• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI TENANG ELI MULE NOA KAJIAN SOSIO-TEOLOGIS TERHADAP KEREKATAN SOSIAL DI PEMUDA JEMAAT EBENHAIZER APURI-ALOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRADISI TENANG ELI MULE NOA KAJIAN SOSIO-TEOLOGIS TERHADAP KEREKATAN SOSIAL DI PEMUDA JEMAAT EBENHAIZER APURI-ALOR"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

i

TRADISI TENANG ELI MULE NOA

KAJIAN SOSIO-TEOLOGIS TERHADAP KEREKATAN SOSIAL DI PEMUDA JEMAAT EBENHAIZER APURI-ALOR

Oleh:

SRI YULIANTI BERTHA ATACAY (712015116)

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas karunia hikmat yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir hingga selesai. Meskipun banyak rintangan dan tantangan dalam penulisan tetapi Tuhan sangat melindungi penulis hingga berhasil dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis berharap agar tugas akhir yang ditulis penulis ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita bersama.

Tugas akhir ini menjadi akhir dari sebagian perjuangan penulis dalam menyelesaikan tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa selama berada di Fakultas Teeologi Universitas Kristen Satya Wacana. Selain sebagai syarat dalam mencapai gelar sarjana sains dalam bidang Teologi (S.Si-Teol), penulis mengharapkan agar karya tulis ini dapat menjadi manfaat dan berkat dalam menambah wawasan tentang budaya Tenang Eli Mule Noa. Karya tulis ini juga dapat memberikan penjelasan tentang penyebab terjadinya perubahan sosial budaya agar menjadi pegangan bersama dalam menjaga serta melestarikan budaya dalam kehidupan masyarakat khususnya pemuda dalam gereja. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaia tugas akhir ini.

Penulis mengucap terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus Sang Pemilik Kehidupan yang senantiasa memampukan penulis dalam menjalani pendidikan di Universitaas Kristen Satya Wacana sejak tahun 2015 hingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 di fakultas Teologi dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol). 2. Untuk kedua orang tua Bapak Djonisius Atacay dan Mama Sepriana Lumba

S.Pd juga untuk kakak-kakak tercinta Intan Dhoslani Atacay S.Sos, Regina Elisabet Atacay S.Pd, Salu Nimo Pintareda Atacay S.Pd, Gerson Bang S.Si-Mat, untuk setiap dukungan secara moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

(7)

vii

3. Keluarga besar Atacay, Lumba, Pehiadang, Djobo dan Atadopong yang telah mendukung penulis dari jauh agar dapat menyelesaikan pendidikan.

4. Untuk ke empat dosen wali, Pdt. Gusti Menoh, Pdt. Astrid Bonik Lusi, Pdt. Dr. Abraham Silo Wilar dan Pdt. Dr. Jacob Daan Engel yang telah menjadi orang tua di kampus dan selalu mendukung penulis agar dapat melaksanakan perkuliahan dengan baik.

5. Untuk ke dua dosen pembimbing Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan Pdt. Dr. Tony Tampake yang dengan penuh kesabaran telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Seluruh dosen di Fakultas Teologi, Ibu Budi selaku TU singkatnya seluruh staff atas segala pelayanan, dukungan dan kerja sama bagi kami mahasiswa/i. 7. Bapak Pdt. Sri Bangun Wismono selaku supervisor lapangan ketika penulis

menjalani PPL I-VIII, bapak Edwin selaku supervisor lapangan PPL IX, dan supervisor lapangan PPL X bapak Pdt. Yosafat Manu beserta keluarga atas segala dukungan, pelajaran di lapangan, serta pengalaman yang dibagikan kepada penulis melalui praktek pendidikan lapangan.

8. Kepada seluruh jemaat GKJ Salatiga Timur yang merupakan lokasi penulis menjalani PPL I-VIII, seluruh adik-adik Panti Asuhan Salib Putih yang merupakan lokasi penulis melaksanakan PPL IX, seluruh jemaat GMIT Imanuel Oenali yang merupakan lokasi penulis dalam menjalankan PPL X. Terima kasih untuk segala kerja sama, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis.

9. Sinode GMIT yang telah menjadi wadah bagi penulis dalam menjalani perkuliahan di Universitas Kristen Satya Wacana.

10. Bapak Pdt. Mistis Tallan dan seluruh jemaat Ebenhaizer Apuri yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data dalam menyelesaikan tugas akhir.

(8)

viii

11. Kepada sahabat sekaligus saudara Selvy Putri Febiola S.Si-Teol, Ayu Apriani Benu S.Si-Teol dan Eka Della Mounley S.Pd untuk dukungan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

12. Kepada Norma Selfi Tanaem S.Si-Teol dan Akwila Priska Ibu S.Si-Teol yang telah menemani penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir.

13. F6 (Riefky, Anti, Sherly, Jeny, Lian), Geng Bebek (Erny, Diana, Dinda, None, Windy), Geng UNO (Korina, Julio, Agy, Unyil, si kecil Juna), Dian, Nona Heka, Inger, Jellyn, Elan atas seluruh dukungan agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir.

14. Terima kasih untuk orang-orang terdekat yang pernah hadir memberikan dukungan, motivasi dan doa dalam menyelesaikan tugas akhir.

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ...ix

MOTTO ... x

ABSTRAK ... xi

Pendauluan

Perubahan Sosial Budaya

Faktor Terjadinya Perubahan Sosial Budaya Bentuk Perubahan Sosial Budaya

Revitalisasi

Gambaran Tempat Penelitian Sejarah Gereja Ebenhaizer Apuri Tenang Eli Mule Noa

Makna dan Pengaruh Tenang Eli Mule Noa di Jemaat Ebenhaizer Apuri Tenang Eli Mulenoa di Kalangan Pemuda

Upaya Gereja dalam Merevitalisasi Tenang Eli Mule Noa Analisis

Penutup

(10)

x

MOTTO

The Horse is made ready for the day of war, but power to

overcome is from the Lord.

Psalm 21:31

Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi

istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau

tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau

kedua-duanya sama-sama baik.

Pengkhotbah 11:6

Bangun dipagi hari dan berusahalah sekuat tenaga, karena telah

Allah sediakan berkatmu. Teruslah andalkan Tuhan dalam setiap

hal yang dikerjakan.

(11)

xi

Abstrak

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menganalisa tentang memudarnya tradisi Tenang Eli Mule Noa sebagai suatu filosofi dasar yang membentuk kehidupan masyarakat Apuri di kalangan pemuda. Selanjutnya mendeskripsikan tentang upaya gereja dalam menghidupkan kembali tradisi Tenang Eli Mule Noa. Menurut penulis budaya dan agama tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu menurunnya nilai sakral dari filosofi Tenang Eli Mule Noa ini mengakibatkan berubahnya nilai moral, tata krama, juga menurunnya ketertarikan terhadap praktek-praktek adat dikalangan pemuda Ebenhaizer Apuri. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa injil dan budaya tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu sudah seharusnya menjadi tugas gereja dalam menghidupkan kembali tradisi Tenang Eli Mule Noa. Penulis menggunakan metode penelitian pengumpulan data untuk mendapatkan data mengenai gambaran atau obyek yang diteliti. Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan metode penelitian survei yaitu wawancara. Hal ini dilakukan agar penulis dapat mengetahui apa yang menyebabkan pudarnya tradisi Tenang Eli Mule Noa dikalangan pemuda Ebenhaizer Apuri dan apa saja upaya gereja dalam menghidupkan kembali tradisi yang telah pudar ini. Kesimpulan yang didapati oleh penulis adalah terjadinya perubahan sosial dikalangan pemuda karena difusi, asimilasi, dan perkembangan mobility sehingga perlu adanya tindakan revitalisasi budaya yang nyata dan relevan oleh gereja.

(12)

1

Pendahuluan

Kebudayaan adalah tenunan makna. Dengan tenunan itu, manusia menafsir pengalaman mereka dan mengarahkan tindakan mereka. Struktur sosial adalah bentuk yang diambil oleh tindakan itu, jaringan relasi-relasi sosial yang nyatanya ada. Kebudayaan dan struktur sosial lalu tak lain kecuali abstraksi-abstraksi yang berbeda dari fenomena yang sama. Yang satu memandang tindakan sosial dari sudut maknanya bagi mereka yang menghayatinya. Yang lain memandangnya menurut sumbangannya untuk berfungsi sistem sosial tertentu.1

Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia. Manusia menciptakan dan memakainya, sehingga kebudayaan selalu ada sepanjang keberadaan manusia. Masyarakat merupakan kolektivitas individu yang secara bersama-sama menciptakan kebudayaan. Norma dan nilai sebagai unsur kebudayaan merupakan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.2 Kebudayaan mempengaruhi pola pikir serta tingkah laku dari masyarakat. Apabila masyarakat melanggar kebudayaan tertentu akan ada sanksi yang mereka terima sesuai dengan aturan budaya yang telah disepakati bersama.

