10
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai dua ruang lingkup. Pertama, penelitian terdahulu berdasarkan penelitian filologi terdahulu yang memiliki bentuk analisis tauhid. Kedua, penelitian terdahulu berdasarkan penelitian yang berkaitan dengan syahadat.
1. Penelitian filologi terdahulu yang memiliki bentuk analisis tauhid
Penelitian filologi terdahulu yang menggunakan analisis tauhid antara lain sebagai berikut:
1) Penelitian yang dilakukan oleh Farida Rohmawati, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam skripsi yang berjudul “Syair Ibadat”: Suntingan Teks, Analisis Ajaran Tauhid dan Konsep Ekskatologi. Penelitian tersebut membahas ajaran tauhid dan konsep Ekskatologi (ajaran teologi Islam mengenai kehidupan setelah mati) dalam teks Syair Ibadat. Ajaran tauhid yang terkandung di dalam teks Syair Ibadat meliputi sifat wajib Allah Taala dan sifat wajib Nabi Muhammad saw. Konsep ekskatologi di dalam teks Syair Ibadat meliputi alam kubur (Barzakh), hari kiamat (Yaumu `l-Qiyamah), hari kebangkitan (Yaumu `l-Ba‟ats), hari berkumpul (Yaumu `l-Hasyr), hari pengadilan (Yaumu `l-Hisāb), serta surga dan neraka (Rohmawati, 2013).
2) Penelitian yang dilakukan oleh Dhini Yustia Widhyah Saputri, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam skripsi
yang berjudul “Syair „Aqīdatu `l-Awām: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Kandungan Ajaran Tauhid”. Penelitian tersebut menyajikan suntingan teks Syair „Aqīdatu `l-Awām, mendeskripsikan struktur teks, dan mengungkapkan ajaran tauhid yang terkandung dalam teks Syair „Aqīdatu Awām. Ajaran tauhid yang terkandung di dalam teks Syair „Aqīdatu `l-Awām adalah sifat dua puluh Allah, sifat jaiz Allah, nama-nama nabi, kitab-kitab Allah, hari akhir, keluarga Nabi Muhammad saw., Isra‟ Mi‟raj dan perintah salat (Saputri, 2014).
3) Penelitian yang dilakukan oleh Dhimas Muh. Yasin, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dalam skripsi yang berjudul “Al-Mutawassimīn: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Ajaran Tauhid”. Penelitian tersebut menyajikan suntingan teks Al-Mutawassimīn, mendeskripsikan struktur teks, dan mengungkapkan ajaran tauhid yang terkandung dalam teks Al-Mutawassimīn. Ajaran tauhid yang terkandung dalam teks Al-Mutawassimīn adalah sifat-sifat wajib Allah yang berjumlah 20, sifat-sifat mustahil Allah yang berjumlah 20, dan sifat-sifat wajib Allah yang dikelompokkan menjadi 4 sifat (Yasin, 2014).
2. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan syahadat
Penelitian terdahulu yang menggunakan syahadat sebagai objek penelitian antara lain sebagai berikut:
1) Penelitian yang dilakukan oleh Novita Ratna Wulandari, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam skripsi yang berjudul “Suntingan Teks, Konsep Syahadat, dan Ajaran Tasawuf dalam Bayan Asy-Syahadat”. Hasil penelitian tersebut adalah ajaran tasawuf yang
terkandung dalam teks Bayan Asy-Syahadat, antara lain 1) tahap-tahap pelaksanaan tasawuf meliputi syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah; 2) konsepsi syahadat dalam ajaran martabat tujuh; dan 3) perbedaan esensi antara hamba dan Tuhan dalam ekspresi pendekatan diri terhadap Tuhan (Wulandari, 2005).
