• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI FREKUENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR PADA ANAK USIA 8-12 TAHUN (Kajian di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISTRIBUSI FREKUENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR PADA ANAK USIA 8-12 TAHUN (Kajian di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI FREKUENSI TRAUMA GIGI PERMANEN ANTERIOR

PADA ANAK USIA 8-12 TAHUN

(Kajian di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat)

Almaulidah Ikaputri S.1, Heriandi Sutadi2, Eva Fauziah2 1

Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia 2 Departemen Ilmu Kedoktergan Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,

Jakarta 10430, Indonesia

Putri.fkg11@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang: Trauma gigi adalah masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi. Data epidemiologi trauma gigi di Indonesia belum ditemukan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak sekolah dasar. Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 500 anak usia 8-12 tahun. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa trauma gigi terjadi dua kali lebih sering pada anak laki-laki usia 9 tahun yang melibatkan gigi permanen insisif sentral maksila kanan dan biasanya terjadi di lingkungan rumah akibat aktivitas fisik.

Kata kunci: anak; gigi permanen anterior; trauma gigi; distribusi frekuensi trauma

DISTRIBUTION FREQUENCY OF TRAUMATIC PERMANENT

ANTERIOR TEETH ON CHILDREN AGED 8-12 YEARS

(Study in State Elementary School District of Johar Baru, Central Jakarta)

Abstract

Background: Dental trauma is health problems that have to be solved. Epidemiology data of dental trauma in Indonesia has not been determined. Aim: The aim of this reseach was to determine the distribution frequency of traumatic permanent anterior teeth on elementary school student. Method: The method of this research was descriptive with cross sectional design, which has been done on 500 children aged 8-12 years old. Result: Result showed that dental trauma in children is two times more common in boys aged 9 years, involving the permanent maxillary right central incisor and usually caused of physical activity around the house.

Keywords: children; anterior permanent teeth; dental trauma; distribution frequency of trauma

Latar Belakang

Trauma gigi adalah salah satu masalah kesehatan gigi hampir di setiap negara, baik di negara maju atau berkembang.1,2 Trauma gigi dan mulut memiliki porsi 5% dan menduduki posisi keempat dari trauma seluruh area tubuh yang sering terjadi pada usia 7-30 tahun.2,3

International Association Dental Traumatology melaporkan bahwa satu dari dua anak

(2)

menunjukkan bahwa satu dari lima anak memiliki pengalaman trauma gigi permanen anterior sebelum meninggalkan bangku sekolah.3

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa prevalensi dan keparahan

kasus trauma gigi bervariasi tergantung setiap negara.2,3,5 Prevalensi trauma gigi anak sekolah berkisar 6% pada studi Australia dan Spanyol, namun dapat mencapai 34% pada studi Inggris. Kasus trauma gigi insisif permanen pada anak sekolah menunjukkan prevalensi sekitar 12,8% di Nigeria.6 Kasus trauma gigi permanen pada anak sekolah menunjukkan prevalensi sekitar 12,7% di Brazil.7 Kasus trauma gigi permanen pada anak menunjukkan prevalensi sekitar 12,2-72% di Amerika Latin. Prevalensi kasus trauma gigi anak usia 6-12 tahun berkisar 5-12% di daerah Timur Tengah.5 Prevalensi trauma gigi anak sekitar 4,5% kasus di Malaysia.8 Literatur menyebutkan bahwa prevalensi trauma gigi permanen pada anak sekolah sampai usia 14 tahun sekitar 22%.9 Prevalensi trauma gigi pada usia 6 tahun meningkat dari 16% hingga 40%, sedangkan pada usia 12-14 tahun terjadi peningkatan prevalensi trauma gigi dari 4% hingga 33%.5 Data mengenai epidemiologi trauma gigi di Indonesia belum diketahui pasti.8

Gigi yang paling sering terlibat dalam trauma adalah gigi anterior.10 Hal ini terjadi karena anak sering terjatuh ke arah depan, dengan bertumpu pada kedua tangan dan lututnya.11 Kasus trauma gigi lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, dengan perbandingan sebesar 2:1.4 Penyebab utama kasus trauma gigi pada anak usia 5-10 tahun adalah kecelakaan motor (44,1%) dan kecelakaan permainan (43,5%).9

Trauma gigi pada anak menjadi masalah kesehatan gigi serius.2,12 Trauma gigi dapat menyebabkan kehilangan sebagian struktur gigi, kehilangan gigi, perubahan posisi gigi, penurunan nilai estetika, serta gangguan fungsi fisiologi gigi.8 Trauma gigi menjadi masalah penting karena tidak hanya prevalensinya yang relatif tinggi, melainkan memiliki dampak besar terhadap perkembangan kualitas hidup anak.13

