• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Pada Formulasi Pakan Terhadap Kecernaan Protein dan Kecernaan Energi Ikan Sidat (Anguila bicolor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Pada Formulasi Pakan Terhadap Kecernaan Protein dan Kecernaan Energi Ikan Sidat (Anguila bicolor)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

82

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017

Potensi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Pada Formulasi Pakan

Terhadap Kecernaan Protein dan Kecernaan Energi Ikan Sidat (Anguila

bicolor)

The Potential of Earthworms (Lumbricus rubellus) Feed Formulations On the

Digestibility of Protein and Digestibility Against Energy Fish Eel (Anguila bicolor).

Andy Nurcahyo Wibowo1*, Agustono2, dan Mirni Lamid3 1

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya 60115 2Departemen Manajemen Kesehatan Ikan dan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya 60115

3Departemen Ilmu Peternakan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya 60115 *andy.nurcahyo58@gmail.com

Abstrak

Ikan sidat (Anguilla bicolor) merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar Internasional terutama Jepang dan Korea, dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas eksport. Usaha pembesaran ikan sidat masih banyak mengalami kendala terutama masalah pertumbuhan. Salah satu kendala dalam pertumbuhan ikan sidat adalah masalah pakan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pemberian cacing tanah pada formulasi pakan terhadap kecernaan protein dan kecernaan energi pada ikan sidat. Metode penelitian ini menggunakan rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan konsentrasi penambahan cacing tanah yang terdiri dari perlakuan A tanpa penambahan cacing tanah, perlakuan B cacing tanah pada pakan sebanyak 25%/kg pakan, perlakuan C cacing tanah pada pakan sebanyak 50%/kg pakan, D cacing tanah pada pakan sebanyak 75%/kg pakan, E cacing tanah 100%. Hasil penelitian ini menggunakan cacing tanah terhadap kecernaan protein tidak berbeda nyata (P<0,05). Sedangkan penambahan cacing tanah terhadap kecernaan energi didapatkan hasil tidak berbeda nyata (P<0,05). Penambahan cacing tanah pada formulasi pakan tidak memberikan dampak positif terhadap kecernaan protein dan kecernaan energi. Kata Kunci : cacing tanah, ikan sidat,kecernaan protein , kecernaan energi

Abstract

Fish eel (Anguilla bicolor) is a species of fish that are sold in international markets especially Japan and Korea, thus this fish has the potential as an export commodity. Business enlargement still plenty of eel fish experiencing constraints especially the issue of growth. One of the constraints in the eel fish growth is a matter of the feed.

This research aims to know the potential granting of earthworms on the digestibility of feed formulations against protein and energy digestibility in fish Eel. This research method using a complete randomized design (RAL) with five treatments and four replicates. The treatment given is the difference in concentration of the addition of earthworms which consists of A treatment without the addition of earthworms, earthworm B treatment in feed by as much as 25%/kg feed, treatment C earthworms on a feed by as much as 50%/kg feed, D earthworms on a feed by as much as 75%/kg feed, E 100% earthworm. The results of this research use the digestibility of the protein against earthworms do not differ markedly (P < 0.05). While the addition of earthworms against results obtained energy digestibility did not differ markedly (P < 0.05). The addition of earthworms on the feed formulation does not give a positive impact against the digestibility of protein and energy digestibility..

(2)

83

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017 PENDAHULUAN

Ikan sidat (Anguilla bicolor) merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar Internasional terutama Jepang dan Korea, dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas eksport (Affandi, 2010). Pada tahun 2008, volume ekspornya sekitar 2.676 ton, meningkat dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya 2.189 ton, Sementara itu, sampai akhir tahun 2009 ekspornya sekitar 4.744 ton meningkat sekitar 77,2 % dibandingkan tahun 2008 (KKP, 2013). Permintaan ikan sidat pasar domestik kurang lebih 50 ton per tahun dan yang berhasil disuplai baru sekitar 20 ton per tahun (Amir, 2012).

