1 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN SCAFFOLDING MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS XI IPA2 SMA NEGERI 1 TAPA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
Vales Fitri Lidia Sihaloho, Nurhayati Bialangi, Mangara Sihaloho Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo
Alamat: Jl. Jendral Sudirman No. 6 Kota Gorontalo, KP 96128 Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2 SMA Negeri 1 Tapa tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 22 orang. Penelitian ini berlangsung dalam dua siklus, masing-masing terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar setiap akhir siklus. Observasi dilakukan baik kepada siswa maupun guru yang digunakan saat proses pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas guru dan siswa serta hasil belajar siswa meningkat setelah penerapan metode pembelajaran scaffolding melalui pendekatan problem posing. Berdasarkan lembar observasi kegiatan guru yaitu 69,73% pada siklus I menjadi 87,58% pada siklus II, lembar observasi kegiatan siswa yaitu 67,91% pada siklus I menjadi 89,86% pada siklus II, dan hasil belajar siswa meningkat dari 55% pada siklus I menjadi 86,36% pada Siklus II. Dengan demikian disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran scaffolding melalui pendekatan problem posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kunci: Scaffolding, Problem Posing, Hasil Belajar, Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Pendahuluan
Pembelajaran kimia dalam
KTSP diharapkan berorientasi pada keterampilan proses yang berarti peran aktif siswa sangat diharapkan untuk lebih aktif dalam pencarian informasi, sedangkan guru bukan lagi hanya sebagai nara sumber tetapi
sebagai partner belajar atau mediator, oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran guru harus memiliki strategi, metode, dan pendekatan yang dapat menarik minat siswa untuk belajar. Namun kenyataannya yang banyak terjadi di lapangan
2
seorang guru lebih banyak
menerapkan konsep ceramah yang monoton dalam memberikan materi
pembelajaran sehingga membuat
siswa jenuh dan kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Berbagai faktor yang diduga menjadi sumber penyebab rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan antara lain kurangnya penguasaaan siswa terhadap konsep sehingga siswa tidak aktif dan tidak termotivasi untuk belajar. Selain hal tersebut, kurangnya keterampilan
guru dalam memilih dan
mengaplikasikan suatu model
pembelajaran. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat, menarik dan harus efektif sehingga siswa dapat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran scaffolding melalui pendekatan problem posing.
Mamin (2008) menjelaskan
bahwa metode pembelajaran
scaffolding merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan oleh
guru, dengan memberikan
bimbingan, dorongan (motivasi),
perhatian kepada siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran
dimana guru memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas secara bertahap dari awal
pembelajaran kemudian guru
mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menyelesaikan sendiri tugas-tugas tersebut. Bantuan yang diberikan oleh guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dan dorongan (motivasi).
Menurut Vygotsky
(Budiningsih, 2004) perkembangan
kemampuan seseorang dapat
dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial.
Tingkat perkembangan aktual
tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan
tingkat perkembangan potensial
tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau
3 ketika berkolaborasi dengan teman
sebaya yang lebih kompeten. Ini
disebut sebagai kemampuan
intramental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Problem Posing merupakan
istilah dalam bahasa Inggris. Sebagai padanan katanya dalam bahasa
Indonesia digunakan istilah
“merumuskan masalah (soal)” atau “membuat masalah (soal)”. Saleh
(2011) mengemukakan bahwa:
“Pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan dapat mengaktifkan siswa dalam belajar kimia”. Haetami dan Siharis (2010)
juga mengemukakan bahwa:
“Pendekatan problem posing dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar mahasiswa dalam
pembelajaran Kimia Dasar II”. Menurut Herawati, dkk
(2010:2) pembelajaran dengan
pendekatan problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk membentuk/mengajukan
soal berdasarkan informasi atau situasi yang diberikan. Informasi yang ada diolah dalam pikiran dan setelah dipahami maka peserta didik akan bisa mengajukan pertanyaan. Adanya tugas pengajuan soal (problem posing) akan menyebabkan terbentuknya pemahaman konsep yang lebih mantap pada diri siswa terhadap materi yang telah diberikan.
Dengan belajar seseorang dapat mengetahui sejauh mana kemampuan serta keberhasilannya dalam proses pembelajaran karena tujuan pembelajaran sangat tergantung pada proses dan hasil belajar. Menurut Arifin, dkk (2008) belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar-mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing.