B. Landasan Teori
Baried et.al. berpendapat bahwa naskah merupakan salah satu peninggalan tulisan masa lampau yang menyimpan sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat masa lampau (Baried, et.al., 1994:6). Oleh karena naskah merupakan salah satu produk masa lampau yang mempunyai konvensi yang berbeda dengan masyarakat masa kini, maka diperlukan perlakuan khusus yakni dengan melakukan penelitian terhadapnya. Penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan inventarisasi naskah, deskripsi naskah, transliterasi, dan suntingan teks.
1. Teori Analisis Struktur a. Sastra Kitab
Chamamah-Soeratno, et.al. berpendapat bahwa masuknya agama Islam membawa corak baru dalam kesastraan Indonesia, yaitu corak Islam (Chamamah-Soeratno, et.al., 1982:144). Corak Islam tersebut ada dua macam, yaitu sastra pra-Islam yang kemudian diberi corak Islam dan sastra yang bercorak Islam (Chamamah-Soeratno, et.al., 1982:145—147). Corak yang kedua tersebut mempunyai banyak penamaan. Liaw Yock
Fang menyebutnya sebagai sastra Islam atau sastra keagamaan, Winstedt menyebutnya sebagai karangan teologi, yurisprudensi, dan sejarah Islam. Sementara itu, Chamamah-Soeratno, et.al., membagi sastra Islam menjadi tiga golongan, yaitu sastra rekaan, sastra kesejarahan, dan sastra kitab (Chamamah-Soeratno, et.al., 1982:148—149).
Sastra kitab oleh Chamamah-Soeratno, et.al. adalah sastra yang mengemukakan ajaran Islam yang bersumber pada ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam,dan tarikh serta riwayat tokoh-tokoh historis (Chamamah-Soeratno, et.al., 1982:149). Roolvink berpendapat bahwa kajian tentang Quran, tafsir, tajwid, arkanul-Islam, usuluddin, fikih, ilmu sufi, ilmu tasawuf, tarikat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat dan kitab tib (obat-obatan, jampi-menjampi), semuanya dapat digolongkan ke dalam sastra kitab (dalam Fang, 2011:380). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab adalah salah satu jenis karya yang didalamnya mengungkapkan ajaran agama Islam, baik yang bersumber dari fikih, tasawuf, ilmu kalam, maupun kitab-kitab lain dalam agama Islam.
b. Struktur Sastra Kitab
Dari segi ekspresi, sastra kitab mempunyai ciri-ciri khusus, meliputi: struktur narasi, gaya pengisahan, pusat pengisahan dan gaya bahasa sastra kitab (lihat Taufiq, 2007:62 serta Chamamah-Soeratno, et.al, 1982:152). Struktur narasi sastra kitab oleh Chamamah-Soeratno, et.al. adalah struktur penyajian teks, sama halnya dengan struktur penceritaan dalam
sastra fiksi yang berupa plot atau alur (Chamamah-Soeratno, et.al, 1982:152). Inilah yang menjadi ciri khas penelitian sastra kitab.
1) Struktur Penyajian Sastra Kitab
Ahmad Taufiq berpendapat bahwa sastra kitab pada umumnya menunjukkan struktur yang tetap (Taufiq, 2007:62) sebagai berikut. a) Pendahuluan, meliputi: doa dan seruan; ajaran taqwa; selawat
kepada Nabi Muhammad; kata “wa ba‟du”; dan kepengarangan (nama pengarang, motivasi penulisan karangan, dan judul karangan). Bagian pendahuluan biasanya menggunakan bahasa Arab, diikuti terjemahan dalam bahasa Melayu.
b) Isi, berupa uraian masalah yang dibahas. Biasanya dibagi dalam bab-bab atau pasal-pasal.
c) Penutup, meliputi doa penutup kepada Tuhan, selawat kepada Nabi beserta keluarganya, dan kata “tammat”.
