun tepatnya suatu teknologi atau layanan yang ditawarkan;

3) keterjangkauan (accessibility), apakah layanan yang diberikan masih berada dalam jangkauan pihak-pihak yang membutuhkan;

4) pemanfaatan (utilisation), seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh pemberi layanan dimanfaatkan oleh kelompok sasaran;

(17)

5) cakupan (coverage), menunjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan menerima layanan tersebut;

6) kualitas (quality), menunjukkan standar kualitas dari layanan yang disampaikan ke kelompok sasaran;

7) upaya (efforts), menggambarkan berapa banyak upaya yang sudah ditanamkan dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan;

8) efisiensi (efficiency) menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat atau tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan;

9) dampak (impact), untuk melihat apakah sesuatu yang dilakukan benar-benar memberikan suatu perubahan di masyarakat.

Ndraha (2003) membagi kegiatan kontrol berdasarkan waktu, sebagai berikut: (1) pemantauan, yaitu kegiatan kontrol yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kegiatan (dilakukan pada saat implementasi); serta (2) evaluasi, yaitu kegiatan kontrol yang dilakukan setelah kegiatan selesai. Kegiatan pemantauan dan evaluasi pada dasarnya perlu dilakukan untuk memastikan apakah pelaksanaan suatu program dan/atau kegiatan telah berjalan sesuai dengan rencana; serta sebagai upaya menyempurnakan program maupun kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan di masa depan, serta menyusun kegiatan dan upaya untuk pengambilan keputusan di masa depan.

Pada dasarnya kegiatan pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk:

1) Mengetahui pelaksanaan suatu program dan/atau kegiatan, tingkat keberhasilan, kelemahan, kegagalan, penyimpangan, maupun penyebabnya.

2) Mengetahui pencapaian tujuan yang hendak dicapai.

3) Mengetahui manfaat dan dampaknya terhadap kelompok sasaran. 4) Membuat tindakan korektif secara dini.

5) Mengoptimalkan upaya yang dilakukan (misal: sumberdaya manusia, pendanaan, dan waktu).

6) Menarik bahan pelajaran untuk perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan yang lebih baik.

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan pada dasarnya dapat dilakukan melalui berbagai metoda (Patton & Sawicki, 1986), seperti:

1) Perbandingan kondisi saat ini dengan sebelumnya (before-and after comparisons). 2) Dengan dan tanpa perbandingan (with-and without comparisons).

3) Kinerja aktual dibandingkan terhadap rencana (actual-versus-planned performance). 4) Model experimental.

5) Model quasi-experimental.

6) Pendekatan biaya (cost-oriented approach).

Secara umum, terdapat 2 (dua) pendekatan yang sering digunakan dalam mengukur dampak suatu pembangunan. Yang pertama adalah pendekatan sebab-akibat, yaitu pengukuran apakah suatu dampak yang diamati merupakan hasil dari pelaksanaan suatu program tertentu. Kedua adalah pendekatan deskriptif yang menyangkut perkiraan dampak yang mungkin dapat ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program.

Pendekatan sebab-akibat menggunakan asumsi bahwa keberadaan suatu program pembangunan menjadi prasyarat bagi terjadinya suatu dampak. Oleh karena itu, pendekatan ini memerlukan adanya pembanding (counterfactual situation) yang sangat sulit dipenuhi apabila cakupan program yang akan dievaluasi sangat luas. Dengan kata lain, untuk kebijakan yang cakupan programnya sangat luas yang sulit untuk menetapkan kelompok pembandingnya, maka diperlukan pendekatan deskriptif yang dianggap lebih sesuai.

(18)

Dengan demikian, pendekatan ini dipilih bila tidak dapat dilakukan perbandingan kelompok sasaran program dan kondisi sebelum dan sesudah pelaksanaan program. Pendekatan secara deskriptif memungkinkan evaluator untuk menggambarkan kinerja dan lingkup program secara lebih menyeluruh dengan berbagai informasi mengenai perkiraan dampak dari program yang dievaluasi.

Menurut Dunn (1991), evaluasi dengan menggunakan pendekatan deskriptif terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

1) Evaluasi semu (pseudo-evaluation), yaitu evaluasi yang menggunakan metoda deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan.

2) Evaluasi formal (formal evaluation), yaitu evaluasi yang menggunakan metoda deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan berdasarkan pada tujuan kebijakan/program yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan.

3) Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoretic-evaluation), yaitu evaluasi yang menitikberatkan pada penilaian hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan.

Tabel 2-1

Pendekatan Evaluasi Kebijakan

Pendekatan

Evaluasi Tujuan Asumsi

Evaluasi Semu

(Pseudo Evaluation) Menggunakan metoda-metoda deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan.

Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial.

Evaluasi Formal (Formal

Evaluation) Menggunakan metoda deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan berdasarkan pada tujuan kebijakan/ program yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat keputusan

Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan

merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai.

Evaluasi Keputusan Teoritis

(Decision Theoretic Evaluation) Menggunakan metoda deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku.

Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun informal merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai.

Sumber: William N. Dunn, Public Policy Analysis. 1991.

2.3 INDIKATOR DAN PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN

Kinerja (performance) adalah gambaran tingkat keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan atau organisasi dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Untuk menilai kinerja, diperlukan pengukuran kinerja (performance measurement) yang merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran, tujuan, misi, dan visi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, atau proses. Pengukuran kinerja memiliki komponen-komponen yang terdiri atas: (a) penetapan indikator kinerja; (b) pencapaian kinerja; dan (c) evaluasi kinerja. Berdasarkan hal tersebut, untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja suatu program atau kegiatan, maka diperlukan suatu alat ukur yang biasa disebut dengan indikator.

Keberhasilan berbagai program pembangunan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah (termasuk pemerintah daerah) sering diukur dari sudut pandang masing-masing para pihak (stakeholders), seperti lembaga legislatif, instansi pemerintah, LSM, masyarakat, dan

(19)

pembangunan dilakukan melalui proses partisipasi yang transparan dari berbagai para pihak, sehingga diperoleh apa yang diharapkan oleh para pihak atas kinerja lembaga tersebut. Penyusunan tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan bersama (consensus building) dari para pihak (stakeholders) penataan ruang.

Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja, bobot masing-masing indikator dan penetapan capaian indikator kinerja. Pengukuran kinerja setiap kegiatan dapat dilakukan melalui pencapaian yang didasarkan kepada indikator-indikatornya. Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data (informasi) untuk menentukan kinerja kegiatan, program dan kebijakan.

Pada dasarnya, indikator adalah suatu alat ukur yang menunjukkan suatu issue atau kondisi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan seberapa jauh suatu sistem bekerja, baik sistem kegiatan/program maupun suatu organisasi. Indikator ini membantu kita memahami dimana posisi kita berada, ke arah mana kita berjalan, dan seberapa jauh kita berjalan ke arah yang kita kehendaki (tujuan).

Indikator itu sendiri adalah data yang dikumpulkan dan diuji selama satu periode waktu tertentu, dimana data tersebut dapat menjelaskan suatu kecenderungan (apakah menurun atau meningkat); atau data tersebut menunjukkan suatu kondisi dalam hubungannya dengan standar tertentu atau benchmark. Dengan demikian, indikator pada dasarnya adalah suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu sistem kegiatan atau organisasi yang menunjukkan sejauh mana posisi sistem kegiatan atau organisasi tersebut berada dalam mencapai tujuannya.

Indikator tidak dimaksudkan menjadi alat tunggal dalam evaluasi objektif atas suatu keadaan. Yang berlaku umum adalah dilakukannya limitasi jumlah indikator untuk memperoleh gambaran suatu keadaan yang ingin dinilai. Oleh karena itu, walaupun dinilai mengandung banyak kelemahan, penggunaan indikator dalam jumlah terbatas lebih banyak diterima oleh banyak pihak. Dengan jumlah indikator yang terbatas, maka perhatian lebih terarah pada tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk “mengubah besaran angka atau nilai indikator” yang berarti tindakan untuk melakukan koreksi atau pembenahan terhadap pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan rencana.

Pengembangan dan pemilihan indikator dapat dilakukan secara sederhana karena semua angka atau besaran yang dapat menggambarkan keadaan daerah dapat digunakan sebagai indikator. Namun demikian, perlu disadari bahwa pemilihan indikator terkait erat dengan persoalan yang terjadi di suatu daerah dan yang dinilai perlu dipecahkan oleh dan bagi penduduk daerah itu. Pemilihan indikator kemudian menjadi penting bagi tindakan lebih lanjut yang perlu diambil oleh pemerintah daerah tersebut agar di masa yang akan datang terjadi peningkatan nilai bagi daerah tersebut.

