• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kementerian PPN/ Bappenas. Prosiding. Seminar Nasional Bedah Peraturan Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kementerian PPN/ Bappenas. Prosiding. Seminar Nasional Bedah Peraturan Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding

Seminar Nasional

Bedah Peraturan Perundangan Terkait

Tanah Adat/Ulayat

Universitas Trisakti

Kementerian PPN/ Bappenas

KERJA SAMA ANTARA

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN, BAPPENAS

DENGAN

PUSAT STUDI HUKUM AGRARIA UNIVERSITAS TRISAKTI

(2)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 1

1.1

LATAR BELAKANG

Salah satu isu strategis bidang pertanahan dalam RPJMN 2015-2019 adalah perlindungan hukum terhadap penguasaan tanah yang masih rendah. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi sehingga menyebabkan rendahnya perlindungan hukum terhadap penguasaan tanah antara lain: (i) Cakupan peta dasar pertanahan pada wilayah nasional yang masih rendah baru mencapai 23,26 persen; (ii) Cakupan bidang tanah bersertipikat pada wilayah nasional di luar kawasan hutan yang masih rendah mencapai 51,8 persen; (iii) Batas wilayah hutan dan non hutan belum jelas dan belum terintegrasi dalam sistem pendaftaran tanah nasional 49,96 persen kawasan hutan yang sudah dilakukan penataan batas kawasan; (iv) Konsep tanah adat/ulayat serta peraturan perundang-undangan terkait belum dipahami secara benar baik oleh pemda maupun masyarakat adat/ulayat terkait sehingga sampai saat ini baru 1 (satu) tanah adat/ulayat yang ditetapkan dan dilakukan pendaftaran di Badan Pertanahan Nasional yaitu Tanah Adat Badui, Provinsi Banten.

Upaya perbaikan tersebut sudah diakomodir dalam RPJMN 2015-2019, khusus untuk konsep tanah adat/ulayat perlu dilakukan sosialisasi secara sistemik dan dengan substansi yang komprehensif meliputi konsep tanah adat/ulayat beserta peraturan perundang-undangan di satu sisi dan pada sisi lain peran masing-masing pihak terkait dalam menjalankan amanat peraturan perundangan tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.

(3)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 2

5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat bahwa penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mengikut sertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola sumber daya alam. Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi, dan apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu salah satu pasalnya mencabut Permen Agraria/Kepala BPN No. 5/1999. Dengan dicabutnya Permen Agraria Nomor 5 Tahun 1999 dalam pelaksanaannya tidak ada kejelasan mengenai pengertian Hak Ulayat, unsur-unsur adanya Hak Ulayat dan penentuan masih ada atau tidaknya Hak Ulayat.

Dalam hal ini terdapat istilah yuridis yang berbeda antara Permen Agraria Nomor 5 Tahun 1999 dan Permen Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 2015, hal ini dapat menimbulkan dampak yuridis yang berbeda dalam pelaksanaannya.

Berkenaan dengan hal itu, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan/ Bappenas akan melakukan diskusi/seminar mengenai kedua peraturan perundangan tersebut dalam kaitannya dengan Pasal 3 UUPA yang menyatakan bahwa “dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan

(4)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 3

kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bole bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”. Diskusi/seminar ini akan dilaksanakan bekerja-sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Trisakti, dengan mengundang narasumber yang kompeten.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari pelaksanaan seminar nasional ini adalah (i) untuk Riviu dan Evaluasi substansi Permen ATR/Ka. BPN No.9/2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada dalam Kawasan Tertentu terkait dengan konsep filosofis perlindungan terhadap masyarakat adat terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang, UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Perkebunan, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi, serta (ii) merumuskan tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka melaksanakan amanah perlindungan masyarakat hukum adat dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

jo UU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang, UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Perkebunan, UU Nomor 4 Tahun 2009

(5)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 4

tentang Mineral dan Batubara, UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi.

1.3 TEMPAT DAN WAKTU Seminar Nasional dilaksanakan pada:

Hari/Tanggal : Kamis, 17 September 2015 Waktu : Pukul 09.00 s/d Selesai

Tempat : Ruang Bidakarna – Hotel Bidakara Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 71-13 Pancoran - Jakarta Selatan 1.4 PESERTA

Peserta yang diundang dan diharapkan hadir dalam seminar ini adalah Para Akademisi dan beberapa perwakilan Kementerian/Lembaga terkait.