2) Gaya Penyajian Sastra Kitab
Gaya penyajian oleh Chamamah-Soeratno, et.al. ialah cara pengarang yang khusus dalam menyampaikan ceritanya, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Gaya penyajiannya seringkali menggunakan dua bahasa sekaligus, yakni kalimat bahasa Arab diikuti dengan terjemahan dalam bahasa Melayu (Chamamah-Soeratno, et.al., 1982:160).
Taufiq berpendapat bahwa dalam penyajian isinya, diperkuat dengan penyebutan ayat Alquran maupun hadits Nabi serta pendapat sahabat-sahabat Rasulullah SAW, ulama atau ahli sufi untuk memperkuat pendapat pengarang. Karangan ditutup dengan doa dan selawat kepada Nabi dan diberi kata tammat (Taufiq, 2007:63).
3) Pusat Penyajian Sastra Kitab
Pusat penyajian untuk sastra kitab dalam buku Sastra Kitab terdiri dari dua jenis. Pertama, pusat penyajian orang ketiga (omniscient author) yang bersifat romantik-ironik. Penyajian ini biasanya digunakan dalam sastra kitab yang lebih berkaitan dengan ajaran agama atau memaparkan hasil diskusi. Kedua, pusat penyajian orang pertama. Pusat penyajian ini biasanya terdapat pada sastra kitab yang berhubungan dengan sejarah. Tipe pertama, pengarang menonjolkan peranannya. Tipe kedua, pengarang tidak menonjolkan pendapatnya (Taufiq, 2007:63).
4) Gaya Bahasa Sastra Kitab
Gaya penyajian sastra kitab oleh Taufiq memiliki gaya yang khusus, baik dari kosa kata, istilah maupun kalimatnya yang telah tercampur dengan istilah-istilah Islam (bahasa Arab), tasawuf, fikih dan lain-lain. Begitu pula mengenai susunan kalimat serta sarana retorika yang dipergunakan meliputi gaya pertentangan, gaya penguraian, penguatan, ulangan dan lain-lain (Taufiq, 2007:63-64).
Gaya pertentangan (antitesis) oleh Keraf adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan (Keraf, 2007:126). Gaya penguraian (analitik) oleh Taufiq adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menguraikan masalah yang dibahas secara terperinci (Taufiq, 2007:69). Gaya pengulangan (repetisi) oleh Keraf adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau
bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Keraf, 2007:127). Gaya penegasan oleh Taufiq adalah gaya bahasa yang digunakan untuk memperjelas atau mempertegas pernyataan (Taufiq, 2007:69). Gaya polisindeton oleh Keraf adalah gaya bahasa dimana beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung (Keraf, 2007:131). Gaya asindeton oleh Keraf adalah gaya bahasa dimana beberapa kata, frasa atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan dengan tanda koma (Keraf, 2007:131).
2. Teori Analisis Isi a. Pengertian Tauhid
Dalam Kamus Istilah Agama Islam, kata tauhid diartikan sebagai “meng-Esakan Tuhan, suatu kepercayaan yang menegaskan bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak beranak dan tiada pula diperanakan” (Gayo, 2004:78); “yang mengutus para rasul untuk menunjukkan dunia dan umat manusia ke jalan yang benar; yang meminta pertanggungjawaban hamba di kehidupan akhirat dan membalas perbuatan baik atau buruk yang dilakukannya di dunia” (Musa, 1988:45).
Ilmu tauhid oleh Nata adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan (Allah), sifat-sifat yang mesti ada, sifat-sifat yang mustahil dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya, dan membicarakan tentang Rasul-rasul Tuhan, sifat yang wajib, mustahil dan jaiz padanya (Nata, 2000:142).
1) Zat Allah Taala
Al-Bajuri berpendapat tentang Zat Allah Taala sebagai berikut:
Zat Allah itu berbeda dengan Zat makhluk-Nya, semua sifatnya pun seperti ada-Nya, hidup-Nya, mendengar-Nya, melihat-Nya, berbuat-Nya, berkata-kata-Nya, dan sebagainya berbeda dengan ada, hidup, mendengar, melihat, perbuatan, dan perkataan semua makhluk-Nya, tiada sesuatu jua pun yang menyerupai-Nya (Al-Bajuri, 2008:14).