Indikator sangat bervariasi, bergantung pada tipe sistem yang di-monitor. Namun demikian, terdapat beberapa karakteristik yang sama terhadap indikator yang efektif, yaitu:

Specific (detail dan jelas). Indikator kinerja yang disusun harus jelas agar tidak ada

kemungkinan kesalahan interpretasi.

Measurable (dapat diukur secara objektif). Indikator kinerja yang disusun harus

menggambarkan sesuatu yang jelas ukurannya. Kejelasan ukuran tersebut akan menunjukkan tempat dan cara untuk mendapatkan data pencapaian indikator tersebut.

Attributable (bermakna). Indikator kinerja yang ditetapkan harus bermanfaat untuk

kepentingan pengambilan keputusan.

Relevant (sesuai). Indikator kinerja harus sesuai dengan ruang lingkup

program/kegiatan dan dapat menggambarkan hubungan sebab-akibat antar indikator.

Timely (tepat waktu). Indikator kinerja yang disusun harus didukung oleh

ketersediaan data yang dapat diperoleh pada waktu yang tepat dan akurat, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan pada saat yang dibutuhkan.

(20)

Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data untuk menentukan kinerja kegiatan, program, dan kebijakan. Pada dasarnya penetapan indikator kinerja dapat dikelompokkan berdasarkan:

Indikator masukan (input indicator)

Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai kesesuaian dan ketepatan atas penyediaan masukan (input) dalam suatu program atau kegiatan. Termasuk di dalam indikator masukan adalah pelaku/institusi pelaksana, kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur program dan/atau kegiatan, serta sarana untuk mendukung pelaksanaan program dan/atau kegiatan.

Indikator proses (process indicator)

Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai proses pelaksanaan kegiatan. Kinerja proses menyangkut pengorganisasian pekerjaan; manajemen pengelolaan dan pembagian wewenang; partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program dan kegiatan; ketepatan pelaksanaan pekerjaan yang menyangkut sasaran, waktu, dan hasil program atau kegiatan; dan sebagainya.

Indikator keluaran (output indicator)

Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai kesesuaian dan ketepatan atas keluaran dari suatu program atau kegiatan yang diharapkan.

Indikator hasil (outcome indicator)

Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai ketepatan dan kesesuaian hasil kegiatan dengan target program.

Indikator manfaat (benefit indicator)

Yaitu suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengindikasikan manfaat yang diperoleh dengan terlaksananya program dan/atau kegiatan oleh masyarakat.

Indikator dampak (impact indicator)

Yaitu suatu ukuran yang dapat digunakan untuk mengindikasikan adanya dampak positif maupun negatif atas pelaksanaan program dan/atau kegiatan.

Indikator masukan, proses, dan keluaran dinilai sebelum kegiatan selesai dilaksanakan; sedang indikator hasil, manfaat, dampak dinilai setelah kegiatan dilaksanakan. Penetapan indikator tidak selalu harus menggunakan seluruh komponen indikator di atas, melainkan dapat menggunakan hanya satu atau beberapa komponen indikator saja. Penetapannya ditentukan oleh kondisi dan tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran kinerja program dan/atau kegiatan.

Banyak indikator berkaitan dengan output maupun dampak dari suatu kegiatan/program/kebijakan, dan seringkali untuk menentukan indikator tersebut dibuat asumsinya terlebih dahulu. Misal, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita berumur 35 – 64 tahun dianggap sebagai indikator dari dampak kebijakan kesempatan kerja; sedang indikator polusi udara padat dipakai untuk memantau program-program yang dilakukan oleh organisasi lingkungan. Selanjutnya, dibuat coding untuk menentukan asumsi indikator tersebut terhadap aspek-aspek kunci (input, proses, output, dan dampak), seperti contoh tabel di bawah ini.

