• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA JUDUL"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

JUDUL

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK

TJ DENGAN RISIKO JATUH DI WISMA BUNGUR

SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

AULIA MAULIDA 0806333644

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS

DEPOK JULI 2013

(2)

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

JUDUL

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK

TJ DENGAN RISIKO JATUH DI WISMA BUNGUR

SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

AULIA MAULIDA 0806333644

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS

DEPOK JULI 2013

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah akhir Ners yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Kepada Nenek Tj Dengan Risiko Jatuh Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti” dapat dilaksanakan denga baik. Saya menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ners ini terdapat banyak hambatan dan kesulitan. Namun, atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya saya dapat menyelesaikannya tepat waktu. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dewi Irawaty, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;

2. Ibu Widyatuti,M.Kes,Sp.Kom dan Ibu Ns.Dwi Nurviandri KW,S.Kep, M.N selaku pembimbing dan koordinator mata ajar tugas akhir peminatan gerontik yang tidak pernah bosan memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi;

3. Kedua orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan baik secara materi maupun motivasi serta mendoakan saya demi kelancaran penyelesaian karya tulis ilmiah ners ini;

4. Nenek Tj dan seluruh pihak STW yang telah membantu proses pelaksanaan asuhan keperawatan;

5. Sahabat dan teman-teman saya yang telah memberi doa, masukan, dukungan, serta waktu untuk mendengarkan keluh kesah kami;

6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun sangat membantu penelitian ini.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ners ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun sehingga di masa yang akan datang dapat membuat penelitian yang lebih baik. Saya berharap semoga hasil karya tulis ilmiah ners ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Depok, Juli 2013

(6)

vi

(7)

vii

ABSTRAK

Nama : Aulia Maulida Program Studi : Ners

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan

Kesehatan Masyarakat Perkotaan Kepada Nenek Tj Dengan Risiko Jatuh Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Pelayanan lansia yang ada di perkotaan ialah Sasana Tresna Werdha (STW). Lansia yang berada di STW berisiko mengalami masalah kesehatan. Lansia yang berada di institusi seperti STW mengalami jatuh lebih sering daripada yang berada di komunitas. Mahasiswa yang berperan sebagai perawat melakukan asuhan keperawatan dengan risiko jatuh kepada nenek Tj di Wisma Bungur STW Karya Bhakti mulai tanggal 7 Mei – 22 Juni 2013. Intervensi utama yang dilakukan ialah latihan keseimbangan. Hasil dari latihan keseimbangan yang dilakukan ialah adanya peningkatan nilai skala keseimbangan Berg (BBS), yaitu dari 35 menjadi 49. Implementasi terkait risiko jatuh yang dilakukan menunjukkan hasil positif yaitu tidak terjadi jatuh selama pemberian asuhan keperawatan. Rekomendasi untuk pihak STW ialah adanya perawat sebagai penanggung jawab wisma yang dapat memberikan asuhan keperawatan terkait jatuh dan melakukan latihan keseimbangan minimal tiga kali dalam sepekan dengan durasi minimal 30 menit.

(8)

viii

ABSTRACT

Name : Aulia Maulida Study Program : Ners

Title : Analysis of Clinical Practice Urban Public Health Nursing To Nenek Tj with Risks of fall In Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Elderly services in urban areas is Sasana Tresna Werdha (STW). Elderly in STW have risk of health problems. Elderly who are in institutions such as STW to fall more often than it has been in the community. As a student nurse to perform nursing care at risk of falling to Nenek Tj in Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti started on 7 May to 22 June 2013. The main intervention was performed balance exercises. Results of balance exercises done is an increase in the value of Berg Balance Scale (BBS), 35 to be 49. Risks related to the implementation of fall have shown positive results which do not happen to fall during the provision of nursing care. Recommendations for the STW is the nurse in charge of the guesthouse that can provide nursing care related to falls and balance exercises at least three times a week with a minimum duration of 30 minutes.

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .iii

KATA PENGANTAR ...iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...v

ABSTRAK ...vi

DAFTAR ISI ……….. ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x BAB 1 PENDAHULUAN... .1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ...6 1.4 Manfaat Penelitian ... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...8

2.1 Konsep Lansia ... ..8

2.1.1 Risiko Jatuh pada Lansia…...8

2.1.1.1 Definisi Risiko Jatuh pada Lansia. ...8

2.1.1.2 Penyebab Jatuh ...9

2.1.1.3 Pencegahan Jatuh ...9

2.1.1.4 Instrumen Penilaian Jatuh ... 11

2.1.2 Keseimbangan Pada Lansia...13

2.2 Asuhan Keperawatan Lansia Perkotaan ... 15

2.2.1 Masalah Kesehatan Lansia Perkotaan. ...15

2.2.2 Peran Perawat dalam Pencegahan Jatuh...16

2.2.3 Panti Sasana Tresna Werdha. ...17

2.3.4 Karakteristik Lansia di PSTW...18

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ... 19

3.1 Pengkajian ... 19

3.1.1 Identitas ...19

3.1.2 Alasan Tinggal di STW...19

3.1.3 Riwayat Kesehatan ...19

3.1.4 Kebiasaan Sehari- hari ...20

3.1.5 Pemeriksaan Fisik ...23

3.1.6 Informasi Penunjang ...25

3.2 Diagnosa Keperawatan ... 25

3.3 Rencana Intervensi Keperawatan ... 26

3.4 Implementasi Keperawatan ... 26

(10)

ix

BAB 4 ANALISIS SITUASI ... 32

4.1 Profil Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti ... 32

4.2 Analisis Asuhan Keperawatan dengan Risiko Jatuh ... 33

4.3Latihan Keseimbangan dalam Mengatasi Masalah Jatuh pada Lansia ... 41

4.4 Implikasi Keperawatan ... 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Simpulan... 47

5.2 Saran ... 48

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

1 Universita s Indone sia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lanjut usia merupakan tahapan usia dalam akhir fase kehidupan manusia. Pada usia tersebut akan terjadi penurunan biologis, fisiologis, psikososial dan spiritual. Data yang disampaikan oleh kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) ialah jika pada tahun 1980 jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta atau 9,77 %.

Hamid (2007) memaparkan bahwa pada tahun 2010, jumlah penduduk lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Perkiraan penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 28,8 juta atau 11,34 %. Namun dengan adanya peningkatan jumlah lansia diperkirakan jumlah Lansia yang tinggal di perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%).

Peningkatan jumlah lansia di perkotaan akan berdampak dengan meningkatnya permasalahan kesehatan. Data Riskesdas 2007 menunjukkan angka kematian terbesar diperkotaan akibat stroke sebesar 15,9%, sementara itu prevalensi lainnya yaitu: hipertensi (31,7%), arthritis (30.3%), penyakit jantung (7,2%), dan cedera (7,5%). Masalah stroke akan mengakibatkan lansia mengalami penurunan sistem muskuloskeletal yang akan berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh lansia karena menyebabkan penurunan kekuatan otot, terutama otot ekstremitas bawah sehingga lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terpeleset atau tersandung (Tinetti, 1992; Kane, 1994; Reuben, 1996; Campbell & Brocklehurst, 1987 dalam Darmojo, 2004). Sedangkan Kane dan Ouslander (dalam Siburian, 2007) menjelaskan urutan tiga teratas dari masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan

(13)

Universita s Indone sia

berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar).

Penyebab lain dari kurangnya gerak yang dilakukan lansia diperkotaan disebabkan karena gaya hidup kurang produktif (Anonim, 2004). Kurangnya gerak fisik akan mengakibatkan berkurangnya massa otot, kekakuan jaringan penghubung, dan osteoporosis. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot terutama otot ekstremitas bawah, ketahanan, dan koordinasi serta terbatasnya range of motion (Miller, 2004). Masalah kurang bergerak dan ketidakstabilan lansia saat berdiri akan mudah menyebabkan lansia terjatuh.

Berdasarkan survei masyarakat di AS bahwa sekitar 30 % lansia berusia lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, setengah dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Insiden di rumah (nursing home) tercatat tiga kali lebih banyak dan lima persen dari penderita jatuh ini memerlukan perawatan di rumah sakit (Tinetti, 1992 dalam Darmojo, 2004). Pada tahun 1999, 2000, dan 2001 masing- masing tercatat sebanyak 25 pasien, 31 pasien, dan 42 pasien yang harus dirawat karena fraktur femur akibat jatuh (Maryam, dkk 2008). Dari data tersebut dapat terlihat bahwa kejadian jatuh pada lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Pogram pemerintah dalam mengatasi peningkatan jumlah lansia ialah dengan adanya pembangun Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW). PSTW merupakan wadah bagi para usia lanjut atau satu perkumpulan yang berada di suatu wilayah perkotaan dengan anggota para usia lanjut di wilayah tersebut (Harahap & Amelia, 2010). Latar belakang dilakukannya pelayanan dan pembinaan terhadap lansia di PSTW oleh Pemda DKI Jakarta, antara lain karena semakin tergesernya nilai- nilai pola keluarga kecil yang mengakibatkan terlantarnya sebagian lansia (Nataprawira, 2012).