Al-Ghazali berpendapat tentang Zat Allah Taala sebagai berikut:
Mengenai zat-Nya diketahui ada-Nya dengan akal pikiran, dilihat zat-Nya dengan mata-hati sebagai sesuatu nikmat daripada-Nya sebagai kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang berbuat baik dalam negeri ketetapan nanti dan sebagai sesuatu kesempurnaan daripada-Nya dengan kenikmatan memandang kepada wajah-Nya yang mulia (Al-Ghazali, 1979:329).
Al-Ghazali berpendapat tentang Wujud Allah Taala sebagai berikut:
Ia tidak dengan tubuh yang merupakan, tidak jauhar (benda atau barang) yang terbatas dan berhingga. Dia tidak menyerupai dengan segala tubuh, tidak pada kira-kiraan dan tidak pada dapat dibagi-bagikan. Tidaklah Dia itu jauhar dan tidaklah Dia ditempati oleh jauhar-jauhar. Tidaklah Dia itu aradl (sifat yang mengambil tempat) dan tidaklah Dia ditempati oleh aradl-aradl. Bahkan Dia tidak menyerupai dengan yang ada (maujud) dan tidak suatu yang maujud pun menyerupai dengan Dia. Tiadalah seperti-Nya sesuatu dan tiadalah Dia seperti sesuatu (Al-Ghazali, 1979:328-329). 2) Sifat Allah Taala
Al-Ghazali berpendapat tentang sifat Allah Taala sebagai berikut:
Dia itu Esa, qadim tiada bepermulaan, azali tiada berpendahuluan, berkekalan wujud-Nya, tiada berkesudahan,
abadi tiada berpenghabisan, tegak sendiri tiada yang menghalangi-Nya, kekal tiada putus-Nya, senantiasa dan selalu bersifat dengan segala sifat kebesaran, tiada habis dengan kehabisan dan pemisahan, dengan pergantian abad dan musnahnya zaman. tetapi Dialah yang awal dan yang akhir, yang dhahir dan yang bathin. Dia amat mengetahui dengan tiap-tiap sesuatu (Al-Ghazali, 1979:328).
(a) Hayah (hidup) dan qudrah (kuasa)
Al-Ghazali berpendapat tentang sifat hayah (hidup) dan qudrah (kuasa) Allah Taala sebagai berikut:
Dia itu hidup, yang kuasa, yang gagah, yang perkasa, tidak ditimpakan kepada-Nya oleh kekurangan dan kelemahan, tidak ada pada-Nya lupa dan tidur, tidak didatangi oleh kebinasaan dan kematian. Dialah yang mempunyai kerajaan dan kekuasaan, yang mempunyai kemuliaan dan kebesaran. Kepunyaan-Nya kekuasaan, keperkasaan, kejadian dan segala urusan. Segala langit itu terlipat dengan kanan-Nya, segala makhluk itu digagahi dalam genggaman-Nya. Dia sendirian menjadikan dan mengadakan. Dijadikan-Nya makhluk dan perbuatan-Nya, ditentukan-Nya rezeki dan ajal-Nya. Tidak terlepas kekuasaan dari genggaman-Nya dan tidak luput dari kekuasaan-Nya segala pertukaran keadaan. Tak terhinggakan yang dikuasai-Nya dan tidak berkesudahan yang diketahui-Nya (Al-Ghazali, 1979:330).