Semua budaya mempunyai tradisi yang diteruskan dari generasi ke generasi. Budaya itu berupa nilai-nilai atau tata cara dalam bentuk cerita, nyanyian, puisi, dan sebagainya.3 Struktur bawah sadar ini dapat menghadirkan berbagai fenomena budaya. Sistem kekerabatan misalnya, merupakan hasil nalar untuk menjalani kehidupan. Sistem kekerabatan nalar manusia muncul karena adanya persamaan pola pikir dalam bernarasi secara imajiner.4 Budaya merupakan hal yang mengikat dan membantu masyarakat dalam berperilaku.

Dalam mewujudkan kehidupan kekerabatan yang aman, damai dan tentram terdapat suatu filosofi budaya yang mengatur sistem kekerabatan masyarakat Pulau Pura Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur yaitu Tenang Eli Mule Noa. Tenang Eli

1 Clifford Geertz, Kebudayaan dan agama (Yogyakarta:KANISISUS,1992), 74 2 Basrowi, M. S, Pengantar Sosiologi, (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2005), 87 3

Yusak B. Setyawan, Hermenueutik Perjanjian Baru: Dengan Pendekatan-pendekatan

Kritis,(Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2017), 98

4 Ade Putra Panjaitan dkk, Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan: Membangun Pendidikan

(13)

2

Mule Noa memiliki arti hidup berdampingan secara aman, damai dan saling menghormati satu dengan yang lain. Masyarakat pulau Pura menganggap Tenang Eli Mule Noa sudah ada sebelum agama memasuki pulau Pura. Mereka bahkan meyakini ketika manusia hidup di muka bumi maka Tenang Eli Mule Noa pun telah ada bersama-sama dengan manusia. Keyakinan inilah yang membuat masyarakat Pulau Pura hidup berdampingan dengan damai.

Secara implisit Tenang Eli Mule Noa memiliki makna lisan dan beberapa praktek adat. Arti lisan yang dimiliki oleh Tenang Eli Mule Noa ini membantu masyarakat dari segi moral, tingkah laku, tutur kata, dan sopan santun. Begitu pula dengan praktek-praktek adat dari Tenang Eli Mule Noa biasanya dilakukan ketika adanya pernikahan, kematian, upacara perdamaian, penyambutan pendeta, pengresmian gereja atau acara-acara besar lainnya. Praktek-praktek adat itu dalam bentuk Lego-Lego, makan adat, dan upacara perdamaian ketika terjadi perkelahian, upacara atap rumah. Tenang Eli Mule Noa menjadi dasar baik secara lisan maupun praktek kehidupan masyarakat Apuri dalam menjalani kehidupan.

Filosofi ini sudah harus diajarkan kepada anak-anak sejak dini, agar ketika tumbuh dewasa dapat mengaplikasikan dalam kehidupan. Bahkan sejak dini anak-anak sudah diajarkan tentang praktek-praktek adat dari Tenang Eli Mule Noa tersebut. Eksistensi Tenang Eli Mule Noa ini semestinya dilaksanakan oleh semua orang yang berada di Apuri.

Sama halnya seperti Taramiti tominuku tamengmeti akengmuku merupakan sebuah ungkapan yang telah menjadi semboyan bagi masyarakat Kabupaten Alor karena menegaskan bahwa masyarakat Kabupaten Alor memang berbeda bahasa, adat-istiadat, dan agama, namun mereka memiliki rasa kebersamaan.5 Taramiti

tominuku tamengmeti akengmuku juga digunakan dalam gereja, yakni sebagai sebuah

ungkapan yang mencerminkan persekutuan, kebersamaan, kekeluargaan, kasih

5 Thesa Dewi Anggraini Djobo, Taramiti Tominuku Tamengmeti akengnuku, ( Salatiga;

(14)

3

sayang sebagai orang bersaudara, laki-laki dan perempuan secara bersama yang saling menopang dalam melakukan berbagai kegiatan.6

Tenang Eli Mule Noa juga sudah menjadi bahasa bagi masyarakat Apuri dalam berinteraksi. Namun saat ini masyarakat tidak lagi melihat Tenang Eli Mule Noa sebagai hal yang seharusnya dipelihara seperti dahulu kala. Pada masyarakat tradisional, sistem kekerabatan berpengaruh besar dan sangat mengikat di antara mereka. Seiring dengan perkembangan zaman, fungsi kesatuan kekerabatan biasanya mulai berkurang dan agak longgar.7 Perubahan sosial merupakan bagian dari dinamika yang terjadi di masyarakat. Karena itu tidak ada komunitas masyarakat yang tidak mengalami perubahan. Terkait dengan hal tersebut, sedikitnya terdapat dua klasifikasi masyarakat, yakni masyarakat statis dan masyarakat dinamis. Masyarakat statis adalah masyarakat yang sedikit sekali mengalami perubahan dan cenderung berjalan lambat. Sedangkan masyarakat dinamis adalah masyarakat yang mengalami berbagai perubahan yang cepat.8

Perlahan-lahan masyarakat Apuri memiliki perubahan secara dinamis, oleh karena Tenang Eli Mule Noa baik secara makna ataupun praktek mulai memudar. Contoh krusialnya adalah dahulu acara pernikahan identik dengan praktek Tenang Eli Mule Noa yaitu makan adat dan juga Lego-Lego, namun yang terjadi saat ini adalah makan adat sangat jarang untuk dilakukan dan Lego-Lego hanya berlangsung satu atau dua jam. Praktek adat Lego-Lego digantikan dengan acara para pemuda bergoyang.

Sementara itu, budaya global yang masuk adalah “budaya matrimonial” yang menawarkan nilai-nilai pergaulan baru, aktual, yang relevan untuk direguk dalam kehidupan masa kini. Apa yang bernilai dalam hal ini bukan lagi “tradisi” dari masa lampau dan yang layak disimpan, melainkan “konsumsi” dari masa kini, yang layak

6

Thesa Dewi Anggraini Djobo, Taramiti Tominuku Tamengmeti akengnuku, 3.

7 Tedi Sutardi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, (Bandung: PT Setia Purna

Inves, 2007), 42.

8 Identitas Kultural dan Interaksi Sosial Masyarkat Adat di Tengah Modernisasi (Studi Kasus

(15)

4

untuk dihabiskan, dinikmati, dan diganti lagi dengan “nilai-nilai” baru yang segera muncul.9

Seperti yang telah penulis jelaskan bahwa Tenang Eli Mule Noa mengatur kekerabatan dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai kehidupan yang aman, damai dan tentram. Tenang Eli Mule Noa juga memiliki berbagai macam praktek adat untuk mewujudkan maknanya agar semakin menyatukan kekerabatan dan memelihara adat istiadat mereka. Namun dengan berjalannya waktu terjadi kontradiksi antara budaya dan realita. Pemuda memilih menikmati pengaruh globalisasi dibandingkan tradisi yang selama ini menjadi dasar kehidupan masyarakat Apuri. Oleh sebab itu penulis ingin melakukan penelitian tentang Tradisi Tenang Eli Mule Noa Kajian Sosio-Teologis Terhadap Memudarnya Konsep Kekerabatan dikalangan Pemuda GMIT Ebenhaizer Apuri. Menurut penulis budaya yang telah memudar ini perlu diteliti penyebabnya untuk menjadi bahan referensi dalam mencari solusi.

Kajian sosio-teologis memiliki berbagai pengetahuan yang dapat menjadi pegangan untuk melestarikan budaya yang ada. Kajian sosio teologis juga memberikan pengetahuan tentang proses-proses sosial yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak masyarakat.10 Budaya Tenang Eli Mule Noa juga dapat direfleksikan secara teologis karena memiliki makna kasih, sukacita, damai sejahtera, kelemah lembutan, dan penguasaan diri. Perlu disadari bahwa teologi adalah sebuah aktivitas budaya. Kesadaran ini tidak dimaksudkan untuk mendegradasi teologi melainkan justru mengembangkannya sebagai sebuah cara yang bertanggung jawab dalam beriman.11 Dalam penelitian ini Penulis menggunakan teori perubahan sosial dan revitalisasi karena fenomena yang terjadi dapat dibayangkan sebagai perubahan di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya terdapat perbedaan antara

9 A. Sudiarja, Agama yang Berubah,(Yogyakarta: KANISIUS, 2006), 25. 10

Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Sautu Pengantar, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2013), 5.

11 Kees De Jong dan Yusak Tridarmanto, Perjumpaan Interaktif Antara Teologi dan Budaya:

Kajian tentang Pemahaman Persepsi Mengenai Teologi Intelektual di Aras Akademi dan Gerejawi,

(16)

5

keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu tertentu.12 Selain teori Perubahan Sosial penulis juga menggunakan teori Revitalisasi. Teori Revitalisasi bertujuan untuk melihat upaya gereja dalam menghidupkan kembali tradisi Tenang Eli Mule Noa.

