• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya - -

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya - -"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Teori Resiko Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan – perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Muhith, 2015:178).

Jadi menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah tindakan dimana seseorang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Tindakannya dapat berupa verbal seperti marah – marah, berteriak, mengancam. Dan non verbal seperti merusak, memecahkan atau membanting benda – benda yang ada disekitar.

2. Faktor Prediposisi

Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah :

a. Teori Biologis

1) Neurologic Faktor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan - pesan

(2)

yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah, 2012: 29).

2) Genetic Faktor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

3) Cycardian Rhytm

Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100). Faktor Biokimia

4) Faktor biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut

(3)

efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100). 5) Brain Area Disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).

b. Teori Psikologis 1) Teori Psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101).

2) Imitation, modelling and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (semakin keras

(4)

pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti,2012: hal 101).

3) Learning Theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).

3. Faktor Presipitasi

Yosep & Sutini (2014) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.

a. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

c. Seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

(5)

e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga

(6)

4. Penilaian Stressor

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot atau pandangan tajam c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Bicara ketus dan membentak f. Wajah memerah dan tegang g. Postur tubuh kaku

h. Pandangan tajam i. Jalan mondar mandiri

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138) :

a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna

b. Klien mengungkapkan perasaan jengkel

c. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdeba debar, rasa tercekik dan bingung

d. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

e. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

5. Sumber Koping

Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai menjadi 4, yaitu sebagai berikut :

a. Personal Ability meliputi : kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternatif, kemampuan mengungkapkan / konfrontasi perasaan marah,

(7)

tidak semangat untuk menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan hubungan interpersonal, mempunyai pegetahuan dalam pemecahan masalah secara asertif, intelegensi kurang dalam menghadapi stressor, identitas ego tidak adekuat.

b. Sosial Support meliputi : dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai budaya.

c. Material Assets meliputi : penghasilan yang layak, tidak ada benda atau barang yang biasa dijadikan aset, tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.

d. Positive Belief meliputi : distress spirituaL, adanya motivasi, penilaian terhadap pelayanan kesehatan.

6. Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri antara lain:

a. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

b. Proyeksi

Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik

(8)

menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

c. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahaya akan masuk kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

d. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya seseorangan yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

e. Deplacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu, misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).

7. Rentang Respon Rentang respon

Adaptif Maladaptif

(9)

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK Klien mampu mengungkap kan rasa marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan. Klien gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatifnya. Klien merasa tidak dapat mengungkap kan perasaannya, tidak berdaya dan menyerah. Klien mengekspre sikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman. Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol disertai amuk, merusak lingkungan. Sumber : (Yosep, 2010)

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif : (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96)

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan 2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan 3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari pengalaman

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

b. Respon Maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

(10)

2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan 1. Pengkajian

Menurut Yosep (2010), pada dasarnya pengkajian pada pasien perilaku kekerasan ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual.

a. Identitas pasien meliputi biodata pasien. b. Keluhan utama

Setelah dilakukan wawancara dan observasi, muncul data subyektif dan data subyektif dari hasil wawancara dan observasi (Yosep, 2011) : 1) Data Subyektif (DS) :

a) Ungkapan berupa ancaman b) Ungkapan kata – kata kasar

c) Ungkapan ingin memukul / melukai 2) Data Obyektif (DO) :

a) Wajah memerah atau tegang b) Pandangan tajam

c) Mengatupkan rahang dengan kuat d) Mengepalkan tangan

e) Bicara kasar

f) Suara tinggi atau berteriak

g) Melempat atau memukul benda/orang lain c. Aspek biologis

(11)

Respon biologis timbul karena ada kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Tanda gejala perilaku kekerasan seperti : ketegangan otot, rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah (Yosep, 2010).

d. Aspek Emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan, dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut (Yosep, 2010).

e. Aspek Intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintergrasi (Dermawan & Rusdi, 2013).

f. Aspek Sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata – kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan (Dermawan & Rusdi, 2013).

