• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sukun (Artocarpus Altilis)

Pada saat ini tanaman sukun telah menyebar ke seluruh wilayah tropis yang bertipe iklim basah. Nama sukun sesuai dengan buahnya yang tidak berbiji sama sekali, yang mirip dengan kerabat dekatnya yang disebut keluwih yang berbiji normal.

Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m. Kayunya lunak, kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya lebar sekali, bercangap menjari dan berbulu kasar.

Penyerbukan bunga berlangsung melalui angin, sedangkan serangga kurang berperan dalam penyerbukan bunga. Pada buah sukun, walaupun penyerbukan berlangsung, tetapi pembuahannya mengalami kegagalan sehingga buah yang terbentuk tidak berbiji. Pada keluwih (Artocarpus Communis) kedua proses dapat berlangsung normal sehingga buah yang terbentuk berbiji normal. Hasil buah sukun antara 200-700 buah per pohon per tahun. Berat buah antara 1-6 kg per tahun, tergantung kultivarnya (Sunarjono, 1997).

2.1.1 Klasifikasi Sukun

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman sukun diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

(2)

Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus Spesies : A. altilis

Nama binomial : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg

Gambar 2.1. Buah Sukun

Tabel 2.1. Komposisi zat gizi dari buah sukun dan tepung sukun (Artocarpus

altilis)

Zat gizi per 100 gram Buah Sukun Muda Buah Sukun Tua Tepung Sukun Tua Energi (kalori) Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (g) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) 46 87.1 2.0 0.7 9.2 2.2 1.0 59 46 - 0.12 0.06 21 108 69.3 1.3 0.3 28.2 - 0.9 21 59 0.4 0.12 0.06 17 302.4 15 3.6 0.8 78.9 - 2 58.8 165.2 1.1 0.34 0.17 47.6 (http://wordpress.com/ensiklopedia-tanaman-anti-kanker/s/sukun)

(3)

2.2. Tanaman Jambu Biji

Jambu biji (Psidium guajava L.) atau sering juga disebut jambu batu, jambu siki, dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil, disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Jambu memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah jambu batu dikenal mengandung banyak vitamin C.

Klasifikasi ilmiah dari jambu biji :

Kerajaan : Plantae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Bangsa : Myrteae Genus : Psidium Species : P. Guajava

Gambar 2.2. Jambu Biji

2.2.2. Manfaat Buah Jambu Biji

Buah jambu biji mengandung banyak vitamin dan serat, sehingga sangat cocok sekali dikonsumsi untuk menjaga kesehatan. Warna daging jambu biji yang merah mengidikasikan jambu biji kaya akan vitamin A untuk kesehatan mata dan

(4)

antioksidan. Buah jambu biji sangat cocok sekali dikonsumsi di siang hari karena buahnya yang segar dan mendinginkan badan (www.wikipedia.org/wiki/Jambu_biji).

2.3. Selulosa

Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh manusia selulosa tidak dapat dicerna karena manusia tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer, selulosa tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi, selulosa dapat terhidrolisis menjadi D-glukosa.

Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh manusia, namun selulosa yang terdapat sebagai serat – serat tumbuhan, sayuran atau buah – buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan. Adanya serat-serat dalam saluran pencernaan, gerak peristaltik menjadi meningkat dan dengan demikian memperlancar proses pencernaan dan dapat mencegah konstipasi (Poedjiadi, 1994).

Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai, dari D-glukosa sampai sebanyak 14.000 satuan yang terikat satu sama lain oleh ikatan hidrogen.

Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4’- β-D-glukosa. Hidrolisis lengkap dalam HCl 30 %, hanya menghasilkan D-β-D-glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis asam atau dengan emulsin enzim (Fessenden, 1986).

(5)

Gambar 2.3. Struktur Molekul Selulosa (http://www.google.co.id/imglanding?q=struktur selulosa.com)

Selulosa merupakan homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosidik (Lehninger, 1988).

Selulosa lebih sukar diuraikan dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia sehingga tidak dapat menghasilkan energi (Winarno, 1995).

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berikatan dengan lignin dan hemiselulosa membentuk lignoselulosa.

Lignin berikatan dengan hemiselulosa melalui ikatan kovalen namun ikatan yang terjadi antara selulosa dan lignin belum diketahui secara lengkap. Adanya lignin disekeliling selulosa merupakan hambatan utama dalam menghidrolisis selulosa. Selulosa terproteksi dari degradasi dengan adanya lignin. Selulosa tidak dapat dihidrolisis kecuali lignin dilarutkan dan dihilangkan (Lynd, 2002).