Berdasarkan latar belakang yang penulis gambarkan maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: pertama, apa yang menyebabkan memudarnya Tenang Eli Mule Noa sebagai kerekatan sosial di kalangan pemuda Ebenhaizer Pura Apuri ? kedua, apa upaya gereja dalam menghidupkan kembali Tenang Eli Mule Noa sebagai kerekatan sosial di kalangan pemuda ? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penyebab pudarnya Tenang Eli Mule Noa sebagai kerekatan sosial di kalangan pemuda Ebenhaizer Pura Apuri serta mendeskripsikan usaha gereja dalam menghidupkan kembali Tenang Eli Mule Noa sebagai kerekatan sosial di kalangan pemuda.

Penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi sumbangsih pemahaman baru tentang kebudayaan khususnya tentang tradisi Tenang Eli Mule Noa. Selanjutnya penulis harapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumbangsih bagi Gereja GMIT Ebenhaizer Apuri dalam melakukan pelayanan bergereja di jemaat khususnya pemuda.

Secara umum metode penelitian suatu kegiatan ilmiah yang terencana, terstruktur, sistematis, dan memiliki tujuan tertentu baik praktis maupun teoritis.13 Dalam metode penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti gejala sentral tersebut peneliti mewawancarai peserta penelitian atau partisipan dengan mengajukan pertanyaan yang umum dan agak luas. Informasi yang disampaikan oleh partisipan kemudian dikumpulkan. Informasi tersebut biasanya berupa kata atau teks. Data yang berupa kata-kata atau teks tersebut kemudian dianalisa.14 Penulis berusaha untuk menggambarkan permasalahan yang terjadi dengan melakukan wawancara

12 Piotr Sztompka, Sosiolog Perubahan Sosial, (Jakarta:Prenada, 2011),3.

13 Raco J. R, Metode penelitian kualitatif: Jenis, Krakteristik dan Keunggulan (Jakarta: PT

Grasindo, 2010), 5.

14

(17)

6

secara langsung dengan beberapa narasumber untuk mendapatkan data yang dapat dianalisa. Penelitian ini akan berlangsung di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Gereja Ebenhaizer Apuri Pulau Pura Kabupaten Alor.

Sistematika penulisan berisi rencana susunan atau sistematika penulisan dalam penelitian. Penyusanan dimulai dari bab pertama sampai ke bab akhir, yaitu kesimpulan.15 Sistematika penulisan ini, penulis menjabarkan dalam 5 bab. Bab pertama, penulis memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian ini dilakukan, dan metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini, serta sitematika penulisan. Bab kedua penulis menjelaskan tentang landasan teori yang berkaitan dengan sebab-sebab perubahan sosial dan pudarnya nilai tradisi serta teori revitalisasi kebudayaan Tenang Eli Mule Noa, bab ketiga berisi hasil penelitian, dan bab empat berisi analisis teori terhadap penelitian, kemudian bab lima adalah bagian penutup yaitu kesimpulan dan saran.

Perubahan Sosial Budaya

Menurut Indraddin dan Irwan perubahan sosial merupakan perubahan kepada pola perilaku, hubungan sosial, lembaga, dan struktur sosial pada waktu tertentu. Kemudian Farley berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena perubahan interaksi antara satu dengan yang lain ketika mereka melakukan tindakan dan perubahan dan perbuatan atas apa yang dilakukan.16

Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Davis juga berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Dalam hal ini perubahan yang berkaitan dengan perubahan kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, aturan-aturan, serta bentuk organisasi. Ia berpendapat bahwa kebudayaan meliputi tingkah laku, cara berpikir yang muncul dari interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis karena itu apabila hal-hal ini tidak lagi

15

Happy Susanto, Panduan Lengkap Menyusun Proposal, (Jakarta: Transmedia Pustaka, 2010), 23.

16 Indraddin & Irwan, Strategi dan Perubahan Sosial (Yogyakarta:PENERBIT DEPUBLISH,

(18)

7

dilakukan maka dapat dikatakan bahwa terjadinya perubahan sosial budaya.17 Sedangkan menurut Taylor perubahan kebudayaan adalah suatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, perubahan-perubahan kebudayaan yang merupakan setiap perubahan-perubahan dari unsur-unsur tersebut.18

Menurut Sartono Kartodirdjo perubahan sosial merupakan proses masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan oleh faktor endogen maupun eksogen. Lewat adaptasi hendak dipulihkan ekuilibrum sosial dengan menciptakan struktur baru. Sardjono juga menganggap bahwa oleh karena perubahan yang terjadi maka perubahan sosial berkembang menjadi modernisasi.19 Max Weber memberikan pendapatnya tentang esensi modernisasi terletak pada perubahan dari tradisioanal ke rasionalitas, hal ini terdapat dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budayan.20 Menurut Tony Tampake kondisi soisal ini mengindikasikan gejala anomi dalam masyarakat. Pola-pola interaksi dan tindakan sosial kehilangan basis normatif akibat hancurnya sturktur sosial yang lama yang telah dibangun diatas nilai-nilai budaya dan agama.21

Faktor Terjadinya Perubahan Sosial Budaya

Menurut Indraddin dan Irwan ada 3 faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial yaitu faktor sosial, faktor psikologis, dan faktor budaya. Faktor sosial didorong oleh adanya aspek organisasi sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya lembaga-lembaga kemasyarakatan, keluarga, organisasi dan sebagainya. Selain itu, faktor psikologis berkaitan dengan individu yang menjalankan peran dalam masyarakat tersebut. Misalnya ketika individu kreatif dan inovatif secara otomatis berdampak dengan perubahan dalam masyarakat. Faktor budaya berkaitan

17

Dr. Basrowi, M.S, Pengantar Sosiologi,(Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2014),155 dan 157.

18 Soerjono Soekato, Sosiologi; Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO

PERSADA, 2014), 264.

19

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992),163.

20 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, 164.

21 Yusak B Setyawan dan Nicky Sousisa dkk, Perdamaian dan Keadilan: Dalam Konteks

(19)

8

dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat. Semakin luas dan terbukanya penerimaan masyarakat terhadap kultural atau budaya, maka akan berpengaruh terhadap perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat. Misalnya pernerimaan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang masuk.22

Nurani Soyomukti membagi perubahan yang terjadi dalam kebudayaan karena beberapa faktor, pertama discovery dan invention yang merupakan faktor perubahan yang terjadi karena adanya perubahan baru. Discovery adalah setiap penambahan pada pengetahuan, sedangkan invention adalah penerapan yang baru dari sebuah pengetahuan. Dalam hal ini Nurani berpendapat bahwa revolusi industri di Barat merupakan sebuah contoh yang luar biasa perkembangan IPTEK yang mempengaruhi cara pandang, filsafat, watak, kesadaran, bahkan lembaga kebudayaan politik di sapu oleh revolusi ekonomi yang berimbas pada revolusi politik dan kebudayaan. Kedua perubahan yang terjadi karena difusi. Difusi kebudayaan adalah proses penyebaran unsur kebudayaan dari satu individu ke individu lain, dan satu masyarakat ke masyarakat lain.23 Raph Linton mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial budaya adalah karena adanya kontak dengan budaya lain. Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu yang lain dan dari masyarakat ke masyarakat yang lain.24 Menyangkut penyebaran dari individu ke individu lain dalam batas satu masyarakat disebut “difusi intramasyarakat”. Sedangkan penyebaran dari masyarakat ke masyarakat disebut “difusi intermasyarakat”.25 Ketiga perubahan yang disebabkan oleh akulturasi. Akulturasi merupakan perubahan yang berkaitan dengan fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau pada kedua-duanya. keempat perubahan yang

22 Indraddin dan Irwan, Strategi dan Perubahan, 5. 23

Nurani Sayomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis. Teori, & Pendekatan Menuju

MAsalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial, & Kajian-Kajian Strategis (Jokjakarta: AR-RUZZ

MEDIA, 2016), 444.