Salah satu kendala dalam budidaya ikan Sidat adalah masalah pakan. Penyediaan pakan buatan yang memenuhi kebutuhan nutrisi cukup untuk mendapatkan keuntungan dari hasil budidaya. Menurut Methling (2013) bahwa kebutuhan protein ikan karnivora seperti ikan sidat berkisar antara 45-48%, sehingga harga pakannya mahal. Dalam proses budidaya ikan sidat, 50-60% berasal dari komponen pakan, maka apabila pakan ikan Sidat murah sehingga biaya proses budidaya akan menjadi rendah (Affandi, 2005).

Cacing tanah sangat potensial untuk dikembangkan. Menurut Palungkun (2008), Kandungan protein cacing tanah ini ternyata lebih tinggi dari sumber protein lainnya. Selain protein, kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam tubuh cacing tanah antara lain lemak 7- 10%, kalsium 0,55%, fosfor 1% dan serat kasar 1,08%.

Kecernaan zat makanan didefinisikan sebagai jumlah zat makanan yang tidak dieksresikan melalui feses dengan asumsi bahwa zat makanan tersebut dicerna oleh hewan (Arsadi, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi kecernaan

adalah jenis spesies, jenis bahan ransum, jumlah ransum dan kandungan nutrien (Prawitasari dkk., 2012). Kecernaan suatu bahan pakan dapat diukur dari kecernaan protein kasar, serat kasar, lemak kasar, bahan kering, bahan organik, BETN dan energi (Agustono, 2014).

Kandungan protein pada pakan sangat dibutuhkan dalam tubuh ikan. Menurut Junianto (2003) ikan menggunakan protein secara efisiensi sebagai zat pembangun, zat pengatur, dan sebagai sumber energi. Menurut Mudjiman (2004) ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktivitas hidup, dan perkembangbiakan. Ikan menggunakan protein sebagai sumber energi yang utama. Sumber energi kedua yang digunakan adalah lemak, sedangkan karbohidrat menjadi sumber energi yang ketiga. Keseimbangan energi dan kadar protein sangat penting untuk laju pertumbuhan karena apabila kebutuhan energi kurang, protein akan dipecah dan digunakan sebagai sumber energi (Buwono, 2000).

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pengujian pengaruh kombinasi cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap kecernaan energi dan kecernaan protein ikan sidat (Anguila bicolor) di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya.

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016. Kegiatan penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya. Analisis proksimat pakan yang telah ditambahkan Cacing Tanah akan dilaksanakan di Laboratorium

(3)

84

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017 Pakan Ternak Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Airlangga, Surabaya. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 buah akuarium berukuran 40x20x30 cm3, selang penyipon, aerator, selang aerasi, 20 buah batu aerasi, bak plastik besar, timbangan analitik, pipet, termometer, Dissolved Oxygen (DO) test kit, Amonia test kit, kertas sairing, pinset, penggaris, tandon, saringan, gelas ukur.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah glass eel (fingerling) sidat yang berukuran panjang tubuh rata-rata 25-30cm dengan berat tubuh rata-rata 20-25gram sebanyak 100 ekor dan didapatkan di kota Malang. Media pemeliharaan dalam penelitian ini adalah akuarium dengan diisi air tawar dengan volume 15 liter per akuarium.