Kasus trauma gigi anak saat ini belum mendapatkan perhatian secara optimal dari berbagai pihak, baik dari masyarakat atau tenaga medis. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tindakan preventif dan penanganan trauma gigi anak.14 Tenaga medis seharusnya memberikan upaya preventif sehingga menekan angka prevalensi trauma gigi yang semakin meningkat. Kasus trauma gigi anak idealnya dilakukan perawatan, namun jumlah kasus trauma gigi yang telah mendapat perawatan masih minim.7 Studi menunjukkan bahwa kasus trauma gigi anak yang dilakukan perawatan setelah kejadian hanya 17,1%.2

(3)

Jakarta Pusat adalah salah satu kotamadya yang terletak di ibukota Indonesia.15 Kota tersebut memiliki masyarakat dengan kultur yang sangat heterogen dan dinamis. Masyarakat daerah tersebut memiliki tingkat pendidikan, sosial-ekonomi, dan suku yang bervariasi.16 Hal tersebut diharapkan dapat mewakili keberagaman masyarakat Indonesia secara umum. Sebagian besar anak-anak memiliki orang tua yang berorientasi kerja tinggi untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidup.16 Kondisi ini menyebabkan kontrol orang tua terhadap anak berkurang.14 Anak menjadi lebih aktif mencari permainan sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma gigi pada anak.13

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui distribusi frekuensi kasus trauma gigi permanen anterior pada anak usia sekolah dasar ditinjau dari jenis kelamin, usia terjadinya trauma gigi, jenis gigi anterior yang terlibat, lokasi, dan penyebab trauma gigi, di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Distribusi frekuensi kasus trauma gigi permanen anterior pada anak sekolah dasar di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat diharapkan dapat memberi gambaran kasus trauma gigi permanen anterior pada anak di Jakarta Pusat, serta menjadi dasar perencanaan tindakan preventif yang harus dilakukan oleh berbagai pihak.

Tinjauan Pustaka

Trauma dapat didefinisikan sebagai suatu ruda paksa atau kejadian tidak terduga karena kontak yang keras dengan suatu benda. Istilah trauma gigi disebut juga Traumatic

Dental Injury (TDI).3 Trauma gigi adalah kerusakan pada jaringan keras gigi dan atau

jaringan periodontal karena sebab mekanis.18 Definisi trauma gigi dapat disimpulkan sebagai ruda paksa pada gigi dan atau jaringan periodontal di sekitarnya pada rahang maksila, mandibula, atau keduanya sehingga menyebabkan kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh struktur jaringan keras gigi.

Trauma gigi masih menjadi masalah kesehatan gigi mulut serius yang memiliki prevalensi tinggi, dengan dampak signifikan bagi individu, terutama bagi kehidupan anak.3,12 Gigi anterior yang membutuhkan tampilan estetik sering telibat dalam trauma. Perawatan trauma gigi lebih kompleks dan mahal dibandingkan dengan perawatan karies.3

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa prevalensi dan keparahan

kasus trauma gigi bervariasi tergantung setiap negara.2,3,5 Perbedaan prevalensi trauma gigi disebabkan banyak faktor antara lain sosio-ekonomi, tingkah laku, kultural, standard metode penentuan klasifikasi trauma, dan pemilihan rentang usia subjek penelitian.3 Prevalensi

(4)

trauma gigi yang diramalkan semakin meningkat selama 10-20 terakhir ini dapat melebihi prevalensi karies dan penyakit periodontal pada anak dan remaja.2,3

Puncak jumlah kasus trauma gigi terjadi pada usia 2-4 tahun dan mengalami peningkatan lagi pada usia 8-10 tahun.10 Prevalensi trauma gigi akan menurun signifikan pada usia sekitar 30 tahun.19 Literatur menunjukkan dengan jelas bahwa anak laki-laki memiliki potensi lebih sering mengalami trauma gigi daripada anak perempuan, dengan prevalensi meningkat mengikuti usia. Prevalensi trauma gigi permanen pada anak laki-laki usia 12 tahun adalah 12-33%, sedangkan pada anak perempuan usia 12 tahun sekitar 4-19%.3 Pada penelitian di beberapa negara, frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki secara signifikan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih aktif dalam melakukan aktivitas fisik seperti bermain. Permainan anak laki-laki lebih ekstrim karena memungkinkan terjadi kontak fisik seperti permainan sepak bola.3