2.4. Hidrolisis Selulosa secara kimiawi

Hidrolisis selulosa dengan asam berlangsung bertahap melalui reaksi sebagi berikut : selulosa selubiosa glukosa

(6)

Dalam hal ini, asam (asam sulfat, asam klorida, dan asam perklorat) menghidrolisis selulosa menjadi glukosa secara acak artinya tudak ada pola tertentu dalam pemutusan ikatan glikosidik yang terdapat dalam selulosa.

Dasar mekanisme molekuler hidrolisis dalam suasana asam dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :

Gambar 2.4. Mekanisme hidrolisa selulosa

Hidrolisis dalam suasana asam, akhirnya menghasilkan pemecahan ikatan glikosidik, berlangsung dalam tiga tahap. Dalam tahap pertama, proton yang bertindak sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang menghubungkan dua unit gula (I), membentuk asam konjugat (II). Langkah ini diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, yang menghasilkan zat antara kation karbonium siklis (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin ( II’), menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium non siklis ( III’ ). Tidak ada kepastian ion karbonium mana yang paling mungkin terbesar pada kation siklis. Akhirnya kation karbonium mulai mengadisi molekul air dengan cepat, membentuk hasil akhir yang stabil dan melepaskan proton (Wijayanti, 2005).

(7)

2.5. Sirup Glukosa

Sirup glukosa pertama kali digunakan sebagai pengganti gula pada masa Napoleon. Sirup glukosa dibuat dengan mereaksikan pati dengan asam dengan menghidrolisis karbohidrat terlebih dahulu untuk memecah gula atau oligosakarida, kemudian untuk menggandakan gula maltosa (atau gula gandum) dan hasil akhirnya berupa monosakarida yaitu glukosa. Sirup glukosa dikenal juga dengan nama glukosa konfeksioner atau gula cair.

Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari proses hidrolisis dengan bantuan katalis. Sirup glukosa adalah salah satu produk bahan pemanis makanan dan minuman yang berbentuk cairan, tidak berbau dan tidak berwarna tetapi memiliki rasa manis yang tinggi. Sirup glukosa atau gula cair mengandung D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa melalui proses hidrolisis (Cakebread, 1975).

Bahan baku yang dapat digunakan untuk pembuatan sirup glukosa adalah tapioka, pati umbi-umbian, sagu, jagung, dan serat. Sirup glukosa dapat dibuat dengan cara hidrolisis asam ataupun secara enzimatis.

Industri makanan dan minuman memiliki kecenderungan untuk menggunakan sirup glukosa. Hal ini didasari oleh beberapa kelebihan sirup glukosa dibandingkan sukrosa, diantaranya sirup glukosa tidak mengkristal seperti halnya sukrosa jika dilakukan pemanasan pada suhu tinggi.

Sirup glukosa telah dimanfaatkan oleh industri permen, minuman ringan, biskuit, dan sebagainya. Pada pembuatan produk es krim, glukosa dapat meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan titik beku. Untuk kue dapat menjaga kue tetap awet dalam waktu yang lama dan mengurangi keretakan. Untuk permen, glukosa lebih disenangi karena dapat mencegah kerusakan oleh mikrobiologis dan memperbaiki tekstur (Dziedzic and Kearsley, 1984).

(8)

2.6. Spektrofotometri UV-Visibel

Spektrometri adalah pengukuran absorbansi selektif radiasi elektromagnetik yang dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia. Sedangkan spektrofotometri merupakan suatu metode yang sangat penting dalam analisis kimia kualitatif dan kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain :

a. Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik maupun senyawa anorganik

b. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per million), bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur komponen trace (renik) c. Sangat selektif bila suatu komponen x akan diperiksa dalam suatu campuran,

dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x yang akan mengabsorbsi cahaya tersebut. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1 - 3 % bahkan dengan teknik tertentu dapat mengurangi persen kesalahan sampai 1/10 (Day.R.A., 1999).

2.6.1.Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektofotometri UV-Vis

Spektra UV-Via dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

1. Aspek kualitatif

Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut ; yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.Misal : dari data spektra yang diperoleh dapat dilihat, serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik kehiperkromik, dan sebagainya.

(9)

2. Aspek Kuantitatif

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama denagan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan denagan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007).

2.7. Manisan Buah

Pengawetan dalam bentuk manisan adalah bentuk usaha untuk mempertahankan tekstur dan warna, mempertahankan dan mengubah citra rasa, sekaligus bentuk usaha mengadakan dan mengubah citra rasa, sekaligus bentuk usaha mengadakan buah tanpa tergantung musim. Harapannya, buah dapat dinikmati setiap saat,tanpa terjadi perubahan tekstur dan warna, serta citra rasa menjadi lebih baik.

Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan pemberian kadar gula yang tinggi. Penambahan gula bertujuan untuk memberikan rasa manis sekaligus mencegah tumbuhnya mikroorganisme seperti jamur. Mikroorganisme ini yang mempercepat terjadinya perubahan warna, tekstur, citra rasa, dan pembusukan pada buah. Peristiwa ini juga dipicu oleh proses fisika, seperti sinar matahari dan pemotongan yang terjadi pada buah .Dalam pembuatan manisan tidak hanya gula yang dapat diberikan, tetapi juga kapur, garam, dan senyawa yang mengandung sulfur. Tujuan pemberian ini sama halnya dengan pemberian gula. Dengan pemberian bahan –bahan ini, diharapkan buah akan memiliki masa simpan lebih lama.

(10)

Dikenal ada dua bentuk olahan manisan buah, yaitu manisan basah dan manisan kering. Hal mendasar yang membedakan keduanya adalah cara pembuatan, daya awet, dan penampakannya. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan kering diperoleh jika manisan basah dijemur sampai kering. Daya awet manisan kering tentu lebih lama dibandingkan dengan manisan basah. Kadar air manisan kering lebih rendah tetapi kadar gulanya lebih tinggi. Sementara itu, penampilan manisan basah lebih menarik dibandingkan dengan manisan kering, karena hampir sama dengan aslinya.

Pada prinsipnya, semua buah bisa diolah menjadi manisan basah atau manisan kering, Namun, berdasarkan beberapa alasan seperti tidak enak, tidak tahan lama, dan penampakannya tidak menarik, kadang-kadang buah hanya diolah menjadi satu bentuk manisan, yaitu manisan basah atau manisan kering. Meskipun, tidak menutup kemungkinan dibuat menjadi dua bentuk olahan tersebut. Biasanya buah yang cukup keras cendrung diolah menjadi manisan basah. Buah yang lunak biasanya dioalah menjadi kering (Fatah, 2004).

2.7.1.Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas manisan

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas manisan adalah penampilan ,citra rasa dan aroma, daya tahan, kandungan unsur gizi dan kalori, hiegienitas, dan hasil rendeman pangolahan yang diperoleh .

a . Penampilan

penampilan merupakan penentu utama kualitas suatu produk .Penampilan suatu produk olahan ditentukan oleh faktor sebagai berikut:

1 . Warna

Warna asli dari buah itu sendiri biasanya lebih diminati. Sayangnya, warna asli buah tidak sepenuhnya dapat dipertahankan karena memudar selama proses

(11)

pengolahan. Karena itu, warna dapat dipertajam dengan menambahkan bahan pewarna dalam larutan gula ketika sedang diolah .

2 . Keseragaman Bentuk dan Ukuran

Keseragaman bentuk dan ukuran, terutama dalam satu wadah kemasan sangat mempengaruhi. Sebaliknya, bentuk dan ukuran yang beraneka ragam menimbulkan kesan bahwa bahan yang digunakan cacat, rusak, dan tidak lolos sortir .

b .Kemasan

Manisan yang tidak dikemas dengan baik akan mudah tercemar debu, kotoran, embun, cairan, dan uap air dari udara. Apalagi manisan kering yang terkena cairan, gulanya akan menempel dan meleleh. Akibatnya, penampilan manisan kering menjadi tidak menarik lagi. Dengan menempatkannya dalam wadah atau kemasan yang sesuai, rapi, dan bersih ,produk akan terlihat mengesankan. Kemasan yang dipakai sebaiknya transparan supaya manisan buah yang ada didalamnya bisa terlihat .

c .Citra Rasa dan Aroma

Citra rasa manisan harus berasal dari citra rasa buah aslinya. Namun, agar citra rasa makin memikat dapat ditambahkan bahan pewangi atau bumbu yang sesuai. Sementara itu, aroma merupakan unsur yang sangat peka terhadap pemanasan, karenanya sulit dipertahankan. Namun, citra rasa yang kompak dapat menutup kekurangan dari unsur aroma ini .

d .Daya Tahan

Manisan termasuk produk awetan. Karena itu, dituntut untuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama. Daya tahan ini dapat diciptakan dengan memperkecil kadar air dalam buah, meningkatkan konsentrasi gula dalam buah ,memberikan bahan

(12)

pengawet, serta mengemasnya dalam wadah yang tertutup rapat tanpa memberi kesempatan masuknya bahan- bahan pencemar.

e .Kandungan Zat Gizi dan Kalori

Buah memiliki kandungan gizi, mineral, dan kalori. Beberapa kandungan gizi biasanya akan hilang karena proses pengolahan. Karena itu, proses pengolahan harus memperhatikan teknik atau tata caranya sehingga kandungan gizi dalam buah bisa diselamatkan. Untuk menjaga kulaitas manisan tetap baik, bisa dilakukan penambahan vitamin C kedalam manisan

f .Higienis

Pembuatan manisan yang tidak memperhatikan syarat – syarat kesehatan , hasil akhirnya akan berkualitas rendah, tampak kotor, daya simpannya pendek, dan penampilan tidak menarik. Karena itu , syarat – syarat kesehatan, baik kebersihan alat dan bahan maupun lingkungan pengolahan harus benar – benar di utamakan

(Fatah, 2004).

