1
A. Latar Belakang
Moving family merupakan realitas yang terjadi di masyarakat. Moving berasal dari kata bahasa inggis “move” yang artinya pindah. Moving diartikan dalam
bahasa Indonesia sebagai berpindah. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
berpindah artinya beralih (beranjak dsb) ke tempat lain; bertukar atau berganti
(tempat, kedudukan, kantor, dsb). Sedangkan kata family dalam bahasa indonesia
diartikan sebagai keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat
yang terdiri atas ayah, ibu, anak-anak dan kerabat lainnya (Fachrudin,2011). Salah
satu peran keluarga adalah mengorganisir, mengontrol, dan memelihara
keberlangsungan hidup keluarga (Faturochman, 2001).
Secara harfiah, moving family dapat diartikan sebagai sebuah
keluarga/anggota dalam keluarga yang berpindah-pindah. Moving family dapat
disebabkan salah satunya oleh alasan pekerjaannya, baik itu akibat kebijakan dinas
maupun keinginan pribadi. Pengalaman moving family menuntut seorang individu
harus setiap kali berpindah dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Seperti
diungkapkan oleh subjek:
“Kalo kerugiannya kan adaptasi lagi, itu sebenernya bukan kerugian juga sih, cuman kayak apa ya, disayangkan aja gitu, maksudnya udah enak sama temen-temen dan lingkungan yang dulu, tapi kok terus.. sedihnya aja… cuman kalo abis itu kan dapet temen baru lagi juga.. itu memperluas relasi, pengalaman, terus mengenal banyak tempat gitu..” (WP1.S1.10-14)
Seorang anak dapat mengalami perubahan psikologis karena pengalaman
moving family salah satunya disebabkan oleh anak diharuskan mencabut hubungan sosialnya. Seperti yang diungkapkan oleh subjek:
“ketika udah angkut-angkut barang bener-bener mau pindah dari kotanya itu baru sedih kan pisah sama orang-orang yang udah lama banget barengan, gitu..” (WP1.S1.6-7)
Keterampilan sosial dibutuhkan untuk individu yang berpindah tempat agar
dapat menyesuaikan dengan lingkungan baru setiap kali ia berpindah tempat.
Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam
konteks sosial dengan cara khusus, yang secara sosial dapat diterima, dan memiliki
keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain (Nurani, 2010). Subjek 1 menyatakan
bahwa keterampilan sosial dibutuhkan dalam perpindahannya:
“Oohh jelas… kalo keterampilan itu yang pasti beradaptasi ya” (WP1.S1.60)
“.. termasuk urusan barang, urusan ngurus lingkungan baru, urusan ngurus pertemanan baru.” (WP1.S1.64-65)
Salah satu kebijakan dinas yang menyebabkan adanya moving family
adalah program mutasi, rotasi, dan promosi. Di Indonesia beberapa pekerjaan
menuntut adanya profesionalitas kerja dengan menjalankan mutasi, rotasi, dan
promosi. Seperti pada profesi Pegawai BUMN, aparat TNI/Polri, pegawai perbankan,
dan Badan Peradilan. Badan Peradilan seperti kehakiman, menuntut seorang hakim
untuk melakukan mutasi dan promosi.
Mutasi pada hakim berdasar Keputusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia menjelaskan bahwa setidaknya seorang hakim sejak awal berkarir pernah
di tempatkan di luar jawa dan mengalami perpindahan tugas dari tempat lama ke
tempat baru atau mutasi minimal setiap 2 dan maksimal 4 tahun sekali selama masa
kerjanya. Perpindahan tempat kerja secara otomatis menyebabkan perpindahan
tempat tinggal pada keluarga hakim tersebut (moving family). Hal ini berpengaruh
pula pada tiap anggota keluarga, terutama anak-anak. Anak hakim mengalami
setidaknya 3 atau lebih perpindahan selama hidupnya hingga nanti ia memiliki
Keputusan untuk mutasi dan promosi dibuktikan berdasarkan Keputusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 139/KMA/SK/VII/2013 tanggal 28
Agustus 2013 poin III :
1. Pengertian dan Promosi dan Mutasi Hakim
a. Promosi adalah perpindahan Hakim ke jabatan yang lebih tinggi atau perpindahan dengan kelas yang lebih tinggi
b. Mutasi (alih tempat) adalah perpindahan tugas seorang hakim atau pimpinan pengadilan dari satu tempat ke tempat tugas baru, dalam posisi jabatan yang tetap sebagai Hakim, Wakil Ketua atau Ketua Pengadilan.