Trauma gigi dapat terjadi akibat adanya frontal impact yang mengenai gigi. Frontal

impact adalah energi yang melebihi kekuatan geser email dan dentin sehingga gigi fraktur

berpola horizontal mengikuti alur enamel rod. Titik terlemah email yang memungkinkan mengalami fraktur adalah daerah paralel email, sedangkan daerah terlemah dentin terletak pada daerah tegak lurus tubulus dentin.3 Terdapat empat faktor yang menentukan keparahan cedera meliputi energi, resilience objek, bentuk objek, dan arah. Arah dan posisi garis fraktur yang disebabkan oleh frontal impact, dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu fraktur mahkota horizontal, fraktur servikal horizontal, fraktur mahkota akar oblique, dan fraktur akar

oblique.3

Faktor penyebab trauma gigi adalah faktor lingkungan dan tingkah laku manusia.3 Penyebab trauma gigi anterior pada anak secara garis besar tergantung pada usia anak.10,11 Trauma gigi sulung terjadi pada anak usia 0-5 tahun. Anak usia 1,5-2 tahun belum dapat berjalan stabil. 11,13,19,21 Trauma gigi dapat disebabkan karena kekerasan fisik.22 Pada anak usia 5-10 tahun, trauma gigi terjadi karena terjatuh pada saat bermain, berlari, berolahraga, dan kecelakaan berkendara. Penyebab trauma gigi anterior pada anak usia 10-15 tahun paling sering karena perkelahian dan kecelakaan berolahraga.13 Secara keseluruhan trauma gigi anterior pada anak disebabkan karena bermain, perkelahian, dan kecelakaan.11,13 Faktor risiko trauma gigi meliputi faktor eksternal dan internal.3,11 Faktor eksternal trauma gigi karena permainan yang berbahaya, sedangkan faktor internal karena posisi gigi anterior protusif, lip

incompetence, dan obesitas.3,11,24

Klasifikasi trauma menurut penyebab dibedakan menjadi trauma yang disengaja (intentional trauma) dan yang tidak disengaja (unintentional trauma). Trauma gigi anterior

(5)

diklasifikasikan menjadi trauma secara langsung (direct trauma) dan tidak langsung (indirect

trauma). Klasifikasi trauma gigi berdasarkan WHO dikategorikan menurut keterlibatan

jaringan. Trauma gigi yang melibatkan jaringan keras gigi dan pulpa meliputi infraksi email, fraktur email, fraktur email - dentin, fraktur mahkota complicated, fraktur mahkota - akar

uncomplicated, fraktur mahkota - akar complicated, dan fraktur akar. Trauma gigi yang

melibatkan jaringan periodontal meliputi concussion, subluksasi, ekstrusif luksasi (avulsi parsial), lateral luksasi, intrusif luksasi (dislokasi sentral), dan avulsi (exarticulation). Trauma gigi yang melibatkan tulang pendukung gigi meliputi comminution pada soket alveolar terjadi akibat intrusi atau lateral luksasi, fraktur pada dinding soket alveolar lingual atau bukal, fraktur prosesus alveolar dapat disertai atau tidak dengan keterlibatan fraktur soket alveolar, dan fraktur maksila atau mandibula. Trauma gigi juga melibatkan gingiva dan jaringan mukosa mulut yang meliputi laserasi, kontusio, abrasi gingiva dan jaringan mukosa mulut.3

Klasifikasi Ellis dan Davey, trauma gigi anterior diklasifikasikan menjadi 8 kelas yaitu kelas 1 – fraktur mahkota sederhana dengan atau tanpa keterlibatan dentin, kelas 2 – fraktur mahkota meluas dengan keterlibatan dentin tetapi belum mencapai pulpa, kelas 3 – fraktur mahkota meluas dengan keterlibatan dentin dan pulpa, kelas 4 - trauma gigi menjadi non-vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota, kelas 5 - kehilangan gigi akibat trauma, kelas 6 - fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota, kelas 7 - pergeseran gigi dengan atau tanpa fraktur mahkota atau akar, kelas 8 – fraktur sebagian besar mahkota yang menyebabkan mahkota hilang.10

Trauma gigi dapat menyebabkan kehilangan sebagian struktur gigi, kehilangan gigi, perubahan posisi gigi, nilai estetika menurun, serta mengganggu fungsi fisiologi gigi.8 Bentuk trauma gigi yang paling sering terjadi adalah fraktur mahkota. Fraktur tersebut dapat membayakan pulpa. Status pulpa mengikuti fraktur mahkota yang terjadi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti terdapat luksasi injuri pada tahap perkembangan akar, dentin yang telah terbuka, interval waktu injuri hingga terbentuk pelapis dentin, dan letak fraktur yang berdekatan pulpa. Hal tersebut menyebabkan toksin bakteri berpenetrasi dari dentin ke pulpa.20

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat Surat Keterangan Lolos Etik dengan nomor 60/Ethical Clearance/FKGUI/VIII/2014 di 5 Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat pada bulan Agustus 2014, dengan menggunakan desain cross sectional