(14)

Universita s Indone sia

Lansia yang memilih untuk tinggal di PSTW bukan bearti terbebas dari masalah jatuh. Lansia yang tinggal di institusi (panti) mengalami jatuh lebih sering daripada yang berada di komunitas karena lansia di institusi secara khas lebih rentan dan memiliki banyak disabilitas. Setiap tahunnya sekitar 30% lansia yang tinggal dikomunitas mengalami jatuh (Stanley, 2006).

Berdasarkan data yang diperoleh dari empat Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang berada di wilayah Pemda DKI Jakarta yaitu PSTW Cipayung, Ciracas, Cengkareng, dan Margaguna, riwa yat jatuh pada lansia yang dilaporkan dimasing- masing PSTW ini sepanjang tahun 2008 berjumlah 13 orang (13,1 %); 8 orang (6,8 %); 1 orang (0,6 %); dan 19 orang (12 %). Dari jumlah yang jatuh terbanyak, ada sekitar 3 orang (16 %) meninggal akibat jatuh karena faktor lingkungan dan penyakit yang diderita. Namun, sampai dengan saat ini belum adanya penelitian yang menggambarkan angka kejadian jatuh di Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti.

STW Karya Bhakti merupakan hunian terkini yang terletak di perkotaa n untuk lansia yang menginginkan hidup mandiri bersama teman-teman seusianya. STW Karya Bhakti sudah memiliki program pencegahan jatuh berupa modifikasi lingkungan dan kegiatan aktifitas fisik. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan sebagai upaya pencegahan jatuh berupa adanya senam sebanyak empat kali dalam sepekan karena diharapkan dengan adanya senam lansia akan memiliki keseimbangan tubuh dan kekuatan otot yang baik. Pada kenyataannya yang terjadi dilapangan tidak semua lansia yang ada di STW berpartisipasi dalam kegiatan senam tersebut.

Latihan fisik yang direkomendasikan untuk meningkatkan keseimbangan tubuh lansia adalah dengan latihan keseimbangan (balance exercise) yaitu aktivitas fisik yang dilakukan untuk meningkatkan kestabilan tubuh dengan meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah (Ceranski,2006 dalam Fefendi, 2008). Hal ini sesuai dengan beberapa hasil studi yang menyatakan bahwa aktivitas fisik atau latihan fisik dapat meningkatkan keseimbangan

(15)

Universita s Indone sia

tubuh untuk mencegah jatuh pada lansia (Puffer, 1996; Carmeli, 2000; Skelton, 2001; Carter, 2001; Dharmmika, 2005; Wiramihardja, 2005).

Latihan keseimbangan yang rutin berfokus pada masing- masing lansia juga belum diterapkan di STW ini. Latihan keseimbangan yang rutin dilakukan dapat dijadikan sebagai salah satu usaha pencegahan jatuh pada lansia yang ada di STW Karya Bhakti. Usaha pencegahan terjadinya jatuh pada lansia merupakan langkah yang perlu dilakukan karena bila sudah terjadi jatuh, pasti akan menyebabkan komplikasi, meskipun ringan tetap memb eratkan kondisi lansia (Darmojo & Martono 2004). Jatuh dapat mengakibatkan trauma serius, seperti nyeri, kelumpuhan bahkan kematian. Hal ini menimbulkan rasa takut dan hilangnya rasa percaya diri sehingga lansia membatasi aktivitasnya sehari- hari yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup pada lansia yang mengalaminya (Stockslager & Schaeffer, 2008).

Perawat memiliki peranan penting dalam mengatasi pencegahan jatuh di institusi dengan pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Hal tersebut dikarenakan perawat berperan sebagai care provider melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian, sampai dengan evaluasi, serta harus mempunyai ketrampilan untuk memberikan intervensi keperawatan (DeLaune & Ladner, 2002). Langkah pertama dari asuhan keperawatan dengan risiko jatuh ialah melakukan pengkajian risiko jatuh dengan skala jatuh Morse dan skala keseimbangan Berg. Setelah proses pengkajian jatuh selesai, perawat dapat memberikan intervensi dengan latihan keseimbangan fisik untuk mencegah angka kejadian jatuh (Stanley dan Beare, 2007).

Berdasarkan wawancara dengan pihak STW antara lain kepada bagian perawatan dan care giver, menjelaskan bahwa sampai dengan saat ini belum ada pemantauan rutin terkait skala jatuh Morse dan skala keseimbangan Berg setiap tiga bulan, serta intervensi mengenai latihan keseimbangan dan penilaian fungsi keseimbangan secara individu belum pernah dilakukan pada lansia. Kegiatan yang berkaitan dengan kebugaran fisik hanya dilakukan

(16)

Universita s Indone sia

empat kali seminggu, yaitu senam pagi dan tidak semua lansia mengikutinya. Sehingga pemberian asuhan keperawatan pada lansia akibat kelemahan organik (impairment), keterbatasan kemampuan (disability), dan ketidamampuan melakukan kegiatan (handicap), termasuk pencegahan risiko jatuh menjadi sangat penting diimp lementasikan di STW Karya Bhakti.

Berdasarkan pemaparan yang sudah disampaikan sebelumnya, penulis merasa tertarik untuk melakukan implementasi tentang latihan keseimbangan tubuh dalam upaya pencegahan jatuh pada lansia. Dalam hal ini peran perawat melakukan pengkajian jatuh, mulai dari menanyakan tentang kejadian jatuh sebelumnya sampai dengan intervensi spesifik, seperti latihan keseimbangan sangat diperlukan untuk mencegah jatuh (Stanley dan Beare, 2007).

Mahasiswa yang berperan sebagai perawat memiliki peranan penting dalam pemberian asuhan keperawatan terkait risiko jatuh diterapkan kepada salah satu lansia yang ada di Wisma Bungur STW Karya Bakti. Perawat melakukan upaya pencegahan jatuh dengan melakukan latihan keseimbangan fisik, yang sebelumnya dilakukan penilaian risiko jatuh dilakukan dengan menggunakan Skala Jatuh Morse (Morse, 1997). Serta penilaian risiko jatuh dan keseimbangan dengan skala keseimbangan Berg (Maryam, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia, yaitu immobility (kurang bergerak) dan instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh). Masalah tersebut akan menyebabkan lansia memiliki risiko jatuh yang tinggi. Sehingga adanya peningkatan jumlah lansia akan berdampak juga dengan peningkatan angka kejadian jatuh. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka diperlukan adanya peran perawat dalam memberi asuhan keperawatan yang dapat melakukan pengkajian risiko jatuh, melakukan intervensi, dan

(17)

Universita s Indone sia

melakukan evaluasi. Salah satu intervensi keperawatan untuk pencegahan jatuh ialah dengan latihan keseimbangan (balance exercise). Latihan keseimbangan ataupun penilaian fungsi keseimbangan belum pernah diterapkan di STW Karya Bhakti. Latihan fisik berupa latihan keseimbangan tubuh pada lansia diperlukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya jatuh. Namun, Sampai dengan saat ini latihan fisik yang telah dilakukan di STW hanya berupa senam lansia yang dilakukan empat kali dalam seminggu, tetapi tidak semua lansia mengikutinya. Selain itu, belum ada penelitian yang dilakukan khusus di STW ini terkait pengaruh latihan keseimbangan tubuh terhadap pencegahan jatuh pada lansia. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang timbul adalah “Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan berfokus pada latihan keseimbangan tubuh lansia dapat mencegah risiko jatuh pada salah satu lansia di Wisma Bungur STW Karya Bhakti?”.

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum

Teridentifikasinya asuhan keperawatan terkait risiko jatuh berfokus pada latihan keseimbangan tubuh lansia pada salah satu lansia di Wisma Bungur STW Karya Bhakti.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan ini adalah teridentifikasinya:

a. Data pengkajian yang mendukung untuk tegaknya diagnosa risiko jatuh;

b. Penetapan diagnosa pada nenek Tj;

c. Rencana intervensi yang tepat terhadap diagnosa pada nenek Tj;

d. Implementasi yang tepat pada terhadap diagnosa pada nenek Tj;

e. Evaluasi hasil implementasi yang mendukung terhadap diagnosa risiko jatuh.