Prosedur kerja

Penelitian ini dimulai dari persiapan peralatan dengan membersihkan alat yang akan digunakan. Akuarium sebelum digunakan sebagai tempat pemeliharaan dicuci dengan klorin untuk menghilangkan mikroba yang ada pada tempat tersebut. Media pemeliharaan yang akan digunakan adalah air tawar yang diendapkan dan diaerasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Air tawar tersebut diisikan ke dalam 20 akuarium berukuran 50 × 35 × 30 cm3. Setiap akuarium diisi air dengan volume 45 liter dengan ikan sidat sebanyak 5 ekor/akuarium. Sebelum ditebar, ikan sidat diaklimatisasi terlebih dahulu selama 30 menit. Ikan sidat dipelihara dipelihara selama 24 hari. Sebelum pakan uji diberikan, ikan sidat dipuasakan selama 1 hari untuk menghilangkan sisa pakan yang diberikan pembudidaya ikan sidat

sebelumnya. Pemberian pakan sebanyak 5 – 10 % dari keseluruhan berat tubuh ikan uji dalam 1 akuarium dengan perbandingan 40 % pagi: 08.00 dan 60% sore: 16.00 (Suitha dan Suhaeri, 2008).

Hari ke-23 ikan diberi pakan satu kali pada pagi hari kemudian dipuasakan selama 24 jam untuk melakukan pengosongan lambung. Hari ke-24 ikan setelah puasa diberi pakan sampai ikan benar-benar berhenti makan dan dilakukan penyiponan pada sisa pakan. Setelah 7 jam pemberian pakan kemudian ikan diberhentikan aktifitasnya dan dilanjutkan dengan pembedahan untuk mengambil feses di bagian usus besar. Tujuan dari teknik pembedahan ini sebagai salah satu cara untuk memperoleh feses di bagian usus besar supaya tidak sampai keluar dari anus dan bercampur dengan air pada kolam pemeliharaan.

Pengambilan feses pada jam ke-7 dilakukan karena menurut penelitian yang dilakukan Agustono (2014) pada tujuh jam setelah pemberian pakan, feses terkumpul paling banyak di bagian usus besar. Menurut Abun (2007) metode pengambilan sampel dari usus besar dilakukan dengan asumsi bahwa pencernaan dan penyerapan telah terjadi pada usus halus dan tidak terjadi lagi pada usus besar. Pembedahan dilakukan hingga feses ikan benar-benar habis dan setelah terkumpul dilakukan analisis proksimat.

Analisis Data

Analisis statistik menggunakan Analyze Of Variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan, Jika terdapat hasil yang signifikan maka perhitungan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) (Kusriningrum, 2012). Data diolah menggunakan SPSS versi 16.00.

(4)

85

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kecernaan Protein

Hasil analisis proksimat protein kasar pakan tercantum pada Lampiran 1 dan analisis

proksimat protein feses ikan sidat (Anguilla bicolor) pada Lampiran 2. Dari hasil penelitian didapatkan nilai kecernaan protein kasar ikan sidat berkisar antara Data rata-rata nilai kecernaan protein kasar ikan sidat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Rata-rata Nilai Kecernaan Protein Ikan Sidat

Perlakuan Nilai Kecernaan Protein Kasar (%) ± SD Transformasi (√) ± SD A B C D E 99,257a ± 0,10340 99,015a ± 0,05916 99,287a ± 0,7288 99,092a ± 0,16860 96,175b ± 1,26944 9,9627 ± 3,40 9,9506± 9,16 9,9643 ± 2,88 9,9542 ± 8,60 9,8068 ± 9,44 Keterangan: SD = Standar Deviasi

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai kecernaan protein tertinggi didapatkan pada perlakuan C (Formula pakan 50% + Cacing tanah 50%) sebesar 99,287% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan A,B dan D.

Sedangkan nilai kecernaan protein kasar pada perlakuan E (Cacing Tanah 100% ) sebesar 96,175%. Hasil perhitungan Analysis of Varian (ANOVA) pada Lampiran 12 menunjukkan perlakuan E terdapat perbedaan yang nyata dengan

perlakuan B,D,A dan C (p<0,05) terhadap nilai kecernaan protein ikan sidat.

