• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan telah membawa kemajuan salah satunya yaitu meningkatnya usia harapan hidup (UHH) penduduk. Hasil observasi kesehatan global dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2012 harapan hidup waktu lahir untuk kedua jenis kelamin secara global adalah 70 tahun. Peningkatan UHH juga terjadi di Indonesia. Dalam kurun waktu 5 tahun telah terjadi kenaikan UHH dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 69 tahun pada tahun 2008 dan berdasarkan data statistik WHO, tahun 2012 UHH penduduk Indonesia yaitu 69 tahun untuk laki-laki dan 73 tahun untuk perempuan. Meningkatnya UHH penduduk tersebut akan menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat dari tahun ke tahun (WHO, 2012; Menegpp, 2011).

Lanjut usia (lansia) menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Jumlah lansia di Indonesia menurut data dari Badan Pusat Statitik (BPS) yaitu sebesar 16.522.311 jiwa pada tahun 2004, meningkat menjadi 19.502.355 jiwa pada tahun 2008 (8,55% dari total penduduk sebesar 228.018.900), dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia sekitar 28 juta jiwa (Martono, 2011). Provinsi Bali termasuk dalam lima besar provinsi dengan persentase lansia terbesar di Indonesia. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi

(2)

Nasional oleh Badan Pusat Statistik (2012) yaitu 9,79% dengan jumlah lansia di provinsi Bali mencapai 280.826 jiwa. Tiga besar kabupaten dengan jumlah lansia terbanyak berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013 yaitu kabupaten Karangasem sebanyak 45.269 jiwa (11,19%), kabupaten Gianyar 50.082 jiwa (10,30%), dan kabupaten dengan jumlah lansia tertinggi yaitu kabupaten Tabanan yang mencapai 62.202 jiwa (14,44%). Salah satu wilayah di Tabanan dengan jumlah penduduk lansia yang cukup tinggi adalah Banjar Luwus yaitu mencapai 95 lansia. Peningkatan jumlah lansia apabila tidak mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak, tentunya akan berdampak pada meningkatnya permasalahan khususnya terkait penuaan dan kesehatan lansia.

Penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus menerus, dan berkesinambungan. Proses penuaan menyangkut terjadinya berbagai perubahan yang akan berdampak pada penurunan kondisi fisik, mental, psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan peran sosial lansia. Lansia dapat mengalami penurunan kemandirian lansia oleh karena keterbatasan mobilitas, kelemahan, timbulnya masalah mental atau fisik, dan penurunan status sosial ekonomi oleh karena pensiun, atau mengalami kecacatan (WHO, 2013). Keadaan tersebut cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Thong, 2011). Salah satu masalah kesehatan jiwa yang dapat dialami lansia adalah stres.

(3)

Stres merupakan realita kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dihindari. Stres secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang (Nasution, 2011). Tingkat stres pada lansia berarti pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari stresor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam kehidupan yang dialami lansia (Indriana, 2010). Putri (2012) menyatakan, lansia yang tinggal dirumah terkadang akan merasa bosan dengan kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan. Terlebih lagi jika terdapat masalah dengan anggota keluarga sehingga hal tersebut dapat membuat lansia cepat marah dan sulit tidur. Hal tersebut merupakan gejala awal timbulnya stres pada lansia (Yosep & Sutini, 2009).

Potter & Perry (2005) menjelaskan bahwa stres dapat menimbulkan tuntutan yang besar pada seseorang, dan jika orang tersebut tidak dapat mengadaptasi, maka dapat terjadi penyakit. Stres dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang apabila menetap akan menjadi hipertensi, peningkatan kadar gula darah serta peningkatan kadar kolesterol (Iskandar, 2010). Menurut Hardjana (1994, dalam Puspasari, 2009), stres juga berdampak terhadap kondisi emosional sehingga seseorang akan mudah gelisah, mood atau suasana hati yang sering berubah-ubah, mudah/cepat marah, mudah tersinggung dan stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan seseorang menjadi cemas dan depresi. Untuk menghindari dampak negatif dari stres tersebut, maka diperlukan adanya suatu pengelolaan stres yang baik.