(18)

Universita s Indone sia

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Pengelola STW Karya Bhakti

Penulisan karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai data awal terhadap asuhan keperawatan yang sudah dimplementasikan satu penghuni wisma Bungur dengan risiko jatuh. Data awal ini dapat memudahkan pihak STW dalam melakukan intervensi pencegahan jatuh terhadap lansia lainnya sehingga dapat meningkatkan keseimbangan tubuh lansia. Selain itu, adanya penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat meningkatkan peran perawat dan tenaga sosial dalam memantau kesehatan dan melaksanakan intervensi secara komprehensif yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan dan lemahnya otot ekstremitas bawah yang mendukung sebagai data penyebab terjadinya jatuh pada lansia.

1.4.2 Untuk Institusi Keperawatan

Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan bisa menjadi data penguat bahwa risiko jatuh pada lansia ialah masalah yang sering terjadi sehingga membutuhkan usaha pencegahan yang tepat. Selain itu, karya ilmiah akhir ners ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan intervensi keperawatan pada lansia untuk mencegah jatuh dan terwujudnya penerapan praktek keperawatan dengan memanfaatkan hasil penelitian sebagai upaya promotif dan preventif untuk mengantisipasi risiko jatuh.

(19)

Universita s Indone sia

8 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Risiko Jatuh Pada Lansia

2.1.1.1 Definisi Risiko Jatuh pada Lansia

Lansia menurut Undang- Undang RI No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, disebutkan bahwa Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Menurut data WHO usia 60 tahun adalah batasan usia minimal bagi seseorang untuk disebut sebagai seorang yang berusia lanjut.

Doenges (2008) mendefinisikan risiko jatuh ialah peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan kerusakan fisik. Risiko jatuh juga didefinisikan sebagai peningkatan kemungkinan untuk jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik. Faktor risiko seseorang mengalami risiko jatuh ialah dewasa, pernah memiliki riwayat terjatuh sebelumnya, menggunakan kursi roda, usia lebih dari 65 tahun, perempuan (lebih tua), hidup sendiri, prosthesis gerak bawah, penggunaan alat bantu (walker, tongkat), fisiologi penyakit akut, kondisi post operasi, sulit penglihatan, sulit pendengaran, arthritis, hipotensi ortostatik, tidak dapat tidur, pusing ketika menggerakan atau menegakkan kepala, anemia, penyakit vaskular, neoplasma (lelah, mobilitas terbatas), inkontinensia, diare, penurunan kekuatan ekstrimitas bawah, perubahan gula darah, post prandial, masalah kaki, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan keseimbangan, kesulitan berjalan, kurang proprioseptif (penolakan sepihak), serta neuropati (Nanda, 2012).

Jatuh itu sendiri didefinisikan sebagai suatu kejadian yang menyebabkan subjek yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan kekerasan, kehilangan kesadaran, kejang, atau awitan secara paralisis secara

(20)

mendadak. Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera dan kerusakan fisik, serta psikologis (Stanley & Beare, 2007). Jatuh dapat mengakibatkan trauma serius, seperti nyeri, kelumpuhan bahkan kematian. Hal ini menimbulkan rasa takut dan hilangnya rasa percaya diri sehingga lansia membatasi aktivitasnya sehari-hari yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup pada lansia yang mengalaminya (Stockslager & Schaeffer, 2008).

2.1.1.2 Penyebab Jatuh

Jatuh diidentifikasi oleh Tinetti dan Speechley (1990, dalam Bogle Thorbahn, 1996) bahwa terdapat tiga faktor yang berhubungan dengan jatuh pada lansia baik di rumah dan institusi yaitu kelemahan ekstremitas bawah, masalah pada kaki, dan gangguan keseimbangan dan gaya berjalan. Osteoporosis yang lebih umum terjadi pada wanita, merupakan faktor penting terhadap insiden jatuh yang lebih tinggi di antara kaum wanita yang berusia 75 tahun (Cumming, 1985 dalam Stanley & Beare, 2007).

Carpino (2006) menjelaskan bahwa faktor lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kejadian jatuh pada lansia. Kejadian jatuh akan cenderung menurun pada lingkungan yang sudah dikenal. Penelitian Af’idah (2008) menunjukkan hasil 5 dari 8 responden di Panti Werdha Hargodedali Surabaya yang sudah lama tinggal antara 5-15 tahun tidak pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir.

2.1.1.3 Pencegahan Jatuh

Stanley dan Beare (2007) menjelaskan bahwa pencegahan jatuh dibagi menjadi pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk meminimalkan risiko jatuh diantara lansia dan diharapkan untuk mencegah jatuh. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah

(21)

lansia tidak mengalami kejadian jatuh lagi. Pencegahan tersier penting dalam mengembalikan lansia pada tingkat fungsi yang optimal setelah jatuh. Tingkat pencegahan tersier ditujukan pada lansia yang mengalami cedera serius karena jatuh, yang mengalami gangguan psikologis serius karena merasa takut jatuh, atau mengalami jatuh yang berulang-ulang.

Menurut Tinetti (1992 dalam Darmojo, 2004) menjelaskan bahwa terdapat tiga usaha pencegahan jatuh yaitu dengan mengidentifikasi faktor resiko; penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait); mengatasi faktor situasional. Pencegahan jatuh pada lansia dapat dilakukan dengan mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan serta mengatasi faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian goyangan badan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh, begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot ekstremitas bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar saat berjalan( Darmojo, 2004).

Pendapat Colon-Emeric (2002) yang menyatakan bahwa latihan fisik adalah salah satu bentuk intervensi tunggal yang dapat dilakukan pada lansia karena kekuatan kedua ekstremitas bawah dan keseimbangan dapat terlihat peningkatannya secara nyata dengan program latihan yang sederhana dan terukur. Adapun dosis latihan fisik yang dianjurkan adalah 3-5 kali per minggu dengan durasi 30-60 menit. Waktu yang tepat adalah saat terpapar matahari, yaitu pukul 07.00-09.00 atau 15.00-16.30 wib (Siswono, 2006)

(22)

Latihan fisik dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan kondisi fisik lansia sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot, daya tahan, kecepatan, keterampilan, dan kelenturan sendi (Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Menurut Stanley dan Beare (2007) keuntungan dari program latihan pada lansia terutama pada sistem muskuloskeletalnya adalah peningkatan kekuatan otot, ROM (Range of Motion), kelenturan, kepadatan tulang, dan keseimbangan. Menurut Ballard (2004) dalam penelitiannya mengenai latihan keseimbangan terhadap 40 lansia wanita yang mempunyai riwayat jatuh dan ketakutan terhadap jatuh selama 15 minggu (4 jam per hari) dengan menggunakan instrumen skala keseimbangan Berg memperlihatkan peningkatan secara signifikan 5 item dari 14 item yang dinilai sehingga program latihan ini dapat meningkatkan keseimbangan dan kekuatan kaki.

2.1.1.4 Instrumen Penilaian Jatuh

Instrumen yang digunakan untuk memperkirakan risiko jatuh ialah dengan Falls Morse Scale (FMS) dan dengan Skala Keseimbangan Berg (Berg Balance Scale (BBS)). Instrument hanya berfokus pada pengkajian jatuh Falls Morse Scale (FMS), sedangkan BBS dapat digunakan juga untuk mengkaji keseimbangan klien.

Penilaian risiko jatuh dilakukan dengan menggunakan Skala Jatuh Morse (MFS) (Morse, 1997). Skala Jatuh Morse merupakan sebuah metode yang cepat dan sederhana untuk menilai kemungkinan jatuhnya klien. Skala jatuh Morse terdiri dari enam item yaitu riwayat jatuh, kehadiran diagnosis sekunder, terapi intravena, cara berjalan, penggunaan alat bantu berjalan, dan status mental.