24 Dr. Basrowi, M.S, Pengantar Sosiologi, 165. 25

(20)

9

terjadi karena asimilasi. Asimilasi adalah satu proses sosial yang telah lanjut dan yang ditandai oleh makin berkurangnya perbedaan antara individu-individu dan antar kelompok-kelompok, dan makin eratnya persatuan aksi, sikap, dan proses mental yang berhubungan dengan kepentingan dan tujuan yang sama.26

Bentuk Perubahan Sosial Budaya

Phil. Astrid S. Susanto membagi bentuk-bentuk perubahan sosial budaya menjadi 3 yaitu; social evolution, social mobility, social revolution. Pertama social

evolution yang merupakan perkembangan yang gradual, yaitu karena adanya kerja

sama harmonis antara manusia dan lingkungannya.27 Bohannan mengatakan bahwa evolusi adalah perubahan yang lama dengan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Dalam evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana. Hal ini terjadi sebagai akibat usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru yang muncul mengikuti pertumbuhan masyarakat.28

Kedua bentuk gerakan sosial mobilitas adalah suatu gerakan keinginan akan perubahan yang diorganisasikan. Sebab dari gerakan sosial adalah juga penyesuaian diri dengan keadaan (ekologi), yaitu karena didorong oleh keinginan manusia akan kehidupan dan keadaan yang lebih baik, serta penggunaan dari penemuan-penemuan baru. Gerakan ini akan terjadi apabila ada konsep yang jelas atau apabila konsep ini mempunyai strategi yang jelas pula.29 Kemudian yang ketiga perubahan revolusi menurut Basrowi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Basrowi menegaskan perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena sudah ada perencanaan sebelumnya atau mungkin tidak berguna sekali. Perubahan revolusi ini sering terjadi karena adanya ketegangan-ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan; ketegangan-ketegangan itu sulit untuk

26

Nurani Sayomukti, Pengantar Sosiologi,446.

27 Dr. Phil. Astrid. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial

(Bandung:Binacipta,),193.

28 Dr. Basrowi. M. S., Pengantar Sosiologi, 162. 29

(21)

10

dihindari, bahkan banyak yang tidak bisa dikendalikan sehingga kemudian menjelma dengan terjadinya tindakan revolusi.30 Menurut Phil Susanto revolusi terjadi oleh adanya ketidakpuasan dari golongan-golongan tertentu, hal mana biasanya telah tersebarnya suatu ide baru.31

Revitalisasi Budaya

Menurut Safril Mubah globalisasi yang mengakibatkan perubahan sosial tidak terhindarkan. Oleh karena itu harus diantisipasi dengan pembangunan budaya yang berkarakter yaitu penguatan jati diri dan kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib sepenanggungan di antara warga. Karena itu, perlu dilakukan revitalisasi budaya daerah dan penguatan budaya daerah.32

Menurut Kamus Bahasa Indonesia revitalisasi adalah cara, proses perbuatan menghidupkan kembali agar hidup dan lebih giat kembali.33 Kamaruddin dan Putut mengartikan revitalisasi budaya adalah proses menumbuhkan kembali daya hidup, ruh, gairah atau kekuatan. Akan tetapi menurut mereka revitalisasi tidak dapat dimaknai sebagai sekadar “pemulihan kekuatan” yang ada, tetapi sebuah proses penambahan daya atau peningkatan kekuatan, sehingga didalam revitalisasi tidak saja ada proses penguatan (empowerment) yaitu dari sebelumnya lemah menjadi kuat tetapi juga proses pelipatan kekuatan (multiplicity).34 Menurut Gregor Neonbasu revitalisasi budaya memiliki arti menggali tradisi-tradisi, kebiasaan-kebiasaan, kearifan-kearifan lokal, pelbagai nilai dan keutamaan untuk dijadikan sebagai landasan refleksi budaya yang lebih luas dan mondial. Revitalisasi merupakan usaha

30 Dr. Basrowi. M. S., Pengantar Sosiologi, 163.

31 Dr. Phil. Astrid. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, 197.

32 A. Safril Mubah, Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi

Arus Globalisasi, ( Surabaya: Universitas Airlangga, 2011), 6.

33 Erwati Waridah. S. S, Kamu Bahasa Indonesia, (Jakarta Selatan: Penerbit Bmedia, 2017),

237.

34 Kamarudin HIdayat & Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia; Menemukan Kembali

(22)

11

dalam membentuk benak dan hati manusia-manusia berbudaya dengan berdiri di atas budaya sendiri yang suci dan luhur serta bermartabat.35

Revitalisasi budaya berusaha untuk melihat nilai-nilai tidak hanya hidup tetapi hidup dalam suatu ruang bersama dengan sesama manusia.36 Revitalisasi tidak saja dimaknai sebagai penghidupan kembali, revitalisasi budaya juga dapat dimaknai termaksud merasa bangga akan apa yang kita punya sendiri yaitu budaya Indonesia yang hidup di dalam budayanya sendiri. Dengan revitalisasi budaya manusia dan bangsa Indonesia merasa bangga bahwa kita adalah manusia Indonesia yang berbudaya.37 Revitalisasi juga merupakan sebuah proses pelestarian, perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan, serta sekaligus dipahami sebagai proses kreativitas. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa “revitalisasi” (revitalization), yaitu suatu cara memperbaiki vitalitas (restore the vitality) yang dapat memberi “kehidupan baru” atau to impart new life.38

Gambaran Tempat Penelitian

Lokasi tempat penelitian ini dilakukan di Kabupaten Alor. Kabupaten Alor merupakan salah satu kabupaten dari 16 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Alor memiliki wilayah kepulauan dengan 15 pulau yaitu, 9 pulau yang telah dihuni dan 6 pulau lainnya belum berpenghuni. Luas wilayah daratan 2.864,64 km², luas wilayah perairan 10.773,62 km², dan panjang garis pantai 287,1 . Secara geografis daerah ini terletak di bagian Utara dan paling Timur dari wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 8º6’LS - 8º36’ LS dan 123º48’ BT - 125º48’ BT. Sebelah Utara Kabupaten Alor berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Selatan dengan Selat Ombay, sebelah Timur dengan Selat Wetar dan perairan Republik Demokratik Timor Leste dan sebelah Barat dengan Selat Alor (Kabupaten Lembata).39

35 Gregor Neonbasu, Kebudayaan sebuah agenda; Dalam Bingkai Pulau Timor dan

Sekitarnya, (Jakarta: Gramdia Pustaka Utama, 2013), xxii.

36

H. A. R. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional; Dalam Perspektif Abad

21, (Magelang: Penerbit Tera Indonesia, 1998), 100-101.

37 H. A. R. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, 101.

38 Y. Sumandiyo Hadi, Revitalisasi Tari Tradisional (Yogyakarta: Cipta Media, 2018),2. 39

(23)

12

Gereja Ebenhaizer Apuri terletak di Desa Maru Kecamatan Pulau Pura Kabupaten Alor. Desa Maru memiliki dua wilayah atau yang lebih sering digunakan kata “kampung”, kampung Apuri dan kampung Timungabang. Kampung Apuri merupakan kampung yang dihuni oleh penduduk yang beragama Kristen dan kampung Timungabang dihuni oleh penduduk beragama Muslim. Perjalanan ke Apuri menggunakan perahu motor selama 2 jam dari Pelabuhan Kalabahi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 09-20 Agustus.

Kehidupan masyarakat Pura cukup sulit karena kondisi iklim Pura secara keseluruhan gersang dan berbatu sehingga pohon yang bisa tumbuh di sana hanya beberapa saja seperti asam dan kemiri. Bahkan air untuk minum dan lain-lain berada sangat jauh dari perkampungan. Biasanya air diambil di sumur yang terletak di dekat laut. Namun air tersebut jika diminum rasanya asin. Mata pencaharian masyarakat Pura umumnya adalah nelayan, ada beberapa masyarakat yang membuat anyaman dari daun koli (nyiru, bakul, sanumpa, dan lain-lain), dan beberapa lainnya menjual kemiri dan asam.

Sejarah Gereja Ebenhaizer Apuri

Menurut bapak Djonisius gereja ini dibangun untuk menjawab keluhan warga jemaat yang pada waktu itu telah mengenal Injil yang dibawakan oleh bapak Tulehere. Bapak Tulehere merupakan Guru Injil yang memperkenalkan Injil kepada masyarakat Pura pada zaman dahulu. Injil yang dibawa masuk ke dalam Pulau Pura menggunakan nama Lahatala yang merupakan sebutan Tertinggi yang biasa digunakan untuk menyebut Yang Maha Kuasa. Setelah memperkenalkan Tuhan dengan nama Lahatala bapak Tulehere kemudian membangun sebuah gereja di Palakang untuk seluruh masyarakat Pulau Pura. Masyarakat Apuri yang telah percaya kepada Allah ini ikut menunaikan ibadah di gereja Palakang. Tetapi sampai ke gereja Palakang masyarakat Apuri harus menempuh perjalanan melewati beberapa kampung yaitu Timungabang, Latang, dan Harilolong.