(b) Ilmu (mengetahui)
Al-Ghazali berpendapat tentang sifat ilmu (mengetahui) Allah Taala sebagai berikut:
Dia yang mengetahui segala yang diketahui, yang meliputi dengan apa yang berlaku dari segala lapisan bumi sampai kepada langit yang tinggi. Dia maha tahu, tidak luput dari ilmu-Nya seberat biji sawi sekalipun, di bumi dan di langit, bahkan Dia mengetahui semut yang hitam, yang berjalan di atas batu yang hitam, dalam malam yang kelam. Dia mengetahui gerakan yang paling halus di udara terbuka. Dia tahu rahasia dan yang tersembunyi (Al-Ghazali, 1979:330).
(c) Iradah (berkehendak)
Al-Ghazali berpendapat tentang sifat iradah (berkehendak) Allah Taala sebagai berikut:
Dia itu berkehendak, menjadikan segala yang ada, mengatur segala yang baru. Maka tidaklah berlaku pada alam yang nyata ini dan yang tidak nyata, sedikit atau banyak, kecil atau besar, baik atau buruk, bermanfaat atau melarat, iman atau kufur, pengakuan atau mungkir, kemenangan atau kerugian, bertambah atau berkurang, taat atau maksiat, selain dengan qadla dan qadar-Nya (ketetapan dan takdir-Nya), hikmah dan kehendak-Nya. Apa yang Nya ada. Yang tidak dikehendaki-Nya tidak ada. Tak ada yang keluar dari kehendak-dikehendaki-Nya meskipun palingan muka orang yang memandang dan gurisan hati seseorang manusia. Tetapi Dialah yang memulai dan yang mengulangi, berbuat sekehendak-Nya (Al-Ghazali, 1979:330-331).
(d) Sama‟ dan bashar (mendengar dan melihat)
Al-Ghazali berpendapat tentang sifat sama‟ (mendengar) dan bashar (melihat) Allah Taala sebagai berikut:
Dia yang mendengar lagi melihat. Dia mendengar dan melihat, yang tidak luput dari pendengaran-Nya yang terdengar, meskipun tersembunyi. Tidak lenyap dari penglihatan-Nya yang dilihat, meskipun sangat halus. Tidak menghalangi pendengaran-Nya oleh kejauhan. Tidak menolak penglihatan-Nya oleh kegelapan. Dia melihat tanpa biji mata dan kelopak mata. Dia mendengar tanpa anak telinga dan daun telinga, sebagaimana Dia tahu tanpa hati dan bertenanga tanpa anggota badan dan menjadikan tanpa perkakas. karena tidaklah sifat-Nya menyerupai sifat mkhluk, sebagaimana zat-Nya tidak menyerupai zat makhluk (Al-Ghazali, 1979:331).
(e) Kalam (berkata-kata)
Al-Ghazali berpendapat tentang sifat kalam (berkata-kata) Allah Taala sebagai berikut:
Dia yang berkata-kata, yang menyuruh dan melarang, yang berjanji balasan baik bagi orang yang berbuat baik dan yang berjanji balasan buruk bagi orang yang berbuat jahat, dengan kalam-Nya yang azali, qadim, berdiri dengan zat-Nya, yang tidak menyerupai dengan kalam makhluk (Al-Ghazali, 1979:331).
3) Afal Allah Taala
Al-Ghazali berpendapat bahwa tidak ada yang maujud selain Dia. Yang lain itu ada dengan perbuatan-Nya, yang melimpah dari keadilan-Nya dengan bentuk yang sebaik-baiknya, sesempurna-sempurnanya dan seadil-adilnya (Al-Ghazali, 1979:332).
b. Syahadat
Ambary, et.al. berpendapat tentang syahadat sebagai berikut:
Syahadat (Ar. = kesaksian, pengakuan iman). Ikrar yang menunjukkan bukti bahwa orang yang mengucapkan kesaksian itu telah beriman (mukmin). Syahadat atau sering pula disebut dengan dua kalimat syahadat (syahādatain) adalah kalimat kesaksian yang selengkapnya berbunyi Asyhadu an lā ilāha illa Allāh, wa asyhadu anna Muhammad Rasūl Allāh (Aku bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah) (Ambary, et.al., 1993:332-333).