1.5 PANITIA PELAKSANA

Panitia pelaksanan seminar adalah Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Pusat Studi Hukum Agraria Fakultas Hukum, Universitas Trisakti. Panitia dapat dihubungi melalui telp/fax: (021) 392 7412 atau melalui email: trp@bappenas.go.id.

(6)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 5

1.6 AGENDA SEMINAR

Waktu Kegiatan Penanggung Jawab

09.00 -

09.30 Registrasi Peserta Panitia

09.30 –

09.45 Pengantar dan Pembukaan

Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas 09.45 –

10.00 Coffee Break Seluruh Peserta

Sesi Diskusi dan Penyampaian Materi dipandu Moderator Dr. Endang – Pusat Studi Hukum Agraria Universitas Trisakti

10.10 – 10.40

Anatomi Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu Prof. Ahmad Sodiki Universitas Brawijaya 10.40 – 11.10

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pasca Diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu Prof. Arie Sukanti Universitas Trisakti 11.10 –

12.45 Diskusi dan Tanya Jawab Moderator

12.45 – 13.00 Penutup Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas 13.00 –

(7)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 6

2.1 PENGANTAR DAN PEMBUKAAN SEMINAR

Seminar Nasional diawali dengan paparan pengantar dan pembukaan oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas, Dr. Ir. Oswar M. Mungkasa, MURP. Beberapa hal penting yang disampaikan, yaitu :

‒ Arahan RPJMN 2015-2019 terkait tanah adat ulayat adalah kepastian hukum hak atas tanah. Dengan fokusnya adalah (i) perubahan pendaftaran tanah publikasi positif; (ii) percepatan penyelesaian kasus pertanahan; (iii) kepastian tanah masyarakat hak atas tanah adat.

‒ Sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait tanah adat ulayat menjadi hal penting karena masih rendahnya pemahaman terkait tanah adat ulayat. Dengan materi sosialisasi berupa UUPA, Perka BPN No. 5/1999. Namun, hadir Permen ATR No. 9/2015 yang mencabut Perka BPN No. 5/1999, dari kondisi tersebut ditemukan perbedaan mendasar dalam pemahaman tanah adat/ulayat, oleh karena itu pelaksanaan sosialisasi tanah adat/ulayat belum dapat dilakukan. ‒ Dengan dilakukannya seminar ini adalah bertujuan

untuk mendapatkan pemahaman terkait substansi Permen ATR No.9/2015 dengan melakukan review dan evaluasi dari substansi peraturan tersebut, serta

(8)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 7

merumuskan tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka melaksanakan amanah perlindungan masyarakat hukum adat.

‒ Dari seminar ini diharapkan adanya kesepakatan mengenai status konsep tanah tanah adat/ulayat dalam UUPA apakah perlu dihilangkan dan diganti dengan konsep tanah komunal

2.2 PAPARAN-PAPARAN

Pada sesi paparan-paparan yang dimoderatori oleh Dr. Endang dari Pusat Studi Hukum Agraria Universitas Trisakti, terdapat beberapa bahasan yang disampaikan oleh Prof. Ahmad Sodiki dari Universitas Brawijaya dan Prof. Arie Sukanti dari Universitas Trisakti, yaitu sebagai berikut. 2.2.1 Prof. Ahmad Sodiki - Universitas Brawijaya Beberapa hal penting yang disampaikan, antara lain sebagai berikut.

‒ Permen ATR No.9/2015 pada bagian mengingat, ada yang perlu disempurnakan TAP MPR IX/2001 langsung ke UUPA. Pada umumnya peraturan yang terkait masyarakat hukum adat adalah mengacu Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 28 I ayat 3. Kedua pasal tersebut Negara mengakui Masyarakat Hukum Adat.

‒ Terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian, salahsatunya adalah Hak Komunal yang dibahas dalam Pasal 13 dan 14. Karena Hak Komunal Masyarakat Hukum Adat menurut Pasal 13 penggunaan dan pemanfaatan tanahnya dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga, namun pada Pasal 14 hak komunal

wajib dikerjakan dan

(9)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 8

menjaga kelestarian hutan di sekitarnya. Sehingga terdapat kontradiktif yang perlu penjelasan.