(6)

deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun. Desain cross sectional dipilih karena data dapat diperoleh dengan cepat, menggunakan biaya minimal, serta pendekatan observasi sekaligus pada satu saat (point time

approach).23,29

Jenis data penelitian ini adalah data primer. Jumlah subjek penelitian sebanyak 500 anak, menggunakan metode non-probability convenience sampling. Kriteria inklusi penelitian ini adalah anak berusia 8-12 tahun, orang tua mengijinkan anaknya untuk menjadi subjek penelitian dan bersedia menandatangani formulir kesediaan menjadi subjek (informed

consent), serta anak bersedia untuk mengikuti pemeriksaan anamnesa dan klinis intraoral.

Kriteria eksklusi penelitian adalah anak berkebutuhan khusus dalam hal anak mengalami cacat fisik atau keterbelakangan mental dan tidak bersedia untuk mengisi kuesioner setelah dikategorikan mengalami trauma gigi permanen anterior.

Pemeriksaan klinis dilakukan untuk mengkategorikan anak yang mengalami trauma gigi dan jenis gigi permanen anterior yang terlibat setelah subjek dan orang tua subjek mendapat penjelasan dan menandatangani informed consent. Pemeriksaan klinis dilakukan di bawah cahaya terang natural dengan posisi anak duduk bersandar pada dinding. Jenis gigi yang terlibat dikelompokkan sesuai dengan penelitian Prabhu dkk. pada tahun 2013 di India menjadi 6 kelompok gigi permanen anterior yaitu gigi insisif sentral maksila kanan, gigi insisif sentral maksila kiri, gigi insisif lateral maksila kanan, gigi insisif lateral maksila kiri, gigi insisif mandibula, dan gigi kaninus.12 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kartu status pasien, alat standard terdiri dari 2 buah kaca mulut, 1 buah sonde lurus, 1 buah sonde halfmoon, 1 buah pinset, dan 1 buah pocket probe, kontrol infeksi (Povidon

Iodine, alkohol, masker, dan sarung tangan). Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner untuk

mengetahui usia terjadinya trauma gigi, lokasi, dan penyebab trauma gigi.

Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan pada anak usia sekolah dasar dari rentang usia 8-12 dengan proporsi usia 8 tahun (4,00%), 9 tahun (30,40%), 10 tahun (32,00%), 11 tahun (24,80%), dan 12 tahun (8,80%). Jumlah anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan, dengan proporsi 54,4% anak laki-laki dan 45,6% anak perempuan. Setelah mengetahui persebaran data subjek, pemeriksaan klinis dilakukan sebagai dasar untuk mengkategorikan anak yang mengalami trauma gigi. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 1. sebagai berikut.

(7)
(8)

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior berdasarkan Jenis Kelamin Keadaan gigi Jenis kelamin N % Laki-laki Perempuan N % N % Trauma Gigi 40 8,00 17 3,40 57 11,40

Tidak Trauma Gigi 232 46,40 211 42,20 443 88,60

Total 272 54,40 228 45,60 500 100,00

Tabel 1. menunjukkan bahwa jumlah anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior sebanyak 57 anak (11,40%) terdiri dari 40 anak laki-laki (8,00%) dan 17 anak perempuan (3,40%). Perhitungan rasio prevalensi menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki potensi mengalami trauma gigi sebesar 2 kali dibandingkan dengan anak perempuan.

Anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior diberi kuesioner untuk mengetahui usia kronologi terjadinya trauma gigi. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak berdasarkan usia terjadinya trauma gigi disajikan pada tabel 2. sebagai berikut.

Tabel 2.Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior berdasarkan Usia

Usia Anak (tahun) Laki-laki N % Perempuan N % N % 8 9 15,79 3 5,26 12 21,05 9 16 28,07 11 19,30 27 47,37 10 12 21,05 2 3,51 14 24,56 11 3 5,26 1 1,75 4 7,02 12 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Total 40 70,18 17 29,82 57 100,00

Tabel 2. menggambarkan bahwa trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dan perempua lebih banyak terjadi pada usia 9 tahun (47,37%), diikuti dengan usia 10 tahun

(9)

(24,56%), usia 8 tahun (21,05%), usia 11 tahun (7,02%). Pada penelitian ini tidak ditemukan anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior pada usia 12 tahun.

