• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2009, 2010, dan 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2009, 2010, dan 2011"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mona Sintya Fransisca Manurung Tempat, tanggal Lahir : Medan, 15 Mei 1992

Agama : Katolik

Alamat : Jl. Martinus Lubis No. 37, Rantauprapat Riwayat Pendidikan : 1. TK Brigjen Katamso (1996-1997)

2. SD Methodist 2 Rantauprapat (1997-2003)

3. SMP N 2 Rantau Utara, Rantauprapat (2003-2006) 4. SMA Santo Thomas 1 Medan (2006-2009)

5. Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2009)

Riwayat Pelatihan : Seminar dan Workshop - Basic Life Support &

Traumatology oleh Tim Bantuan Medis (14 Maret 2010) Riwayat Organisasi : Anggota/ Pengurus Panitia Bakti Sosial Keluarga

(2)

LAMPIRAN 2

SURAT PENJELASAN

Dengan hormat,

Saya, Mona Sintya Fransisca Manurung, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2009, 2010, dan 2011”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya akne vulgaris di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, 2010 dan 2011. Manfaat penelitian ini adalah kepentingan pencegahan akne vulgaris.

Saya akan melakukan wawancara dengan bantuan kuesioner yang berisi 26 pertanyaan mengenai faktor risiko akne vulgaris beserta gradasinya. Partisipasi Saudara/i bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Saya mohon kesediaan Saudara/i untuk mengisi kuesioner di bawah ini dengan jujur dan terbuka sesuai dengan keadaan Saudara/i. Oleh karena itu, Saudara diminta untuk memberi jawaban apa adanya. Tidak ada kerugian apapun yang akan diperoleh Saudara/i sebagai partisipan.

Identitas pribadi Saudara/i sebagai akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Saudara/i tidak akan dikenai biaya apapun. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Saudara/i dapat langsung menanyakan kepada saya sebagai peneliti.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesediaan Saudara/imenjadi partisipan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2012 Peneliti,

(3)

LAMPIRAN 3

INFORMED CONSENT

Saya telah mendapat informasi yang jelas tentang tujuan, prosedur dan pemanfaatan penelitian yang dilakukan oleh Mona Sintya Fransisca Manurung, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2009. Oleh karena itu, dengan rasa penuh kesadaran dan keikhlasan saya bersedia berpartisipasi untuk mengisi kuesioner ini. Demikian pernyataan ini saya buat untuk digunakan seperlunya.

Nama : ... Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan

Umur : ... Angkatan : 2009 / 2010 / 2011

Peneliti, Responden,

(4)

LAMPIRAN 4

KUESIONER PENELITIAN

Faktor Risiko Akne Vulgaris

di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2009, 2010, dan 2011

Nama Responden : ………

IDENTITAS RESPONDEN

Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan

Umur : …………tahun

Angkatan : 2009 / 2010 / 2011

Berilah tanda benar (√) pada SATU kolom jawaban yang menurut Anda sesuai dan isilah penjelasan Anda, bila ada, di kolom ‘Keterangan Lain’. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jujur dan terbuka, serta sesuai dengan keadaan Anda yang sebenar-benarnya. Data responden akan dijaga dengan baik dan tidak akan dipublikasikan identitasnya. Terima kasih atas kerjasama Anda.

No. Pertanyaan Ya Tidak Tidak

Tahu

Keterangan Lain PREVALENSI

1. Apakah Anda pernah memiliki jerawat seumur hidup Anda, minimal satu buah?

2. Jika ya, dalam sebulan, rata-rata berapa total jerawat yang biasanya

(5)

LOKASI PENYEBARAN

3. Apakah Anda memiliki jerawat di wajah?

4. Jika ya, berapa buah jerawat yang

Anda miliki di wajah saat ini? ... buah 5. Apakah Anda memiliki jerawat di

leher?

6. Jika ya, berapa buah jerawat yang

Anda miliki di leher saat ini? ... buah 7. Apakah Anda memiliki jerawat di

punggung?

8. Jika ya, berapa buah jerawat yang

Anda miliki di punggung saat ini? ... buah 9. Apakah Anda memiliki jerawat di

dada?

10. Jika ya, berapa buah jerawat yang

Anda miliki di dada saat ini? ... buah 11. Apakah Anda memiliki jerawat di

bahu?

12. Jika ya, berapa buah jerawat yang

Anda miliki di bahu saat ini? ... buah

FAKTOR KETURUNAN

13. Apakah salah satu orang tua Anda pernah menderita jerawat?

14. Apakah salah satu orang tua Anda memiliki bekas jerawat saat ini? FAKTOR KESEIMBANGAN HORMON

(6)

16. Apakah jerawat Anda kambuh saat Anda mengalami stres, kecemasan, ataupun tekanan emosi?

FAKTOR MAKANAN

17. Apakah jerawat Anda kambuh bila Anda mengkonsumsi

makanan berlemak tinggi, seperti cokelat dan lemak?

18. Apakah jerawat Anda berkurang bila Anda membatasi konsumsi makanan berlemak tinggi, seperti cokelat dan lemak?

FAKTOR KEBERSIHAN

19. Dalam sehari, berapa kali Anda membersihkan wajah dengan sabun?

20. Apakah Anda mencuci wajah sebelum tidur setiap malam? 21. Apakah jerawat Anda berkurang

bila Anda rutin membersihkan wajah?

22. Apakah jerawat Anda kambuh bila Anda jarang membersihkan wajah?

FAKTOR PENGGUNAAN KOSMETIK 23. Apakah Anda menggunakan

kosmetik setiap hari?

24. Jika tidak, apakah jerawat Anda kambuh

bila Anda menggunakan kosmetik?

(7)

bila Anda mencoba untuk

mengganti kosmetik Anda dengan merk yang lain?

(8)

LAMPIRAN 5

VALIDASI ISI

Saya, dr. Syahril R. Lubis, SpKK(K), yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa kuesioner untuk penelitian “Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Kedokteran Angkatan 2009, 2010, dan 2011” yang dilakukan oleh Mona Sintya Fransisca Manurung ini, telah lulus validasi setelah dilakukan diskusi dan penilaian terhadap kuesioner pada saat sidang proposal penelitian.

Penilaian dilakukan dengan cara membaca setiap pertanyaan yang dibuat oleh peneliti, lalu didiskusikan bersama untuk mendapatkan pertanyaan yang tepat agar tercapai tujuan penelitian yang diinginkan.

Medan, 28 November 2012

Dosen Pembimbing,

(9)
(10)

LAMPIRAN 8

HASIL ANALISIS DATA RESPONDEN

Faktor Risiko Akne Vulgaris Faktor Keturunan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 58 48.3 48.3 48.3

tidak 52 43.3 43.3 91.7

tidak tahu 10 8.3 8.3 100.0

Total 120 100.0 100.0

Faktor Keseimbangan Hormon

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 104 86.7 86.7 86.7

tidak 9 7.5 7.5 94.2

tidak tahu 7 5.8 5.8 100.0

Total 120 100.0 100.0

Faktor Makanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 41 34.2 34.2 34.2

tidak 55 45.8 45.8 80.0

tidak tahu 24 20.0 20.0 100.0

(11)

Faktor Kebersihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 81 67.5 67.5 67.5

tidak 26 21.7 21.7 89.2

tidak tahu 13 10.8 10.8 100.0

Total 120 100.0 100.0

Faktor Penggunaan Kosmetik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 43 35.8 35.8 35.8

tidak 49 40.8 40.8 76.7

tidak tahu 28 23.3 23.3 100.0

Total 120 100.0 100.0

Faktor Risiko berdasarkan Jenis Kelamin

Crosstab

Faktor Keturunan

Total ya tidak tidak tahu

Jenis Kelamin pria Count 27 20 5 52

% of Total 22.5% 16.7% 4.2% 43.3%

wanita Count 31 32 5 68

% of Total 25.8% 26.7% 4.2% 56.7%

Total Count 58 52 10 120

(12)