Harahap berpendapat bahwa īmān, dari bahasa Arab ȃmana yang berarti memercayai atau membenarkan (tashdȋq). Beriman kepada Allah berarti memercayai keberadaan-Nya (Harahap, 2009:259).
Harahap berpendapat “kelompok Asy‟ariyah menerangkan bahwa unsur iman ada dua, yaitu pembenaran dan pengakuan. Adapun pengamalan merupakan kesempurnaan iman. Berdasarkan prinsip ini, seseorang sudah dikatakan beriman apabila ia meyakini ajaran Islam, saat berkeyakinan itu dituangkan dalam bentuk ucapan dua kalimat syahadat” (Harahap, 2009:260).
Azmi berpendapat tentang keimanan menurut ukuran Allah Taala dan manusia sebagai berikut:
Barangsiapa yang membenarkan dengan lidahnya dan tidak membenarkan dengan hatinya ia dianggap beriman menurut ukuran kita namun kafir menurut Allah dan termasuk penghuni neraka. Dan barangsiapa yang membenarkan dengan hatinya namun tidak menuturkannya dengan lidahnya, ia kafir menurut ukuran kita dan mukmin menurut ukuran Allah dan ia termasuk penduduk surga (Azmi, 1994:578).
c. Syahadat Tauhid
Syahadat tauhid atau kalimat tauhid menurut Sanusi dinamakan pula kalimat ikhlas, kalimat taqwa, kalimat tayiban, da‟watul haq, urwatul wusqa, saminul jannah (Sanusi, 1994:100) berbunyi asyhadu an lā ilāha illā `l-Lāh. Al-Fauzan berpendapat bahwa Lā ilāha menafikan hak penyembahan dari selain Allah Swt., siapa pun orangnya. Illā `l-Lāh adalah penetapan hak Allah Swt. semata untuk disembah (Al-Fauzan, 2013:60).
Ambary, et.al. berpendapat tentang lā ilāha illā `l-Lāh sebagai berikut:
Lā ilāha illā `l-Lāh, keesaan ini diartikan oleh ulama sebagai ajaran untuk mengesakan Tuhan dari segi zat-Nya, sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Keesaan Tuhan dari segi zat-Nya berarti tidak ada wujud Zat Tuhan lain yang sebenarnya selain Allah Swt.. Di dalam Alquran Allah menegaskan: “Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa” (Quran Surat 112:1); “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Quran Surat 2:163); dan “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa ...” (Quran Surat 21:22) (Ambary, et.al., 1993:334). d. Syahadat Rasul
Syahadat rasul berbunyi asyhadu anna Muhammadar Rasūlu `l-Lāh. Syahadat rasul menurut Ambary, et.al. adalah kesaksian bahwa
Muhammad saw. adalah Rasulullah (Ambary, et.al., 1993:335). Makna syahadat rasul menurut Al-Fauzan adalah mengakui secara lahir batin bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan (Al-Fauzan, 2013:59).
Ambary, et.al. berpendapat tentang konsekuensi pengakuan terhadap Muhammad saw. sebagai Rasulullah sebagai berikut:
Dalam ajaran Islam, pengakuan terhadap Muhammad saw. sebagai Rasulullah mengakibatkan beberapa konsekuensi, yaitu: mengakui dan mengikuti risalah atau ajaran yang dibawanya (Q.S. Al Hasyr:7); mengakui bahwa ajaran yang dibawanya telah sempurna, universal, sesuai untuk setiap generasi, dan abadi sepanjang masa (Q.S. Al Māidah:3); mengakui bahwa ia adalah rasul terakhir, penutup segala nabi (Q.S. Al Ahzab:40); dan mengakui bahwa ia diutus untuk seluruh umat dan menjadi rahmat bagi seluruh alam (Q.S. Saba‟:40) dan (Q.S. Al Anbiyā‟:107) (Ambary, et.al., 1993:335).