(4)

Pengelolaan stres dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang meliputi penggunaan obat cemas (anxiolytic) dan anti depresi (anti depressant), serta terapi nonfarmakologi (Yulianti, 2004; Isnaeni, 2010; Devi, 2012). Namun, penggunaan terapi farmakologi seperti anxiolytic dan anti depressant terkadang akan menimbulkan efek samping reaksi yang merugikan seperti pusing, sakit kepala, mual, mulut kering, konstipasi, retensi urin atau sulit berkemih, jalan nafas kering, sering agitasi, takikardi, dan gangguan penglihatan (Videbeck, 2008). Sehingga, pendekatan dengan terapi nonfarmakologi kini sering digunakan dalam pengelolaan stres.

Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres yaitu relaksasi, pendekatan perilaku dan kognitif. Terapi dengan pendekatan perilaku-kognitif salah satunya yaitu terapi Reminiscence atau terapi kenangan. Terapi Reminiscence merupakan salah satu intervensi yang menggunakan memori untuk memelihara kesehatan mental dan meningkatkan kualitas hidup (Muhlbauer, Chrisler, Denmark, 2014; Chen, Li, Li, 2012). Dalam kegiatan terapi ini, terapis memfasilitasi lansia untuk mengumpulkan kembali memori-memori masa lalu yang menyenangkan sejak masa anak, remaja dan dewasa serta hubungan klien dengan keluarga, kemudian dilakukan sharing dengan orang lain (Syarniah, 2010).

Kegiatan mengenang merupakan aktivitas yang alami bagi semua orang di segala usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, kecenderungan untuk mengenang meningkat dan semakin penting (Hegner, 2003). Menurut Fontaine dan Fletcher

(5)

(2003, dalam Banon 2011), terapi Reminiscence bertujuan untuk meningkatkan harga diri, membantu individu mencapai kesadaran diri, memahami diri, beradaptasi terhadap stres, meningkatkan kepuasan hidup dan melihat dirinya dalam konteks sejarah dan budaya. Menurut Brody (2006), terapi Reminiscence yang sederhana dapat menjadi suatu mekanisme koping untuk menghadapi stres.

Penelitian yang dilakukan oleh Poorneselvan & Steefel (2014) terkait efek Individual Reminiscence Therapy terhadap harga diri dan depresi pada 20 lansia di India, menyebutkan bahwa terapi Reminiscence dapat meningkatkan harga diri dan menurunkan tingkat depresi lansia. Penelitian lain dilakukan oleh Chou, Lan, dan Chao (2008) terkait penggunaan Individual Reminiscence Therapy untuk menurunkan kecemasan pada lansia wanita dengan dementia, dimana setelah diberikan terapi reminiscence, klien terlihat lebih menunjukkan ekspresi bahagia di wajahnya, bersedia untuk mengekspresikan dirinya sendiri secara lebih lisan, dan memiliki lebih banyak interaksi dengan orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbaikan pada emosi negatif dan kecemasan klien.

Terapi Reminiscence memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan harga diri, penurunan kondisi depresi dan penurunan tingkat kecemasan pada lansia. Holahan & Moose dalam Astri (2012) menjelaskan, harga diri (self-esteem) merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh pada risiko munculnya stres. Individu dengan harga diri yang tergolong rendah biasanya mudah putus asa dan memiliki koping yang terbatas, sehingga akan lebih mudah mengalami stres. Stres juga berkaitan dengan timbulnya kecemasan dan depresi,

(6)

dimana kedua kondisi tersebut dapat terjadi akibat paparan stres secara jangka panjang dan melebihi kemampuan (coping ability) seseorang untuk mengatasi stres tersebut (Astri, 2012; Indriana, 2010).