Kecernaan Energi

Hasil analisis proksimat energi pakan tercantum pada Lampiran 1 dan hasil analisis proksimat energi feses ikan sidat (Anguilla bicolor) dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari hasil penelitian didapatkan nilai kecernaan energi ikan sidat berkisar antara . Data rata-rata nilai kecernaan energi ikan sidat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Nilai Kecernaan Energi Ikan Sidat

Perlakuan Nilai Kecernaan Energi (%) ± SD Transformasi (√) ± SD

A B C D E 96,1350a ± 0,70164 94,5375ab ± 0,2887 95,4150ab ± 0,1584 92,5075b ± 0,3914 63,0250c ± 4,280 9,8048 ± 1,64 9,7230 ± 8,87 9,7680 ± 5,84 9,6180 ± 9,14 7,9388 ± 2,80 Keterangan:SD = Standar Deviasi

(5)

86

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui

bahwa rata-rata nilai kecernaan energi tertinggi didapatkan pada perlakuan A (Formula pakan 100%) sebesar 96,1350 dan tidak berbeda nayata dengan perlakuan C dan B. Hasil perhitungan Analysis of Varian (ANOVA) pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian formula pakan dengan penambahan dosis cacing tanah yang menghasilkan nilai yang berbeda antara kecernaan energi ikan sidat pada perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan C dan B, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D. Sedangkan perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan E (p<0,05).

Kualitas air

Faktor eksternal yang memiliki peranan penting dalam peningkatan kecernaan ikan sidat lingkungan dimana tempat hidupnya. Faktor lingkungan tersebu salah satunya yaitu kualitas air selama pemeliharaan ikan sidat. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu suhu selama 21 hari serta pH dan DO (Dissolved Oxygen) 1 minggu sekali. Data Kualitas air selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6. Berikut ini rata-rata kisaran kualitas air ikan koi selama penelitian:

Tabel 3. Rata-rata kisaran kualitas air ikan sidat selama pemeliharaan

Parameter Perlakuan A B C D E Suhu Pagi 26,5 26,7 26,9 27 26,5 Sore 27,6 27,8 27,9 27,9 27,4 pH Pagi 7 7 7 7 7 Sore 7 7 7 7 7 DO ( Disolved Oxygen) mg/L 6-8 6-8 6-8 6-8 6-8 Amoniak mg/L 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Keterangan: A (Pakan Formulasi), B (75% Pakan Formula + 25% Cacing Tanah), C (50% Pakan Formulasi + 50% Cacing Tanah), D ( 25% Pakan Formulasi + 75% Cacing Tanah) dan E 100% Cacing Tanah

Pembahasan Kecernaan Protein

Protein merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi tubuh, seperti pertumbuhan dan reproduksi. Oleh karena itu, protein dalam pakan ikan mutlak diperlukan (Murtidjo, 2001). Kecernaan protein merupakan jumlah protein pakan yang diserap oleh tubuh ikan dan tidak dikeluarkan melalui feses.

Berdasarkan nilai kecernaan protein pada Tabel 3, semua perlakuan memiliki rata-rata nilai kecernaan protein di atas 90%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil kecernaan protein tergolong tinggi. Menurut Anggorodi (1995) dalam Yuniarti dkk. (2015) nilai kecernaan pada kisaran 50 – 60% adalah kualitas rendah, 60 – 70% kualitas sedang dan di atas 70% kualitas tinggi. Pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai kecernaan protein pada perlakuan A,B,C,D dan E

(6)

87

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017 diatas 70% . Hal ini menunjukkan bahwa ikan sidat

dapat memanfaatkan cacing tanah pada formula pakan dengan baik karena cacing tanah yang ditambahkan pada formula pakan merupakan bentuk sederhana dari struktur protein sehingga cacing tanah tersebut dapat langsung diserap oleh tubuh ikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sukarman dkk. (2011) yang menyatakan bahwa protein dalam pakan akan dipecah menjadi asam-asam amino kemudian diserap oleh tubuh ikan.