Crosstab

Faktor Keseimbangan Hormon

Total ya tidak tidak tahu

Jenis Kelamin pria Count 41 6 5 52

% of Total 34.2% 5.0% 4.2% 43.3%

wanita Count 63 3 2 68

% of Total 52.5% 2.5% 1.7% 56.7%

Total Count 104 9 7 120

% of Total 86.7% 7.5% 5.8% 100.0%

Crosstab

Faktor Makanan

Total ya tidak tidak tahu

Jenis Kelamin pria Count 17 24 11 52

% of Total 14.2% 20.0% 9.2% 43.3%

wanita Count 24 31 13 68

% of Total 20.0% 25.8% 10.8% 56.7%

Total Count 41 55 24 120

% of Total 34.2% 45.8% 20.0% 100.0%

Crosstab

Faktor Kebersihan

Total ya tidak tidak tahu

Jenis Kelamin pria Count 33 15 4 52

% of Total 27.5% 12.5% 3.3% 43.3%

wanita Count 48 11 9 68

% of Total 40.0% 9.2% 7.5% 56.7%

Total Count 81 26 13 120

(13)

Crosstab

Faktor Penggunaan Kosmetik

Total ya tidak tidak tahu

Jenis Kelamin pria Count 19 24 9 52

% of Total 15.8% 20.0% 7.5% 43.3%

wanita Count 24 25 19 68

% of Total 20.0% 20.8% 15.8% 56.7%

Total Count 43 49 28 120

% of Total 35.8% 40.8% 23.3% 100.0%

Faktor Risiko berdasarkan Kelompok Usia

Crosstab

Faktor Keturunan

Total ya tidak tidak tahu

Kelompok Usia 17-20 Count 41 37 10 88

% of Total 34.2% 30.8% 8.3% 73.3%

21-26 Count 17 15 0 32

% of Total 14.2% 12.5% .0% 26.7%

Total Count 58 52 10 120

% of Total 48.3% 43.3% 8.3% 100.0%

Crosstab

Faktor Keseimbangan Hormon

Total ya tidak tidak tahu

Kelompok Usia 17-20 Count 76 6 6 88

% of Total 63.3% 5.0% 5.0% 73.3%

21-26 Count 28 3 1 32

% of Total 23.3% 2.5% .8% 26.7%

Total Count 104 9 7 120

(14)

Crosstab

Faktor Makanan

Total ya tidak tidak tahu

Kelompok Usia 17-20 Count 28 40 20 88

% of Total 23.3% 33.3% 16.7% 73.3%

21-26 Count 13 15 4 32

% of Total 10.8% 12.5% 3.3% 26.7%

Total Count 41 55 24 120

% of Total 34.2% 45.8% 20.0% 100.0%

Crosstab

Faktor Kebersihan

Total ya tidak tidak tahu

Kelompok Usia 17-20 Count 59 18 11 88

% of Total 49.2% 15.0% 9.2% 73.3%

21-26 Count 22 8 2 32

% of Total 18.3% 6.7% 1.7% 26.7%

Total Count 81 26 13 120

% of Total 67.5% 21.7% 10.8% 100.0%

Crosstab

Faktor Penggunaan Kosmetik

Total ya tidak tidak tahu

Kelompok Usia 17-20 Count 33 35 20 88

% of Total 27.5% 29.2% 16.7% 73.3%

21-26 Count 10 14 8 32

% of Total 8.3% 11.7% 6.7% 26.7%

Total Count 43 49 28 120

(15)

Prevalensi Akne Vulgaris

Prevalensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 120 100.0 100.0 100.0

Distribusi Responden Akne Vulgaris

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid pria 52 43.3 43.3 43.3

wanita 68 56.7 56.7 100.0

(16)

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 17 2 1.7 1.7 1.7

18 17 14.2 14.2 15.8

19 33 27.5 27.5 43.3

20 36 30.0 30.0 73.3

21 22 18.3 18.3 91.7

22 4 3.3 3.3 95.0

23 2 1.7 1.7 96.7

25 1 .8 .8 97.5

26 3 2.5 2.5 100.0

Total 120 100.0 100.0

Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 17-20 88 73.3 73.3 73.3

21-26 32 26.7 26.7 100.0

Total 120 100.0 100.0

Lokasi Penyebaran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid wajah 75 62.5 62.5 62.5

wajah, leher 8 6.7 6.7 69.2

wajah, leher, punggung 14 11.7 11.7 80.8

wajah, leher, punggung, dada

16 13.3 13.3 94.2

wajah, leher, punggung, dada, bahu

7 5.8 5.8 100.0

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Arruda, L., Kodani, V., Filho A., Mazzaro, C. 2009. A prospective, randomized, open and comparative study to evaluate the safety and efficacy of blue light treatment versus a topical benzoyl peroxide 5% formulation in patients with acne grade II and III. In: Anais Brasileiros de Dermatologia. Brazil: Rio de Janeiro, 84 (5): 4,11.

Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Morfologi Kulit. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. ed. 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 3: 2223.

Fleischer, A., Feldman, S., Katz, A., Clayton, B. 2000. Acne Vulgaris. In: 20 Common Problems in Dermatology. U.S.A.: Imago, 3-5.

Julianto, I. 2005. Perkembangan Penatalaksanaan Akne Vulgaris. Dalam: Seminar Kosmetik Medik. Surakarta.

Pasricha, J.S. 2002. Diseases of the Appendages. In: Treatment of Skin Diseases. New Delhi: Oxford & IBH Publishing, 233.

Perumal, N. 2011. Hubungan Stres dengan Kejadian Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009. Dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21494

Pillsbury, D., Shelley, W., Kligman, A. 1960. Acne, Acneiform Eruptions and Rosacea. In: Dermatology. Philadelphia: Press of W.B. Saunders Company, 804-11.

(18)

Soter, N., Baden, H. 1984. Acne Vulgaris. In: Pathophysiology of Dermatologic Diseases. U.S.A.: McGraw-Hill Book Company, 162-5.

Tjekyan, R. 2008. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Media Medika Indonesiana, 43 (1): 40.

Wahyuningsih, D. 2011. Hubungan antara Menstruasi dengan Angka Kejadian Akne Vulgaris pada Remaja. Dalam: Artikel Karya Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro.

Wasitaatmadja, S. 2001. Masalah Akne pada Remaja. Dalam: Pengobatan Mutahir Dermatologi pada Anak dan Remaja. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 70-7.

Wasitaatmadja, S. 2008. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam:

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed.5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 254-60.

Wasitaatmadja, S. 2008. Anatomi Kulit. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed.5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 5.

Wilkinson, D. 1969. Acne. In: The Nursing Management of Skin Diseases. London: Faber and Faber, 146-7.

Woolery-lioyd, H., Baumann, L., Ikeno, H. 2010. Sodium L-ascorbyl-2-phosphate 5% lotion for the treatment of acne vulgaris: a randomized, double blind, controlled trial. In: Journal of Cosmetic Dermatology. U.S.A.: Wiley Periodicals, Inc., 9: 22.

(19)

Zaenglein, A, dkk. 2008. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In:

(20)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional dan Alat Ukur 3.2.1. Definisi Faktor Risiko

Faktor risiko akne vulgaris adalah keturunan, keseimbangan hormon, makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik. Keturunan dinilai sebagai faktor risiko jika salah satu orang tua responden menderita akne dan salah satu orang tua memiliki skar akne pada wajahnya. Keseimbangan hormon dinilai sebagai faktor risiko bila responden menderita akne tiap masa perimenstrual; atau mengalami kecemasan, stres, dan tekanan emosi. Makanan dinilai sebagai faktor risiko bila responden menderita akne setelah mengkonsumsi cokelat atau lemak; serta akne sembuh bila responden menghindari konsumsi cokelat atau lemak. Kebersihan dinilai sebagai faktor risiko bila akne berkurang dengan rutin membersihkan wajah; serta bertambah bila responden jarang membersihkan wajah. Penggunaan kosmetik dinilai sebagai faktor risiko bila responden mengalami kekambuhan akne pada saat penggunaan kosmetik; atau saat mengganti kosmetik dengan merk lain; atau menggunakan kosmetik yang baru pertama kali dipakai.