Perjalanan yang cukup jauh membuat adanya beberapa keluhan datang dari masyarakat Apuri. Jauhnya jarak tersebut membuat masyarakat Apuri di tengah keterbatasan mereka, berusaha membangun sebuah gedung gereja untuk digunakan

(24)

13

sebagai tempat ibadah. Gedung gereja itu kemudian diberi nama Gereja Ebenhaizer Apuri yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1925. Setelah membangun gereja Ebenhaizer Apuri, gereja itu kemudian diambil alih oleh bapa Petrus Milu teman sekerja bapak Tulehere untuk memberitakan Injil di Pulau Pura. Penatua pertama Gereja Ebenhaizer Apuri adalah bapak Bernabas Atacay.40

Gedung kebaktian gereja Ebenhaizer Apuri ini telah di pindahkan ke lokasi yang lain dan dibangun baru karena bangunan gereja pertama sudah sangat lama dan bangunannya sudah tidak kokoh lagi. Setelah membangun gereja yang baru gereja yang lama itu kosong dan tidak lama setelah itu gereja tersebut dirobohkan oleh kesepakatan bersama jemaat Ebenhaizer Apuri. Semua hal yang mengenai gereja biasanya kita diskusikan bersama-sama dengan jemaat terlebih dahulu.41

Tenang Eli Mule Noa

Tenang Eli Mule Noa merupakan suatu filosofi yang menjadi dasar bagi kehidupan masyarakat Pura terutama Apuri secara khusus dalam menjalani kehidupan mereka. Semua praktek adat yang dilakukan dalam kampung Apuri didasari oleh Tenang Eli Mule Noa. Lego-lego, makan adat, upacara perdamaian, tradisi atap rumah, merupakan beberapa praktek adat dari filosofi masyarakat Apuri tersebut. Masyarakat Apuri menjadikan Tenang Eli Mule Noa lagu yang berisikan pantun berbalas-balasan dalam Lego-Lego (laki-laki dan perempuan saling berpegang tangan dan menari selaraskan kaki dengan musik dan pantun mengitari berputar mengitari satu pohon yang disebut Lelang). Lagu tradisi Tenang Eli Mule Noa ini bertujuan untuk memanggil seluruh orang yang ada di kampung agar tetap saling mengasihi, tidak ada perkelahian, saling membantu, seiya dan sepikir. Lagu dalam lego-lego itu diiringi dengan bunyi gong dengan sentak sentakan. Lagu yang dinyanyikan tersebut berisi pantun berbalas-balasan seperti ini:

Pantun : Tenang, Tenang eli ba Mapi ooo tenang e eli ohohe Sahut : Mule noa ee o ohohe helerohe

40 Hasil wawancara dengan bapak Djonisius 11 Agustus 2019 41

(25)

14

Mapi ooo e mule noa ee Pantun : Mule, no aba

Mapi oo mule noa ohohe Sahut : Tenang eli eee ohoho helerohe

Mapi ooo e tenang eli e

Lagu ini memiliki arti Tenang Eli adalah hidup bersatu, Mapi Tenang Eli: mari kita hidup bersatu, seiya sekata, sepenanggungan satu dengan yang lain. Mule Noa: kehidupan yang penuh persatuan (damai). Mapi Mule Noa: mengajak masyarakat sekampung untuk hidup bersatu dan ingin menumbuh kembangkan rasa persatuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian untuk upacara atap rumah dan upacara perdamaian biasanya dilakukan oleh para orang tua-tua adat yang sesuai dengan Tenang Eli Mule Noa.42

Makna dan Pengaruh Tenang Eli Mule Noa di Jemaat Ebenhaizer Apuri

Menurut tokoh adat Bai Nata Tenang Eli Mule Noa merupakan peninggalan nenek moyang yang diyakini dan dipercaya sejak dahulu kala. Tenang Eli Mule Noa memiliki arti cinta kasih. Tenang Eli Mule Noa menjadi lagu yang memiliki arti saling mengasihi, saling mencintai, saling membantu, saling menopang satu dengan yang lain. Sulit untuk menjelaskan kapan Tenang Eli Mule Noa ini diberlakukan tetapi sudah dipercaya sejak dahulu kala.

Intinya sejak dahulu kala Tenang Eli Mule Noa mengajarkan untuk masyarakat Apuri tidak ada pertengkaran dan kebencian. Apabila terdapat hal-hal yang bertentangan dengan Tenang Eli Mule Noa maka masyarakat tidak diperkenankan untuk melaksanakan upacara adat di Apuri. Tenang Eli Mule Noa ini juga mengatur struktur kekeluargaan agar tidak terjadi perselisihan. Bahasa adat yang dibicarakan dalam upacara adat harus sesuai dengan Tenang Eli Mule Noa dan berasal dari seorang kakak tertua. Apabila dalam upacara tersebut seorang adik ingin berbicara maka ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada kakaknya. Izin yang

42

(26)

15

diberikan pun harus diawali dengan kata-kata pengantar dari seorang kakak dalam keluarga.43

Menurut bapak Julius sebenarnya Tenang Eli Mule Noa ini bisa juga disambung menjadi Tenang Eli Mule Noa, Tomi Nu, Taha Nu. Bahasa ini memiliki arti saling mencintai, saling mengasihi, sehati, sejiwa, dan sepikir. Namun untuk mempersingkat bahasa adat tersebut, masyarakat Apuri biasa menyebut Tenang Eli Mule Noa. Tenang Eli Mule Noa menuntut untuk saling mengasihi satu dengan yang lain, saling membantu dan semua yang berkaitan dengan hidup bersama dan aman.

Tenang Eli Mule Noa ini meluas ke seluruh aspek. Berbicara tentang adat maka Tenang Eli Mule Noa merupakan dasar bagi segala upacara adat yang terdapat di pulau Pura khususnya Apuri. Jika berbicara di kalangan pemerintahan, pendidikan, dan lain-lain selama itu dilaksanakan di Apuri maka filosofi inilah yang menjadi prinsip utama. Berbagai kegiatan yang hendak dilaksanakan di Apuri harus diawali dengan upacara pembukaan Tenang Eli Mule Noa. Setelah melakukan penyambutan acara selanjutnya dapat dilaksanakan. Adapula praktek-praktek adat dari Tenang Eli Mule Noa seperti Lego-lego, makan adat, upacara atap rumah, upacara perdamaian, dan upacara adat lainnya. Tenang Eli Mule Noa sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Apuri. Menurut orang tua dahulu kala Tenang Eli Mule Noa ini sangat sakral sehingga tidak seharusnya seseorang melanggarnya. Kondisi iklim Apuri yang gersang, berbatu, air yang jauh ini membuat Tenang Eli Mule Noa berhasil menjaga eksistensinya yaitu menjadi pegangan masyarakat dalam berinteraksi satu dengan yang lainnya.44

Tenang Eli Mule Noa di Kalangan Pemuda

Menurut bapak Musa Tenang Eli Mule Noa dikalangan pemuda dapat dikatakan sedikit punah. Beberapa pemuda bahkan tidak mengetahui makna Tenang Eli Mule Noa. Mereka hanya mengetahui bahwa Tenang Eli Mule Noa adalah dasar bagi kehidupan masyarakat setempat namun jika dipertanyakan makna Tenang Eli Mule Noa maka akan sulit untuk mereka jabarkan. Dahulu praktek-praktek Tenang

43 Hasil wawancara dengan Bai Nata 12 Agustus 2019 44

(27)

16

Eli Mule Noa dilaksankan berhari-hari. Sejauh apapun jarah yang harus ditempuh masyarakat akan berbondong-bondong mengikutinya, namun hal itu tidak terjadi lagi dalam kehidupan pemuda Apuri. Contohnya, dahulu Lego-Lego akan dilaksanakan berhari-hari namun sekarang tidak lagi karena para pemuda ingin berjoget. Dahulu kala meja untuk makan adat akan dibuat sepanjang mungkin karena minat dari pemuda besar namun saat ini meja hanya di buat secukupnya untuk para tua-tua adat.45

Menurut seorang pemuda bernama Lazarus, garis besar Tenang Eli Mule Noa itu46 ialah tidak ada keributan, tidak ada kekacauan dalam rumah tangga, kakak beradik hidup berdamai, semua hidup bersahabat. Tenang Eli Mule Noa ini sudah dari nenek moyang, dan orang tua-tua menggunakan Tenang Eli Mule Noa dalam berbagai upacara adat. Tenang Eli Mule Noa merupakan bahasa yang sebenarnya memiliki aturan dan norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi dalam kehidupan sekarang ini, sebagai pemuda Lazarus menyampaikan bahwa manusia tidak mungkin hidup aman selamanya. Aksentuasi pemuda saat ini adalah segala hal yang dapat menyenangkan hati. Praktek-praktek adat Tenang Eli Mule Noa memudar karena beberapa pemuda Apuri merantau dan kembali ke kampung dengan kebiasaan yang terlihat menarik. Pemuda yang berada di kampung mencari tau dan kemudian mengikutinya. Di samping itu juga, karena hampir sebagian dari pemuda telah menggunakan smarthphones sehingga mencari tahu tentang hal-hal modern tidak lagi menjadi rumit. Setelah mencari dan didapati bahwa hal itu menarik maka pemuda mencoba untuk mempraktekannya di kampung.47

Seorang pemuda bernama Noni, ia mengatakan bahwa sebagai pemuda tidak banyak yang ia ketahui tentang arti dari Tenang Eli Mule Noa48. Responden hanya mengetahui tentang praktek-praktek adat dari Tenang Eli Mule Noa seperti Lego-Lego. Ia mengakui bahwa ketika kembali dari rantauan ada perubahan yang terjadi di

45 Hasil wawancara dengan bapak Musa 15 Agustus 2019 46

Perlu di ketahui bahwa ketika responden mengatakan hal ini ia diam cukup lama dan nada suaranya terbata-bata.