Menurut keputusan Mahkamah Agung yang berlaku, seorang hakim akan
mengalami perpindahan kerja selama dalam masa kerjanya. Hal ini ditunjukkan
pada poin III nomor 5 dari a hingga e sebagai berikut :
5. Jenis Promosi dan Mutasi
a. Penempatan Calon Hakim sebagai Hakim
Calon Hakim yang telah memenuhi ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 ditempatkan pertama kali sebagai Hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama Klas II di luar Jawa dengan memperhatikan kebutuhan organisasi dan pemerataan jumlah Hakim di Pengadilan Tingkat Pertama Klas II di seluruh wilayah Indonesia.
Penempatan pertama ini diutamakan untuk mengisi formasi
pengadilan-pengadilan yang berlokasi jauh dari ibukota
propinsi/terpencil (Pegadilan Negeri klasifikasi B dan C), dan disesuaikan dengan tempat/wilayah pengadilan tinggi dimana penerimaan/pelaksanaan tes Calon Hakim yang bersangkutan dilaksanakan.
Selain hal-hal tersebut, bagi Calon Hakim dengan peringkat 10 (sepuluh) besar, dalam penempatannya akan mendapat pertimbangan untuk ditempatkan pada Pengadilan Negeri klas II klasifikasi A di luar Jawa.
b. Mutasi Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas II
Mutasi / penempatan Hakim pada Pengadilan Negeri adalah :
1. Hakim dengan pangkat/golongan III/a sampai dengan III/d yunior. 2. Mutasi minimal setelah menjalankan tugas 3 (tiga) tahun dan
maksimal 4 (empat) tahun.
3. Mutasi bagi Hakim yang bertugas di daerah terpencil atau di daerah konflik dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan telah menjalankan tugasnya minimal 2 (dua) tahun.
4. Penempatan kedua bagi hakim laki-laki tetap ditempatkan di luar Jawa, sedangkan bagi hakim perempuan sudah dapat ditempatkan di Jawa.
c. Mutasi Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IB
Mutasi / penempatan Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IB adalah :
1. Hakim yang ditempatkan pada Pengadilan Negeri Klas IB di seluruh Jawa dan Pengadilan Negeri Klas IB di luar Jawa dengan jumlah perkara yang banyak diutamakan bagi hakim yang berpangkat/golongan III/d. (perlu lampiran untuk klasifikasi). 2. Sedangkan bagi Pengadilan Negeri Klas IB di luar Jawa pada
umumnya dapat ditempatkan hakim-hakim yang
berpangkat/golongan minimal III/c.
3. Mutasi minimal setelah menjalankan tugas selama 3 (tiga) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun.
d. Mutasi Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA
Mutasi/penempatan Hakim pada Pengadilan Negeri Klas IA adalah : 1. Hakim yang ditempatkan pada Pengadilan Negeri Klas IA
diutamakan bagi yang sudah berpangkat/golongan IV/a.
2. Untuk Pengadilan Kelas IA dengan jumlah perkara sedikit maupun yang memiliki kondisi tertentu (sedang dalam konflik/kerusuhan) dapat ditempatkan Hakim yang berpangkat/golongan ruang III/d 2 tahun.