Pada perhitungan Analysis of Varian (ANOVA) menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan E dibandingkan dengan perlakuan A,B,C dan D. Hal ini disebabkan nilai kecernaan protein kasar antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan rentang nilai yang besar. Hal ini disebabkan bahan baku cacing tanah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan protein hanya sebesar 13,6346% (Lampiran 3). Kandungan protein pada cacing tanah yang lebih rendah ini menyebabkan kandungan protein dalam pakan juga lebih rendah sehingga konsumsi protein pakan menjadi lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman et al. (1998) dalam Risanti (2013) bahwa kandungan protein dalam pakan yang dikonsumsi mempengaruhi kecernaan protein. Pakan yang memiliki kandungan protein rendah atau kurang dari kebutuhan ikan, maka nilai kecernaannya rendah dan sebaliknya.

Kecernaan Energi

Energi diperoleh dari perombakan ikatan kimia melalui proses reaksi oksidasi terhadap komponen pakan, yaitu protein, lemak dan karbohidrat (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Menurut Buwono (2000) energi pada pakan digunakan untuk aktivitas metabolisme,

maintenance (metabolisme basal, aktivitas ikan dan adaptasi suhu) dan dapat juga digunakan untuk pertumbuhan dan produksi telur. Kecernaan energi adalah jumlah energi pada pakan yang diserap oleh tubuh ikan dan tidak dikeluarkan melalui feses.

Pada perhitungan Analysis of Varian (ANOVA) menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara kecernaan energi ikan sidat yang berbeda nyata pada perlakuan A tidak berbeda nyata dengan perlakuan C dan B, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D. Sedangkan perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan E artinya semua perlakuan yang diberikan tidak sama pengaruhnya terhadap kecernaan energi ikan sidat. Kecernaan energi tidak berbeda nyata dikarenakan pakan yang dikonsumsi antar perlakuan relatif sama dan memiliki kandungan energi yang sudah memenuhi kebutuhan energi untuk ikan yang berkisar antara 2409 – 2711 kkal/kg (Badan Standar Nasional, 2009).

Faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan suatu bahan adalah komposisi pakan dan jumlah pakan yang dikonsumsi (Tillman dkk., 2005). Menurut Lovell (1988) dalam Pramono dkk. (2007) dalam penyusunan pakan ikan perlu diperhatikan keseimbangan antara protein dan energi. Pakan yang memiliki kandungan energi rendah dapat menyebabkan ikan menggunakan sebagian protein sebagai sumber energi untuk metabolisme, sebaliknya kandungan energi pakan yang terlalu tinggi dapat membatasi jumlah pakan yang dikonsumsi. Semakin rendah jumlah pakan yang dikonsumsi, maka nilai kecernaan juga akan rendah pernyataan tersebut sama dikatakan dengan Halver (1989), jika energi dalam pakan lebih rendah daripada kebutuhan energy ikan, maka ikan

(7)

88

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017 akan memanfaatkan protein sebagai sumber energy

untuk pemeliharaan fungsi biologis. Kualitas Air

Kualitas air yang diukur meliputi suhu, DO (Dissolved Oxygen), pH dan Amoniak. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian 21 hari menunjukkan kisaran kualitas air antara perlakuan A, B, C, D dan E tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Pengukuran nilai suhu, pH dan DO pada media pemeliharaan ikan sidat selama 21 hari pada tabel 5.2 yaitu suhu berkisar 26-27°C, pH 7 dan DO berkisar 6-8 hal ini sesuai dengan Suryono dan Bajoeri (2013) bahwa ikan sidat dapat hidup dengan kisaran suhu antara 20-29°C, pH air berkisar antara 7-8 dan oksigen terlarut (DO) lebih dari 4 mg/L. Menurut Kordi (2009) suhu dapat mepengaruhi laju metabolisme,nafsu makan, daya larut gas-gas termasuk oksigen serta berbagai reaksi kimia dalam air. Sementara itu ketersediaan oksigen terlarut sangat dibutuhkan untuk ikan dan organisme air lainnya untuk kegiatan respirasi dan selanjutnya dimanfaatkan untuk kegiatan metabolisme (Panjaitan, 2012).