47 Wawancara dengan kakak Lasarus 16 Agustus 2019

48 Ketika responden mengatakan ini ia meminta saya untuk menjelaskan sedikit kepadanya

(28)

17

dalam perkampungan. Kebiasaan-kebiasaan dalam bertegur sapa oleh pemuda sedikit berbeda. Tidak sedikit pemuda yang menggunakan kata-kata kasar dalam bertegur sapa atau dalam mengungkapkan emosi mereka. Menurut Noni hal ini terjadi karena media Televisi yang nikmati oleh masyarakat saat ini. Berbagai tayangan kebiasaan yang menggunakana kata-kata kasar dalam sinetron dilihat oleh para pemuda dan timbul keinginan untuk melakukan hal yang sama. Akibatnya hilang apresiasi terhadap aturan tata krama dan sopan santun Tenang Eli Mule Noa. Pemuda sibuk mencari hal yang menurut mereka baik, enak, senang, namun sebenarnya itu merusak nilai moral budaya Tenang Eli Mule Noa. Lego-Lego diganti dengan bergoyang. Saat ini sangat sedikit pemuda yang menghadiri upacara adat di Lelang49.50

Menurut Bapak Julius ada beberapa hal yang menyebabkan memudarnya Tenang Eli Mule Noa, pertama dari segi pemerintah. Semenjak adanya pemerintah yang bertugas di kampung maka segala masalah yang terjadi dalam kampung akan dibawa ke pemerintah. Terlebih lagi sejak Polisi bertugas di kampung, masyarakat mulai mengerti peran dan tugas Polisi, sehingga masyarakat memilih melaporkan masalah kepada Polisi agar diproses atau dituntut dibandingkan dengan mengadakan upacara perdamaian.

Kedua, dari segi pendidikan. Buku-buku pendidikan yang digunakan oleh anak-anak sekolah dibawa dari kota sehingga pelajaran yang mereka pelajari tidak sesuai dengan budaya setempat. Begitu pula dengan orang dewasa yang telah berpendidikan tinggi lebih mengutamakan logika dibandingkan dengan hati nurani. Masyarakat yang telah menganggap diri pintar akan memilih menggunakan apa yang dipelajari dibandingkan dengan tradisi Tenang Eli Mule Noa. Beberapa hal inilah yang mengakibatkan apresiasi terhadap Tenang Eli Mule Noa menurun.51

49Lelang merupakan tempat yang terdapat pohon beringin yang tinggi dan besar.Tempat ini

merupakan tempat berkumpulnya seluruh masyarakat untuk melakukan upacara adat.

50 Hasil wawancara dengan kakak Noni 19 Agustus 2019 51

(29)

18

Upaya Gereja dalam Merevitalisasi Tenang Eli Mule Noa

Narasumber Mistis Talan mengatakan bahwa, selama menjabat sebagai Ketua Majelis Gereja Ebenhaizer Apuri yang telah ditempatkan cukup lama di Apuri, ia mengaku dalam memimpin gereja tersebut selalu menekankan tentang Tenang Eli Mule Noa kepada jemaat. Walaupun sebagai Ketua Majelis, ia terbatas dalam memahami makna tradisi tersebut sebab Tenang Eli Mule Noa menggunakan bahasa daerah. Namun jika dikaitkan dengan Injil maka selalu ia sampaikan melalui pemberitaan firman. Pemberitaan firman yang diberikan sebisa mungkin menekankan tentang Tenang Eli Mule Noa atau juga dalam setiap suara gembala setelah kebaktian minggu. Contohnya: di Apuri telah terjadi satu masalah sederhana yang berkibat fatal yaitu, beberapa orang membawa pukat besar untuk menangkap ikan. Awalnya mereka berjanji pukat itu akan mereka tebarkan di tempat lain (kampung kosong) tetapi akhir-akhir ini mereka gunakan juga di pantai kampung. Hal ini menimbulkan kekacauan kepada orang-orang tua yang masih menggunakan bubu52 untuk menangkap ikan. Masalah ini membuat Ketua Majelis bekerja sama dengan pemerintah setempat (Kepala Desa) untuk menghimbau masyarakat agar merenungkan kembali Tenang Eli Mule Noa. Menghargai sesama juga menjaga kampung Apuri tercinta.

Selajutnya usaha gereja dalam melestarikan Tenang Eli Mule Noa di kalangan pemuda, awalnya pendeta melakukan perkunjungan secara langsung ke jemaat untuk mengetahui seberapa jauh hal itu (Tenang Eli Mule Noa) mempengaruhi kehidupan jemaat terkhusus pemuda. Ia dapati bahwa ada pengaruh-pengaruh baru yang dibawa masuk oleh orang pura yang berdomisili di kalabahi atau di kota. Pengaruh itu masuk dan kemudian diterima oleh pemuda di kampung Apuri. Gereja berusaha untuk mengikutsertakan para pemuda dalam setiap kegiatan gereja yang berkaitan dengan Tenang Eli Mule Noa, seperti pengresmian gereja, rencana acara 100 tahun gereja Ebenhaizer, dan kegiatan lainnya. Begitu juga dengan lego-lego atau

52 Bubu merupakan alat untuk menangkap ikan yang dibuat dari bambu yang

(30)

19

makan adat, biasanya kalau ada pernikahan, atap rumah, atau kematian gereja selalu berusaha menghimbau pemuda untuk ikut serta.

Kemudian untuk usaha lebih lanjut lagi terhadap menghidupkan kembali Tenang Eli Mule Noa biasanya gereja memberikan ruang sebebas-bebasnya kepada para pengajar Katekesasi dan Sekolah Minggu agar mereka mengajarkan tentang budaya. Bagaimanapun kehidupan ini tidak bisa dipisahkan budaya, injil pun dari budaya sehingga ia merasa perlu adanya pembelajaran tentang tradisi-tradisi kampung kepada pemuda dan anak-anak. Pengajaran itu berupa ajaran tentang budaya, adat, upacara adat, bahasa adat kepada anak-anak, atau menggunakan bahasa adat dalam menjelaskan Injil seperti Tenang Eli Mule Noa. Namun memang sedikit kendalanya adalah sebagian pemuda yang telah dewasa yang telah mengerti internet, media sosial dan lain-lain menarik diri dari hal-hal yang berkaitan dengan adat.53

Perubahan Nilai Tenang Eli Mule Noa

Berdasarkan teori dan penelitan yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat dilihat bahwa nilai Tenang Eli Mule Noa yang selama ini mempengaruhi seluruh aspek kehidupan jemaat Ebenhazer Apuri mulai memudar. Dalam kebudayaan yang membentuk kehidupan masyarakat tentu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi bermacam-macam. Ada perubahan yang terjadi dengan cepat dan ada juga perubahan secara perlahan. Davis menekankan bahwa untuk suatu masyarakat dikatakan telah mengalami perubahan dalam kebudayaan apa bila telah terjadinya perubahan sosial yang berkaitan dengan perubahan kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat sebagai falsafah hidup, aturan-aturan yang yang tidak seharusnya dilanggar, serta bentuk organisasinya.54 Jemaat Ebenhaizer Apuri terkhususnya dalam pergaulan pemuda telah terjadinya perubahan terhadap nilai budaya Tenang Eli Mule Noa yang selama ini ada. Sisi kesenian sebenarnya dapat dilihat dari beberapa praktek adat seperti pantun dalam lego-lego, cara memukul gong tidak lagi diketahui oleh para pemuda Apuri saat ini. Selanjutnya dari sisi falsafah hidup dan aturan-aturan Tenang Eli Mule Noa tidak lagi menjadi utama dalam kehidupan masyarakat atau

53 Hasil wawancara dengan bapak Mistis Talan 20 Agustus 2019 54

(31)

20

pemuda. Perubahan itu terlihat dari beberapa pertanyaan yang penulis tanyakan ke pemuda, jawaban yang diberikan tentang pemahaman mereka terhadap budaya Tenang Eli Mule Noa sangatlah menipis.