(12)

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan moral dan rasa tidak berdosa (Yosep, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian selanjutnya adalah penegakan diagnosa keperawatan. Diagnosis keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut (Sutejo,2017). Masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah perilaku kekerasan adalah : (Dermawan & Rusdi, 2013)

Resiko Perilaku kekerasan

Dalam SDKI 2017, Risiko perilaku kekerasan adalah kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan / atau merusak lingkungan. Resiko perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh ketidakmampuan mengendalikan kemampuan marah, stimulus lingkungan, konflik interpersonal, perubahan status mental, putus obat dan penyalahgunaan zat / alcohol.

Diagnosa resiko perilaku kekerasan memiliki dua tanda gejala yaitu mayor dan minor. Untuk tanda gejala mayor antara lain mengancam, mengumpat, suara keras, bebricara ketus, menyerang orang lain, melukai diri sendiri, merusak lingkungan, perilaku agresif / amuk. Sedangkan untuk tanda gejala minor antara lain mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, postur tubuh kaku.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

(13)

2.2. Tabel Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil

Intervensi

Resiko Perilaku Kekerasan Definisi : Kemarahan Yang Diekspresikan Secara Berlebihan Dan Tidak Terkendali Secara Verbal Sampai Dengan Mencederai Orang Lain Dan/Atau Merusak Lingkungan. Penyebab : 1. Ketidakmampuan Mengendalikan Dorongan Marah 2. Stimulus Lingkungan 3. Konflik Intrapersonal 4. Perubahan Status Mental 5. Putus Obat

6. Penyalahgunaan Zat/Alcohol

Tanda Dan Gejala Mayor: Subjektif : - Mengancam - Mengumpat - Suara Keras - Bicara Ketus Objektif :

- Menyerang Orang Lain - Melukai Diri Sendiri /

Orang Lain

- Merusak Lingkungan - Perilaku Agresif / Amuk

Tanda Dan Gejala Minor : Subjektif : (Tidak Tersedia)

Setelah Dilakukan Intervensi Selama 30 Menit, Maka [Kontrol Diri] [Meningkat], dengan Kriteria Hasil : - Verbalisasi ancaman

kepada orang lain menurun - Verbalisasi umpatan menurun - Verbalisasi menyerang menurun - Perilaku melukai diri sendiri/orang Lain menurun - Perilaku merusak lingkungan menurun - Perilaku agresif/ ngamuk menurun - Suara keras menurun - Bicara keras menurun Manajemen Pengendalian Marah Observasi - Identifikasi penyebab/pemicu marah - Identifikasi harapan perilaku terhadap ekspresi kemarahan - Monitor potensi agresif tidak konstruktif dan lakukan tindakan sebelum agresif Terapeutik - Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan - Fasilitasi mengekspresikan marah secara adaptif - Cegah kerusakan fisik akibat marah - Cegah aktifitas pemicu agresi - Dukung menerapkan strategi pengendalian marah dan ekspresi amarah adaptif

(14)

Objektif : - Mata Melotot - Tangan Mengepal - Rahang Mengatup - Wajah Memerah - Postur Tubuh Kaku

Kondisi Klinis Terkait : - Attention deficit / hyperactive disorder (ADHD) - Gangguan perilaku - Oppositional defiant disorder - Gangguan Tourette - Delirium - Demensia - Gangguan amnestic Edukasi - Jelaskan makna, fungsi marah, frustasi dan respon marah - Anjurkan meminta bantuan perawat atau keluarga selama ketegangan meningkat - Ajarkan strategi mencegah ekspresi marah maladaptif - Ajarkan metode untuk memodulasi pengalaman emosi yang kuat (mis. teknik relaksasi : Berikan terapi musik klasik) Kolaborasi - Kolaborasi pemberian obat, jika perlu

Sumber : (SIKI, 2018) & (SLKI,2019)

4. Implementasi Keperawatan

Setelah dibuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien dengan resiko perilaku kekerasan, selanjutnya adalah menerapkan rencana tersebut kepada pasien dan dilakukan evaluasi setiap selesai pemberian implementasi (Sutejo,2017).

Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana intervensi yang telah disusun untuk mengontrol marah pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan berdasarkan SIKI menurut PPNI (2018).

(15)

Evaluasi merupakan tahapan terakhir dalam proses asuhan keperawatan. Evaluasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subjectif, Objectif, Assessment, Planning) yang mengacu pada luaran berdaarkan SLKI (2019) yaitu :

2.3 Tabel Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1 Resiko Perilaku Kekerasan Subjektif (S)

a. Pasien mengatakan merasa lebih tenang

b. Pasien mengatakan marah / jengkel berkurang

Objektif (O)

a. Perilaku melukai diri sendiri/orang Lain menurun b. Perilaku merusak lingkungan

menurun

c. Perilaku agresif/ ngamuk menurun

d. Suara keras menurun e. Bicara keras menurun

Assessment (A)

a. Tujuan tercapai apabila respon pasien sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil

b. Tujuan belum tercapai apabila respon pasien tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentukan

Planning (P)

a. Pertahankan kondisi pasien apabila tujuan tercapai

b. Lanjutkan intervensi apabila terdapat tujuan yang belum tercapai oleh pasien

Sumber : PPNI (2017) 2.3 Konsep Teori Musik Klasik 1. Definisi

(16)

Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel, 2007 dalam Pratiwi 2014). Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang bertujuan untuk mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, sebagai pendidikan moral, mengendalikan emosi, pengembangan spritual dan menyembuhkan gangguan psikologis (Aprini et al., 2018).

2. Manfaat Terapi Musik

Manfaat terapi musik antara lain (Djohan, 2006 dalam Solehati & Cecep, 2015) :

a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan b. Mempengaruhi pernafasan

c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia

e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera f. Bisa mempengaruhi rasa sakit.

Terapi musik dapat menyembuhkan warga frankfur yang menderita penyakit keturunan yang menyakitkan dan sampai saat ini belum ada obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga menggangu organ dalam lainnya termasuk jantung. Sudah tiga kali mengalami serangan jantung ringan, pada mulanya musik dari handphone selama 15 menit untuk membebaskan dari keadaan stress, berdasarkan perantauan aktivitas ototnya. Setelah tiga minggu dirawat dengan terapi musik, cuman 5 menit mendengarkan musik sudah bisa tenang (Faradisi, 2012).

3. Jenis Terapi Musik

Jenis terapi musik antara lain musik instrumental dan musik klasik. Musik yang dapat dihindari untuk terapi seperti musik pop, rock and roll. Musik instrumental bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental

(17)

menjadi lebih sehat. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kemarahan, dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan stress (Aditia, 2012).

4. Cara Kerja Terapi Musik

Terapi musik dapat membantu memperkuat kesadaran dan meningkatkan organisasi seseorang jika didengarkan selama 10 – 15 menit. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran disalurkan kebagian otak, sehingga dapat mempengaruhi gelombang otak yaitu gelombang alfa dan gelombang theta. Pada gelombang alfa (8 – 13,9 Hz) ini, terdapat pintu menuju bawah sadar, dimana otak bekerja secara optimal. Orang sedang rileks, melamun, atau berkhayal, gelombangnya sedang berada dalam level ini. Dalam kondisi ini, otak memproduksi hormon serotinin dan endorfin yang menyebabkan seseorang merasa nyaman, tenang, dan bahagia. Hormon ini membuat pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung stabil dan kapasitas indera kita meningkat. Gelombang selanjutnya adalah Theta (4 - 9 Hz). Gelombang theta gelombang otak yang terjadi pada saat seseorang mengalami tidur ringan, atau sangat mengantuk. Tanda – tandanya napas mulai melambat dan dalam. Selain orang yang sedang diambang tidur, beberapa orang juga menghasilkan gelombang otak ini saat diberikan rangsangan suara. Pada sebagian orang lebih cocok dengan gelombang Theta untuk memasuki kondisi rileks (Damayanti dkk, 2014)

Menurut Djohan 2006, gambaran mekanisme sensorik terhadap fisiologi tubuh manusia otak bagian kiri adalah proses analisa kognitif dan aktifitas, sedangkan bagian kanan sebagai artistic, kreatifitas imajinasi. Unsur-unsur musik yaitu irama nada dan intensitasnya masuk ke kanalis iuditorus telinga luar dan disalurkan ke tulang tulang pendengaran, musik tersebut akan dihantarkan ke thalamus. Musik mampu mengaktifkan

(18)

memori yang tersimpan dilimbik dan mempengaruhi sistem saraf otonom melalui neurotransmitter yang akan mempengaruhi hipotalamus ke hipofise. Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofise mampu memberikan tanggapan terhadap emosional melalui feedback negative kekelenjar adrenal untuk menekan pengeluaran hormone pineprin, neoropineprin, dan dopamin yang disebut hormon - hormon stress. Masalah mental seperti ketegangan stress berkurang (Presla & Agstya, 2018).

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan terapi musik yaitu :

a. Jangan memberikan suara yang terlalu keras b. Waktu untuk merileksasikan selama 15-30 menit

c. Beri waktu klien untuk memilih jenis lagu yang disukai sesuai terapi d. Memeriksa apakah klien benar-benar rileks dan mendengarkan musik

terapi (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

5. Tahapan Pemberian Terapi Musik Klasik a. Persiapan alat

1) Persiapan alat dan lingkungan :

a) Siapkan headset dan mp3 jenis musik yang digunakan (Musik klasik mozart)

b) Lingkungan yang tenang, nyaman dan bersih. 2) Persiapan klien :

a) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan, serta meminta persetujuan klien untuk mengikuti terapi musik;

b) Posisikan tubuh klien secara nyaman dan rileks c. Langkah Kerja

Langkah – langkah kerja menurut Setyoadi & Kusharyadi (2011) : 1) Memberi kesempatan klien menentukan judul musik klasik yang

(19)

2) Mengaktifkan mp3 menggunakan headset dan mengatur volume suara sesuai dengan selera klien.

3) Mempersilahkan klien mendengarkan musik selama 30 menit. 4) Saat klien mendengarkan musik arahkan untuk fokus dan rileks

terhadap lagu yang didengar dan melepaskan semua beban yang ada.

5) Setelah musik berhenti klien dipersilahkan mengungkapkan perasaan yang muncul saat musik tersebut diputar, serta perubahan yang terjadi dalam dirinya.

d. Kriteria Evaluasi

Menurut Setyoadi & Kusharyadi (2011) adalah :

1) Mengkaji proses dan hasil terapi musik yang telah dilakukan setelah 15 menit.

2) Klien tidak mengalami stress 3) Klien merasa lebih tenang.

4) Klien tidak menunjukan gejala perilaku kekerasan. 5) Catat waktu pelaksanaan

Referensi

Dokumen terkait

Apabila penjualan dianggap memiliki variansi yang sama, ujilah dengan α=5%, apakah terdapat perbedaan antara penjualan dari ketiga sabun tersebut.. LATIHAN SOAL (2) Akan diuji

Tanjung Duren Utara III/ E, Grogol Petamburan SDN PEJATEN BARAT 08 PG, Jakarta Selatan Novi Ratnasari 1701333411 SDN SUKABUMI UTARA 05 PG.. Salam III, Kebon Jeruk SMP NEGERI

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai strategi atau usaha-usaha yang dilakukan oleh PT Pegadaian

RINCIAN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG PROGRAM DAN PER KEGIATAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. KODE REKENING URAIAN JUMLAH (Rp) RINCIAN PERHITUNGAN Volume Harga

Berdasarkan uraian di atas mengenai unsur – unsur pokok perilaku organisasi, maka dapat di ketahui tujuan – tujuan dari perilaku organisasi , yaitu guna membentuk

Pada tahap permulaan, akta itu dikuatkuasakan di Kawasan Tengah negara sahaja. Namun demikian, kawasan yang lain dikenakan akta tersebut. Orang Melayu di persekitaran

1.3 Predpostavke in omejitve raziskave Predpostavke: • glede na trende pozitivnega razvoja gradbeništva menimo, da ima proučevano podjetje še veliko možnosti razvoja, saj se ukvarja

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri serta menentukan nilai Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) dari ekstrak etanol bayam duri