Studi pendahuluan dilakukan pada tanggal 26 Januari 2015 di Banjar Luwus terhadap 10 lansia dengan menggunakan kuesioner DASS (Depression Anxiety Stress Scale), dan diperoleh masalah psikologis lansia sebagian besar termasuk dalam kategori stres yaitu pada empat orang lansia dan hanya satu orang yang mengalami kecemasan. Lansia tersebut mengalami penurunan kondisi fisik, penurunan kemampuan untuk bekerja, dan hal ini berdampak pula pada penurunan status sosial ekonomi lansia. Selain itu, adanya masalah dalam keluarga juga dapat menjadi pemicu timbulnya stres pada lansia. Hasil wawancara terkait upaya untuk mengurangi stres, lansia biasanya bertemu dan mengobrol dengan teman sesama lansia, berjalan-jalan dan pergi ke ladang untuk mengalihkan pikiran yang mengganggu, dan sekitar 30% lansia biasanya hanya tinggal dirumah dan tidak memiliki kegiatan khusus untuk mengurangi stres. Terapi Reminiscence atau kegiatan menceritakan kembali kenangan-kenangan yang menyenangkan dan mengesankan belum pernah dilakukan lansia khususnya sebagai upaya untuk mengurangi stres. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait “Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap Stres Pada Lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan”

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dari itu masalah yang dapat peneliti rumuskan adalah “Adakah Pengaruh Terapi Reminiscence terhadap Stres Lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan?”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Terapi Reminiscence terhadap stres pada lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan. 1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan, tipe keluarga, dan penyakit yang diderita lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan.

b. Mengetahui stres lansia sebelum dan setelah terapi reminiscence pada kelompok perlakuan di Banjar Luwus Baturiti Tabanan.

c. Mengetahui stres lansia sebelum dan setelah terapi reminiscence pada kelompok kontrol di Banjar Luwus Baturiti Tabanan.

d. Menganalisis pengaruh stres lansia sebelum dan setelah dilakukan intervensi terapi Reminiscence pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Banjar Luwus Baturiti Tabanan.

e. Menganalisis perbedaan stres sebelum-setelah terapi reminiscence pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol di Banjar Luwus Baturiti Tabanan.

(8)

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat. Manfaat yang peneliti harapkan yaitu meliputi manfaat teoritis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

a. Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan gerontik dan keperawatan jiwa yaitu perawatan pada lansia terutama yang mengalami stres dengan menggunakan pendekatan terapi nonfarmakologis salah satunya yaitu terapi Reminiscence.

b. Sebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut seperti melakukan kombinasi terapi Reminiscence dengan terapi lainnya baik farmakologis maupun nonfarmakologis untuk mengurangi stres dan menangani masalah kesehatan lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

a. Membantu lansia agar bisa menghadapi dan mengatasi perubahan, masalah, maupun kesulitan yang dapat memicu timbulnya stres yaitu dengan melakukan introspeksi dan melihat kembali kenangan terkait kehidupan-kehidupan yang sudah berhasil dilewati sebelumnya melalui terapi Reminiscence.

(9)

b. Sebagai bahan masukan bagi perawat, petugas kesehatan, maupun orang terdekat lansia agar menggunakan terapi Reminiscence sebagai salah satu terapi penunjang untuk mengatasi stres pada lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Aspek berikutnya adalah pemaknaan dalam hati hal tersebut berpengaruh pada kondisi psikis seorang individu ketika menghadapi situasi yang sulit, seperti mengidap

Berdasarkan CTQ yang diperoleh maka data yang nantinya menjadi acuan atau yang akan jadi bahan pertimbangan adalah hasil dari proses cetak tersebut yang

The Service Center of the Agent System is a fundamental component for mobile agent management and user mobility and is used for locating and accessing services and agents.. The

Persentase sisa perkara yang diselesaikan 3 100% 300 Indikator Kegiatan 2 4 TARGET TARGET JANGKA MENENGAH Mewujudkan Pengadilan Agama Gresik yang professional dengan

(misalnya 4 jam maka silahkan makan di hari kamis dari jam 12 sampai jam 4 di hari itu). Pertanyaan yang biasa timbul adalah apakah tidak akan pusing, sakit kepala dan

Adapun jenis kesalahan yang kami temukan adalah kalimat yang tanpa subjek dan subjek yang tidak tepat, tanpa verba, penggunaan verba yang tidak tepat, dan penggunaan dua verba

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Perencanaan, Guru Bimbingan dan Konseling MAN 1 Kota Semarang menyusun perencanaan program pada awal tahun ajaran baru meskipun

Penulis menggunakan metode perbandingan dalam melakukan penelitian ini dimana penulis membandingkan penentuan harga pokok produksi sesuai dengan prinsip akuntansi