Sanusi berpendapat bahwa bagian kedua dari kalimat tauhid ini adalah untuk memperkokoh pengakuan tentang kerasulan Muhammad. Kandungan yang dapat dipahami dari syahadat rasul adalah bahwa Nabi Muhammad saw. memiliki sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz (Sanusi, 1994:90). Al-Fudloli berpendapat bahwa sifat-sifat yang wajib dimiliki oleh Nabi Muhammad saw. adalah “Shidqu” (selalu benar) dalam segala tindakan dan ucapannya, “Amanah”, “Tabligh” (menyampaikan) segala perintah kepada makhluk, dan “Fathanah” (cerdik) (Al-Fudloli, 2012:182-183).
Sanusi berpendapat bahwa demikian jelas apa yang terkandung dalam kalimat syahadat sekali pun jumlah hurufnya sedikit, namun kandungannya mencakup semua yang menjadi kewajiban para mukallaf
mengenalnya baik sifat-sifat Allah maupun sifat rasul-rasul (Sanusi, 1994:89—90).
e. Kalimatu `Th-Thayyibah, Kalimatu `Sy-Syarthiyyah, Kalimatu `T-Tauhid, Kalimatu `L-Ma‟rifah, Kalimatu `L-Īmān, Kalimatu `L-Islām, Dan Kalimatu `L-Taqwā
1) Kalimatu `Th-Thayyibah
Maksud kalimatu `th-thayyibah yang terdapat dalam footnote nomor 786 Alquran dan terjemahan Departemen Agama RI adalah “segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik, seperti kalimat lāilāha illāllāh” (Departemen Agama, 1989:383).
2) Kalimatu `Sy-Syarthiyyah
Kalimatu `sy-syarthiyyah atau dalam bahasa Indonesia disebut keterangan syarat (keterangan kondisional) oleh Keraf adalah keterangan yang menerangkan terjadinya suatu proses di bawah syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhinya: jikalau, seandainya, jika, dan sebagainya (Keraf, 1982:74).
3) Kalimatu `T-Tauhid
Ambary, et.al. berpendapat bahwa “kalimatu `t-tauhid adalah kalimat yang kandungannya berkaitan dengan kemahaesaan Allah Swt.” (Ambary, et.al., 1993:36).
4) Kalimatu `L-Ma‟rifah
Mu‟minin berpendapat bahwa ma‟rifah adalah isim yang menunjukkan benda tertentu (Mu‟minin, 2008:234). Kata ma‟rifah
berasal dari akar kata „arafa yang berarti „mengetahui‟ atau „mengenal‟ (Munawwir, 1979:919).
5) Kalimatu `L-Īmān
Harahap berpendapat bahwa īmān, dari bahasa Arab ȃmana yang berarti memercayai atau membenarkan (tashdȋq). Beriman kepada Allah berarti memercayai keberadaan-Nya (Harahap, 2009:259).
6) Kalimatu `L-Islām
Kata islām, bentuk mashdar dari aslam, memiliki arti „ketundukan‟ atau „kepatuhan‟ (Munawwir, 1979:656). Azmi berpendapat tentang islam sebagai berikut:
Islam ialah tunduk dan patuh terhadap yang dibawa Nabi saw. yang diketahui dengan mudah dari ajaran agama. Yang dimaksud dengan patuh ialah mengikrarkan dengan lidahnya terhadap semua yang dibawa Nabi saw. yang mencakup keyakinan terhadap ke-Esa-an Allah dan keyakinan terhadap kerasulan Muhammad saw. dan semua ini tercapai dengan menuturkan dua kalimat syahadat (Azmi, 1994:582).