Menurut Purwanto (2008) hasil
belajar termasuk komponen
pendidikan yang harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan, karena
hasil belajar diukur untuk
mengetahui ketercapaian tujuan
pendidikan melalui proses belajar mengajar
4 Proses adalah kegiatan yang
dilakukan oleh siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran,
sedangkan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Benyamin
Bloom secara garis besar
mengelompokkan klasifisikal hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni (1) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, (2) ranah afektif berkenaan dengan sikap, dan (3) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak (Sudjana, 2009).
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang dialami oleh siswa melalui proses
belajar yang diukur untuk
mengetahui ketercapaian tujuan
pendidikan dan melibatkan ranah kognitif, prosesnya mengakibatkan
perubahan dalam kemampuan
berpikir, ranah afektif
mengakibatkan perubahan dalam
aspek kemampuan merasakan, dan
psikomotorik memberikan hasil
belajar berupa keterampilan.
Pada kurikulum KTSP, materi
hasil kali kelarutan membahas
tentang; kelarutan (s) dan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp), hubungan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan, pengaruh ion senama terhadap kelarutan, pengaruh pH terhadap kelarutan, dan reaksi pengendapan.
Hipotesis pada penelitian ini adalah dengan menerapkan metode
sxaffolding melalui pendekatan
problem posing maka hasil belajar
siswa kelas XI IPA2 meningkat.
Diharapkan dengan menerapkan
metode scaffolding melalui
pendekatan problem posing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan meningkatkan aktivitas dan motivasi siswa dalam belajar yang berdampak terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Metode dan Prosedur Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Tapa, Kecamatan Bulango Timur, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Subjek
yang dikenai tindakan dalam
penelitian ini adalah kelas XI IPA2
tahun ajaran 2012/2013 yang
5 dari 5 siswa putra dan 17 siswi putri.
Materi yang diajarkan pada
penelitian ini adalah kelarutan dan hasil kali kelarutan. Sasaran utama penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan melalui prosedur dan langkah-langkah dalam penelitian dan untuk setiap kali pertemuan
mengikuti siklus rancangan
penelitian tindakan. Siklus rancangan yang diambil adalah rancangan model Kurt Lewin (Arikunto, 2006) yakni dengan rancangan tindakan yang diawali dengan menyusun
rancangan tindakan (planning),
pelaksanaan tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Gambar1. Model Rancangan
Penelitian Tindakan Kurt Lewin
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif serta kuantitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil lembar observasi yang dilakukan baik kepada siswa maupun guru saat proses pembelajaran dan tes hasil belajar yang diberikan setiap akhir siklus.
Untuk analisis keaktifan guru dan siswa pada setiap siklus, persentase diperoleh dari rata-rata persentase keaktifan guru dan siswa pada setiap pertemuan. Adapun cara menghitung persentase yang diperoleh dengan menggunakan rumus; % capaian = jumlah nilai rata-rata/jumlah skor total × 100%.
Dari hasil analisis kualitatif maka dari perhitungan persentase kemudian dimasukkan ke dalam lima kategori predikat untuk hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa. Analisis kualitatif tentu harus dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada pernyataan keadaan, dan ukuran kualitas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Perencanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan SIKLUS Pelaksanaan
6 Table 1. Kategori Predikat untuk
Hasil Pengamatan Kegiatan Guru dan Siswa No Interval Kategori 1 88-100% Sangat baik 2 75-78% Baik 3 62-74% Cukup 4 49-61% Kurang 5 ≤ 48% Sangat kurang Untuk tes hasil belajar siswa dianalisis menggunakan teknik persentase dengan rumus daya serap klasikal = skor capaian total seluruh siswa/skor maksimum semua soal×100%. Keterangan: rentang nilai 90-100 termasuk kategori kategori tinggi, 75-89 termasuk kategori tinggi, 65-74 termasuk kategori cukup, 40-64 termasuk kategori rendah, dan ≤ 39 termasuk kategori sangat rendah.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian
tindakan kelas yang dilakukan
sebanyak 2 siklus diperoleh hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa. Hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa tersebut diamati oleh guru
mitra selaku observer. Hasil
persentase pengamatan aktivitas guru
pada siklus I adalah 69,73% dengan kategori cukup dan pada siklus II meningkat sebesar 87,58% dengan kategori sangat baik, sedangkan hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 67,91% dengan kategori cukup dan pada siklus II meningkat sebesar 89,86% dengan kategori sangat baik.