Pemeriksaan klinis pada anak yang mengalami trauma gigi dilakukan untuk mengidentifikasi jenis gigi yang terlibat. Distribusi fekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak berdasarkan jenis gigi yang terlibat disajikan pada tabel 3. sebagai berikut.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior berdasarkan Jenis Gigi

Jenis Gigi N %

Gigi insisif sentral maksila kanan 20 31,75

Gigi insisif sentral maksila kiri 6 9,52

Gigi insisif lateral maksila kanan 18 28,57

Gigi insisif lateral maksila kiri 11 17,46

Gigi insisif mandibula kanan dan kiri 7 11,11

Gigi kaninus maksila dan mandibula 1 1,59

Total 63 100,00

Pada pemeriksaan klinis diketahui terdapat 63 gigi yang terlibat pada kasus trauma (tabel 3.). Proporsi paling besar yaitu gigi insisif sentral maksila kanan (31,75%), diikuti gigi insisif lateral maksila kanan (28,57%), gigi insisif lateral maksila kiri (17,46), gigi insisif sentral maksila kiri (9,52%), gigi insisif mandibula kanan dan kiri (11,11%), sedangkan proporsi terkecil gigi yang terlibat trauma adalah gigi kaninus, yaitu kaninus kiri atas (1,59%). Anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior diberi kuesioner untuk mengetahui lokasi terjadinya trauma gigi. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak berdasarkan lokasi terjadinya trauma gigi disajikan pada tabel 4. sebagai berikut.

(10)

Tabel 4.Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior berdasarkan Lokasi Lokasi Laki-laki N % Perempuan N % N % Rumah 16 28,07 6 10,53 22 38,60 Sekolah 12 21,05 6 10,53 18 31,58 Jalan 10 17,54 4 7,02 14 24,56 Lapangan 2 3,51 0 0,00 2 3,51 Taman 0 0,00 1 1,75 1 1,75 Total 40 70,18 17 29,82 57 100,00

Tabel 4. menggambarkan proporsi lokasi terbesar terjadinya trauma gigi permanen anterior anak adalah di lingkungan rumah (38,60%) yang meliputi lingkungan rumah bagian dalam dan lingkungan rumah luar. Lokasi terjadinya trauma gigi selanjutnya diikuti dengan sekolah (31,58%), jalan (24,56%), lapangan (3,51%), sedangkan proporsi terkecil adalah taman (1,75%). Tabel di atas juga menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih banyak mengalami trauma gigi di lingkungan rumah (28,07%). Hal yang sama juga dialami oleh anak perempuan lebih banyak mengalami trauma gigi di sekolah dan lingkungan rumah (10,53%).

Penyebab trauma gigi permanen anterior pada anak diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada anak. Distribusi frekuensi trauma gigi permanen anterior pada anak berdasarkan penyebab terjadinya trauma gigi disajikan pada tabel 5. sebagai berikut.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior berdasarkan Penyebab Trauma Gigi

Penyebab Trauma Gigi

Jenis kelamin N % Laki-laki Perempuan N % N % Kecelakaan kendaraan 3 5,26 1 1,75 4 7,02 Perkelahian/kekerasan fisik 1 1,75 1 1,75 2 3,51 Terjatuh 10 17,54 4 7,02 14 24,56

Bermain lari-lari/ aktivitas fisik 14 24,56 6 10,53 20 35,09

Menggigit benda keras 12 21,05 5 8,77 17 29,82

(11)

Tabel 5. menggambarkan proporsi terbesar penyebab trauma gigi permanen anterior pada anak adalah bermain lari-lari atau aktivitas fisik (35,09%), diikuti menggigit benda keras (29,82%), terjatuh (24,56%), kecelakaan kendaraan (7,02%), sedangkan proporsi terkecil adalah perkelahian (3,51%). Pada kelompok anak laki-laki bermain merupakan penyebab dengan proporsi terbesar (24,56%) sedangkan proporsi terkecil adalah perkelahian atau kekerasan fisik (1,75%). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh kelompok anak perempuan. Bermain adalah penyebab terbesar terjadinya trauma gigi pada anak perempuan (10,53%), sedangkan proporsi terkecil disebabkan oleh perkelahian atau kekerasan fisik dan kecelakaan kendaraan (1,75%).

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trauma gigi permanen anterior lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa trauma gigi permanen pada anak laki-laki secara signifikan lebih banyak daripada anak perempuan.31 Penelitian lain menyatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak mengalami trauma gigi dibanding dengan anak perempuan, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan.13,24 Hal tersebut sebab anak perempuan telah banyak melakukan aktivitas fisik atau jenis permainan yang sama dengan anak laki-laki.13

Pada penelitian ini diperoleh rasio prevalensi kasus trauma gigi permanen anterior anak laki-laki dua kali lebih tinggi dibanding anak perempuan. Hal tersebut sejalan dengan literatur yang menyebutkan bahwa anak laki-laki memiliki risiko dua kali lebih tinggi mengalami trauma gigi.4 Anak laki-laki memiliki risiko 1,9 kali lebih besar mengalami trauma gigi dibanding anak perempuan.7