Beberapa perubahan sosial budaya yang terjadi oleh pemuda Ebenhaizer Apuri ini, sama seperti yang di katakana oleh Max Weber tentang esensi perubahan yang terjadi terletak pada perubahan dari tradisioanal ke rasionalitas, yang terlihat dari bidang ekonomi, sosial, politik, dan budayanya.55 Masyarakat Apuri telah berusaha untuk menemukan diri mereka dengan cara yang berbeda. Rasionalitas yang dikejar oleh masyarakat membuat nilai tradisional yang selama ini membantu mereka dari iklim tempat tinggal menjadi berkurang. Tidak ada lagi nilai sosial, hidup bersama, saling membantu sebagai satu kesatuan dan saudara bersaudara sesuai dengan makna Tenang Eli Mule Noa, namun hidup dengan keegoisan masing-masing. Cukup disayangkan bahwa kampung Apuri merupakan kampung yang dibentuk dengan nilai-nilai budaya yang mengatur semua aspek menjadi pudar. Nilai-nilai yang selama ini membentuk kehidupan yang harmonis hilang karena adanya pemikiran-pemikiran baru yang masuk dan kemudian menggerogoti semua nilai budaya yang ada.

Menurut Narasumber Bapak Julius, ia mengatakan bahwa terjadinya perubahan Tenang Eli Mule Noa ini dapat dilihat dari berkurangnya upacara perdamaian yang dilakukan di kampung. Orang-orang kini lebih memilih melaporkan masalah ke polisi dan kemudian di proses oleh polisi. Hal selanjutnya juga karena masyarakat telah mengenal Injil dan ke gereja sehingga muncul anggapan bahwa upacara adat tidak lagi penting.56

55 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, 164. 56

(32)

21

Faktor Terjadinya Perubahan Sosial Budaya Tenang Eli Mule Noa

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan nilai Tenang Eli Mule Noa cukup beragam. Ada 3 faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial menurut Indraddin dan Irwan yaitu faktor sosial, faktor psikologis,

faktor budaya.57 Untuk masyarakat Apuri faktor sosial yang mengakibatkan

memudarnya Tenang Eli Mule Noa adalah penetrasi sistem pemerintah dalam kampung. Masuknya pemerintah dengan segala aturan baru mengakibatkan masyarakat mencoba aturan tersebut dan pada akhirnya meninggalkan aturan lama yang telah menuntun mereka selama ini. Menurut penulis hal ini terjadi karena tidak ada kerja sama antara pemerintah dan juga tokoh adat setempat. Akibatnya apabila terjadi permasalahan di kampung pemerintah lebih megikuti cara pemerintah yang jelas berbeda dengan upacara perdamaian Tenang Eli Mule Noa. Selanjutnya faktor

psikologis yang mempengaruhi ialah meningkatnya masyarakat yang berpendidikan

di kampung. Pendidikan merupakan hal yang positif dalam kehidupan namun dalam kasus masyarakat Apuri sedikit berbeda. Masyarakat yang berpendidikan kemudian menjunjung tinggi akan rasionalitas. Rasionalitas yang ingin dicapai oleh masyarakat pada akhirnya meredupkan tradisi. Selanjutnya dari Faktor budaya, kurangnya ajaran tentang budaya oleh para orang tua di kampung kepada para pemuda. Menurut penulis salah satu akibat paling krusial adalah tidak adanya pengajaran oleh orang tua kepada pemuda tentang nilai-nilai moral, agama, dan adat istiadat Tennag Eli Mule Noa karena anggapan bahwa para pemuda akan mengetahui tradisi tersebut dengan sendirinya.

Menurut Nurani Soyomukti terjadinya perubahan dalam kebudayaan karena terjadinya discovery dan invention, discovery dan invention merupakan faktor perubahan yang terjadi karena adanya perubahan baru. Terjadinya perubahan nilai Tenang Eli Mule Noa karena adanya beberapa pemuda yang keluar kampung untuk merantau dan kemudian kembali dengan membawa kebiasaan-kebiasaan baru. Kebiasaan-kebiasaan baru yang terlihat sangat menarik tersebut awalnya

(33)

22

diperkenalkan berupa invention, ilmu pengetahuan yang sekedar diperlihatkan namun pada akhirnya berkembang menjadi discovery, dimana ilmu pengetahuan baru yang diperkenalkan berubah lebih dominan dibandingkan dengan yang telah ada.

Terjadinya perubahan budaya Tenang Eli Mule Noa di kalangan pemuda ini juga disebabkan oleh Difusi.58 Seolah mendukung pengetahuan baru yang masuk dalam bentuk modernisasi atau kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan Tenang Eli Mule Noa, para pemuda menikmati modernisasi yang diperkenalkan dari individu atau beberapa orang kemudian diterima oleh pemuda dan membentuk suatu lingkarang besar yang menikmati hal baru tersebut. Pada akhirnya perubahan itu berkembang menjadi asimilasi. Asimilasi merupakan bentuk dari satu proses sosial yang telah lanjut dan yang ditandai oleh makin berkurangnya perbedaan antara individu-individu dan antar kelompok-kelompok, dan makin eratnya persatuan aksi, sikap, dan proses mental yang berhubungan dengan kepentingan dan tujuan yang sama.59 Pemuda yang menyukai akan hal baru tersebut menjadi lebih luas dan pada akhirnya mempengaruhi tidak saja pemuda namun beberapa orang tua.

Phil. Astrid S. Susanto membagi salah satu penyebab terjadinya perubahan sosial budaya yaitu social mobility.60 Penulis sependapat dengan hal ini karena dilihat dari hasil penelitian dengan beberapa pemuda, perubahan yang terjadi juga karena

social mobility. Pertama, teknologi yang modern seperti masuknya media Televisi ke

dalam kampung. Pemuda menikmati berbagai tayangan sinetron yang tidak mendidik moral mereka dan menwarkan pergaulan yang berbeda dengan budaya setempat. Apa yang ditayangkan berbeda dengan kebiasaan mereka, sehingga terkesan menarik perhatian pemuda dan pada akhirnya mereka ingin untuk menerapkannya dalam kehidupan. Kedua, pemuda-pemuda telah menggunakan Smartphone yang dapat mengakses segala hal untuk mendukung jiwa muda mereka dan berlaku sama dengan budaya lain yang mereka temui dan lihat dari internet. Sebenarnya tidak perlu melihat terlalu jauh ke orang-orang kota yang datang ke kampung, pemuda yang tinggal di

58 Dr. Baqsrowi, M.S, Pengantar Sosiologi,165. 59 Nurani Sayomukti, Pengantar Sosiologi, 446. 60

(34)

23

kampung pun telah mengenal internet dan dapat mengakses kehidupan modern melalui internet.61

Revitalisasi Budaya Tenang Eli Mule Noa oleh Gereja

Harus dipahami bahwa Agama merupakan representasi dari budaya yang kemudian berkembang menjadi satu kesatuan dan nilai serta memiliki aturan didalamnya. Oleh sebab itu budaya serta agama merupakan satu garis yang tak bisa dipisahkan. Namun apabila budaya yang awalnya membentuk kehidupan mulai pudar akibat beberapa hal baru maka ini menjadi sangat krusial. Agama perlu berwaspada terhadap fenomena perubahan yang terjadi. Satu-satunya agama dalam kampung Apuri adalah Kristen Protestan, artinya gereja punya peran yang besar dalam mencari usaha untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang telah hampir punah.

Kamaruddin dan Putut mengatakan perlu adanya revitalisasi budaya dalam proses menumbuhkan kembali daya hidup, ruh, gairah atau kekuatan.62 Menurut Ketua Majelis Gereja Ebenhaizer Apuri, mereka telah berusaha untuk menghidupkan kembali Tenang Eli Mule Noa agar dapat tertanam didalam jiwa dari para pemuda-pemudanya. Beberapa usaha yang dipaparkan adalah adanya pengajaran dalam katekesasi dan juga sekolah minggu. Hal ini dilakukan agar dapat menghidupkan Tenang Eli Mule Noa kembali terutama dalam kehidupan para pemuda. Sebagai generasi penerus maka sudah seharusnya nilai dari Tenang Eli Mule Noa ini diajarkan kepada mereka. Tidak saja pemuda tetapi juga diajarkan sejak dini kepada anak-anak di sekolah minggu oleh guru mereka mengerti tentang bagaimana berperilaku sesuai dengan injil dan juga budaya.63

Konotasi revitalisasi budaya ialah “dihidupkan” agar tidak rusak, musnah maupun hilang, sehingga ada keberlanjutan (continuity) hidup kembali atau masih eksis kembali.64 Oleh karena itu gereja berusaha menjelaskan tentang Tenang Eli Mule Noa melalui pemberitaan firman. Pemberitaan Firman yang kabarkan kadang kala mengikuti budaya dari Tenang Eli Mule Noa. Terutama tentang kasih, sesama,

61 Hasil wawancara dengan kakak Lasarus 16 Agustus 2019

62 Kamarudin HIdayat & Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia, 156. 63 Hasil wawancara dengan Bapak Mistis Talan 20 Agustus 2019 64

(35)

24

saling membantu dan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan baik, gereja memasukkan nilai-nilai budaya di dalamnya. Dalam praktek-praktek adat gereja berusaha menghimbau kepada pemuda agar dapat mengikutsertakan diri dalam setiap upacara adat. Awalnya cara untuk mengajak para pemuda adalah memanggil mereka untuk membantu kegiatan-kegiatan gereja. Dengan begitu mereka merasa bahwa ada yang peduli. Namun usaha untuk menghidupkan kembali Tenang Eli Mule Noa ini sedikit terhalang dengan beberapa pemuda yang telah benar-benar meninggalkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan mereka sehingga usaha ini terkesan tidak bermanfaat.