‒ Pasal 1 ayat (2) Permen ATR No.9/2015 menyatakan “Kawasan tertantu adalah kawasan hutan atau perkebunan”. Subyek hukumnya atau yang disebut pemohon adalah koperasi, unit

bagian dari desa atau kelompok masyarakat lainnya yang telah memenuhi syarat, sedangkan

persyaratan kelompok masyarakat yang berada dalam Kawasan Tertentu disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) Permen a quo. Hal tersebut perlu adanya kejelasan.

‒ Ketentuan mengenai apa yang diatur dalam hal pemberian hak komunal kepada kelompok masyarakat lainnya harus dikaitkan dengan peraturan lainnya misalnya UU No.51 Prp 1960 (LN 1960-158) tentang Larangan Pemakaian

tanah tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya yang

saampai sekerang tetap berlaku.

‒ Hak komunal yang ditaruh dalam jajaran hak keperdataan bertentangan dengan Pasal 16 ayat (1 huruf h), UU No.5-160. Hak komunal harus diatur oleh undang-undang tidak cukup dalam Peraturan Menteri, seperti halnya hak milik satuan rumah susun diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011.

Jika istilah hak komunal tersebut sebagai pengganti hak ulayat tentu tidak tepat, karena hak komunal sebagai hak milik bersama merupakan hak keperdataan, sedangkan hak ulayat adalah hak agraria, hak kesatuan masyarakat agraria adat. Jika hak komunal merupakan hak bersama masyarakat agraria adat yang seluas hak ulayat, dan dapat dikeluarkan sertifikatnya, maka hak tersebut merupakan “privatisasi’ hak agraria yang dapat membahayakan masyarakat yang bersangkutan.

(10)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 9 ‒ Permen Agraria No.5/1999 tentang Pedoman

Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dinyatakan tidak berlaku oleh Permen ATR No.9/2015, maka persoalan yang diatur dalam Permen Agraria No. 5/1999 diselesaikan berdasarkan Permen ATR No.9/2015. Hal ini tentu akan menimbulkan masalah karena ketidaksamaan isi dan tempatnya dalam sistem Agrarian nasional antara hak komunal dengan hak ulayat.

2.2.2 Prof. Arie Sukanti – Universitas Trisakti Beberapa hal penting yang disampaikan, antara lain sebagai berikut.

‒ Hak Ulayat dalam pasal 3 UUPA, dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak diperbolehkan bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. ‒ Hak Ulayat dalam pengertian Hukum, PEMEGANG HAK ULAYAT adalah masyarakat hukum adat yang bersangkutan, terdiri atas orang-orang yang merupakan warganya, dan PELAKSANA HAK ULAYAT adalah Penguasa Adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan, yaitu Kepala Adat sendiri atau bersama-sama dengan para tetua adat masing-masing.

‒ Pengaturan Hukum Adat, tanah adat/ulayat dalam UUPA. Dalam Penjelasan Umum Angka III (1) UUPA dikatakan bahwa “Dengan sendirinya Hukum Agraria

(11)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 10

yang baru itu harus sesuai dengan kesadaran hukum daripada rakyat banyak. Oleh karena rakyat Indonesia sebagian besar tunduk pada hukum adat, maka Hukum Agraria baru tersebut akan didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum adat itu, sebagai hukum yang asli”

‒ Dalam Pasal 5 dinyatakan, bahwa: “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA…”

‒ Pengakuan terhadap Hak Ulayat tercantum dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum (INPRES 1/1976).

‒ Dengan membandingkan pengertian Hak Komunal dengan Hak Ulayat, terlihat bahwa pengertian keduanya tidaklah sama.

‒ Hak Ulayat mempunyai aspek Perdata, yang ditandai dengan adanya tanah bersama dalam masyarakat hukum adat, dan Publik, yang ditandai dengan kewenangan Kepala Adat terhadap tanah bersama. Sedangkan Hak komunal diartikan sebagai hak atas tanah, sehingga karenanya dapat diterbitkan surat tanda bukti hak.