3.2.2. Definisi Akne Vulgaris

Akne vulgaris reaksi peradangan di kulit oleh berbagai faktor dan etiologi, yang pernah dialami oleh semua orang, baik pria maupun wanita; dan paling sering pada usia remaja, tetapi dapat berlanjut pada usia dewasa.

Faktor Risiko

-Keturunan

-Keseimbangan hormon -Makanan

-Kebersihan

-Penggunaan kosmetik

(21)

3.2.3. Definisi Mahasiswa

Mahasiswa adalah kumpulan kalangan usia remaja akhir (17 s.d. 20 tahun) dan usia dewasa (di atas 21 tahun) yang sedang menjalani suatu program pendidikan di suatu institusi.

3.2.4. Alat Ukur

(22)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk menentukan faktor risiko akne vulgaris terbesar pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, 2010 dan 2011. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi potong lintang, dimana data dikumpulkan pada satu waktu tertentu.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, propinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Tempat ini memiliki populasi yang cukup besar sehingga dapat mengetahui faktor risiko akne vulgaris. Selain itu, mahasiswa kedokteran dinilai dapat mengenali akne dengan baik sehingga dapat dijadikan sumber informasi yang akurat.

Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu bulan September sampai Oktober 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, 2010 dan 2011. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah sebanyak 1286 mahasiswa.

4.3.2. Sampel

(23)

n = N 1 + N(�2)

n = jumlah sampel N= jumlah populasi

d= tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,1)

Perhitungan besar sampel mahasiswa adalah seperti di bawah ini.

n = 1286 1 + 1286(0,12)

n = 1286 13,86 n = 92,78

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan relatif adalah sebesar 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut adalah 92,78 orang, yang akan dibulatkan menjadi 120 orang sampel (Notoatmodjo, 2005).

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan secara merata pada mahasiswa FK USU yang berkarakteristik umum.

a. Mahasiswa/I angkatan 2009: 1/3 x 93 = 31 orang menjadi 40 orang. b. Mahasiswa/I angkatan 2010: 1/3 x 93 = 31 orang menjadi 40 orang. c. Mahasiswa/I angkatan 2011: 1/3 x 93 = 31 orang menjadi 40 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner yang telah selesai disusun telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

4.4.2. Data Sekunder

(24)

4.4.3. Uji Validitas dan realibilitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi dengan cara validasi isi, dengan adanya persetujuan dari dosen pembimbing.

4.5. Metode Analisis Data

(25)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, yang berlokasi di jalan dr.Mansyur No.5 Medan, Indonesia. Fakultas Kedokteran USU dibuka pada tanggal 20 Agustus 1952 oleh yayasan Universitas Sumatera Utara, yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. Fakultas ini memiliki berbagai ruang kelas, ruang adminnistrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, kamar mandi, dan mushola.

5.2. Karakteristik Individu

(26)

5.3. Hasil Analisis Data

5.3.1. Faktor Risiko Akne Vulgaris

Data lengkap mengenai faktor risiko dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Kedokteran Universitas Sumetera Utara angkatan 2009, 2010, dan 2011

Faktor Risiko Jumlah (orang) Persentase (%)

Keturunan 58 48,3

Keseimbangan Hormon 104 86,7

Makanan 41 34,2

Kebersihan 81 67,5

Penggunaan Kosmetik 43 35,8

Jumlah 120 100,0

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa faktor risiko terbesar yang mempengaruhi akne vulgaris adalah faktor keseimbangan hormon, yaitu pada 104 responden (86,7%).

5.3.1.1. Distribusi Faktor Risiko berdasarkan Jenis Kelamin

Data lengkap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Distribusi Faktor Risiko berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Faktor Risiko n

(%)

Keturunan Keseimbangan

Hormon Makanan Kebersihan

Penggunaan Kosmetik

Pria 27 41 17 33 19 52

(%) 22,5 34,2 14,2 27,5 15,8 43,3

Wanita 31 63 24 48 24 68

(%) 25,8 52,5 20,0 40,0 20,0 56,7

Jumlah 58 104 41 81 43 120

(%) 48,3 86,7 34,2 67,5 35,8 100

Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa faktor risiko terbesar berdasarkan jenis kelamin merupakan faktor keseimbangan hormon pada responden wanita sebanyak 63 orang (52,5%).

(27)

Data lengkap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3. Distribusi Faktor Risiko berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia

Faktor Risiko

Jumlah (%)

Keturunan Keseimbangan

Hormon Makanan Kebersihan

Penggunan Kosmetik

17-20 thn 41 76 28 59 33 88

(%) 34,2 63,3 23,3 49,2 27,5 73,3

21-26 thn 17 28 13 22 10 32

(%) 14,2 23,3 10,8 18,3 8,3 26,7

Jumlah 58 104 41 81 43 120

(%) 48,3 86,7 34,2 67,5 35,8 100,0

Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa faktor risiko terbesar berdasarkan kelompok usia merupakan faktor keseimbangan hormon pada responden dengan kelompok usia remaja akhir sebanyak 76 orang (63,3%).

5.3.2. Prevalensi Akne Vulgaris

Data lengkap prevalensi dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Prevalensi Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Kedokteran Universitas Sumetera Utara angkatan 2009, 2010, dan 2011

Prevalensi Frekuensi (orang) Persentase (%)

Ya 120 100.0

Tidak 0 0.0

Total 120 0.0

(28)

5.3.2.1. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin

Data lengkap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase (%)

Pria 52 43.3

Wanita 68 56.7

Total 120 100.0

Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat bahwa responden terbanyak yang menderita akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin adalah responden yang berjenis kelamin wanita yaitu sebanyak 68 orang (56,7%).

5.3.2.2. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Usia

Data lengkap berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Usia

Usia (tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%)

17 2 1,7

18 17 14,2

19 33 27,5

20 36 30,0

21 22 18,3

22 4 3,3

23 2 1,7

25 1 0,8

26 3 2,5

Total 120 100.0

(29)

5.3.2.3. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Kelompok Usia

Data lengkap berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Kelompok Usia

Usia (tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%)

17-20 88 73,3

21-26 32 26,7

Total 120 100.0

Berdasarkan tabel 5.7. dapat dilihat bahwa responden terbanyak yang menderita akne vulgaris berdasarkan kelompok usia adalah responden dengan kelompok usia remaja akhir yaitu sebanyak 88 orang (73,3%).

5.3.2.4. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Lokasi Penyebaran

Data lengkap berdasarkan lokasi penyebaran dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Lokasi Penyebaran

Lokasi Penyebaran Frekuensi (orang) Persentase (%)

Wajah 75 62.5

wajah, leher 8 6.7

wajah, leher, punggung 14 11.7

wajah, leher, punggung, dada 16 13.3

wajah, leher, punggung, dada, bahu 7 5.8

Total 120 100.0

(30)

5.4. Pembahasan

5.4.1. Faktor Risiko Akne Vulgaris

Dari hasil penelitian, didapatkan faktor risiko terbesar yang mempengaruhi akne vulgaris adalah faktor keseimbangan hormon, yaitu pada 104 responden (86,7%); faktor risiko terbesar berdasarkan jenis kelamin merupakan faktor keseimbangan hormon pada responden wanita sebanyak 63 orang (52,5%); serta faktor risiko terbesar berdasarkan kelompok usia merupakan faktor keseimbangan hormon pada responden dengan kelompok usia remaja akhir yaitu sebanyak 76 orang (63,3%).

Menurut Wahyuningsih (2011), kejadian akne vulgaris ditemukan pada waktu sebelum menstruasi, atau disebut juga dengan masa premenstrual, dengan persentase 41,7%. Selain itu, menurut Perumal (2011), stres berhubungan dengan kejadian akne vulgaris.