3. Mutasi minimal setelah menjalankan tugas selama 3 (tiga) dan maksimal 4 (empat) tahun.
e. Mutasi Hakim yang ditempatkan pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus
(seluruh Pengadilan Negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Jakarta, PN Medan, PN Palembang, PN Bandung, PN Tangerang, PN Bekasi, PN Semarang, PN Surakarta, PN Sidoarjo, PN Makassar) dan Klas IA yang disetarakan dengan IA Khusus (dengan mempertimbangkan jumlah perkara ; PN Denpasar, PN Banjarmasin, PN Pekanbaru, PN Bale Bandung, PN Tanjungkarang, PN Samarinda) dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1) Untuk pengisian formasi pengadilan Klas IA khusus disyaratkan berpangkat/golongan ruang minimal 1v/b dengan masa kerja hakim minimal 16 tahun dan pernah menduduki Jabatan Pimpinan atau Hakim Yustisial/Asisten pada Mahkamah Agung.
Untuk pengisian formasi Pengadilan Negeri Klas IA yang
disetarakan dengan Klas IA Khusus disyaratkan
berpangkat/golongan ruang minimal IV/a dengan masa kerja hakim minimal 14 tahun dan pernah menduduki Jabatan Pimpinan Pengadilan Negeri kelas II
2) Mutasi minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 3 (tiga) tahun.
3) Bagi yang pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dipertimbangkan kemungkinannya setelah 3 tahun dan tingkat berat
dipertimbangkan kemungkinannya setelah 4 tahun terhitung sejak berakhirnya masa menjalani hukuman.
Sedangkan untuk Hakim tingkat banding, mutasi dijelaskan pada huruf f
nomor 6 :
……6) Hakim Tinggi pertama kali ditempatkan pada Pengadilan Tingkat Banding di luar Jawa dengan memperhatikan jabatan terakhir yang diduduki oleh Hakim yang bersangkutan untuk penempatannya.
Setiap organisasi/perusahaan dalam membuktikan eksistensinya di masa
depan tergantung pada kualitas manusia. Tanpa kualitas manusia yang kompetitif dan
produktif, sebuah organisasi/ perusahaan akan mengalami kemunduran dan tersisih
karena ketidakmampuan menghadapi pesaing (Ritonga, 2006). Pengelolaan kualitas
manusia perlu dilakukan untuk menghadapi era kompetisi yang semakin ketat.
Pengembangan karier merupakan salah satu cara pengelolaan kualitas manusia
supaya lebih baik karena dapat memfokuskan pada peningkatan dan penambahan
kemampuan seorang pekerja, sekaligus memotivasi pegawai agar lebih bersemangat
dalam bekerja.
Program mutasi dan promosi merupakan bagian dari program
pengembangan pegawai. Supaya seseorang semakin produktif dan kariernya
berkembang, seorang pegawai diwajibkan untuk mengikuti perlakuan dari organisasi/
perusahaan tempat ia bekerja meliputi mutasi yaitu pemindahan jabatan yang
diberlakukan pada tingkat yang sederajat atau setingkat dan promosi yaitu
pemindahan jabatan yang dilakukan dari satu tingkat ke tingkat yang dianggap lebih
tinggi. (Ritonga, 2006)
Adanya mutasi dan promosi tidak hanya disebabkan oleh upaya
pengembangan kualitas manusia saja, namun juga diberlakukan agar pegawai tidak
mengalami kebosanan bahkan kejenuhan. Selain mutasi dan promosi, organisasi/
dapat meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai (Santoso & Riyadi, 2012).
Pengertian ini sama seperti penelitian oleh Kaymaz (2010) dengan mengambil
tempat di industri otomotif Turki diketahui bahwa praktek rotasi kerja memiliki efek
yang positif terhadap motivasi kerja. Hal ini bisa dibuktikan dengan hasil dari
analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa rotasi kerja bisa meningkatkan
motivasi kerja melalui penurunan monoton (decreased monotony).