Untuk mengukur ketuntasan dan daya serap siswa diberikan tes evaluasi atau penilaian tes tertulis kepada siswa pada setiap akhir siklus. Hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus I dari 20 orang siswa yang diberikan tes 11 orang siswa mencapai nilai 75-89 atau 55% siswa mencapai nilai ketuntasan atau memperoleh nilai 75 ke atas dan 9 orang siswa mendapat nilai 65-74 atau 45% siswa yang tidak tuntas, sedangkan pada siklus II dari 22 orang siswa yang diberikan tes evaluasi 6 orang siswa mencapai nilai 90-100 atau 22,27%, 13 orang siswa mencapai 75-89 atau 59,09% yang tuntas, dan 3 orang siswa atau 13,64% yang tidak tuntas.
Pembahasan
Pada siklus I diperoleh hasil pengamatan aktivitas guru dengan
7 persentase capaian rata-rata dari
masing-masing pertemuan yaitu
69,73% tergolong pada kategori cukup. Hasil capaian pada siklus ini
belum mencapai kategori yang
diharapkan yaitu 80% dari seluruh aspek yang terlaksana. Hal ini disebabkan karena pada siklus I guru belum optimal dalam melaksanakan
setiap aspek, belum mampu
mengelola kelas dengan baik.
Pada hasil capaian aktivitas siswa yang diperoleh yaitu 67,91% dengan kategori cukup. Hal ini dikarenakan siswa masih kurang
aktif dalam kegiatan proses
pembelajaran dan kurang berperan pada saat diskusi kelompok.
Hasil kemampuan problem
posing siswa dalam membuat soal
pada siklus I juga kurang
memuaskan. Hasil belajar siswa pada siklus II setelah diberikan tes evaluasi diketahui bahwa dari 22 orang siswa yang diberikan tes evaluasi ada 19 orang yang tuntas atau 86,36% siswa yang mencapai nilai 75 ke atas, dan 3 orang siswa atau 13,63% siswa yang belum tuntas. Pada siklus ini daya serap
klasikal siswa telah mencapai
81,36% dengan % ketuntasan siswa yaitu 86,36%.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan
metode pembelajaran scaffolding melalui pendekatan problem posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Tapa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dapat dilihat dari peningkatan aktivitas guru pada siklus I ke siklus II adalah 69,73% menjadi 87,58% . Untuk aktivitas siswa pada siklus I ke siklus II adalah 67,91% menjadi 89,86%. Hasil belajar siswa pada siklus I ke siklus II adalah 55% menjadi 86,36% dengan daya serap klasikal siswa 74% menjadi 81,36%.
Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian
tindakan kelas dengan
menggunakan metode scaffolding
melalui pendekatan problem
posing maka guru dapat
menggunakan metode scaffolding
maupun pendekatan problem
8 kimia untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.
2. Pelaksanaan dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan/ wawasan guru
kimia dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa di sekolah. Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2006.
Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arifin, Mulyati. 2003. Strategi
Belajar Mengajar Kimia.
Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Budiningsih, Asri, C.2012. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Haji, Saleh. 2011. Pendekatan
Problem Posing dalam
Pembelajaran Matematika di
Sekolah Dasar. Jurnal
Kependidikan Triadik Nomor 14 Volume 1. Bengkulu: FKIP Universitas Bengkulu.
Herawati, Putra, Dwi, Oktiana, Siroj, Rusdy, Basir, Dhajir, M, H. 2010. Pengaruh Pembelajaran
Problem Posing terhadap
Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa
Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang. Jurnal Pendidikan
Matematika Volume 4.
Palembang. UNSRI.
Mamin, Ratnawati. 2008. Penerapan Metode Pembelajaran Scaffolding pada Pokok
Bahasan Sistem Periodik Unsur. Jurnal Chemical Volume 10 No 2. Makasar: Universitas Negeri Makasar. Purwanto. 2008. Evaluasi Hasil
Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.