Ketidakseimbangan hormon sering terjadi pada masa premenstrual dan pada saat stres. Pada masa remaja, jerawat biasanya disebabkan oleh peningkatan hormon seks, terutama hormon androgen yang meningkat selama masa pubertas. Peningkatan hormon sebelum menstruasi dapat mempengaruhi eksaserbasi serta memperburuk akne vulgaris (Wahyuningsih, 2011). Kelenjar sebasea tergantung kepada stimulasi hormonal dan diaktivasi oleh androgen pada pubertas (Behrman, 2000). Selain itu, stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dalam tubuh yang merangsang keluarnya zat-zat lain yang pada akhirnya mempengaruhi aliran darah sehingga muncul gejala-gejala fisik seperti akne vulgaris (Perumal, 2011).

5.4.2. Prevalensi Akne Vulgaris

Dari hasil penelitian, didapatkan jumlah mahasiswa yang pernah memiliki akne vulgaris adalah sebanyak 120 orang (100%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kligman, yaitu semua orang (100%) pernah menderita akne vulgaris.

(31)

diderita oleh wanita dengan persentase 59,4%. Sementara, pada hasil penelitian Tjekyan (2008) didapatkan bahwa prevalensi akne vulgaris terdapat paling banyak pada pria dengan frekuensi 78,9%.

Responden terbanyak yang menderita akne vulgaris adalah responden dengan usia 20 tahun dan diikuti dengan usia 19 tahun. Sementara, pada penelitian Perumal (2011), didapatkan bahwa responden terbanyak yang menderita akne vulgaris adalah responden dengan usia 21 dan diikuti dengan usia 20 tahun.

Responden terbanyak yang menderita akne vulgaris berdasarkan kelompok usia adalah responden dengan kelompok usia remaja akhir yaitu sebanyak 88 orang (73,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Tjekyan yang menyatakan bahwa prevalensi akne vulgaris terbesar adalah pada usia remaja. Wasitaatmadja (2001) juga menyatakan bahwa umumnya akne terjadi pada masa remaja usia 14-17 tahun pada perempuan dan 16-19 tahun pada laki-laki.

(32)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian prevalensi faktor risiko akne vulgaris di kalangan mahasiswa Kedokteran Universitas Sumatera Utara di kota Medan pada usia 17 s.d. 26 tahun dan didapatkan data sebagai berikut.

1. Faktor risiko terbesar adalah keseimbangan hormon dengan prevalensi 86,7%. Selain itu, juga terbukti bahwa akne vulgaris pernah dialami oleh semua responden (100%).

2. Prevalensi penyebaran akne terbesar terdapat pada wajah (62,5%).

3. Faktor risiko akne paling banyak ditemukan pada wanita dengan faktor keseimbangan hormon sebagai faktor terbesarnya, yaitu sebesar 52,5%.

4. Faktor keseimbagan hormon paling besar prevalensinya pada usia remaja akhir (17 s.d. 20 tahun) dengan persentase 63,3%.

6.2. Saran

Untuk peneliti selanjutnya, disarankan mencari faktor lainnya yang berperan dalam timbulnya akne vulgaris serta hubungannya masing-masing dengan akne.

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akne Vulgaris secara Umum 2.1.1.Definisi Akne Vulgaris

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2008). Walaupun akne bisa sembuh sendiri, sekuelnya bisa berlangsung seumur hidup, dengan pembentukan parut yang berlubang atau hipertropi (Zaenglein, 2008).

Hampir semua orang pernah menderita penyakit ini (Wasitaatmadja, 2008). Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14–17 tahun pada perempuan dan 16-19 tahun pada laki-laki (Wasitaatmadja, 2001). Akne derajat ringan terkadang tampak pada kelahiran, mungkin hasil dari stimulasi androgen, dan dapat berlanjut pada periode neonatal (Zaenglein, 2008). Penyakit ini sering menjadi manifestasi awal pada spekrum pubertas, dan setahun sebelum menarke pada usia dewasa muda (Soter, 1984).

Setelah masa remaja kelainan ini berangsung berkurang (Wasitaatmadja, 2008). Namun, pada wanita akne dapat menetap sampai dekade 30 atau bahkan lebih (Soter, 1984). Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, justru gejala yang berat biasanya terjadi pada pria (Wasitaatmadja, 2008).

Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibandingkan dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro (Wasitaatmadja, 2008). Pada penelitian, ditemukan bahwa akne lebih berat pada pasien bergenotip XYY (Zaenglein, 2008).

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis

(34)

mengenai berbagai faktor yang termasuk dalam penyakit ini penting karena penatalaksanaan mungkin ditujukan pada satu atau lebih faktor penyebab ini (Soter, 1984). Diyakini bahwa penyebab akne adalah sekresi berlebihan dari kelenjar sebaseus dengan penyumbatan duktus pilosebaseus dan infeksi bakteri (Pasricha, 2002).

Kelenjar sebasea terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar ini disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar ini biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut. Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar ini sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Wasitaatmadja, 2008).

Ada empat faktor patogenesis yang diajukan, yaitu perubahan pola keratinisasi dalam folikel, peningkatan produksi sebum yang menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik, terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya inflamasi dan kekentalan sebum, dan peningkatan jumlah flora folikel yang berperan dalam kemotaksis inflamasi (Wasitaatmadja, 2001).

Akne berkembang dalam folikel sebaseus. Folikel-folikel ini terbuka ke permukaan dengan lubang folikular berdilatasi besar yang dinamakan pori-pori kulit wajah. Kanal folikular mengandung bahan keratin dan dinding kanal, sebum dari kelenjar sebaseus, dan bermacam flora mikroba. Semua ini berperan dalam patogenesis penyakit (Soter, 1984).

(35)

Proliferasi keratinosit folikular juga mungkin diatur oleh asam linoleat. Diketahui bahwa terjadi penurunan asam linoleat pada penderita akne. IL-1 juga berperan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit folikular manusia menunjukkan hiperproliferasi dan pambentukan mikrokomedo saat IL-1 ditambahkan, sedangkan reseptor antagonis IL-1 menghambat pembentukan mikrokomedo (Zaenglein, 2008).

Hiperproliferasi epidermal folikular menghasilkan pembentukan lesi primer, yaitu mikrokomedo (Zaenglein, 2008). Normalnya, keratinous squamae di kanal folikular tersusun jarang. Pada lesi awal yang berupa mikrokomedo, bahan keratin menjadi lebih padat. Sel mikrokomedo lebih koheren dan mengandung bahan amorfik, yang mungkin terbentuk dari lipid selama proses keratinisasi (Soter, 1984). Sel ini berlebihan dan melekat sehingga menghasilkan plak di lubang folikular. Plak ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terkumpul di dalam folikel. Konsentrasi yang terbungkus ini menyebabkan dilatasi folikel rambut atas (Zaenglein, 2008). Jika muncul dalam waktu yang lama, plak dapat menjadi komedo (Fleischer, 2000). Komedo adalah massa abnormal keratin dan sebum di dalam lubang folikular yang membesar. Komedo membesar sampai titik dimana paksaan mekanik sederhana mampu menghancurkan dinding epidermal folikular, membiarkan keratin dan sebum masuk ke korium sebagai benda asing. Ini menghasilkan folikulitis dalam keparahan yang beragam, mulai dari area eritem sampai lesi papulopustular purulen. (Pillsburry, 1960).

(36)

penyakit ini tidak hanya berkaitan dengan aktivitas kelenjar sebaseus (Soter, 1984).

Trigliserida, yang merupakan komponen pembentuk sebum, berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida diuraikan menjadi asam lemak bebas oleh P. acnes, flora normal yang terdapat di unit pilosebaseus. Asam lemak bebas ini mengawali kolonisasi P. acnes, menyebabkan inflamasi, dan bisa menjadi komedogenik. Hormon androgen juga berpengaruh dalam produksi sebum. Sama seperti aksinya di keratinosit infundibular folikular, hormon androgen berikatan dan mempengaruhi aktivitas sebosit. Pasien akne memiliki tingkat androgen yang

lebih tinggi daripada yang tidak menderita akne. 5α-reductase, enzim yang bertanggung jawab mengubah testosteron menjadi DHT yang poten, memiliki aktivitas paling besar di area yang rentan terjadi akne, seperti wajah, leher, dan punggung (Zaenglein, 2008).