Sebagian pekerja lebih memilih untuk bekerja ditempat yang tidak jauh dari
tempat tinggal. Namun bagi beberapa pekerja seperti hakim, bekerja jauh dari
kampung halaman dan harus setiap kali berpindah adalah cerminan profesionalitas
untuk memenuhi perintah kerja. Tuntutan profesionalisme membuat pekerja
terpaksa memilih untuk meninggalkan kampung halaman. Dalam bidang
kehakiman, seorang hakim yang menolak perpindahan tempat kerja (mutasi) yang
diberikan melalui Surat Keputusan (SK), dianggap tidak mampu menjalankan
tugasnya sebagai hakim. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor utama penyebab
terjadinya fenomena moving family.
Keterampilan sosial dibutuhkan oleh seorang “movers” atau anggota
keluarga yang mengalami moving family dalam kehidupan sehari-hari, ketika
berhubungan dengan orang lain di berbagai tempat. Keterampilan sosial perlu
dimiliki seseorang supaya tidak mengalami kecemasan dan kesulitan ketika
berinteraksi dengan lingkungan baru.
Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berbagi, saling membantu,
berinisiatif, meminta tolong, dan mengucapkan terima kasih. Individu yang
keterampilan sosialnya kurang, akan menyebabkan masalah yang berhubungan
dengan pekerjaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, hubungan sosial, dan kualitas.
penyesuaian sosial positif, dan konsep diri yang positif bagi individu. (Nurani,
2010)
Dalam kehidupan manusia, keterampilan sosial merupakan suatu
kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang. Melalui keterampilan sosial ini,
orang akan dapat melakukan hubungan yang baik dan memuaskan bagi dirinya
sendiri maupun orang lain. Kualitas hubungan yang baik ini selanjutnya akan
menaikkan harga diri dan kepercayaan diri seseorang sehingga akan terbentuklah
satu bagian kehidupan yang sehat pada seseorang (Adiyanti, 1999). Kesulitan
dalam keterampilan sosial dianggap wajar apabila masih dalam taraf normal, tetapi
apabila kesulitan ini tidak ditangani dengan baik, maka hal ini akan berpengaruh
pada tingkat perkembangan yang selanjutnya dan semakin lama masalah sosialisasi
akan dapat menimbulkan stres (Zikrayati & Putri, 2009).
Jika keterampilan sosial individu rendah maka kualitas hidupnya juga
rendah, demikian juga dengan interaksi sosialnya (Nurani, 2010). Pola interaksi
dengan orang lain di masa depan dibentuk melalui perilaku yang dipelajari.
Pengalaman di masa lalu memiliki pengaruh terhadap perkembangan perilaku
sosial saat ini. Meskipun demikian perilaku dapat dirubah dengan memiliki
pengalaman belajar yang baru. Hal ini dibutuhkan untuk membuka kesempatan
bagi perkembangan pola perilaku yang baru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keterampilan sosial dapat menurunkan depresi, agresifitas, kecemasan,
meningkatkan konsep diri, dan efikasi diri (Nurani, 2010)
Meningkatkan keterampilan sosial dapat membantu remaja dalam
melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosial mereka. Dalam ketegangan dan
penyelesaian masalah sosial secara sehat dengan keterampilan sosial yang dimiliki.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh subjek 1 dalam penyesuaiannya: “kayak selama ini kan pindahnya dari jawa ke sumatera, sumatera ke jawa lagi.. paling awal-awal dari jawa ke sumatera itu agak-agak susah karena nggak ngerti mereka ngomong apa..” (WP1.S1.21-23) “cuman adaptasinya emang agak cepet, lama-lama juga ngerti mereka ngomong apa.” (WP1.S1.25)
Membangun hubungan yang lebih intim dengan teman-temannya,
menyesuaikan dengan pekerjaan, maupun berumah tangga adalah tugas
perkembangan dewasa awal. Seperti yang diungkap oleh subjek:
“.. kalo pertemanan yang baru-baru ini kan otomatis dia lebih stabil dalam hal keintimannya iya, waktunya untuk bersama iya..” (WP1.S1.77-79)