‒ Disimpulkan bahwa (i) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat tidak dapat dipersamakan dengan Hak Komunal; (ii) Hak Komunal hanya untuk di kawasan hutan dan perkebunan; (iii) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

(12)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 11

masih ada, meskipun ada ketentuan mengenai Hak Komunal; (iv) Perlu dilakukan revisi atau mencabut Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 2015; (v) Diperlukan ketentuan yang mengatur Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

2.3 DISKUSI DAN TANYA JAWAB SESI I

Berikut hal-hal penting yang disampaikan pada sesi diskusi dan tanya jawab, antara lain:

H. Ilham - Kesultanan Jailolo, Maluku Utara

a) Pemahaman hukum adat di Maluku Utara tidak ada tanah negara semua sudah terakomodir dalam tanah adat. Problem yang ada adalah banyaknya investasi pertambangan sehingga muncul konflik antara pemerintah, masyarakat adat, swasta. Oleh karena itu dengan adanya perkembangan hukum tanah adat saat ini maka sangat baik bagi masyarakat yang mengelola tanah adat.

b) Hukum adat lebih meyakini surat tanah yang dikeluarkan oleh kesultanan daripada surat yang dikeluarkan oleh BPN. Dengan begitu ada kesenjangan antara UUPA dan Permen ATR No.9/2015

c) Maluku Utara dapat menjadi obyek pengajian dan penelitian terkait tanah adat ulayat karena masih kuatnya hukum tanah adat di Maluku Utara

d) Perlu ada pengkajian lebih lanjut tentang masyarakat hukum adat.

(13)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 12

Ibu Ida - Fakultas Hukum,Universitas Padjajaran

a) Sistem hukum tanah di Indonesia menjadi kisruh dengan adanya Permen ATR No.9/2015, Permendagri No.52/2014 dan Perber 4 Menteri, UU Desa ini.

b) Masyarakat Hukum Adat menginginkan diakui sebagai itentitas hukum bukan dari pengakuan hak individu. c) Bagaimana identifikasi Hak Komunal dan bagaimana

bila ada konflik hak komunal. Hal ini akan menimbulkan kerumitan sistem hukum tanah nasional d) Sepakat Masyarakat Hukum Adat harus diakui dan dilindungi namun apakah memang perlu diakui secara individual

Bapak Hotman - Menko Perekonomian

a) Bagaimana bila ada keinginan membangun infrastruktur diatas tanah adat/ulayat

b) Fakta: (i) Hak Komunal hak baru tidak ada di UUPA; (ii) Hak Komunal hanya untuk alasan tertentu perkebunan dan kehutanan; (iii) Perlu ada batasan pengaturan Permen, karena adanya banyak Permen mengatur hal yang sama.

c) Rekomendasi perlu disusun berdasarkan fakta seminar ini

2.4 TANGGAPAN SESI I

Berikut beberapa tanggapan dari narasumber atas diskusi dan tanya jawab pada sesi I, antara lain:

(14)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 13

Prof. Ahmad Sodiki - Universitas Brawijaya

a) UUPA sudah menyebutkan macam-macam hak atas tanah. Terkait kesultanan maka perlu ada konversi dengan melihat ciri-cirinya apakah sama dengan Hak Milik atau Hak Pengelolaan. Sehingga ada penyamaan antara UUPA dan Hak Adat

b) Untuk derah yang modern dapat berlaku hukum positif sedangkan untuk wilayah adat dapat diterapkan hukum adat yang perlu di unifikasi dengan UUPA yang mengatur hukum adat dan hukum positif.

c) Pasal 18 ayat 2B, hak tradisional tidak diberikan oleh Negara tetapi diakui saja sehingga hanya perlu identifikasi dan deklarasi saja. Masyarakat Indonesia dimanapun berhak memiliki tanah dimanapun.

d) Sependapat dengan Ibu Ida, dengan Hak Komunal bertambah bingung. Ini merupakan bentuk ego sektoral dari K/L.

e) Bappenas perlu mencari terobosan terkait dengan hal ini terutama mengurangi ego sektoral

f) Tanah adat/ulayat tidak dapat bersikukuh tidak dapat dibangun suatu infrastruktur karena selain sebagai MHA juga sebagai WNI. Perlu ada kemanusiaan dalam proses pembangunan di tanah adat.

Prof. Arie Sukanti – Universitas Trisakti

a) Hak Ulayat tidak dapat diwariskan kepala kepala adat karena merupakan kepemilikan bersama masyarakat adat tersebut.

b) Euforia otonomi daerah menyebabkan adanya penyelewengan dan pelanggaran hukum terkait perijinan yang menimbulkan tumpang tindih perijinan

(15)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 14

c) Undang-undang No.2/2012 sudah mengakomodasi untuk kepentingan umum, MHA harus menyerahkan tanahnya namun perlu ada rekognisi/ganti rugi dalam bentuk fasilitasi, penggantian lapangan pekerjaan kepada masyarakat yang terkena pembangunan. d) Dengan konsinyasi maka selesai. Ini perlu ada

pembahasan terutama terkait MHA. 2.5 DISKUSI DAN TANYA JAWAB SESI II

Berikut beberapa hal yang disampaikan pada Diskusi dan Tanya Jawab Sesi II, antara lain:

Bapak Sunaryo

a) Penamaan Hak Komunal tidak cocok karena Hak Komunal tidak ada di Hutan, sehingga istilah komunal perlu direvisi.

b) Peraturan Menteri tersebut perlu dicabut karena secara hukum bertentangan dan perlu dicari bentuk lain yang baru dan jangan dipaksakan.

c) BPN harus hati-hati terhadap ide-ide atau konsep dari pihak luar, harus jeli dan teliti, serta perlu disesuaikan dengan UUPA.

Ibu Ace - Fakultas Hukum, Universitas Kristen Indonesia

a) Bahwa Permen ATR No.9/2015 menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian. Perlu ada ketegasan hak ulayat MHA dengan mengakomodasi putusan MK dan peraturan lainnya.

b) Perlu ada pengkajian lebih lanjut terkait hal ini dengan memperhatikan aspek filosofi, yuridis, dan sosiologis.

(16)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 15

Bapak Sutaryono - Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

a) Banyak masyarakat secara faktual menghuni kawasan hutan dalam waktu yang lama, didalam Peraturan bersama 4 Menteri, ada petunjuk bahwa semangatnya mengeluarkan mereka dari kawasan hutan, sehingga membacanya permen ini untuk meng-enclave. Dan Permen ini sebagai bentuk terobosan hukum

b) Permen ini dinilai perlu dicabut karena mericuhkan, namun perlu ada regulasi yg mengatur status masyarakat adat yg masuk di kawasan hutan

c) Terkait kelokalan daerah apakah masuk dalam status adat dalam hak tanahnya

2.6 TANGGAPAN SESI II

Berikut beberapa tanggapan dari narasumber atas diskusi dan tanya jawab pada sesi II, antara lain:

Prof. Ahmad Sodiki - Universitas Brawijaya

a) Hak tidak dapat diberikan berdasarkan keinginan sektor tertentu tapi harus mengacu pada UUPA

b) Hukum perlu dipandang secara menyeluruh. Terkait Permen ATR ini sudah ada aturan lain yang mengatur hal sama. Jadi tidak dapat dipandang sebagai terobosan semata karena secara hukum tidak sebagai terobosan. c) BPN perlu koordinasi dengan K/L lain dalam

(17)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 16

Prof. Arie Sukanti – Universitas Trisakti

a

) Diawal dicantumkan bahwa peraturan tersebut didasarkan mengingat Tap MPR IX, UU 26, UU 41, UU, namun selanjutnya dalam isi peraturan tersebut tidak menjadi dasar pengingat

b) Bisa tidak peraturan ini dilakukan apabila dasar petanya belum baik.

c) Hak Komunal bukan hak ulayat menurut UUPA namun kemudian mencabut Peraturan Menteri Negara Agraria No.5/1999

d) Bappenas perlu mengingatkan BPN karena ini bertentangan dengan UUPA

e) Apabila Hak Komunal berbeda dengan Hak Adat maka jangan mencabut Peraturan Menteri Negara Agraria No.5/1999

(18)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 17

Sesi kesimpulan dan penutupan dilakukan pada Seminar Nasional Bedah Peraturan Terkait Tanah Adat/Ulayat, disusun dan disampaikan sebagai berikut.

 Materi yang ada pada Peraturan Menteri ATR/BPN No. 9 Tahun 2015 berbeda dengan isi yang ada pada Undang-undang Pokok Agraria

 Hasil perbandingan dengan pengertian dan penelaahan yang dilakukan antara Hak ulayat dengan Hak Komunal adalah tidak sama, keduanya memiliki pengertian yang berbeda

 Dalam proses pendaftaran, pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, didalamnya tidak mengenal pendaftaran tanah Hak Komunal

 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional disarankan untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri ATR/BPN No. 9 Tahun 2015, atau mencabut Peraturan tersebut

 Peraturan Menteri Negara Agraria No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, sudah cukup baik memberikan arahan dalam pengakuan terhadap Hak Adat, tetapi peratura tersebut kemudian dicabut dan diganti dengan oleh Peraturan Menteri ATR/BPN No. 9 Tahun 2015.

(19)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 18

Diskusi kecil sebelum pelaksanaan Seminar Nasional Bedah Peraturan Terkait Tanah Adat/Ulayat. Pembukaan pelaksanaan Seminar Nasional Bedah Peraturan Terkait Tanah Adat/Ulayat. Paparan Pembuka oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas.

DOKUMENTASI KEGIATAN

(20)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 19

Penyampain materi oleh Prof. Ahmad Sodiki dan Prof. Arie Sukanti, dimoderatori oleh Dr. Endang.

Penyampaian pertanyaan oleh Bapak Hotman dari Kemenko, pada sesi diskusi berlangsung.

Pihak dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

menyampaikan pendapat pada sesi diskusi.

Bapak Sunaryo menyampaikan usulan dan pendapat dalam seminar bedah peraturan terkait tanah adat/ulayat.

(21)

Seminar Nasional Bedah Peraturan

Perundangan Terkait Tanah Adat/Ulayat 20

Beberapa peserta yang menghadiri seminar bedah peraturan terkait tanah adat/ulayat. Penyampaian jawaban oleh Prof. Ahmad Sodiki dan Prof. Arie Sukanti pada sesi diskusi berlangsung. Beberapa peserta yang menghadiri seminar bedah peraturan terkait tanah adat/ulayat. Foto bersama Narasumber, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, panitia pelaksana dan para peserta yang hadir.

(22)

Universitas Trisakti

Kementerian PPN/ Bappenas

KERJA SAMA ANTARA

DIREKTORAT TATA RUANG DAN PERTANAHAN, BAPPENAS

DENGAN

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasi penelitian dapat disimpulkan bahwa Perlakuan terbaik secara kimiawi terdapat pada perlakuan A3 yaitu pati singkong 5% dengan kandungan vitamin C 3,20 mg/100 g,

Evaluasi ini dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan melihat proses yang terjadi dalam kegiatan bimbingan klasikal, meliputi :.. Guru bimbingan dan

Jakarta Tourism menginformasikan bahwa destinasi wisata Taman Menteng telah dibuka kembali pada 23 Maret 2021 dengan menerapkan protokol kesehatan.. Teman Taman

Pencitraan 3 dimensi CBCT akan memberikan informasi lokasi gigi impaksi dengan gambaran lebih akurat dalam bidang aksial, koronal dan sagital, hubungan mahkota akar gigi

„ A kultúra fogalom ilyen vonatkozásban természetesen nemcsak a «magaskultúrát», hanem mindaz t jelenti, «amit egy személynek tudnia kell, hogy funkcionálni tudjon egy

Aktivitas air menunjukkan jumlah air di dalam pangan yang digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba mempunyai kebutuhan aktivitas air minimal yang

Permasalahan yang dimaksud yaitu mengenai harga baja dunia khususnya pada produk Baja Canai Panas (Hot Rolled Coil) yang fluktuatif sehingga diperlukan suatu

Alasan utama dipilihnya bunglon sebagai sumber ide untuk berkarya, karena bunglon merupakan hewan reptil yang memiliki wajah ekspresif seperti manusia dan dapat merubah