Ada banyak fakta yang menunjukkan bahwa sebum berperan dalam patogenesis penyakit ini, antara lain: sebum itu komedogenik, sebum menyebabkan inflamasi ketika disuntikkan ke dalam kulit, akne muncul pada masa neonatal ketika kelenjar sebaseus berkembang dengan baik, akne muncul sebagai bagian dari spektrum pubertal pada saat perkembangan kelenjar sebaseus muncul, dan akne bisa dikontrol dengan estrogen dan x-ray, yang dapat menghambat kelenjar sebaseus (Soter, 1984).

(37)

Selanjutnya, yang berperan dalam patogenesis akne adalah proses inflamasi. Pada saat pertumbuhan bakteri sekunder muncul di komedo, folikular yang ruptur dapat membiarkan bakteri masuk ke lapisan dermis, menyebabkan perubahan inflamatorik yang lebih parah (Pillsbury, 1960). Tipe sel predominan dalam 24 jam dari rupturnya komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebaseus dimana sel CD8+ ditemukan di perivaskular. Satu atau dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi tipe sel predominan yang mengelilingi mikrokomedo yang pecah (Zaenglein, 2008).

Awalnya diperkirakan bahwa inflamasi mengikuti pembentukan komedo, tetapi ada bukti baru bahwa mungkin inflamasi dermal yang sebenarnya mengawali pembentukan komedo. Biopsi yang diambil dari kulit bebas komedo dan rentan akne, menunjukkan peningkatan inflamasi dibandingkan kulit normal. Biopsi dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan inflamasi yang bahkan lebih besar. Dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut mengenai kejadian ini (Zaenglein, 2008).

Elemen terakhir dalam patogenesis akne adalah Propriobacterium acnes, yang juga berperan dalam proses inflamasi (Zaenglein, 2008). Organisme predominan pada flora folikular adalah Propriobacterium acnes. Pada usia 11 sampai 15 tahun, tidak ditemukan P. acnes pada pasien tanpa akne, sedangkan pada pasien akne ditemukan 114.800 P. acnes per cm2. Perbedaan yang serupa ditemukan pada grup usia 16 sampai 20 tahun, tetapi pada individu yang lebih tua jumlah organisme sama pada pasien dengan atau tanpa akne (Soter, 1984). Pasien dengan akne berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi. Antibodi

antipropionibacterium memperparah respon inflamasi dengan cara mengaktifkan komplemen, yang kemudian mengawali kejadian pro-inflamatorik (Zaenglein, 2008).

P. acnes juga menyebabkan inflamasi dengan merangsang respon hipersensitifitas tipe lambat dan dengan produksi enzim lipase, protease, hialuronidase, dan faktor kemotaktik. Selain itu, P. acnes diketahui merangsang

(38)

dengan Toll-like receptor 2, sitokin pro-inflamatorik seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan faktor nekrosis tumor-α dilepaskan (Zaenglein, 2008). Walaupun stafilokokus, mikrokokus, dan jamur juga ditemukan di folikel, tidak ada bukti bahwa mereka berperan dalam proses terjadinya akne (Soter, 1984).

Keempat elemen dari patogenesis akne tersebut merupakan langkah yang terjalin dalam pembentukan akne. Bermacam penatalaksanaan akne tertuju pada elemen yang berbeda dalam patogenesis akne. Dengan mengerti mekanisme aksi pilihan penatalaksanaan dalam merawat akne akan membantu meyakinkan hasil terapeutik yang lebih baik (Zaenglein, 2008).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Tempat awal predileksi akne adalah wajah, leher, lalu ke punggung, dada, dan bahu. Di tubuh, lesi lebih banyak di dekat garis tengah. Akne merupakan penyakit yang muncul dengan lesi noninflamatorik dan inflamatorik. (Soter, 1984). Lesi berupa komedo terbuka, komedo tertutup, pustul, papul eritematosus, dan nodul yang lebih dalam (Fleischer, 2000). Pada pasien dengan satu tipe lesi yang lebih banyak, pengamatan yang lebih dekat biasanya menunjukkan beberapa tipe lesi (Soter, 1984).

Perubahan patologi dasar pada akne adalah penutupan lubang folikular oleh campuran keratin intrafolikular dan sebum. Ini dengan jelas tampak sebagai komedo (Pillsbury, 1960). Komedo merupakan lesi yang inflamatorik. Komedo tertutup atau whiteheads mungkin sulit untuk dilihat karena muncul sebagai papul yang pucat, naik sedikit, dan kecil, serta biasanya tidak memiliki lubang yang terlihat secara klinis. Melebarkan kulit adalah cara untuk dapat melihat lesi ini. Karena komedo tertutup adalah prekursor untuk lesi inflamatorik yang besar, ini penting untuk dipertimbangkan secara klinis (Soter, 1984).

(39)

tidak khas untuk penyakit ini sebab mereka mungkin bisa tampak pada kondisi lainnya, seperti komedo senil yang sering tampak pada area periorbital pada orang tua (Soter, 1984).

Lesi inflamatorik pada akne bervariasi mulai dari papul dengan areola inflamatorik pustul, hingga nodul yang besar, sakit, dan bernanah. Semua lesi ini menunjukkan inflitrat inflamatorik di dermis, dan memiliki patogenesis umum; penampilannya tergantung pada ukuran dan lokasi infiltrat (Soter, 1984).

Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan penatalaksanaan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yang dikemukakan (Wasitaatmadja, 2001).

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) membaginya menjadi tiga tingkat, yaitu ringan, sedang, dan berat (Wasitaatmadja, 2001).

Terdapat 4 gradasi jerawat menurut Pillsbury (1963), yaitu : 1. Komedo di muka

2. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka

3. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka, dada, dan punggung.

4. Akne konglobata. Frank (1970):

1. Akne komedonal non-inflamatoar 2. Akne komedonal inflamatoar 3. Akne papular

4. Akne papulo pustular 5. Akne agak berat 6. Akne berat

7. Akne nodulo kistik/ konglobata

Burke dan Cunliffe (1984):

1. Akne minor yang terdiri atas gradasi ¼, ½, ¾.

(40)

Plewig dan Kligman (1975):

1. Komedonal yang terdiri atas gradasi:

a. bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka b. bila ada 10 samapi 24 komedo

c. bila ada 25 sampai 50 komedo d. bila ada lebih dari 50 komedo

2. Papulopustul, yang terdiri atas 4 gradasi:

a. bila ada kurang dari 10 lesi papulopustul dari satu sisi muka b. bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustul

c. bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustul d. bila ada lebih dari 30 lesi papulopustul 3. Konglobata

2.1.4. Faktor Risiko

Ada banyak faktor yang memicu terjadinya akne (Wasitaatmadja, 2001). Faktor yang penting peranannya dalam pembentukan akne adalah keturunan, keseimbangan hormon, makanan, dan kebersihan. (Sauer, 1985). Penggunaan kosmetik yang salah juga merupakan faktor yang memicu terjadinya akne (Wasitaatmadja, 2001). Faktor keturunan dan keseimbangan hormon merupakan faktor tak terkontrol, sedangkan faktor makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik merupakan faktor terkontrol.

Faktor genetik merupakan penyebab akne yang paling penting. Satu atau kedua orangtua biasanya terkena akne. Faktor ini muncul sebagai pemicu kelenjar pilosebaseus untuk bereaksi dalam cara yang selektif pada perangsangan hormon (Wilkinson, 1969).

(41)

folikular untuk merangsang hiperproliferasi. Dihydrotestosterone (DHT) merupakan androgen poten yang berperan dalam mekanisme akne. Enzim yang bertanggung jawab dalam pengubahan dehydroepiandrosterone sulfate menjadi

DHT adalah 17β-hydroxysteroi ddehydrogenase dan 5α-reductase. DHT bisa menstimulasi proliferasi keratinosit (Zaenglein, 2008). Selain itu, kelenjar adrenal juga berperan dalam produksi akne; mekanismenya tidak jelas, tetapi akne muncul pada orang yang dipicu dengan kortikosteroid dosis tinggi. Kecemasan, stres, tekanan emosi, dan kelemahan memiliki efek pasti pada penyebab akne (Wilkinson, 1969). Dalam kondisi stres, terjadi pengeluaran hormon adrenalin dalam tubuh yang merangsang keluarnya zat-zat lain yang pada akhirnya mempengaruhi aliran darah sehingga muncul gejala-gejala fisik seperti akne vulgaris (Perumal, 2011). Emosi berperan pada akne akut, tetapi tidak pada akne kronik (Fleischer, 2000).

Peran estrogen pada produksi sebum tidak ditentukan dengan baik. Dosis estrogen yang dibutuhkan untuk menurunkan produksi sebum lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme yang memungkinkan peranan estrogen, antara lain: (1) secara langsung melawan efek androgen dalam folikel sebaseus; (2) menghambat produksi androgen dari jaringan gonad melalui

feedback negatif pada pelepasan gonadotropin hipofisis; (3) mengatur gen yang menekan pertumbuhan kelenjar sebaseus dan produksi lipid (Zaenglein, 2008).

Makanan umumnya tidak mempengaruhi akne, dengan pengecualian pada coklat dan lemak (Wilkinson, 1969). Makanan yang diduga sebagai faktor pemicu terjadinya akne adalah makanan dengan kadar lemak tinggi, karbohidrat, dan jumlah kalori tinggi. Pengguaan obat tertentu dan minuman keras juga diduga berperan (Wasitaatmadja, 2001). Obat seperti bromida dan ionida memproduksi erupsi akne tanpa blackheads. Isonicotinic acid hydrazide juga memicu erupsi akne (Wilkinson, 1969).

(42)

hanya membersihkan saja tidak akan mengatasinya. Di lain pihak, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser

dan scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah akne vulgaris. Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan responden yang menderita akne vulgaris dengan frekuensi membersihkan wajah berhubungan linier dimana makin sering wajah dibersihkan makin rendah angka kejadian akne vulgaris, yang membersihkan wajah lebih dari 3 kali perhari angka kejadian akne hanya 2% (Tjekyan, 2008).

Bahan-bahan kimia yang ada dalam kosmetik dapat langsung menyebabkan akne vulgaris. Biasanya kosmetik ini menyebabkan akne dalam bentuk ringan terutama komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustul di daerah pipi dan dagu. Dari penelitian yang sudah ada, didapati angka kejadian akne vulgaris pada kelompok yang menggunakan kosmetika mencapai sepuluh kali lipat lebih banyak daripada responden yang tidak menggunakan kosmetik (Tjekyan, 2009).

2.1.5. Penatalaksanaan

Pemahaman mengenai keempat elemen patogenesis akne penting dalam prinsip terapeutik. Mekanisme aksi penatalaksanaan akne yang paling sering bisa dikelompokkan dalam kategori berikut ini: (1) perbaiki pola keratinisasi folikular yang berubah; (2) turunkan aktivitas kelenjar sebaseus; (3) turunkan populasi bakteri folikular, P. acnes; dan (4) menggunakan efek anti-inflamatorik. Penatalaksanaan pasien akne dengan pengetahuan mengenai patogenesis akne dan mekanisme aksi penatalaksanaan akne yang ada, meyakinkan respon terapeutik yang maksimal. Sering kali, penatalaksanaan multipel digunakan dalam kombinasi yang melawan banyak faktor dalam patogenesis akne (Zaenglein, 2008).

(43)

topikal dan sistemik. Pada tingkat penyakit berat, harus diberikan penatalaksanaan topikal dan sistemik (Wasitaatmadja, 2001).

Kombinasi dari beberapa cara pengobatan sangat diperlukan, dengan tujuan menemukan sekresi kelenjar sebasea (sebosupresi), keratolisis pada intra infundibulum, mengurangi jumlah jasad renik dengan antibiotika, dan mencegah timbulnya jaringan parut (Julianto, 2005).

Penatalaksanaan topikal berupa bahan-bahan yang dapat mengadakan pengelupasan kulit seperti benzoyl peroxide, asam retinoat, dan asam azaleat. Selain itu, ada pula bahan topikal antibiotika, seperti klindamisin, eritromisin, kloramphenikol, neomisin, dan tetrasiklin. Kadang-kadang, bahan topikal steroid yang ringan seperti hidrokortison 1% diperlukan untuk mengurangi efek iritasi yang ditimbulkan oleh tretinoin, juga untuk menekan lesi yang bersifat nodulo kistik dan granulasi. Hanya saja, sebaiknya tidak digunakan lebih dari seminggu, oleh karena efek komedogenik dari kortikosteroid (Julianto, 2005).

Antioksidan juga penting dalam pengobatan penyakit kulit. Selain memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dapat mencegah oksidasi sebum yang terbukti komedogenik pada pasien akne. Sodium L- ascorbyl-2-phospate (APS) merupakan turunan vitamin C stabil dan merupakan antioksidan efektif tinggi. Dari penelitian didapati bahwa Sodium L- ascorbyl-2-phospate 5% efektif sebagai terapi tunggal dalam pengobatan akne (Woolery-lioyd, 2010).

Penatalaksanaan sistemik berupa oral antibiotika, seperti tetrasiklin, doksisiklin, minoksiklin, eritromisin, empisilin, linkomisin, dan klindamisin. Ada pula terapi hormon dengan menggunakan kortikosteroid, cyproterone acetate, estrogen dan pil kontraseptik. Terapi oral lainnya berupa vitamin A dan tretinoin (Julianto, 2005).

Tindakan khusus yang dapat dilakukan adalah ekstraksi komedo, insisi dan drainase, eksisi, krioterapi, peeling, dan laser. Pengobatan acne scar berupa

bowl-shaped atropic scars, dermabrasi pada keloid, injeksi triam cilicone pada hipertropi, dan sinar laser pada sikatrik (Julianto, 2005).

(44)

nm dalam medium daya dalam area yang disinai dari jarak 40-40 mW/cm2. Panjang sinar ini efisien untuk fotostimulasi dari porfirin, yang disediakan oleh penelitian in vitro dan in vivo. Penetrasi dari sinar ini kira-kira 1 mm ke dalam kulit, dan ia mencapai P.acne yang di permukaan dalam di dalam salurannya. Pasien menerima proteksi dengan kacamata renang lensa gelap Speedo selama sesi. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pengobatan sinar biru seefektif benzoil peroksida untuk mengurangi jumlah akne derajat II dan III dan memiliki efek samping yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan benzoil peroksida dalam isolasi. Fakta ini mengkonfirmasi bahwa sinar biru merupakan pilihan pengobatan, khususnya untuk pasien dengan kontraindikasi terhadap metode pengobatan (Arruda, 2009).

Biaya pengobatan yang agak besar harus dipertimbangkan pada penatalaksanaan akne pada remaja yang belum mampu membiayai sendiri pengobatannya. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memulai dengan pengobatan konservatif, baik topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal dengan sulfur, resorsin, atau asam salisilat pada akne remaja harus dilakukan dengan penjelasan yang cukup agar tidak membuat mereka menolak pengobatan akibat efek sampingnya. Pengobatan sistemik dengan menggunakan drug of choice tetrasiklin akan cukup bermanfaat (Wasitaatmadja, 2001).

Terapi untuk akne memerlukan waktu yang agak lama, yaitu antara 12 sampai 14 minggu. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan akne diperlukan usaha pencegahan berupa informasi menyeluruh mengenai penyebab, proses pengobatan, lamanya pengobatan, serta prognosis yang jelas agar pasien, apalagi yang remaja, tidak over estimate terhadap upaya pengobatan yang akan berlangsung (Wasitaatmadja, 2001).

Selain itu, kebersihan juga sangat penting dalam penatalaksanaan akne. Terlalu sering membersihkan atau penggunaan sabun alkalin keras dapat meningkatkan pH kulit dan merusak lapisan lemak kutaneus. Penggunaan pembersih sintetik dapat membersihkan kulit tanpa mengubah pH kulit normal. Beberapa sabun antibiotik untuk akne yang mengandung agen seperti triclosan

(45)
(46)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto, 2009). Akne adalah salah satu penyakit peradangan menahun folikel pilosebasus yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus serta kista di tempat predileksinya (Wasitaatmadja, 2001). Akne vulgaris adalah penyakit yang umumnya bisa sembuh sendiri yang muncul dengan beragam lesi (Fleischer, 2000).

Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini (Wasitaatmadja, 2008). Angka kejadiannya akne vulgaris berkisar 85% dan terbanyak pada usia muda (Tjekyan, 2009). Umumnya, akne terjadi pada masa remaja usia 14-17 tahun pada perempuan dan 16-19 tahun pada laki-laki (Wasitaatmadja, 2001). Walaupun hampir semua terjadi pada masa remaja, akne dapat berlanjut sampai dekade ketiga ke kelima (Fleischer, 2000).

Akne dapat muncul pada segala usia, tetapi pengaruh hormonal yang membuatnya lebih sering muncul pada masa remaja (Fleischer, 2000). Selain itu, banyak faktor yang memicu terjadinya akne, terutama akne vulgaris, yang justru sering terjadi pada masa remaja. Misalnya makanan dengan kadar lemak tinggi, karbohidrat dan jumlah kalori tinggi, aktivitas fisik meningkat, penggunaan kosmetik yang salah, penggunaan obat dan minuman terlarang, stres, dan lainnya (Wasitaatmadja, 2001).

Menurut Wasitaatmadja (2008), meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada berbagai faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit.

(47)

2. Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne. 3. Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses

inflamasi folikel dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada patogenesis penyakit.

4. Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes) yang berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid sebum.

Timbulnya akne dapat dipicu oleh beberapa faktor risiko yang bisa didapati pada pasien akne, antara lain:

1. Keturunan. Faktor keturunan sangat berpengaruh pada besar aktivitas kelenjar sebasea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne kemungkinan besar anaknya menderita akne. Namun selain faktor herediter masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi akne vulgaris (Tjekyan, 2009).

2. Keseimbangan hormon. Perubahan hormon testosteron dan progesteron pada usia dewasa dapat mempengaruhi ukuran dan aktivitas kelenjar sebaseus. Hormon androgen berperan dalam keratinosit folikular untuk merangsang hiperproliferasi keratinosit. (Zaenglein, 2008). Selain itu, kelenjar adrenal juga berperan dalam produksi akne. Kecemasan, stres, tekanan emosi, dan kelemahan memiliki efek pasti pada penyebab akne (Wilkinson, 1969).

3. Makanan. Kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan. Saat ini belum ada bukti bahwa coklat, susu, seafood,

(48)

4. Kebersihan. Banyak orang percaya bahwa akne vulgaris disebabkan oleh kulit yang kotor, padahal jika kita hanya membersihkan saja tidak akan mengatasinya. Di lain pihak, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser dan

scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah akne vulgaris. Padahal sebenarnya diperlukan hanya membersihkan wajah dua kali sehari dengan air dan sabun yang lembut untuk mengurangi minyak yang berlebih dan mengangkat kulit mati. Dari penelitian yang sudah ada, didapati frekuensi membersihkan wajah berhubungan linier, dimana semakin sering wajah dibersihkan semakin rendah angka kejadian akne vulgaris (Tjekyan, 2009).

5. Penggunaan kosmetik. Bahan-bahan kimia yang ada dalam kosmetik dapat langsung menyebabkan akne vulgaris. Biasanya kosmetik ini menyebabkan akne dalam bentuk ringan terutama komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustul di daerah pipi dan dagu. Dari penelitian yang sudah ada, didapati angka kejadian akne vulgaris pada kelompok yang menggunakan kosmetika mencapai sepuluh kali lipat lebih banyak daripada responden yang tidak menggunakan kosmetik (Tjekyan, 2009).

Kelima faktor risiko tersebut diduga berperan dalam timbulnya akne. Faktor-faktor tersebutlah yang akan diteliti dalam karya tulis ilmiah ini untuk mengetahui seberapa besar faktor risiko yang didapati ini berpengaruh dalam timbulnya akne di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara agar dapat dilakukan upaya pencegahan dengan menghindari faktor risiko yang dapat diubah.

1.2. Rumusan Masalah

(49)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko terbesar yang berhubungan dengan terjadinya akne vulgaris di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, 2010 dan 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui persentase faktor risiko akne vulgaris di kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, 2010 dan 2011; mengikut jenis kelamin dan kelompok usia. 2. Untuk mengetahui prevalensi akne vulgaris di kalangan Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, 2010 dan 2011; mengikut jenis kelamin, usia, kelompok usia, dan lokasi penyebarannya.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Menyajikan data primer mengenai akne vulgaris dan faktor risikonya di kalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, 2010 dan 2011 sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya.

2. Memberikan tambahan pengetahuan kepada anak yang memiliki orangtua dengan riwayat akne agar dapat melakukan pencegahan bila didapatkan faktor keturunan sebagai faktor risiko terbesar pada akne vulgaris.

3. Memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca bila didapatkan faktor keseimbagan hormon sebagai faktor risiko terbesar pada akne vulgaris.

(50)

5. Memberikan saran untuk menjaga kebersihan kulit bila didapatkan faktor kebersihan sebagai faktor risiko terbesar pada akne vulgaris. 6. Memberikan saran untuk membatasi pemakaian kosmetik bila

(51)

ABSTRAK

Akne merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda. Timbulnya akne dapat dipicu oleh beberapa faktor risiko, antara lain faktor keturunan, keseimbangan hormon, makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui frekuensi faktor risiko akne vulgaris di kalangan mahasiswa kedokteran. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode studi potong lintang dan teknik acak bertingkat ke 120 responden yang mengisi kuesioner. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor risiko terbesar yang mempengaruhi akne vulgaris adalah faktor keseimbangan hormon, yaitu pada 104 responden (86,7%). Faktor keseimbangan hormon terbesar pada responden wanita sebanyak 63 orang (52,5%) dan pada kelompok usia remaja akhir sebanyak 76 orang (63,3%). Jumlah mahasiswa yang pernah memiliki akne vulgaris adalah sebanyak 120 orang (100%). Distribusi akne vulgaris terbesar pada responden yang berjenis kelamin wanita yaitu sebanyak 68 orang (56,7%); pada responden dengan usia 20 tahun yaitu sebanyak 36 orang (30,0%); serta pada responden dengan kelompok usia remaja akhir yaitu sebanyak 88 orang (73,3%). Lokasi penyebarannya paling banyak terdapat pada wajah, yaitu sebesar 62,5%.

Yang bisa dilakukan dari pengetahuan mengenai faktor risiko ini adalah upaya pencegahan, dengan cara menghindari faktor risiko yang dapat dikontrol, yaitu faktor makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik. Menghindari faktor risiko sendiri tidak bisa menjamin bebasnya kulit dari akne, namun dapat mencegah terjadinya keparahan pada akne.

(52)

ABSTRACT

Acne is a skin disease that globally prevalent in adolescents and young

adults. The emergence of acne can be triggered by a number of risk factors,

including heredity, hormonal balance, food, hygiene, and the use of cosmetics.

This research aims to know the frequency of acne vulgaris risk factors

amongMedical Students at the University of North Sumatra. This research was a

descriptive by using Cross Sectional Study design and techniques of stratified

random sampling to 120 respondents who filled out the questionnaire. This

research is done from September until October of 2012.

The result showed that the biggest risk factors that affect acne vulgaris is

a hormone balancing factor, namely the 104 respondents (86.7%). Hormonal

balance of the biggest factors in female respondents were 63 people (52.5%) and

late adolescent age group by 76 people (63.3%). The number of students who

have never had acne vulgaris were 120 people (100%). Distribution of the largest

acne vulgaris respondents female sex as many as 68 people (56.7%) of the

respondents to the age of 20 years as many as 36 people (30.0%), and among

respondents with late adolescent age group as many as 88 people (73.3%). What

are the most widely spread on the face, which is 62.5%.

What can be done from the knowledge of these risk factors is prevention,

by avoiding risk factors that can be controlled, the factors of food, hygiene, and

the use of cosmetics.Avoid the risk factors alone do not guarantee its free skin of

acne, but it can prevent the occurence of acne severity.

(53)

FAKTOR RISIKO AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2009, 2010, DAN 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

MONA SINTYA FRANSISCA MANURUNG NIM: 090100157

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

FAKTOR RISIKO AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2009, 2010, DAN 2011

KARYA TULIS ILMIAH

“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”

Oleh:

MONA SINTYA FRANSISCA MANURUNG NIM: 090100157

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2009, 2010, dan 2011

Nama : Mona Sintya Fransisca Manurung NIM : 090100157

Pembimbing Penguji I

(dr. H. Syahril Rahmat Lubis, SpKK (K)) (dr. Syaiful Bahri, SpM) 19501022 198211 1 001 19550416 198211 1 001

Penguji II

(dr. Eka Roina, MKes) 19781223 200312 2 002

Medan, 15 Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(56)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. H. Syahril Rahmat Lubis, SpKK (K), selaku dosen pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya penelitian ini. 3. dr. Syaiful Bahri, SpM dan dr. Eka Roina, MKes, selaku dosen penguji yang

telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan penelitian ini.

4. Teman-teman dan adik-adik mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

5. Ayah dan Ibu tercinta, M. Manurung dan M. Siahaan, S.Pd., yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moril maupun material serta doa kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan. Dalam doa mereka terkandung harapan kesuksesan bagi penulis.

(57)

7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya dan terkhusus kepada Thinisya, Fariz Nugraha, Yose Rizal Sinaga, Dorothy Manurung, Lisa Setiawati, dan Shella Febrina yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama ini.

8. Semua pihak yang telah mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Untuk seluruh dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis mengucapkan terima kasih. Hanya Tuhan yang mampu memberikan balasan terbaik kepada orang-orang tersebut. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan laporan hasil penelitian ini.

Medan, Januari 2013

(58)

ABSTRAK

Akne merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda. Timbulnya akne dapat dipicu oleh beberapa faktor risiko, antara lain faktor keturunan, keseimbangan hormon, makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui frekuensi faktor risiko akne vulgaris di kalangan mahasiswa kedokteran. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode studi potong lintang dan teknik acak bertingkat ke 120 responden yang mengisi kuesioner. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor risiko terbesar yang mempengaruhi akne vulgaris adalah faktor keseimbangan hormon, yaitu pada 104 responden (86,7%). Faktor keseimbangan hormon terbesar pada responden wanita sebanyak 63 orang (52,5%) dan pada kelompok usia remaja akhir sebanyak 76 orang (63,3%). Jumlah mahasiswa yang pernah memiliki akne vulgaris adalah sebanyak 120 orang (100%). Distribusi akne vulgaris terbesar pada responden yang berjenis kelamin wanita yaitu sebanyak 68 orang (56,7%); pada responden dengan usia 20 tahun yaitu sebanyak 36 orang (30,0%); serta pada responden dengan kelompok usia remaja akhir yaitu sebanyak 88 orang (73,3%). Lokasi penyebarannya paling banyak terdapat pada wajah, yaitu sebesar 62,5%.

Yang bisa dilakukan dari pengetahuan mengenai faktor risiko ini adalah upaya pencegahan, dengan cara menghindari faktor risiko yang dapat dikontrol, yaitu faktor makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik. Menghindari faktor risiko sendiri tidak bisa menjamin bebasnya kulit dari akne, namun dapat mencegah terjadinya keparahan pada akne.

(59)

ABSTRACT

Acne is a skin disease that globally prevalent in adolescents and young

adults. The emergence of acne can be triggered by a number of risk factors,

including heredity, hormonal balance, food, hygiene, and the use of cosmetics.

This research aims to know the frequency of acne vulgaris risk factors

amongMedical Students at the University of North Sumatra. This research was a

descriptive by using Cross Sectional Study design and techniques of stratified

random sampling to 120 respondents who filled out the questionnaire. This

research is done from September until October of 2012.

The result showed that the biggest risk factors that affect acne vulgaris is

a hormone balancing factor, namely the 104 respondents (86.7%). Hormonal

balance of the biggest factors in female respondents were 63 people (52.5%) and

late adolescent age group by 76 people (63.3%). The number of students who

have never had acne vulgaris were 120 people (100%). Distribution of the largest

acne vulgaris respondents female sex as many as 68 people (56.7%) of the

respondents to the age of 20 years as many as 36 people (30.0%), and among

respondents with late adolescent age group as many as 88 people (73.3%). What

are the most widely spread on the face, which is 62.5%.

What can be done from the knowledge of these risk factors is prevention,

by avoiding risk factors that can be controlled, the factors of food, hygiene, and

the use of cosmetics.Avoid the risk factors alone do not guarantee its free skin of

acne, but it can prevent the occurence of acne severity.

(60)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Akne Vulgaris secara Umum ... 6

2.1.1. Definisi Akne Vulgaris ... 6

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis ... 6

2.1.3. Manifestasi Klinis ... 11

2.1.4. Faktor Risiko ... 13

2.1.5. Penatalaksanaan ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 19

3.1. Kerangka Konsep ... 19

3.2. Definisi Operasional dan Alat Ukur ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis Penelitian... 21

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel ... 21

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 22

4.5. Metode Analisis Data ... 23

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 24

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 24

5.3. Hasil Analisis Data ... 25

5.3.1. Faktor Risiko Akne Vulgaris ... 25

5.3.2. Prevalensi Akne Vulgaris ... 26

5.4. Pembahasan... 29

5.4.1. Faktor Risiko Akne Vulgaris ... 29

5.4.2. Prevalensi Akne Vulgaris ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

(61)

6.2. Saran ... 31

(62)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1 Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa

Kedokteran Universitas Sumetera Utara angkatan 2009, 2010,

dan 2011 25

5.2. Distribusi Faktor Risiko berdasarkan Jenis Kelamin 25

5.3. Distribusi Faktor Risiko berdasarkan Kelompok Usia 26

5.4. Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa

Kedokteran Universitas Sumetera Utara angkatan 2009, 2010,

dan 2011 26

5.5 Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin 27

5.6. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Usia 27

5.7. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Kelompok Usia 28

(63)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Lembar Penjelasan

LAMPIRAN 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (informed consent)

LAMPIRAN 4 Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN 5 Lembar Validasi Isi

LAMPIRAN 6 Ethical Clearance

LAMPIRAN 7 Data Induk Responden

Gambar

Tabel 5.1. Faktor Risiko Akne Vulgaris di Kalangan Mahasiswa Kedokteran
Tabel 5.3. Distribusi Faktor Risiko berdasarkan Kelompok Usia
Tabel 5.5. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.7. Distribusi Akne Vulgaris berdasarkan Kelompok Usia

Referensi

Dokumen terkait

Figure 11 shows the generated return pulses by delaying the pulse model, which is resized in order that the integral of pulse is the received energy of sub-beam

Analisis kelemahan dan kelebihan penggunaan TIK pada pembelajaran PJOK khususnya materi ajar aktivitas gerak.. Rancanglah media pembelajaran dengan menggunakan power

In this paper we present the results of the comparison between two terrestrial laser scanners (TLS), a discrete return system (Riegl LMS-Z620) and an echo-digitizing system

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jantung pisang batu terhadap peningkatan produksi ASI pada Ibu Menyusui di Wilayah Puskesmas Srikuncoro

Observasi yang dilakukan oleh observer atau teman sejawat dari peneliti menggunakan lembar observasi yang telah disediakan. Tujuannya untuk mengamati aktivitas guru

Beberapa dari variabel yang memiliki bobot tertinggi pada aspeknya antara lain faktor produk, kualitas desain, segmen ekonomi, kekuatan pemasok, sumber daya manusia, kegiatan

Muhammad Zein Painan akan melaksanakan Pelelangan Sederhana pascakualifikasi secara non elektronik untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa Lainnya sebagai berikut:..

Aplikasi Sistem Periodik, Stoikiometri dan Struktur Atom diharapkan dapat menjadi pilihan alternatif bagi siswa tingkat SMU dalam mempelajari