Kesimpulan

Budaya merupakan tradisi yang dilakukan oleh beberapa orang yang kemudian menjadi warisan bagi generasi yang hidup setelahnya. Budaya itu membentuk setiap cerita dalam kehidupan dan mempengaruhi sifat serta perilaku secara bersama-sama. Tenang Eli Mule Noa filosofi masyarakat Pura yang dalam perkembangannya berhasil mewujudkan akan kasih, sukacita, damai sejahtera, kelemah lembutan, dan juga penguasaan diri dalam kehidupan masyarakat Apuri. Pengertian Tenang Eli Mule Noa telah menjawab segala pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana manusia harus hidup secara berdampingan memberikan kejelasan bahwa Injil dan budaya tidak dapat dipisahkan. Injil akan terus menjadi satu kesatuan yang erat dengan budaya karena keduanya memiliki narasi serta historis yang saling berkaitan. Namun masuknya berbagai kebiasaan yang baru, gaya hidup yang serba instan dan hanya memikirkan diri pribadi secara eksplisit mengakibatkan nilai budaya Tenang Eli Mule Noa memudar. Masuknya kebiasaan yang baru tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya pada masyarakat Apuri.

Saran

Menurut penulis dalam perkembangan masyarakat yang terus bergerak baik secara pola pikir dan kebiasaan, Tenang Eli Mule Noa ini kemudian kehilangan makna yang sesungguhnya. Akibat pengaruh globalisasi dan modernisasi yang mewarnai kehidupan hampir sebagian penduduk yang berbudaya saat ini, Tenang Eli Mule Noa seakan memudar akibat masuknya kebiasaan baru yang lebih menarik

(36)

25

banyak perhatian masyarakat terukhususnya pemuda. Dengan pengaruh-pengaruh yang masuk dalam kehidupan masyarakat Apuri, maka menurut saran yang diberikan oleh penulis adalah revitalisasi budaya Tenang Eli Mule Noa menjadi jalan yang seharunya diambil oleh gereja dalam mempertahankan budaya atau bahkan menghidupkan budaya yang telah memudar akibat perubahan sosial. Menurut penulis alasan utama usaha dari gereja belum maksimal adalah karena gereja belum melakukan tindakan secara nyata dalam menghidupkan kembali Tenang Eli Mule Noa ini. Beberapa cara sebenarnya bisa dilakukan oleh gereja misalnya cerdas cermat Alkitab yang di dalamnya juga terdapat cerdas cermat untuk budaya setempat. Memberikan rasa tertarik dari anak-anak untuk menggali lebih dalam lagi tentang budaya mereka. Gereja juga bisa melakukan lomba untuk lego-lego atau paling tidak pantun berbalas-balasan untuk para pemuda. Gereja sebenarnya dapat membuat satu pengajaran tentang budaya dalam bulan bahasa dan budaya yang telah ditetapkan oleh GMIT pada bulan Mei. Agar setiap pemberitaan firman tentang kasih yang digambarkan dalam budaya Tenang Eli Mule Noa tidak hanya menjadi suatu kata-kata yang kosong tanpa pembuktian.

Saran berikutnya kepada mahasiswa yang ingin meneliti lebih lanjut lagi terhadap tradisi Tenang Eli Mule Noa, ada baiknya untuk meneliti tentang upacara adat perdamaian yang didasari dengan Tenang Eli Mule Noa dilihat dari perspektif Konseling Pastoral. Menurut penulis dengan meneliti melalui perspektif Konseling Pastoral maka akan memberikan sumbangsih baru terhadap metode Pastoral melalui tradisi. Mahasiswa juga bisa meneliti Tenang Eli Mule Noa dalam perspektif lintas agama. Bagaimana Tenang Eli Mule Noa menyatukan dua kampung yang berbeda keyakinan, agama Kristen dan Islam dalam kerekatan sosial yang erat. Hal-hal ini dapat menjadi pembuktian bahwa agama dan budaya tidak dapat dipisahkan melainkan agam dan budaya adalah satu kesatuan.

(37)

26

Buku:

Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius,1992.

Hadi, Y. Sumandiyo. Revitalisasi Tari Tradisional. Yogyakarta: Cipta Media, 2018. Hidayat, Kamarudin & Putut Widjanarko, Reinventing Indonesia; Menemukan

Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta Selatan: Penerbit MIZAN, 2008.

Indraddin & Irwan. Strategi dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Penerbit Depublish, 2016.

Jong, Kees De dan Yusak Tridarmanto. Perjumpaan Interaktif Antara Teologi dan

Budaya: Kajian tentang Pemahama Persepsi Mengenai Teologi Intelektual di Aras Akadmei dan Gerejawi. Yogyakarta: YAYASAN TAMAN PUSTAKA

KRISTEN INDONESIA, 2018.

Kartodirdjo, Sartono Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Neonbasu, Gregor, Kebudayaan Sebuah Agenda; Dalam Bingkai Pulau Timor dan

Sekitarnya. Jakarta: Gramdia Pustaka Utama, 2013.

Panjaitan, Ade Putra. Korelasi Kebudayaan dan Pendidikan: Membangun Pendidikan

Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.

R, Raco J. Metode penelitian kualitatif: Jenis, Krakteristik dan Keunggulan. Jakarta: PT Grasindo, 2010.

Sayomukti, Nurani. Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis. Teori, & Pendekatan

Menuju Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial, & Kajian-Kajian Strategis. Jokjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2016.

S, Basrowi, M. Pengantar Sosiologi. Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2005.

S, Erwati Waridah S. Kamu Bahasa Indonesia. Jakarta Selatan: Penerbit Bmedia, 2017.

(38)

27

Setyawan, Yusak B dan Nicky Sousisa. Perdamaian dan Keadilan: Dalam Konteks

Indonesia yang Multikultural dan Beragam Tradisi. Jakarta: PT BPK Gunung

Mulia, 2017.

Setyawan,Yusak B. Hermenueutik Perjanjian Baru: Dengan Pendekatan-pendekatan

Kritis. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2017.

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. Sosiologi Sauatu Pengantar. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2013.

Sudiarja, A. Agama yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Susanto, Happy. Panduan Lengkap Menyusun Proposal. Jakarta: Transmedia Pustaka, 2010.

Susanto,Phil. Astrid. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Bandung: Binacipta.

Sutardi, Tedi. Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007.

Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada, 2011.

Tilaar,H. A. R. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional; Dalam Perspektif

Abad 21. Magelang: Penerbit Tera Indonesia, 1998.

Jurnal dan Artikel Online:

Djobo, Thesa Dewi Anggraini. Taramiti Tominuku Tamengmeti Akengnuku. Salatiga; Universitas Kristen Satya Wacana.

https://www.bappenas.go.id/files/3113/5228/3135/9.pdf

Mubah,A. Safril. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suhu air yang paling baik bagi sintasan dan pertumbuhan benih ikan betutu yang dipelihara dengan sistem resirkulasi adalah kondisi suhu

untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut..d. Dilihat dari

DIRASAKAN DI PERMUKAAN BUMI KARENA ADANYA GERAKAN, TERUTAMA YANG BERASAL DARI DALAM LAPISAN BUMI.

20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (Studi Di Kota Medan). Permasalahan yang diajukan adalah bagaimana praktik perdagangan barang tiruan yang menggunakan

[3] Berdasarkan inilah muncul sebuah ide untuk merekayasa sebuah alat transportasi yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan pariwisata di Kepulauan Karimunjawa yang

Manfaat yang diperoleh daripenetapan kadar glukosa dan sukrosa pada madu adalah agar dapat mengetahui bahwa madu hutan dan madu sachet yang dipasarkan memenuhi persyaratan kadar

Hero Supermarket sebagai perusahaan retail, saat ini cukup bersaing ketat dengan perusahaan lain sehingga penulis ingin mengetahui bagaimana tingkat kepuasan konsumen pada segi

Rasa makanan merupakan paduan beberpa persepsi, yaitu bau, rasa, dan peraba. Dengan bertambahnya usia, indra perasa, dan reseptor penciuman akan berkurang jumlahnya. Pertambahan