(21)

Tabel 2-2

Skema Coding Kasus: Indikator dan Kategori yang Representatif

Jenis

Indikator Indikator Kode

Input Kecukupan sumberdaya () sangat memadai

() memadai () Tidak memadai () tidak ada informasi

Proses Keterlibatan analisis kebijakan dalam menentukan

masalah () membuat keputusan () mempengaruhi keputusan

() tidak berpengaruh () tidak ada info

Output Pemanfaatan hasil-hasil riset kebijakan () tinggi

() sedang () rendah () tidak pernah () tak cukup informasi

Dampak Pemecahan-pemecahan yang dirasakan () lengkap

() sebagian

() tak ada yang dirasakan () tak cukup informasi Sumber : Dunn (1991)

Pada dasarnya, penetapan indikator secara ideal dilaksanakan pada saat penyusunan rencana sehingga terdapat keterpaduan antara kegiatan perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan kontrol rencana dalam bentuk pemantauan dan evaluasi. Dalam hal ini, penetapan indikator dilaksanakan sebagai bagian dari proses penyusunan rencana evaluasi terhadap pelaksanaan rencana.

Pemantauan dan evaluasi rencana hanya akan efektif apabila ditempatkan dalam keseluruhan sistem perencanaan, penyusunan program, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi. Apabila ditempatkan secara terpisah, maka kegiatan pemantauan dan evaluasi sering menjadi bias, dan menyebabkan beberapa permasalahan, sebagai berikut :

Vague planning:

Secara umum, seringkali terdapat ketidakjelasan gambaran terhadap apa yang ingin dicapai oleh suatu program/kegiatan jika berhasil - misal: sasaran ganda dan tidak berkaitan erat dengan aktivitas proyek.

Unclear management responsibilities:

Terdapat banyak sekali faktor penting yang diluar kontrol pengelola program/kegiatan (external factors), yang menyulitkan pengelola program/kegiatan dalam mencapai hasil yang diharapkan.

Evaluation as an adversary process:

Ketiadaan target program/kegiatan yang jelas mengakibatkan evaluator cenderung menggunakan penilaian subyektif terhadap mana yang disebut ‘baik’ dan ‘buruk’.

Penetapan indikator kinerja sebagai bagian dari proses perencanaan memiliki beberapa manfaat, antara lain :

 Keefektifan dalam mengukur pencapaian kemajuan target dari waktu ke waktu,

sehingga dapat diambil langkah-langkah korektif yang diperlukan;

Dapat digunakan sebagai benchmarking untuk membandingkan kinerja antar unit organisasi, antar daerah dan antar waktu.

Sedangkan kesalahan dalam penetapan indikator akan menyebabkan kerugian sebagai berikut :

 Menyulitkan dalam pengukuran pencapaian kinerja;

(22)

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penetapan indikator, termasuk untuk melihat keterkaitan antara program dan kegiatan dengan kebijakan pembangunan yang ada di atasnya, maka diperlukan satu kerangka alur yang logis bagi penyusunan dan penilaian program. Kerangka alur logis ini disusun sejak tahap pengusulan program dan digunakan untuk bahan evaluasi pelaksanaan program.

2.4 SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Reformasi perencanaan pembangunan dan penganggaran daerah bergulir dengan ditetapkannya secara beruntun Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berupaya untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

Perencanaan pembangunan nasional menghasilkan: rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, rencana pembangunan tahunan, yang disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan. Selanjutnya, sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk:

1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Gambar 2-1

(23)

Sistem perencanaan pembangunan nasional/daerah mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu:

1. Pendekatan Politik, yaitu memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah adalah proses

penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihan nya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Kepala Daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

2. Pendekatan Teknokratik, yaitu dilaksanakan dengan menggunakan metoda dan

kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.

3. Pendekatan Partisipatif, yaitu dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

4. Pendekatan Atas-Bawah (Top-Down) dan Bawah Atas (Bottom Up), yaitu dalam

perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan atas-bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa.

Perencanaan pembangunan nasional/daerah terdiri dari empat (4) tahapan yang diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh, meliputi:

1. Penyusunan Rencana

Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

2. Penetapan Rencana

Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Rencana pembangunan jangka panjang Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah, rencana pembangunan jangka menengah Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Kepala Daerah.

3. Kontrol Pelaksanaan Rencana

Kontrol pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selanjutnya Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

4. Evaluasi Pelaksanaan Rencana

Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Dalam rangka

(24)

melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, baik Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.

Melalui penetapan UU No. 25 Tahun 2005 telah terjadi perubahan yang substansial dalam pola perencanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Pada tingkat pemerintah pusat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Repellita telah diganti dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Demikian juga pada tingkat daerah telah dikenalkan model baru, yakni Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Sementara itu beberapa ketentuan perencanaan pembangunan daerah menurut lingkup waktunya sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Perencanaan pembangunan jangka panjang di daerah akan menghasilkan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dengan dimensi waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Sebagaimana diuraikan pada Pasal 5 Ayat 1 RPJPD memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.

Secara garis besar, tahapan penyusunan dan penetapan rencana pembangunan jangka panjang daerah berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

a Kepala Bappeda menyiapkan rancangan RPJP Daerah sebagai bahan utama bagi penyelenggaraan Musrenbang Jangka Panjang Daerah (Pasal 10 Ayat 2);

b Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Jangka Panjang Daerah, dalam rangka menyusun RPJP Daerah dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dengan mengikutsertakan masyarakat (Pasal 11 Ayat 1 dan 3);

c Musrenbang Jangka Panjang Daerah dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya periode RPJP yang sedang berjalan (Pasal 11 Ayat 4);

d Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah (Pasal 12 Ayat 2);

e RPJP Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pasal 13 Ayat 2).

Sedangkan dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 050/2020/SJ Tahun 2005 perihal Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah, penyusunan dan penetapan RPJP Daerah meliputi serangkaian tahapan sebagai berikut:

a Penyiapan Rancangan RPJP Daerah

Penyiapan rancangan RPJP Daerah untuk mendapatkan gambaran awal dari visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang merupakan tanggung jawab Kepala Bappeda, dan selanjutnya menjadi bahan bahasan dalam Musrenbang Jangka Panjang daerah. Rancangan RPJP Daerah dimaksud dilampiri dengan hasil analisis yang menggambarkan kondisi umum daerah dalam periode perencanaan 20 tahun ke belakang, sebagai bahan masukan bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan dalam merumuskan dan menyepakati visi, misi, dan arah pembangunan daerah.

b Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Panjang Daerah

Musrenbang Jangka Panjang Daerah merupakan forum konsultasi dengan para pemangku-kepentingan pembangunan untuk membahas rancangan visi, misi dan arah pembangunan yang telah disusun, dibawah koordinasi Kepala Bappeda; Mendapatkan komitmen para pemangku-kepentingan pembangunan yang menjadi bahan masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJP Daerah.

c Penyusunan Rancangan Akhir RPJP Daerah

Penyusunan rancangan akhir RPJP Daerah merupakan tanggung jawab Kepala Bappeda, dengan bahan masukan utama hasil kesepakatan Musrenbang Jangka

(25)

Panjang Daerah. Rancangan akhir ini disampaikan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

d Penetapan Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah

Untuk memenuhi perundang-undangan yang berlaku, maka RPJP Daerah provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambatnya 3 (tiga) bulan setelah penetapan RPJP Nasional. Penetapan Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah kabupaten/kota dilakukan, selambatnya 3 (tiga) bulan setelah penetapan RPJP Daerah provinsi. Dengan demikian RPJP Daerah merupakan dokumen perencanaan jangka panjang daerah yang menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah. Disamping itu dijelaskan pula bahwa rancangan Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah Kabupaten/Kota dikonsultasikan kepada Gubernur cq. Bappeda Provinsi, sebelum ditetapkan.

2. Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Dalam UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004, penyusunan rencana

pembangunan jangka menengah akan menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dengan dimensi waktu perencanaan 5 (lima) tahun.

Dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah mengandung muatan (substansi) sebagai berikut:

a RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif (Pasal 5 Ayat 2). b Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan

pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif (Pasal 7 Ayat 1). Pengertian "bersifat indikatif” dalam penjelasan Pasal 5 Ayat 2 adalah bahwa informasi, baik tentang sumberdaya yang diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen rencana ini, hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan tidak kaku.

Secara garis besar, tahapan penyusunan dan penetapan rencana pembangunan jangka menengah daerah berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

a Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah (Pasal 14 Ayat 2);

b Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah (Pasal 15 Ayat 3);

c Kepala Bappeda menyusun rancangan RPJM Daerah dengan menggunakan rancangan Renstra-SKPD dan berpedoman pada RPJP Daerah sebagai bahan bagi penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah (Pasal 15 Ayat 4);

d Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang Jangka Menengah Daerah dalam rangka menyusun RPJM Daerah diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat (Pasal 16 Ayat 4);

e Musrenbang Jangka Menengah Daerah dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik (Pasal 17 Ayat 2);

(26)

g RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah dilantik (Pasal 19 Ayat 3);

h Renstra-SKPD ditetapkan dengan peraturan pimpinan satuan kerja perangkat daerah setelah disesuaikan dengan RPJM Daerah (Pasal 19 Ayat 4).

Sedangkan dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 050/2020/SJ Tahun 2005 perihal Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah, penyusunan dan penetapan RPJM Daerah meliputi serangkaian tahapan sebagai berikut:

a Penyiapan Rancangan Awal RPJM Daerah

Rancangan awal RPJM Daerah yang disiapkan oleh Kepala Bappeda untuk mendapat gambaran awal visi, misi, dan program Kepala Daerah terpilih yang memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah. Muatan rancangan awal RPJM Daerah menjadi pedoman bagi Kepala SKPD dalam penyusunan rancangan Renstra-SKPD.

b Penyiapan Rancangan Renstra-SKPD

Penyiapan rancangan Renstra-SKPD merupakan tanggung jawab Kepala SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah dan SPM. Program dalam rancangan Renstra-SKPD adalah bersifat indikatif, tidak mengabaikan keberhasilan yang sudah dicapai selama ini, dan diselaraskan dengan program prioritas Kepala Daerah terpilih.

c Penyusunan Rancangan RPJM Daerah

Rancangan RPJM Daerah merupakan integrasi rancangan awal RPJM Daerah dengan rancangan Renstra-SKPD, yang penyusunannya merupakan tanggung jawab Kepala Bapeda dan menjadi masukan utama dalam Musrenbang Jangka Menengah Daerah. d Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Daerah

Musrenbang Jangka Menengah Daerah merupakan forum konsultasi dengan para pemangku kepentingan pembangunan untuk membahas rancangan RPJM Daerah dibawah koordinasi Kepala Bappeda. Musrenbang Jangka Menengah Daerah dilaksanakan untuk mendapatkan komitmen para pemangku kepentingan pembangunan yang menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJM Daerah, yang dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah terpilih dilantik. e Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Daerah

Penyusunan rancangan akhir RPJM Daerah merupakan tanggung jawab Kepala Bappeda dengan masukan utama hasil kesepakatan Musrenbang Jangka Menengah Daerah untuk disampaikan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

f Penetapan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah

Agar RPJM Daerah menjadi dokumen perencanaan jangka menengah daerah, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Kepala Daerah dilantik. Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah Kabupaten/Kota dikonsultasikan kepada Gubernur cq. Bappeda Provinsi, sebelum ditetapkan. Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah menjadi pedoman bagi Kepala SKPD untuk menyempurnakan rancangan Renstra-SKPD menjadi Renstra-SKPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala SKPD.

3. Perencanaan pembangunan tahunan daerah

Dalam UU No. 25 Tahun 2004, penyusunan rencana pembangunan tahunan daerah akan

menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan

Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) dengan dimensi waktu perencanaan 1 (satu) tahun. Dokumen perencanaan pembangunan tahunan daerah mengandung muatan (substansi) sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2-2  Gambar Sub Sistem SIG
Gambar Arsitektur Basis Data Tunggal
Gambar  Arsitektur Basis Data Tersebar-Distribusi Penyimpanan
Gambar Relasi Daerah Administrasi dan Sebaran Mangrove
+4

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Berdasarkan Indeks Potensi Lahan melalui Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sragen Mengaplikasika n peranan SIG untuk indeks

Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya perencanaan yang tepat untuk membuat suatu SIG (Sistem Informasi Geografis) mencari lokasi Tempat Bersejarah Di Kota Medan yang

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pendidik dalam memahami perencanaan, pelaksanaan, faktor pendukung dan penghambat juga kendala dalam menggunakan evaluasi

e) evaluasi kebijakan teknis perencanaan bidang pendidikan, kepemudaan dan olah raga, kebudayaan, kesehatan, sosial, otonomi daerah, pemerintahan umum, perangkat daerah,..

Metode deskriptif pada laporan Kuliah Kerja Lapangan ini bertujuan untuk memberikan semacam mekanisme pengawasan melalui evaluasi perencanaan pembangunan oleh Badan