Riwayat jatuh diberi skor 25 jika klien terjatuh selama dirawat di rumah sakit atau jika ada riwayat segera secara fisiologis seperti dari serangan atau gangguan gaya berjalan sebelum dirawat. Jika

(23)

klien tidak pernah jatuh, skornya 0. Diagnosis sekunder diberi skor 15 jika lebih dari satu diagnosis medis terdaftar pada grafik klien, jika tidak diberi skor 0. Penilaian ketiga diberi 0 jika klien berjalan tanpa alat bantu (bahkan dengan bantuan perawat),menggunakan kursi roda atau bed rest dan tidak beranjak dari tempat tidur. Jika klien menggunakan kruk, tongkat atau walker, variabel ini diberi skor 15 dan jika klien berpegangan pada benda-benda disekitarnya untuk mendukung berjalan, skornya menjadi 30. Variabel penggunaan intravena diberi skor 20 jika klien menggunakan peralatan intravena. Jika tidak,skornya 0. Gaya berjalan normal ditandai dengan klien berjalan dengan kepala tegak,tangan berayun dengan bebas di sisi dan melangkah tanpa ragu-ragu. Gaya berjalan ini diberi skor 0. Gaya berjalan lemah (skor 10). Klien dihentikan tetapi mampu menangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan. Langkah pendek dan klien mungkin menyeret kakinya. Gaya berjalan terganggu (skor 20). Klien mungkin kesulitan bangun dari kursi,menekan lengan kursi ketika bangun. Kepala klien menunduk dan klien melihat ke tanah. Karena keseimbangan klien buruk, klien menggenggam furniture, bantuan orang lain dan alat bantu jalan dan tidak dapat berjalan tanpa bantuan. Status mental diukur dengan mengecek pengkajian diriklien dari kemampuan dirinya untuk ambulasi. Pada variabel status mental klien bernilai 0 jika orientasi baik, bernilai 15 jika memiliki keterbatasan daya ingat.

Jumlah total skor dari pengkajian Fall Morse Scale diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu jika hasil pengkajian bernilai 0-24 klien tidak berisiko jatuh; bernilai 25-50 bearti klien berisiko jatuh rendah dan lakukan intervensi pencegahan jatuh rendah; bernilai lebih atau sama dengan 51 bearti klien memiliki risiko jatuh tinggi dan lakukan intervensi pencegahan risiko tinggi.

(24)

Skala Keseimbangan Berg merupakan instrumen yang berisi 14 item instruksi yang terdiri dari berdiri dari posisi duduk, berdiri tanpa bantuan, duduk dengan punggung tidak disangga, duduk dari posisi berdiri, berpindah tempat, berdiri dengan mata tertutup, berdiri dengan kaki dirapatkan, menjangkau ke depan, memungut barang dari lantai, melihat ke belakang, berputar 360 derajat, menempatkan kaki bergantian di bangku kecil, berdiri dengan satu kaki di depan kaki lain, dan berdiri di atas satu kaki. Instrumen ini untuk menilai kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan, baik secara statis atau saat melakukan berbagai pergerakan fungsional, beberapa di antaranya memerlukan perubahan pada basis penyangga tubuh (Piotrowski & Cole, 1994).

Skala keseimbangan Berg ini terdiri dari 14 item instruksi dan setiap item akan mendapat nilai 0 – 4. Nilai 0 diberikan apabila pasien tidak mampu melakukan tugas yang diberikan dan nilai 4 apabila mampu melakukan instruksi yang diberikan. Nilai maksimum pada skala keseimbangan ini adalah 56. Nilai kurang dari 45 berarti terdapat gangguan keseimbangan d an menjadi faktor risiko untuk jatuh. Interpretasi lain dari hasil penilaian keseimbangan ini adalah untuk nilai 0-20 membutuhkan kursi roda, nilai 21-40 berarti membutuhkan bantuan dalam berjalan, dan nilai 41-56 dapat mandiri (Rose, 2003).

2.1.2 Keseimbangan pada Lansia

Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk tetap berada dalam keadaan setimbang dan menyesuaikan diri terhadap gravitasi, permukaan tanah dan objek dalam lingkungannya ketika melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Newton, 2003). Keseimbangan pada lansia dapat menjadi masalah karena adanya perubahan yang terjadi pada fisik akibat proses menua.

(25)

Menurunnya sistem muskuloskeletal berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh lansia karena terjadinya atropi otot yang menyebabkan penurunan kekuatan otot, terutama otot ekstremitas bawah sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan keseimbangan seperti kelambanan bergerak, langkah pendekpendek, penurunan irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah, susah atau terlambat mengantisipasi bila terpeleset atau tersandung (Tinetti, 1992; Kane, 1994; Reuben, 1996; Campbell & Brocklehurst, 1987 dalam Darmojo, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan tubuh pada lansia yaitu usia, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Fungsi organ-organ keseimbangan pada lansia mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usianya. Penelitian Barnedh (2006) juga menyatakan bahwa usia berhubungan secara bermakna dengan gangguan keseimbangan dimana proporsi pada kelompok usia lebih dari 80 tahun yang mengalami gangguan keseimbangan sebesar 70%, usia 70-79 tahun sebesar 3% dan usia 60-69 tahun sebesar 23%.

Frekuensi jatuh pun lebih sering terjadi pada wanita yang berusia antara 65-75 tahun dibanding laki- laki. Setelah usia 75 tahun, frekuensi jatuh hampir sama (Brown, Bedford & White, 1999). Steffen, Hacker dan Mollinger (2002) menjelaskan bahwa dengan menggunakan Berg Balance Scores, Six-Minutes Walk Test, Timed Up & Go Test didapatkan nilai keseimbangan lansia perempuan lebih rendah dibandingkan dengan lansia laki- laki. Hal ini dipengaruhi oleh efek dari banyaknya tes yang dilakukan secara berurutan.

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang secara substansial meningkatkan penggunaan energi dan dapat berupa kegiatan sehari- hari (berjalan, mengerjakan pekerjaan rumah, berkebun) maupun aktivitas olahraga, seperti berenang, bersepeda, senam, fitness (Skelton, 2001).

(26)

Menurut penelitian, hampir 40 % dari usia dewasa tidak memanfaatkan waktu luang untuk aktivitas fisik dan keterbatasan melakukan akt ivitas kehidupan sehari- hari (ADL) menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan jatuh (Newton, 2003). Barnedh (2006) menjelaskan bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan keseimbangan dimana aktivitas fisik yang rendah salah satunya tidak teratur berolahraga berisiko untuk terjadinya gangguan keseimbangan.

2.2 Asuhan Keperawatan Lansia Perkotaan 2.2.1 Masalah kesehatan Lansia Perkotaan

Kota adalah suatu system jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang memiliki tingkat strata social ekonomi yang heterogen dan kehidupan materialistis. Karakteristik Kota antara lain mempunyai fungsi- fungsi khusus (sehingga berbeda antara kota dengan fungsi yang berbeda), mata pencaharian penduduknya diluar agraris, adanya spesialisasi pekerjaan warganya, kepadatan penduduk, ukuran jumlah penduduk (tertentu yang dijadikan batasan), warganya memiliki mobilitas tinggi, tempat pemukiman yang tampak permanen, sifat-sifat warganya yang heterogen, kompleks, social relation, yang impersonal dan eksternal, serta personal segmentasion karena begitu banyaknya peranan dan jenis pekerjaan seseorang dalam kelompoknya sehingga seringkali tidak kenal satu sama lain, seolah-olah seseorang menjadi asing dalam lingkungannya (Arnen, 2012).

Data Riskesdas 2007 menunjukkan angka kematian terbesar diperkotaan akibat stroke sebesar 15,9%, sementara itu prevalensi lainnya yaitu: hipertensi (31,7%), arthritis (30.3%), penyakit jantung (7.2%), dan cedera (7,5%). Masalah stroke akan mengakibatkan lansia mengalami penurunan sistem muskuloskeletal yang akan berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh lansia karena menyebabkan penurunan

(27)

kekuatan otot, terutama otot ekstremitas bawah sehingga lansia susah atau terlambat mengantisipasi bila terpeleset atau tersandung (Tinetti, 1992; Kane, 1994; Reuben, 1996; Campbell & Brocklehurst, 1987 dalam Darmojo, 2004). Sedangkan Kane dan Ouslander (dalam Siburian, 2007) menjelaskan urutan tiga teratas dari masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar).

2.2.2 Peran Perawat dalam Pencegahan Jatuh

Peran perawat dalam pencegahan jatuh dapat dilakukan dengan pemberian asuhan keperawatan dengan risiko jatuh. Asuhan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada lansia yang memiliki risiko jatuh untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya jatuh. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus melakukan pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan intervensi, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi (Potter & Perry, 2005).

Darmojo (2004) memaparkan bahwa pengkajian yang dapat dilakukan perawat dalam melakukan usaha pencegahan jatuh ialah pengkajian fisik terkait keadaan sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding. Selain itu, perawat juga harus

(28)

melakukan pengkajian jatuh secara berkala dengan skala jatuh Morse dan skala keseimbangan Berg. Pengkajian lainnya yang harus dilakukan perawat ialah penggunaan obat-obatan, serta adanya riwayat jatuh sebelumnya (Stanley & Beare, 2007).

Perawat memberikan intervensi keperawatan dengan melakukan pengkajian fisik dan psikososial yang seksama, peninjauan ualang penggunaan obat-obatan, pengkajian lingkungan. Perawat dapat memodifikasi lingkungan dengan membuat pegangan tangan pada dinding; tangga dalam kondisi baik da bagian atas tangga ditandai; penerangan dibuat adekuat dan tidak menyilaukan, lantai bebas dari tumpahan cairan dan debu; karpet tidak licin; kabel-kabel dijauhkan dari jalan yang dilalui; daerah untuk berjalan bebas dari hambatan; memasang pegangan pada bak mandi dan toilet; terdapat kursi shower; barang-barang berada pada ketinggian yang tepat (Stanley & Beare, 2007).

Perawat juga harus melakukan evaluasi pada setiap lanjut usia terkait keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat. Perawat dapat memberikan latihan aktifitas fisik untuk memperbaiki kekuatan otot. Aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia (Darmojo, 2004).

2.2.3 Panti Sasana Tresna Werdha

Panti Sasana Tresna Werdha (PSTW) merupakan wadah bagi para usia lanjut atau satu perkumpulan yang berada di suatu wilayah perkotaan dengan anggota para usia lanjut di wilayah tersebut (Harahap & Amelia, 2010). Latar belakang dilakukannya pelayanan dan pembinaan terhadap lansia di PSTW oleh Pemda DKI Jakarta,

(29)

antara lain karena semakin tergesernya nilai- nilai pola keluarga kecil yang mengakibatkan terlantarnya sebagian lansia ( Nataprawira, 2012).

2.2.4 Karakteristik Lansia di PSTW

Nataprawira (2012) menjelaskan bahwa syarat lansia yang dapat tinggal di PSTW sekitar DKI Jakarta ialah harus warga DKI Jakarta; berusia lebih dari 60 tahun; terlantar karena tidak ada atau diurus oleh keluarganya; tidak mampu yang disertai dengan surat keterangan dari lurah; sehat jasmani dan rohani; tidak mampu menolong diri sendiri; mendapatkan rekomendasi dari Dinas Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial setempat.

Berdasarkan wawancara dengan pihak STW Karya Bhakti RIA Pembangunan lansia yang tinggal di STW harus memnuhi empat syarat, yaitu usia minimal 60 tahun, sesuai dengan defenisi usia yang dikeluarkan World Health Organization; Memiliki penanggung jawab; Sehat fisik atau tidak memiliki penyaki menular; tidak mengalami Dementia, Dementia adalah hal yang biasa terjadi pada Lansia, namun, diusahakan saat lansia masuk mendaftar, kondisi fisik dan kognitifnya masih sehat, hal ini dibuktikan dengan hasil pemerikasaan holistik dari Rumah Sakit.

(30)

19

Universita s Indonesia

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas

Nenek Tj, 66 tahun 7 bulan, berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, pendidikan terakhir BA- Sarjana Muda. Sampai dengan saat ini status perkawinan tidak menikah; tinggal di daerah Gintung Ciputat sebelum memutuskan untuk menetap di STW.

3.1.2 Alasan Tinggal di STW

Nenek sudah berada di STW Karya Bhakti RIA Pembangunan sejak hari Sabtu tanggal 15 Maret 2008; tinggal di STW atas kemauan sendiri untuk bertemu dengan teman sebaya yang bisa diajak berkomunikasi dan supaya tidak merasa kesepian; merasa sejak ibunya meninggal dunia hidupnya menjadi sepi, hanya tinggal bersama pembantu di rumahnya.

3.1.3 Riwayat Kesehatan

Masalah kesehatan yang pernah dialami Nenek antara lain stroke tahun 1995, penyakit jantung, hipertensi, dan osteoporosis. Pada tanggal 3 januari 1995 mengalami stroke ringan dan dilakukan perawatan di RS Mitra Bekasi Barat selama 15 hari, gejala berawal dari kaki yang bengkak, tiba-tiba mulut pelo sehingga ucapan saat mengajar sulit untuk dipahami, sesaat setelah itu Nenek ingin mengambil pulpen yang terjatuh dari meja, namun tangan kanan menjadi kaku dan sulit untuk mengambil pulpen tersebut, kemudian terjatuh dan lemah seluruh tubuhnya; terjadi kelemahan pada area tangan kanan. Pada kaki kiri mengalami osteoporosis sehingga terjadi kelemahan pada kaki kiri dan sulit digunakan untuk menopang tubuh melakukan aktivitas; memiliki riwayat hipertensi, tekanan darah pernah mencapai 200/100 mmHg; setahun yang lalu pernah terjatuh. Nenek mengatakan pada awal masuk STW BB hanya sekitar 60kg, karena saat terapi di RS Holistik Purwakarta klien membatasi konsumsi gula seperti

(31)

Universita s Indonesia

layaknya penderita DM, BB saat itu turun sekitar 7 kg dlm waktu 10 hari, konsumsi madu BB stabil, namun saat ini BB menjadi meningkat karena tidak ada pantangan makanan, suka makan manis, jarang mengkonsumsi buah, sayur, jarang melakukan olahraga.

Masalah dirasakan saat ini ialah merasa le mah saat berjalan, ekstremitas kanan bagian atas dan bawah masih takut digerakan karena masih lemah akibat post stroke. Nenek juga sering mesakan nyeri pada kaki kiri. Saat ini Nenek juga terlihat obesitas dengan IMT 34.

Masalah kesehatan keluarga yang ada antara lain ayah dan ibu meninggal karena stroke. Saudara kandung ke 1,2, dan 8 juga meninggal karena stroke dan penyakit jantung. Saudara kandung ke 9 juga sudah meninggal karena kanker darah. Nenek menyampaikan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular.

3.1.4 Kebiasaan Sehari-hari

Kebiasaan sehari- hari yang dilakukan selama di wisma ialah lebih banyak berada di dalam kamar. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan duduk berjemur di taman WK, berinteraksi dengan mahasiswa atau koas, makan di ruang makan, melakukan ibadah sholat di dalam kamar. Nenek jarang mengikuti kegiatan panti seperti bermain angklung, senam, atau pengajian karena merasa fisiknya sudah lemah dan tidak dapat mengikuti kegiatan tersebut karena takut jatuh. Namun jika ada kegiatan kelompok di wisma Bungur, nenek berusaha mengikuti dan menghadiri undangan tersebut.

Keadaan emosi Nenek stabil, senang bercerita, sering tersenyum. Saat dilakukan pengkajian Nenek dapat menjawab pertanyaan dengan baik, komunikasi lancar. Nenek menceritakan bahwa dirinya sering dicibirkan oleh residen lainnya karena jalannya pincang, sering mendapat makanan dari saudara yang berkunjung, ataupun mengkomentari tentang penampilannya saat mengikuti acara kegiatan. Kondisi-kondisi seperti itu

(32)

Universita s Indonesia

membuat Nenek malas untuk berinteraksi dengan residen lain di wisma Bungur. Namun, saat Nenek dicibir atau dikomentari Nenek hanya berusaha diam.

Pola makan selama di STW sesuai dengan jadwal yang diberikan oleh pihak dapur. Setiap harinya hanya makan nasi saat siang hari dan habis 1 porsi. Untuk sarapan pagi biasanya minum susu energen yang diberikan gula dan roti, saat jam 10,00 makan snack ringan seperti biskuit dan susu anlene. Sore hari makan biskuit lagi dan makan malam diganti dengan roti. Nenek mengatakan jarang mengkonsumsi buah karena buah yang sering disediakan STW ialah pisang dan pisang merupakan buah yang tidak disukai.

Pola Minum dilakukan saat haus, namun ketika pergi atau mengikuti kegiatan tidak berani minum karena takut akan BAK. Namun, Nenek berusaha minum air putih yang banyak, setiap hari minum susu anlene dan energen masing- masing satu gelas ukuran 250 ml, minum air putih kurang lebih 1 liter per hari.

Pola istirahat dilakukan dengan tidur di kamar; mengatakan tidak mengalami masalah tidur; membiasakan diri untuk tidur malam mulai pukul 20.00. terbangun pukul 22.00 untuk BAK, sesaat dapat tidur kembali dan terbangun lagi pukul 24.00 untuk BAK lalu lanjut tertidur sampai dengan pukul 03.00. Pukul 03.00 sampai dengan pagi tidak dapat tertidur kembali karena bangun jam 3 pagi merupakan kebiasaan dari dahulu sejak berprofesi menjadi guru. Saat siang hari jarang untuk tidur siang, biasanya hanya tidur-tiduran di tempat tidur sambil menonton TV, namun terkadang juga menjadi ketiduran.

Nenek mengatakan tidak mengalami masalah BAK dan BAB, tidak ada nyeri dan sakit dalam melakukan eliminasi. BAK saat siang hari kurang lebih 9 kali tergantung dari banyaknya minum, saat malam BAK 3 kali.

(33)

Universita s Indonesia

Warna urin jernih, namun saat banyak mengkonsumsi obat warna urin menjadi kuning pekat. Jumlah urin sekali BAK sekitar 100 ml. BAB rutin dilakukan minimal 1x sehari, konsistensi normal, padat, dan berbau khas; dapat melakukan proses eliminasi dengan mandiri.

Nenek mengatakan tidak memiliki kegiata n rekreasi rutin di luar panti; berkumpul bersama keluarga saat lebaran menjadi hiburan nenek. Kegiatan hiburan yang dilakukan saat di STW hanya menonton TV dan mengikuti kegiatan mahasiswa.

Nenek sampai dengan saat ini masih memiliki keluarga, seperti adik, kakak, dan kepoanakan; mendapatkan dukungan keluarga yang baik dari adik kandung dan keponakan-keponakannya. Baik adik atau keponakannya rutin berkunjung setiap sebulan sekali. Saat melakukan check up kesehatan di RS pihak keluarga akan datang untuk mendampingi. Saat lebaran cuti dari STW untuk tinggal dan berkumpul bersama saudara-saudaranya; tidak menikah sehingga tidak ada suami dan anak-anak yang bisa memberikan dukungan;

Hubungan antar keluarganya sangat harmonis; sangat dekat dengan ibunya, dan ibunya hanya ingin di rawat olehnya. Sampai dengan saat ini hubungan Nenek dengan adik dan kakak kandungnya masih sangat baik; berusaha menyampaikan apa yang dirasakan kepada saudara-saudara yang datang ke STW saat menjenguk.

Hubungan dengan orang lain terlihat baik; hubungan interaksi yang baik dengan orang lain, namun beberapa kali cerita tentang beberapa residen yang memusuhi karena sering mengomentari penampilannya. Interaksi lebih banyak dilakukan bersama perawat, mahasiswa magang, ataupun dokter muda. Sampai dengan saat ini kemampuan mengungkapkan perasaannya kepada orang lain masih baik.

(34)

Universita s Indonesia

Pelaksanaan ibadah masih tetap dilakukan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Nenek beragama islam dan sampai dengan saat ini berusaha melakukan ibadah dengan baik. Ibadah yang bisa dilakukan ialah sholat 5 waktu dengan posisi duduk di dalam kamar. Solat diusahakan untuk 5 waktu, namun terkadang ada waktu yang terlewat; seringnya melakukan solat isya menjelang subuh. Kegiatan ibadah lainnya ialah berdzikir dan berdoa. Kegiatan pengajian hanya satu kali diikuti, karena saat pertama tersebut ada residen lain yang mengomentari penampilannya sehingga muncul perasaan sedih dan tidak ingin mengikuti pengajian lagi.

Nenek tidak memiliki keyakinan tertentu tentang kesehatannya, tidak ada ritual-ritual khusu yang dilakukan untuk meningkatkan status kegiatannya. Saat mengalami masalah kesehatan, segera mengunjungi dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk berkonsultasi.

3.1.5 Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapat antara lain keadaan umum terlihat sehat, berjalan lambat dengan kaki diseret, dan berpegangan pada benda kuat disekitarnya, tidak menggunakan tongkat, kesadaran compus mentis, suhu 37.1o C, nadi 86x/menit, tekanan darah 130/70mmHg, pernafasan 18x/menit, tinggi badan 154 cm, berat badan 82 kg, indeks massa tubuh 34,2, lingkar lengan atas 32,5 cm.

Keadaan dan penampilan umum kepala ialah kepala bulat, simetris, tidak terdapat lesi. Keadaan dan penampilan umum rambut ialah rambut tebal, warna rambut putih (beruban), tidak mudah dicabut, kulit kepala dan rambut bersih (tidak ada kutu dan ketombe), rambut gimbal pendek, tidak bercabang, terdistribusi secara merata pada kulit kepala, tidak ada lesi pada kulit kepala. Pada leher, tidak ada pembesara n KGB dan vena jugularis. Kondisi mata terlihat bersih, dilatasi pupil +/+ 2 mm, konjungtiva tidak anemis, alis mata simetris, sejajar, sklera tidak ikterik. Sekitar lensa agak putih (keruh). Mata kiri kanan jelas untuk melihat namun untuk membaca

(35)

Universita s Indonesia

tulisan yang kecil menggunakan kacamata. Hidung terlihat bersih, banyak terdapat bulu hidung, lesi tidak ada peradangan, tidak terdapat pengeluaran cairan. Kondisi mulut bersih, 3 Gigi depan tanggal, lidah bersih, lesi tidak ada, tidak ada sariawan, mukosa bibir lembab, tidak bau mulut. Kondisi telinga sejajar mata, warna telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada, nyeri tidak ada, terdapat pengeluaran cairan.

Kondisi dada ialah keadaan umum bentuk dada simetris, warna kulit sama, pergerakan dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri dada, pada paru-paru tidak ada sesak, vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-. Pada pemeriksaan Jantung terdengar BJ 1, 2 normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

Abdomen terlihat simetris, posisi abdomen lebih tinggi da ri pada dada pada posisi berbaring, tidak ada kemerahan, tidak ada skar, tidak ada tanda-tanda infeksi, umbilicus inverted dan bersih, BU yaitu 7x / mnt, suara timpani, nyeri tekan ataupun nyeri lepas abdomen tidak ada, nyeri ketuk pada ginjal kanan dan kiri (-), abdomen teraba agak keras, limfa tidak teraba, ginjal tidak teraba

Kondisi ekstremitas berdasarkan hasil inspeksi terlihat kulit tidak pucat, warna kulit sama dengan warna tubuh, tidak ada deformitas pada jari kaki, deformitas terjadi pada jari tangan kanan. Hanya saja cara berjalan seperti tidak seimbang, berjalan bungkuk dan lambat dengan menyeret kaki dan berpegangan pada benda disekitarnya; tidak mampu berdiri lebih dari dua menit tanpa pegangan; merasa nyeri sendi dan merasa lemah, nyeri ketika berjalan jauh atau setelah makan daun singkong, nyeri yang diderita berada pada angka 5 lebih berasa saat bangun pagi, jika nyeri, segera minum obat piroxicam. Turgor kulit elastis, , capillary refill time kurang dari 3 detik, terdapat edema kaki kanan pitting edema 2, reflek bisep, trisep dan brakioradialis tangan kiri (+) sedangkan tangan kanan reflek bisep dan

(36)

Universita s Indonesia

trisep (+) dan brakioradialis (-), Reflek Patela + /+, Reflek mata terhadap cahaya: Mata kanan (+) / mata kiri (+) Kekuatan otot 3 4 4 4 5 4 4 4. 4 4 4 4 4 4 4 4

Keadaan lingkungan yang terkaji ialah kamar terlihat tertata rapih, bersih, lantai tidak licin/becek, pencahayaan baik, pertukaran udara baik dari jendela dan pintu kamar. Letak barang yang terlihat dikamar mudah terjangkau dan tertata rapih. Pada dinding kamar terlihat banyak hasil karya kernik yang dibuat sendiri sejak tahun 1980.

3.1.6 Informasi Penunjang

Diagnosa medis yang ditegakkan ialah osteoporosis, hipertensi, post stroke. Hasli pemeriksaan laboratorium antara lain nilai asam urat 7,2, nilai gula darah sewaktu 118mg/dl, kolestrol 212. Terapi Medis yang didapat Simvastatin 1x1, Ranitidine 2x 1, Furosemide 1x 1 pagi, Valsartan 1 x 1 sore, Amlodipin 1 x 1 pagi, Spironolactone 1 x 1 pagi, Paracetamol 2x1.

Hasil pengkajian berfokus lansia yang dilakukan antara lain nilai Geriatric Depression Scale 6, bearti normal, Nenek tidak mengalami depresi. Nilai Mini Mental State Examination (MMSE) 29, bearti normal, tidak ada gangguan kognitif. Nilai Tingkat Kemandirian: Indeks Katz ialah 6, bearti Nenek memiliki tingkat kemandirian penuh. Nilai Morse Fall Scale (MFS) ialah 55, bearti Nenek berisiko jatuh tinggi. Nilai Berg Balance Scale ialah 35, bearti Nenek memiliki risiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat bantu jalan seperti tongkat, kruk dan walker.

3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Risiko jatuh

2. Ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh 3. Hambatan mobilitas fisik

(37)

Universita s Indonesia

3.3 Rencana Intervensi Kepe rawatan

Rencana intervensi keperawatan yang dijelaskan pada bagian ini ialah berfokus pada diagnosa risiko jatuh. Tujuan dilakukannya intervensi risiko jatuh selama tujuh pekan ialah tidak terjadi jatuh dengan kriteria hasil klien mampu mempertahankan mobilitas fisik pada tingkat yang optimal; meningkatkan kekuatan otot secara optimal; melakukan pencegahan jatuh standar; serta tidak ada frekuensi jatuh ketika berpindah tempat tidur.

Rencana intervensi yang dilakukan ialah pemantauan keadaan umum dan tanda vital untuk mengetahui keadaan klien sebe lum melakukan aktivitas fisik. Pengkajian kekuatan otot lansia dan kemampuan lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan dilakukan untuk mengetahui rentang kekuatan otot; lakukan penilaian risiko jatuh dengan FMS dan BBS untuk mengetahui tingkat risiko jatuh pada lansia; motivasi lansia untuk berpartisipasi pada aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan lansia; anjurkan lansia untuk melakukan periode istirahat diantara aktivitas/kegiatan; motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan senam panti sesuai dengan kemampuan lansia; orientasikan lingkungan dan beri peringatan pada tempat-tempat berbahaya; atur tata letak barang yang mudah dijangkau oleh klien; anjurkan klien menggunakan alas kaki yang tidak licin; bantu klien saat ambulasi; kolaborasi dengan pihak panti dalam memodifikasi lingkungan klien; kolaborasi pemberian medikasi untuk menunjang kekuatan tulang.

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilakukan selama tujuh pekan sesuai dengan rencana intervensi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Implementasi d ilakukan untuk menyelesaikan tiga diagnosa keperawatan, yaitu risiko jatuh; Ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh; Hambatan mobilitas fisik. Pada bagian ini mahasiswa akan fokus memaparkan hasil implementasi diagnosa utama yaitu risiko jatuh. Namun pada bagian ini implementasi yang dilakukan berfokus pada implementasi diagnosa utama yaitu risiko jatuh.

(38)

Universita s Indonesia

Implementasi risiko jatuh dilakukan sesuai dengan rencana intervensi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pada pekan pertama implementasi yang dilakukan mahasiswa ialah melakukan pengkajian. Pengkajian yang dilakukan ialah pengkajian terkait identitas, masalah kesehatan keluarga, kebiasaan sehari- hari, pemeriksaan fisik, kekuatan otot, pemeriksaan penunjang, serta pengkajian berfokus lansia. Pengkajian kekuatan otot dilakukan untuk mengetahui rentang kekuatan otot. Penilaian risiko jatuh dilakukan dengan menggunakan instrumen skala jatuh Morse dan Skala keseimbangan Berg. Pengkajian terkait kemampuan lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan untuk mengkaji faktor lain yang dapat meningkatkan risiko jatuh dilakukan pada pekan pertama.

Pemantauan keadaan umum dan tanda vital dilakukan setiap hari mahasiswa praktik di STW untuk mengetahui keadaan klien sebelum melakukan aktivitas fisik. Mahasiswa memberikan motivasi kepada nenek Tj untuk berpartisipasi pada aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan, serta menganjurkan untuk melakukan periode istirahat diantara aktivitas/kegiatan. Mahasiswa juga selalu menganjurkan untuk menggunakan alas kaki yang tidak licin agar tidak mudah terpeleset dan akhirnya terjatuh.

Mahasiswa baru berhasil melakukan latihan aktivitas fisik dengan memotivasi lansia mengikuti senam di STW dan melakukan latihan keseimbangan pada pekan ketiga. Pada pekan pertama dan kedua nenek Tj menolak melakukan senam karena takut terjatuh akibat kursi yang digunakan tidak kuat dan merasa gerakan lambat sehingga tidak bisa mengikuti gerakan instruktur. secara berkala. Namun, setelah diberikan motivasi dan dberikan penjelasan terkait manfaat senam, nenet TJ mampu berpartisipasi aktif mengikuti senam STW setiap hari.

Aktivitas fisik lain yang dilakukan dalam upaya pencegahan jatuh ialah dengan latihan ROM dan Latihan keseimbangan. Nenek TJ mengatakan setiap pagi biasa melakukan latiahan ROM secara mandiri. Sedangkan untuk latihan keseimbangan dilakukan pada pekan ketiga sampai dengan pekan ketujun secara bertahap dan sesuai kemampuan. Gerakan keseimbangan yang dilatih antara lain

(39)

Universita s Indonesia

gerakan mengangkat kaki ke depan, ke belakang, ke samping secara bergantian; gerakan menyilangkan kaki selama hitungan ke sepuluh dan diulangi sebanyak lima kali. Gerakan berdiri dengan kaki berada pada satu garis yang sama selama dua menit, serta gerakan rotasi tangan dengan koordinasi gerakan mata tanpa harus memutar tubuh.

Mahasiswa juga melakukan implementasi dengan mengorientasikan lingkungan dan memberi peringatan pada tempat-tempat berbahaya; bekerja sama dengan nenek Tj dalam mengatur tata letak barang yang mudah dijangkau; membantu saat ambulasi; kolaborasi dengan pihak panti dalam memodifikasi lingkungan, serta memotivasi untuk tetap mengkonsumsi vitamin tulang dan susu penguat tulang.

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi pada bagian ini akan disampaikan per pekan dengan menggunakan evaluasi SOAP ( Subjektive, Objektive, Analisis, Planning). Sehingga dengan adanya evaluasi ini akan terlihat kemajuan yang ada pada klien terkait implementasi risiko jatuh yang telah diimplementasikan.

Evaluasi pada pekan pertama, subjektifnya ialah klien mengatakan senang menjadi kelolaan mahasiswa; senang dipanggil Opung Tj; senang bercerita tentang pengalaman dan perasaannya; riwayat sakit stroke pada tahun 1995; saat ini mengalami kelemahan pada tangan dan kaki kanan; setahun yang lalu jatuh di kamar; tidak mau mengikuti kegiatan yang ada di STW karena takut terjatuh dan merasa lemah. Objektifnya klien terlihat koperatif; menerima kehadiran mahasiswa; mampu mengungkapkan perasaannya; keadaan umum sehat; kesadaran compus mentis; tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah rata-rata 130/90mmHg, nadi 85x per menit, RR 20x per menit, suhu 37,1oC; tidak terlihat mengikuti senam dan kegiatan lain yang ada di STW, hanya terlihat satu kali mengikuti kegiatan perpisahan dokter muda di pendopo; nilai pengkajian skala jatuh Morse 55 bearti memiliki risiko jatuh tinggi. Analisa setelah diberikan intervensi risiko jatuh selama 5 hari masalah risiko jatuh tidak

(40)

Universita s Indonesia

terjadi. Planning, lakukan pengkajian skala keseimbangan Berg, latih ROM aktif asistif, dan motivasi ulang untuk mengikuti senam yang ada di STW.

Evaluasi pada pekan kedua, subjektifnya ialah klien mengatakan tidak mau mengikuti senam karena takut kursi lipat yang digunakan saat senam tidak kuat dan nantinya justru terjatuh; alasan lain tidak mau ikut senam karena tidak suka dengan instruktur senam hari Selasa. Objektifnya klien terlihat koperatif; keadaan umum sehat; kesadaran compus mentis; tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah rata-rata 130/80mmHg, nadi 82x per menit; tidak terlihat mengikuti senam dan kegiatan lain yang ada di STW; pada hari Rabu15 Mei 2013 intervensi tidak dilakukan karena klien ke RS untuk control kesehatan; nilai pengkajian skala keseimbangan Berg 35 bearti memiliki risiko jatuh sedang dan klien membutuhkan alat bantu jalan seperti tongkat atau kruk. Analisa setelah diberikan intervensi risiko jatuh selama 5 hari masalah risiko jatuh tidak terjadi. Planning, latih ROM aktif asistif, latih keseimbangan tubuh dan motivasi ulang untuk mengikuti senam yang ada di STW.

Evaluasi pada pekan ketiga, subjektifnya ialah pada hari senin, 20 Mei 2013 klien mengatakan tidak mau mengikuti senam karena merasa pergerakan lambat sehingga tidak dapat mengikuti gerakan instruktur, pada hari rabu, 22 Mei 2013 klien merasa senang dan lebih segar setelah mengikuti senam; merasa senang melakukan latihan keseimbangan satu gerakan, namun masih merasa lemah pada bagian ekstremitas kanan. Objektifnya klien terlihat koperatif; keadaan umum sehat; kesadaran compus mentis; tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah rata-rata 130/80mmHg, nadi 86x per menit; terlihat mengikuti senam fitness dan senam relaksaasi; terlihat mampu melakukan gerakan latihan keseimbangan dengan mengangkat satu kaki kedepan secara bergantian dalam hitungan 10 diulangi 5 kali; pada hari Selasa 21 Mei 2013 intervensi tidak dilakukan karena kehadiran mahasiswa dialihkan untuk mengikuti aksi keperawatan; Analisa setelah diberikan intervensi risiko jatuh selama 5 hari masalah risiko jatuh tidak terjadi. Planning, latih ROM aktif asistif, latih

(41)

Universita s Indonesia

keseimbangan tubuh gerakan kedua dan motivasi untuk mempertahankan aktif dalam senam yang ada di STW.