Pengukuran nilai kadar amoniak dengan hasil nilai amoniak 0,5 mg/L , Affandi dan Suhenda (2003) menjelaskan kadar ammonia dalam media pemeliharaan ikan sidat terkontrol sebaiknya tidak melebihi 0,1 mg/L.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian yang berjudul Potensi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Pada Formulasi Pakan Terhadap Kecernaan Protein dan Kecernaan Energi Ikan Sidat (Anguila bicolor) dapat diambil kesimpulan bahwa potensi Cacing tanah pada formulasi pakan tidak dapat meningkatkan kadar kecernaan protein ikan sidat (Anguila bicolor).Potensi Cacing tanah pada formulasi pakan tidak dapat meningkatkan kadar kecernaan energi ikan sidat (Anguila bicolor).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan melakukan penelitian lanjutan tentang potensi cacing tanah dalam meningkatkan kecernaan protein dengan cara subtitusi pakan komersial melalui sumber pakan lain dengan jenis ikan yang berbeda pula.

DAFTAR PUSTAKA

Abun, 2007. Pengukuran Nilai Kecernaan Ransum Yang Mengandung Limbah Udang Windu Produk Fermentasi Pada Ayam Broiler. Artikel Ilmiah. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. hal. 17-19.

Affandi, R. 2010. Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat, Anguilla spp. di Indonesia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional.

Affandi, R. 2005. Strategi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Sidat Angulia sp. di Indonesia. Jurnal Iktiologi Indonesia. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vol. 5 (2): 77 – 81.

Affandi, R. dan Suhenda N. 2003. Teknik Budidaya Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Prosiding Sumberdaya Perikanan Sidat Tropik. UPT Baruna Jaya. BPPTDKP. Jakarta. Hal.47-54

Agustono. 2014. Pengukuran Kecernaan Protein Kasar, Serat Kasar, Lemak Kasar, BETN, dan Energi pada Pakan Komersial Ikan Gurami (Osphronemus guramy) dengan Menggunakan Teknik Pembedahan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 6 (1) : 71-79.

Amir, F. 2012. Dinamika Populasi dan Pengkajian Stok Ikan Sidat Tropis Anguilla Marmorata di Sungai Malunda, Sulawesi Barat. Artikel Ilmiah. Jurusan Perikanan FIKP Unhas. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hassanudin.

(8)

89

Diterima/Received: 1 Maret 2017 Diterima/Accepted: 12 Juni 2017 Arsadi, S. 2006. Studi Perbandingan Metabolisme

Energi dan Kecernaan Serat pada Kambing dan Domba Lokal. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Standardisasi Nasional. 2009. Pakan Buatan

untuk Ikan Gurami (Osphronemus gouramy,Lac.).https://defishery.files.word press.com/20 09/11/sni-pakan-gurami.pdf . Diakses tanggal 14 Januari 2016. Hal 2. Buwono, I. D. 2000. Kebutuhan Asam Amino

Esensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 53 hal.

Fahmi, M. R., dan R. Himawati. 2010. Keragaman Ikan Sidat Tropis (Anguila bicolor) Di Perairan Sungai Cimandiri Pelabuhan Ratu Sukabumi. Balai Riset Budidaya Ikan Hias. Depok. Hal. 1

Halver, J. E. 1989. Fish Nutrition. 2nd editions Academic Press. London. Pp. 1-23.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

KKP. 2013. Warta Pasar Ikan.

http://www.wpi.kkp.go.id/index.php/83-

profil-komoditi/83-belut-dan-sidat-permintaannya-semakin-meningkat. 9 Januari 2017

Kusriningrum. 2012. Perancangan Percobaan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Kordi, M. G. H. 2009. Pengelolaan Kualitas Air. Rineke Cipta. Jakarta.