Pengelolahan buah menjadi manisan juga sering dikerjakan di Indonesia,mempergunakan gula pasir.Pada manisan Buah ,buah yang telah dikuliti dipotong-potong dan direbus dalam larutan gula pasir sampai menjadi kering dan pekat. Buah yang dibuat manisan biasanya yang aslinya tidak mempunyai rasa manis,tetapi lebih masam.Rasa manis pada buah berasal dari sukrosa ,glukosa,maltose atau sukrosa. Yang mengandung frukrosa, buah akan terasa lebih manis, sedangkan glukosa dan maltose kurang begitu manis (Sediaoetama, 2009).

2.8. Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah penilaian penggunaan indra,penilaian menggunakan kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain.Salah satu cara pengujian organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan yang disebut juga

(13)

dengan “Acceptance Tests”. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi.Pada uji pencicipan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam kelompok uji pencicipan ini termasuk uji kesukaan (hedonik).

2.8.1.Faktor-faktor yang mempenagaruhi suatu bahan makanan

1.Warna

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, citra rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang-kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi, dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak indah dipandang atau member kesan telah menuimpang dari warna yang seharusnya (Winarno,1995).

2.Aroma

Aroma dapat didefinisi sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau untuk data yang menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan pembau dalam hidung bersama-sama dengan udara. Penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

3.Tekstur

Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting,sehingga memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh karena itu kita menghendaki makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan selera yang kita harapkan,sehingga bila kita membeli makanan,maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur, dan rasa.

(14)

4.Rasa

Rasa merupakanfaktor yang cukup penting dari suatu produk makanan. Komponen yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian panelis terhadap rasa yang dapat diartikan penerimaannya terhadap flavor atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan (Deman, 1997).

Pada uji hedonic,panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang,suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya.Tingkat–tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Dalam penganalisaan,skala hedonic ditransformasi menjadi skala numeric menurut tingkat kesukaan. Dengan data numeric ini dapat dilakukan analisis-analisis statistik (Soekarto, 1980).

2.8.2.Evaluasi Organileptik

Evaluasi Organileptik ialah pemeriksaan dan penilaian dengan mempergunakan panca indra. Ada lima jenis modalitas indra (a) penglihatan, (b) penciuman, (c) perabaan, (d) pendengaran dan (e) pengecap (taste). Yang paling penting dipergunakan dalam pemeriksaan bahan makanan ialah indra penglihatan dan indra penciuman, indra perabaan dan pengecap jarang dipergunakan, sedangkan indra pendengaran praktis tidak pernah dipergunakan (Sediaoetama, 2009).

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi zat gizi dari buah sukun dan tepung sukun (Artocarpus  altilis)
Gambar 2.3. Struktur Molekul Selulosa  (http://www.google.co.id/imglanding?q=struktur selulosa.com)
Gambar 2.4. Mekanisme hidrolisa selulosa

Referensi

Dokumen terkait

Rumah Perawatan Psiko-Neuro-Geriatri atau yang lebih dikenal dengan “Puri Saras” adalah klinik kesehatan yang bergerak dalam bidang layanan kesehatan jiwa, mulai beroperasi sejak

Pustakawan dan Guru Pustakawan Perpustakaan Sekolah harus dapat memahami secara baik apa yang menjadi tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan pada Sekolah Dasar, Sekolah

Setelah dilakukan penelitian berupa analisis penggunaan diksi dan gaya bahasa terhadap kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono diambil sebanyak

Pada tabel 1 menunjukkan sampel bukan perokok A dan C memiliki vital capacity yang lebih tinggi dari sampel B dan D hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pada sampel B

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R 2 sebesar 0.233 atau 23.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas, risiko bisnis,

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) LAPORAN KEUANGAN NERACA BANK POS

• Formulir Pengajuan Perubahan Dana Investasi asli wajib diiisi dengan leng- kap dan ditandatangani oleh Pemegang Polis sesuai dengan tanda tangan yang tercantum dalam SPAJ dan