Evaluasi pada pekan keempat, subjektifnya ialah senang bisa mengikuti senam setiap hari; merasa lebih segar setelah rutin melakukan senam pada pa gi hari dan latihan keseimbangan pada sore hari; tidak mau latihan ROM; tidak berani melakukan latihan keseimbangan sendiri; Objektifnya klien terlihat koperatif; keadaan umum sehat; kesadaran compus mentis; tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah rata-rata 130/80mmHg, nadi 84x per menit; terlihat mengikuti senam bugar, senam triloka. senam fitness, senam relaksaasi; terlihat mampu melakukan dua gerakan latihan keseimbangan dengan mengangkat satu kaki kedepan dan satu kaki ke samping secara bergantian dalam hitungan 10 diulangi 5 kali; pada hari sabtu 1 Juni 2013 intervensi tidak dilakukan karena di STW ada perayaan HALUN. Analisa setelah diberikan intervensi risiko jatuh selama 5 hari masalah risiko jatuh tidak terjadi. Planning, motivasi ulang untuk latihan ROM dan latihan keseimbangan tubuh yang sudah diajarkan, serta motivasi ulang untuk mempertahankan aktif dalam senam yang ada di STW.

Evaluasi pada pekan kelima, subjektifnya ialah klien mengatakan senang karena sudah hampir tiga pekan melakukan senam secara rutin pada pagi hari, dan sore latihan keseimbangan bersama mahasiswa; merasa badan lebih ringan. Objektifnya klien terlihat koperatif; keadaan umum sehat; kesadaran compus mentis; tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah rata-rata 130/80mmHg, nadi 88x per menit; terlihat mengikuti senam STW; terlihat mampu melakukan lima gerakan latihan selama lima hari; terlihat sudah lebih berani menjadikan kaki kanan sebagi tumpuan. Analisa setelah diberikan intervensi risiko jatuh selama 6 hari masalah risiko jatuh tidak terjadi. Planning, latih ROM aktif asistif, latih keseimbangan tubuh gerakan kedua dan motivasi untuk mempertahankan aktif dalam senam yang ada di STW.

Evaluasi pada pekan keenam, subjektifnya ialah klien mengatakan senang karena merasa badan lebih ringan dan baju-baju lama bisa kembali digunakan karena

(42)

Universita s Indonesia

berat badan menurun; merasa lebih kuat dan percaya diri. Objektifnya klien terlihat koperatif; keadaan umum sehat; kesadaran compus mentis; tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah rata-rata 130/90mmHg, nadi 76x per menit; terlihat mengikuti senam bugar, senam triloka, dan senam relaksaasi; terlihat mampu melakukan lima gerakan latihan selama satu hari; pada tanggal 12 dan 15 2013 Juni tidak dilakukan intervensi karena klien check up ke RS, tanggal 14 Juni 2013 intervensi tidak dilakukan karena Klien mengikuti acara perpisahan mahasiswa. Analisa setelah diberikan intervensi risiko jatuh selama 3 hari masalah risiko jatuh tidak terjadi. Planning, evauasi nilai skala jatuh Morse dan Skala Keseimbanga Berg.

Evaluasi pada pekan ketujuh, subjektifnya ialah klien merasa lebih kuat dan percaya diri dalam bergerak; ternyata mampu melakukan gerakan keseimbangan terutama pada ekstremitas kanan yang dianggap lemah ternyata mampu menahan tubuh; senang sudah hampir lima pekan rutin untuk mengikuti senam; belum berani untuk latihan keseimbangan sendiri masih ingin diawasi oleh mahasiswa. Objektifnya klien terlihat koperatif; keadaan umum sehat; kesadaran compus mentis; tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah rata-rata 130/90mmHg, nadi 80x per menit; terlihat mengikuti senam fitness dan senam relaksaasi, karena senam pada hari senin dan selasa ditiadakan karena persiapan kunjungan Ibu Negara; terlihat semangat dalam melakukan latihan; mampu mengingat gerakan yang sudah diajarkan; nilai evaluasi skala jatuh Morse 45 bearti risiko jatuh rendah; nilai skala keseimbangan Berg 49 bearti lansia memiliki risiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat bantu jalan. Analisa setelah diberikan intervensi risiko jatuh selama 3 hari masalah risiko jatuh tidak terjadi. Planning, motivasi untuk tetap mengikuti senam yang ada di STW.

(43)

Universita s Indone sia

32 BAB 4

ANALISIS SITUASI

Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan hasil asuhan keperawatan terkait risiko jatuh yang telah dilakukan selama tujuh pekan kepada salah satu nenek yang ada di STW Karya Bhakti RIA Pembangunan. Pembahasan yang dilakukan berupa pembahasan terkait profil STW dan analisa asuhan keperawatan, analisa satu intervensi yang telah diimplementasikan. Pembahasan hasil asuhan keperawatan akan dilakukan sesuai dengan teori yang disampaikan pada Bab 2. Pada Bab ini juga akan dijelaskan mengenai keterbatasan yang dialami penulis selama melakukan asuhan keperawatan, serta implikasi hasil implementasi terhadap profesi keperawatan.

4.1 Profil Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Sasana Tresna Werdha (STW) Karya Bhakti RIA Pembangunan merupakan hunian masa kini bagi lansia yang ingin mengaktualisasikan diri dengan teman-teman sebayanya. STW ini dimiliki dan dikelola oleh Yayasan Ria Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto dan diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. Pelayanan yang ada di STW ini meliputi pelayanan kesehatan berupa konsultasi ahli, asuhan keperawatan, fisioterapi, farmasi, rawat jalan, rawat inap, rujukan RS dan kegawatdaruratan; pelayanan sosial berupa pembinaan mental spiritual sesuai keyakinan, senam, seni tradisional (angklung), bernyanyi, kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun, dan kegitan bincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi. Selain itu, di sasana tresna werdha ini lansia dapat memanfaatkan hobi yang dapat dilakukan dan ada rekreasi bersama; pelayanan harian lanjut usia melalui pemeriksaan kesehatan haria n berupa pemeriksaan tanda-tanda vital; pelayanan individu dan pelayanan kelompok sesuai kebutuhan lansia.

Lansia yang ingin tinggal di STW harus memiliki syarat khusus. Persyaratan bagi lansia yang ingin menetap di STW Ria Pembangunan, antara lain: berus ia

Gambar

Tabel 3.2 Rencana Asuhan Keperawatan dengan Risiko Ja tuh  Diagnosa
Tabel 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan dengan   Ketidakseimbangan Nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh  Diagnosa  Keperawatan  Tujuan dan Kriteria  Evaluasi  Intervensi  Rasional  Ketidakseim bangan  nutrisi: lebih  dari  kebutuhan  tubuh   Mengindetifikasi p
Tabel 3.4 Rencana Asuhan Keperawatan dengan  Hambatan Mobilitas Fisik

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kejadian tuberkulosis yaitu faktor sosiodemografi (jenis kelamin laki-laki, umur yang lebih dari 36 tahun,

Peneliti menggunakan faktor-faktor tersebut karena merupakan kriteria minimal yang bisa dijadikan pedoman penilaian kinerja sebuah dinas pendidikan atau pemerintah kota

adalah risiko dimana investor tidak dapat memperoleh pembayaran dana yang dijanjikan oleh penerbit pada saat produk investasi jatuh tempo kupon dan pokok.. Obligasi Negara Indonesia

TINJAUAN FAKTOR RISIKO ERGONOMI TERKAIT KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA KONSTRUKSI PT.. WASKITA KARYA

Hasil penilaian kualitas Aktiva Produktif yang lebih rendah yang semata-mata disebabkan oleh penggunaan faktor penilaian tambahan berupa risiko negara (country risk)

Hasil penilaian kualitas Aktiva Produktif yang lebih rendah yang semata-mata disebabkan oleh penggunaan faktor penilaian tambahan berupa risiko negara (country risk) Republik

keterampilannya juga dirasakan oleh sebagian besar mahasiswa dimana 93,7% mahasiswa menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa penilaian diri sendiri

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat berbagai macam faktor lain yang dapat menyebabkan katarak, dimana semua faktor risiko tersebut dihubungkan oleh