7) Kalimatu `L-Taqwā
Yang dimaksud dengan kalimatu `l-taqwā oleh Shihab adalah ucapan dan perbuatan yang didorong serta dibuahkan oleh keyakinan tentang kebenaran kalimat Lā Ilāha Illā Allāh sehingga semua aktivitas mereka hanya berkisar pada apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya (Shihab, 2002:553).
f. Rukun-rukun Pembangunan Iman
Al-Ghazali (1979:375-376) menyebutkan bahwa dua kalimat syahadat di dalam kesingkatannya itu mengandung keyakinan wujud zat
Allah, sifat-sifat-Nya dan afal-Nya dan mengandung kebenaran Rasul. Keimanan dibangun di atas sendi-sendi (rukun-rukun), yang banyaknya empat. Dan masing-masing rukun itu, berkisar di atas sepuluh pokok: 1) Rukun Pertama: mengenai ma‟rifah (mengenal) zat Allah Taala dan
berkisar di atas sepuluh pokok. Yaitu mengetahui dengan wujud Allah Taala, qidam-Nya, baqa-Nya, Dia tidak jauhar, tidak jisim dan tidak „aradl. Dia tidak tertentu dengan sesuatu pihak, tidak tetap di atas sesuatu tempat. Dia dilihat dan Dia Maha Esa.
2) Rukun Kedua: mengenai sifat-sifat-Nya dan melengkapi kepada sepuluh pokok. Yaitu: mengetahui bahwa Dia itu hidup, tahu, berkuasa, berkehendak, mendengar, melihat, berkata-kata, mahasuci dari bertempat sifat-sifat yang baharu pada-Nya, qadim kalam-Nya, ilmu-Nya dan iradah-Nya.
3) Rukun Ketiga: mengenai afal-Nya dan berkisar di atas sepuluh pokok. Yaitu: bahwa segala perbuatan hamba adalah dijadikan Allah Taala. Bahwa segala perbuatan itu adalah usaha bagi hamba dan kehendak bagi Allah. Bahwa Dia mengurniai dengan menjadikan dan menciptakan. Bahwa Dia mempunyai hak taklif (menugaskan) apa yang tidak disanggupi. Bahwa Dia mempunyai hak menyakiti orang yang tidak berdosa. Tidak wajib atas-Nya menjaga yang lebih baik. Bahwa tiada yang wajib melainkan dengan apa yang diwajibkan agama. Bahwa mengutuskan nabi-nabi itu jaiz (sesuatu yang boleh saja, bukan suatu kewajiban). Dan bahwa kenabian Nabi Muhammad saw. itu benar, yang dikuatkan dengan mukjizat-mukjizat.
4) Rukun Keempat: mengenai sam‟iyyat (hal-hal yang didengar dari agama) dan berkisar di atas sepuluh pokok. Yaitu: adanya pengumpulan dan kebangkitan sesudah mati, pertanyaan Munkar dan Nakir, „azab kubur, neraca, titian, menjadikan surga, neraka, dan hukum-hukum mengenai kepemimpinan, keutamaan sahabat Nabi, dan syarat-syarat menjadi imam kaum muslimin.
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir berisi gambaran yang akan ditempuh dalam melakukan penelitian terhadap teks Perkataan Rukun Syahadat. Penjelasan terhadap bagan tersebut adalah sebagai berikut. Teks yang dikaji dalam penelitian ini
adalah teks Perkataan Rukun Syahadat. Teks Perkataan Rukun Syahadat mengandung tiga rumusan masalah yang berkaitan dengan suntingan teks, analisis struktur, dan analisis isi teks berdasarkan ajaran tauhid. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah suntingan teks adalah metode standar.
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah analisis struktur teks dan analisis isi teks adalah metode deskriptif. Analisis struktur teks menggunakan teori struktur penyajian teks, gaya penyajian teks, pusat penyajian teks, dan gaya bahasa. Analisis isi teks menggunakan teori syahadat, nafi dan isbat syahadat serta rukun-rukun pembangunan iman.