Trauma gigi permanen anterior lebih banyak terjadi pada anak laki-laki karena anak laki-laki lebih aktif dibanding dengan anak perempuan. Permainan anak laki-laki lebih ekstrim dimana memungkinkan kontak fisik tanpa menggunakan alat pelindung yang sesuai.3,7 Sebagian besar trauma gigi disebabkan oleh aktivitas fisik seperti olahraga.12 Anak laki-laki memiliki tingkat keaktifan yang tinggi karena kebugaran aerobik pada anak laki-laki relatif lebih stabil sampai pubertas dibanding dengan anak perempuan yang mengalami penurunan.27 Level dopamin, epinefrin, dan stres emosi pada anak laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan menyebabkan kejadian trauma meningkat.13

Usia 9 tahun adalah puncak usia dengan jumlah kasus trauma gigi permanen anterior terbanyak. Pada usia 9 tahun anak telah mengenal lingkungan dan dapat beradaptasi sehingga

(12)

ruang gerak dan ativitas fisik anak lebih meningkat. Aktivitas anak dalam bermain semakin meningkat sampai mendekati usia dewasa. Pada anak usia 12 tahun tidak ditemukan anak yang mengalami trauma gigi permanen anterior karena proporsi anak usia 12 tahun hanya sebesar 8,8%. Penelitian menyatakan bahwa pada usia 9 tahun ke atas terjadi penurunan jumlah kasus trauma gigi. Hal ini disebabkan karena anak telah mengalami kematangan dan keseimbangan kontrol agresivitas menjadi lebih sempurna. Anak usia 12 tahun lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan tugas karena mendekati waktu ujian sehingga mengurangi aktivitas fisik.13

Gigi insisif sentral maksila kanan adalah gigi yang paling banyak terlibat dalam trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa gigi yang paling sering terlibat trauma adalah gigi insisif sentral maksila kanan.12 Penelitian lain menyatakan bahwa gigi yang sering terlibat trauma adalah gigi pada rahang maksila daripada mandibula, namun antara keterlibatan gigi insisif sentral maksila kanan dan kiri tidak terdapat perbedaan.7

Penelitian lain menyebutkan bahwa gigi permanen yang sering terlibat kasus trauma gigi adalah gigi insisif sental maksila (90,4%), sedangkan insisif sentral mandibula dan insisif lateral maksila jarang terlibat.3,13 Gigi insisif sentral maksila lebih sering terlibat dalam kasus trauma gigi permanen anterior karena secara anatomis gigi ini lebih protrusif dibandingkan dengan keadaan gigi lain di dalam mulut. Gigi dengan protrusif > 6 mm memiliki risiko trauma gigi lebih tinggi.9 Gigi insisif sentral maksila lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan gigi insisif lateral maksila karena gigi insisif sentral erupsi terlebih dahulu. Apabila dibandingkan dengan gigi insisif mandibula, insisif pada mandibula jarang mengalami trauma karena hubungan mandibula non-rigid dengan basis kranial. Hubungan non-rigid tersebut memungkinkan adanya pergerakan fleksibel ketika terjadi trauma gigi.12 Gigi kaninus menduduki proporsi kasus trauma gigi terendah karena secara anatomis merupakan gigi yang paling kuat dibandingkan dengan gigi lain ditinjau dari bentuk morfologi dan ketebalan bukopalatal gigi.9

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa lokasi dominan terjadinya trauma gigi permanen anterior anak adalah rumah meliputi lingkungan rumah bagian dalam dan lingkungan luar rumah, diikuti sekolah, jalan, lapangan, dan taman. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa kasus trauma gigi paling banyak terjadi di rumah (63,2%), diikuti sekolah (25,6%) dan jalan (11,2%).2,3 Liew dan Daly juga menyatakan bahwa trauma gigi anak lebih banyak terjadi setelah jam sekolah.3

(13)

Penelitian lain menyatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak mengalami trauma gigi di rumah bagian luar, sedangkan anak perempuan lebih banyak mengalami trauma gigi di rumah bagian dalam.31 Anak lebih fokus untuk mengerjakan tugas dan permainan di dalam ruangan ketika berada di dalam rumah.13 Anak perempuan lebih banyak menghabiskan waktu dan melakukan aktivitas di ruangan dalam rumah daripada anak laki-laki.31 Adanya variasi tempat terjadinya trauma gigi anak pada setiap negara sebab kultur lokal negara setempat.3

Penyebab trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dan perempuan terbanyak disebabkan oleh aktivitas fisik yang berkaitan dengan bermain lari-lari. Trauma gigi permanen anterior pada anak usia 8-12 tahun disebabkan karena aktivitas fisik dan olahraga.13 Aktivitas fisik menyumbangkan angka terbesar penyebab trauma gigi permanen anterior.12 Bermain merupakan penyebab utama terjadinya trauma gigi pada anak laki-laki dan perempuan, kemudian diikuti oleh kecelakaan dan perkelahian.13

Pada anak usia 8-12 tahun bermain adalah aktivitas fisik yang penting. Bermain dianggap penting untuk perkembangan fisik dan psikologis, karena selama bermain anak mengembangkan berbagai keterampilan. Bentuk permainan yang paling sering menyebabkan trauma gigi pada anak adalah permainan yang bersifat persaingan atau kompetisi.28 Permainan tersebut menjadi penyebab terbesar kasus trauma gigi permanen anterior karena memungkinkan terjadi ketidakseimbangan koordinasi motorik sehingga menyebabkan anak memiliki potensi terjatuh ke depan dengan posisi muka dan gigi membentur benda keras.11,13

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan bahwa anak laki-laki lebih banyak mengalami trauma gigi permanen anterior dibanding anak perempuan. Trauma gigi permanen anterior pada anak lebih sering terjadi pada anak usia 9 tahun yang melibatkan gigi permanen insisif sentral maksila kanan, dan biasanya terjadi di rumah karena aktivitas fisik.

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut.

1. Penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya mengenai faktor yang berpengaruh dan berhubungan terhadap trauma gigi anak.

(14)

2. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan pengklasifikasian kasus trauma gigi anak dan penentuan keterlibatan jaringan gigi.

3. Penelitian serupa dapat dilakukan untuk mengetahui hubungan dampak trauma gigi anak dengan keadaan psikologi anak.

Daftar Referensi

1. WHO. World Report on Road Traffic Injury Prevention, Report 2004-2005. Geneva. WHO Press; 2004:4-8.

2. Rajab LD. Traumatic Dental Injuries in Children Presenting for Treatment at the Department of Pediatric Dentistry, Faculty of Dentistry, University of Jordan, 1997-2000. Dent Traumatol Off Publ Int Assoc Dent Traumatol. 2003;19(1):6-11.

3. Andreasen JO, Andreasen FM, Andersson L, eds. Textbook and Color Atlas of

Traumatic Injuries to the Teeth. 4, illustr. Wiley; 2007:217-254.

4. Dean JA, Avery DR, McDonald RE. Dentistry for the Child and Adolescent. 9th ed. Missouri: Elsevier; 2011:403-404.

5. Ankola A V, Hebbal M, Sharma R, Nayak SS. Traumatic Dental Injuries in Primary School Children of South India--a Report from District-Wide Oral Health Survey. Dent

Traumatol. 2013;29(2):134-138.

6. Adekoya-Sofowora CA, Adesina OA, Nasir WO, Oginni AO, Ugboko VI. Prevalence and causes of fractured permanent incisors in 12-year-old suburban Nigerian schoolchildren. Dent Traumatol. 2009;25:314-317.

7. Martins VM, Sousa R V, Rocha ES, Leite RB, Paiva SM, Granville-Garcia a F. Dental Trauma Among Brazilian Schoolchildren: Prevalence, Treatment and Associated Factors. Eur Arch Paediatr Dent. 2012;13(5):232-237.

8. Sutadi H. Kiat Praktis Mengembalikan Fungsi Gigi Akibat Trauma pada Anak. Kedokt

Gigi Univ Indones. 2003;10:41-45.

9. Cameron AC, Widmer RP, eds. Handbook of Pediatric Dentistry. 3 rev ed. Mosby Elsevier Health Sciences; 2008:482.

10. Finn SB. Clinical Pedodontics. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunder Company; 1973:227-228.

11. Fauziah E, Soenawan H (Departemen IKGA FKG UI. Perawatan Fraktur Kelas Tiga Ellis Pada Gigi Tetap Insisif Sentral Atas (Laporan Kasus). Indones J Dent. 2008;15(2):169-174.

12. Prabhu A, Rao AP, Govindarajan M, Reddy V, Krishnakumar R, Kaliyamoorthy S. Attributes of Dental Trauma in a School Population with Active Sports Involvement. 2013;4(3):190-194.

13. Rajesh A, Vijay T, Raksha B. Traumatic Injuries to Anterior Teeth in School Children of Southern. 2012;5(2):71-79.

14. Yassen GH, Chin JR, Younus MS, Eckert GJ. Knowledge and attitude of dental trauma among mothers in Iraq. Eur Arch Paediatr Dent. 2013;14(4):259-65.

15. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Draft

Laporan Akhir Rancangan Pembangunan Jangka Mengengah DKI Jakarta. Jakarta;

2007: 1-2.

16. Rahayu B, Warsono T, Setiadi H. Pusat Kota di DKI Jakarta. Depok; 2011: 5-16. 17. Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland. 29 th. (Hartanto H, ed.). Jakarta: Penerbit

(15)

18. Schuurs AH. Patologi Gigi Geligi: Kelainan-Kelainan Jaringan Keras Gigi. (S S, ed.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1992: 21-24.

19. Andreasen J, Ravn J. Epidemiology of Traumatic Dental Injuries to Primary and Permanent Teeth in a Danish Population Sample. Int Oral Surg. 1972;1:235-244. 20. Andreasen J, Andreasen F. Essentials of Traumatic Injuries to the Teeth. Munksgaard;

1990:168.

21. Andreasen J. Etiology and Pathogenesis of Traumatic Dental Injuries: A Clinical Study of 1298 Cases. Scand J Dent Res. 1970;78:329-371.

22. Wei SH. Pediatric Dentistry: Total Patient Care. Philadelphia: Lea & Febiger; 1988: 58.

23. Pratiknya AW. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Rajawali; 1986:274.

24. Vijaykumar S, Shekhar MG, Vijaykumar R. Traumatic Dental Injuries and Its Relation to Overweight among Indian School Children Living in Urban Area. J Clin Diagn Res. 2013;7(11):2631-2633.

25. R. Bonita, R. Beaglehole, Kjellström T. Basic Of Epidemiology. World Health Organization; 2006: 15-82.

26. Adityawarman (Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Komposisi Tubuh pada Remaja. 2007:1-24.

27. Mexitalia M, Susanto JC, Faizah Z H. Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak dengan Obesitas Usia 6-7 Tahun di Semarang. M Med Indones. 2005;40(2):62-70.

28. Sulistyo D. Pertumbuhan Perkembangan Anak dan Remaja. 1st ed. Jakarta: CV Trans Info Media; 2011:138.

29. Blánaid Daly. Essential Dental Public Health. Oxford University Press; 2002:67. 30. World Health Organization. Oral Health Surveys Basic Methods. 5 th. World Health

Organization; 2013:53.

31. Yassen G, Chin JR, Al Rawi B, et al. Traumatic Injuries of Permanent Teeth Among 6 to 12 Year Old Iraq Children: A 4 Years Retrospective Study. J Dent Child. 2013;801(1):3-8.

Gambar

Tabel  1. Distribusi  Frekuensi  Trauma  Gigi  Permanen  Anterior  berdasarkan  Jenis       Kelamin  Keadaan gigi  Jenis kelamin  N            % Laki-laki Perempuan  N  %  N  %  Trauma Gigi  40  8,00  17  3,40  57  11,40
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior berdasarkan Jenis Gigi
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Trauma Gigi Permanen Anterior berdasarkan Lokasi  Lokasi  Laki-laki   N           %  Perempuan  N         %  N  %  Rumah  16  28,07  6  10,53  22  38,60  Sekolah  12  21,05  6  10,53  18  31,58  Jalan  10  17,54  4  7,02  14
Tabel  5.  menggambarkan  proporsi  terbesar  penyebab  trauma  gigi  permanen  anterior  pada  anak  adalah  bermain  lari-lari  atau  aktivitas  fisik  (35,09%),  diikuti  menggigit  benda  keras  (29,82%),  terjatuh  (24,56%),  kecelakaan  kendaraan  (7

Referensi

Dokumen terkait

Kemacetan di jalan raya yang dipenuhi oleh trasportasi pribadi disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat unruk menggunaka trasportasi umum. Orang lebih berminat

This paper discuss a comparison of the maximum likelihood (ML) estimator and the uniformly minimum variance unbiased (UMVU) es- timator of generalized variance for some normal

Sesuai dengan tabel diatas, penulis dapat menjelaskan bahwa peningkatan jumlah anggota yang paling pesat terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 450 anggota sedangkan jumlah

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmandani (2010, hlm 11) menyatakan bahwa terdapat strategi yang dapat dilakukan dengan pendekatan tingkah laku yang dapat mempengaruhi

Penjelasan tertulis dalam surat tersendiri dari yang bersangkutan dalam hal terdapat anggota Dewan Komisaris atau Direksi yang tidak menandatangani laporan tahunan, atau

Appl. For example, broiler breeder females may not be receptive to male courtship advances, and may avoid males, thus causing frustration in otherwise normal males. The objective

[r]

Such as; Continuously Operating GPS Reference Stations (TUSAGA-Aktif), Geo-Metadata Portal (HBB), Orthophoto-Base Map Production and web services, Completion of Initial