Methling, C. 2013. Cardio-respiratory Physiology of the European Eel (Angulia angulia) in Extreme Enviroments. Marine Biological Section, Departement of Biology PhD School of Science, Faculty of Sciene, University of Copenhagen, Denmark. PhD Thesis. Denmark, pp 13,17

Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Depok.

Panjaitan, A. S. 2012. Pemeliharaan Larva Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan Pemberian Jenis Fitoplankton yang berbeda. Tesis Pasca Sarjana Universitas Terbuka. Jakarta.

Pamungkasari, U. T. 2014. Pengaruh Kombinasi Cacing Tanah Dengan Pakan Komersial Terhadap Retensi Lemak Dan Energi Pada Belut Sawah (Monopterus Albus) Yang Dipelihara Secara Sistem Resirkulasi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. 80 Hal.

Palungkun, R. 2008. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta: Penebar Swadaya. Pp: 5-15.

Pramono, T. B., D. Sanjayasari dan P. H. T. Soedibya. 2007. Optimasi Pakan dengan Level Protein dan Energi Protein untuk Pertumbuhan Calon Induk Ikan Senggaringan. Jurnal Protein, 15(2): 156. Prawitasari, R. H., V. D. Y. B. Ismadi dan I.

Estiningdriati. 2012. Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar serta Laju Digesta pada Ayam Arab yang diberi Ransum dengan Berbagai level Azolla microphylla. Animal Agriculture Journal, 1(1): hal. 471-483.

Sasongko, Agus., J. Purwanto, S. mu’minah dan U. Arie. 2007. Sidat. Penebar Swadaya; Jakarta. Hal 5-74.

Subekti, E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 5 (2) : 63-71.

Suitha, I. M. dan A. Suhaeri. 2008. Budidaya Sidat. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal 1 – 27. Sukarman, S. Subandiyah, A. Permana dan I. W.

Subamia. 2011. Nilai Nutrisi Lmbah Fillet Ikan Nila Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011. Hal 840.

Suryono, T. dan M. Bajoeri. 2013. Kualitas Air pada Uji Pembesaran Larva Ikan Sidat (Anguilla spp.) dengan Sistem Pemeliharaan yang Berbeda. Jurnal Limnotek, 20 (2): hal. 173-175.

Tillman A D., S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada Uniersity Press. Yogyakarta.

Utama, S., I. Estiningdriati, V. D. Yunianto dan W. Murningsih. 2006. Pengaruh Penambahan Aras Mineral pada Fermentasi Sorghum dengan Ragi Tempe Terhadap Kecernaan Zat Pakan pada Ayam Petelur. Ejournal-UMM. Malang.

Yuniarti, M., F. Wahyono dan V. D. Yunianto. Kecernaan Protein dan Energi Metabolis Akibat Pemberian Zat Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) pada Burung Puyuh Japonica Betina Umur 16-50 Hari. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan, 25(3): 49.

Gambar

Tabel 3. Rata-rata kisaran kualitas air ikan sidat selama pemeliharaan

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hex: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengumumkan Calon Hakim Ad Hex :Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan &#34; LULUS SELEKSI ADMINISTRASI &#34;

Besarnya koefisien pengaliran (Cd) dalam percobaan ini didapat dengan cara mengkalibrasikan alat ukur parshall dengan alat ukur aliran dibawah pintu. Hal ini membuktikan adanya

jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter,

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal

IPW menilai, Kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tahun 2014 lalu, sangat tidak memuaskan masyarakat. Reformasi di internal Kepolisian juga jalan di tempat.. Makanya,

Peningkatan supply pendanaan ramah lingkungan untuk membentuk daya saing LJK di bidang keuangan berkelanjutan/ Increase supply of sustainable financing to strengthen

Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

Prosentase Besaran Tenaga Kerja yang mendapat Pelatihan berbasis Masyarakat.