“.. kalo pendidikan sih udah selesai, terus masalah karir sih masih kejar, kalo sebagai eee sekarang kan perannya nambah sebagai istri dan sebagai ibu..” (WP1.S1.46-47)
Keterampilan sosial tetap dibutuhkan oleh individu dalam melaksanakan
tugas perkembangannya sebagai seorang dewasa awal. Meningkatkan keterampilan
sosial dapat membantu seorang dewasa awal dalam melakukan penyesuaian dengan
lingkungan sosial dan kemampuan tersebut akan tetap digunakan kedepannya. Hal
ini diungkapkan subjek dalam:
“..emm banyak sih kemampuan beradaptasi itu kepake juga sekarang gitu.. tiba-tiba ada orang baru, jadi bagian dari hidup, tiba-tiba ada ada sosok baru, dan tiba-tiba harus menjalani peran baru, adaptasi kan jalan terus..” (WP1.S1.47-50)
“..Terus habis itu harus ini, jadi pemikirannya praktis, maksudnya lebih cekatan dibandingin orang yang nggak pernah kemana-mana atau jarang harus beradaptasi..” (WP1.S1.62-63)
“..cuman kan ya namanya orang beradaptasi, nanti caranya dia beradaptasi kan setelah tau berhasil, nyadar nggak nyadar akan dipake lagi ketika dihadapkan dengan adaptasi.” (WP1.S1.55-57)
Keterampilan sosial yang tidak adekuat pada anak-anak menjadi
keterampilan sosial yang tidak adekuat pada remaja dan orang dewasa (Baron &
keterampilan sosial yang buruk pula pada wanita dewasa awal dalam penyesuaian
kerja, membangun teman intim, dan berumah tangga sebagai salah satu tugas
perkembangannya. Kegagalan untuk membangun keterampilan sosial yang tepat
pada masa anak-anak yang dapat disebabkan oleh pengalaman moving family
hakim, dapat berakibat pada interaksi yang tidak sukses dengan teman-teman
sebaya, dan akhirnya kesepian. Anak yang kesepian dapat pula menjadi orang
dewasa yang kesepian.
Berangkat dari gambaran diatas peneliti mencoba menggali lebih dalam
mengenai keterampilan sosial pada wanita dewasa dengan latar belakang moving
family hakim, sehingga pertanyaan penelitian yang muncul adalah “bagaimanakah proses perkembangan keterampilan sosial pada wanita dewasa awal dengan latar
belakang moving family hakim?”
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perkembangan
keterampilan sosial pada wanita dewasa awal dengan latar belakang moving
family hakim.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu
psikologi yaitu keterampilan sosial dalam tahapan perkembangan manusia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi responden, proses dan hasil penelitian dapat membantu wanita
dewasa awal dengan latar belakang moving family lebih memahami
kondisi dirinya sehingga mampu bertahan dalam kondisi apapun
kemungkinan negatif berupa ketidakmampuan menghadapi situasi
moving.
b. Bagi pihak luar, khususnya bagi individu yang mengalami moving family
serupa, mendapatkan gambaran mengenai proses perkembangan
keterampilan sosial dan dapat dijadikan referensi dalam peningkatan
keterampilan sosial.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai keterampilan sosial pernah dilakukan oleh Mubarak
(2008) tentang hubungan antara konsep diri dan keterampilan sosial dengan daya
juang pada siswa pesantren. Penelitian lain dilakukan oleh Zikrayati & Putri (2009)
mengenai hubungan antara keterampilan sosial dan stress pada anak berbakat. Yanti
(2005) membahas mengenai keterampilan sosial pada anak menengah akhir dengan
gangguan perilaku. Majorsy, dkk (2013) membahas tentang hubungan keterampilan
sosial dan kecanduan situs jejaring sosial pada masa dewasa awal. Sepanjang
pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang membahas mengenai proses
perkembangan keterampilan sosial pada wanita dewasa dengan latar belakang
moving family hakim, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut.