• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. multikultural (multibudaya) dan tercampur menjadi satu wadah masyarakat urban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. multikultural (multibudaya) dan tercampur menjadi satu wadah masyarakat urban"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keragaman fenomena sosial budaya menandai kehidupan masyarakat modern, khususnya yang hidup di kota besar. Masyarakat modern yang hidup dikota besar tidak lepas dari kehidupan sosial budaya baik yang berasal dari masa lalu, klasik, maupun yang berasal dari kontemporer atau postmodernisme. Kehidupan masyarakat itu sendiri juga ditandai dengan berbagai isu yang sifatnya multikultural (multibudaya) dan tercampur menjadi satu wadah masyarakat urban yang hidup di kota besar.

Seni budaya merupakan bagian penting dalam peradaban manusia yang tidak lepas dari perkembangan manusia yang terkait erat dengan aspek utama dalam sejarah, agama, ekonomi atau politik. Perkembangan budaya bangsa Indonesia tidak terlepas dari budaya lokal yang sudah tumbuh secara mandiri pada awalnya dan menjadi berkat kemerdekaan. Tiap unsur budaya dalam kebhinekaan memiliki keunggulan tersendiri sebagai aset identitas bangsa yang perlu ditempatkan secara proporsional.

Dalam buku Kebudayaan dan lingkungan karya Hari Poerwanto, mengatakan manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, sekalipun makhluk manusia akan mati, tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan untuk keturunannya. Pewarisan kebudayaan makhluk

(2)

19 manusia tidak hanya terjadi secara vertikal atau kepada anak cucu mereka, melainkan dapat pula dilakukan secara horizontal atau manusia yang satu dapat belajar kebudayaan dari manusia lainya (Hari, 2005 : 87-88).

Seiring dengan perkembangan kebudayaan, seni sebagai produk dari budaya juga mengalami perkembangan, sebagai refleksi dari perkembangan keadaan di masa itu, refleksi dari kehidupan sehari – hari dan fenomena sosial. Seni terus berkembang dengan berbagai konsep dan aliran didalamnya, baik yang mengambil konsep pencitraan masa lalu ataupun dengan pencitraan masa kini sebagai penggambaran fenomena – fenomena yang terjadi dalam masyarakat.

Seni pertunjukan di Indonesia lebih banyak terpengaruh idiom seni dan filsafat dari luar seperti India, Arab, China dan Eropa/Barat. Keempat bangsa yang jauh lebih tua dalam duna teater inilah yang memiliki pengaruh cukup besar dalam proses pembentukan seni pertunjukan di Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata seni pertunjukan tradisional di Indonesia mampu mewarnai dan mendominasi bentuk-bentuk seni pertunjukan di Asia Tenggara, bahkan tiga perempat-nya adalah milik Indonesia, sedangkan seperempat yang lain adalah milik negara-negara Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Malaysia, Singapura, Laos, Brunei Darussalam dan Filipina.

Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan warisan ragam budaya dan kesenian menjelma menjadi kota yang identik dengan kebudayaan sampai masa globalisasi ini. Surakarta merupakan salah satu sebutan kota budaya erat kaitannya dengan peninggalan – peninggalan seni bernilai tinggi semasa kerajaan di masa lampau. Sebagai ikon kota budaya di Indonesia,

(3)

20 Surakarta atau dikenal dengan sebutan Solo ini berupaya terus eksis dalam menjaga keberadaan seni budaya yang selama ini menjadi simbol identitas. Kesenian budaya lokal seperti tari, ketoprak, pertunjukan musik tradis ional dan lain sebagainya masih terus di kembangkan baik pada level individu atau masyarakat. Salah satu fenomena sosial yang berkembang dan bertahan akan seni tradisionalnya di tengah arus modernisasi dalam kesenian kebudayaan masyarakat Surakarta ialah Ketoprak Ngampung Balekambang

Kesenian Ketoprak menjadi sebuah potret seni budaya yang sampai sekarang masih mempertahankan identitasnya ditengah dinamika gejolak transformasi dan perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya (Sujarno: 2003, 40-41). Kehidupan manusia yang berbudaya selalu menuntut adanya transformasi. Karena eksistensinya bahwa budaya merupakan sebuah proses pencapaian dan proses belajar tanpa akhir (Johanes Mardimin : 1994, 13). Representasi kehidupan yang kental akan trad isi dari masa lampau seolah – olah ingin kembali ditampilkan dalam konteks kebudayaan modern. Seperti yang di tulis dari Majalah Gong (majalah seni budaya) :

“Pada bulan Mei 2007, sekelompok anak muda ini melakukan gerakan menanggapi krisis yang terjadi pada kelompok Balekambang ini. Mereka tidak rela perjalanan seni tradisi yang diusung oleh para orang tua mereka selama sekitar 19 tahun terancam sirna begitu saja. Mereka mendirikan kelompok KNB. Koordinator kelompok ini, Tatak Prihantoro, mengatakan bahwa maksud dari didirikannya kelompok ini adalah mengingatkan masyarakat bahwa seni ketoprak masih ada. Hanya, bentuk yang mereka mainkan kini lebih dikemas sesuai kesukaan penonton. Hal tersebut tentu tidak mengurangi konsep penyampaian pesan moral yang menjadi ciri khas ketoprak”.

(4)

21 Dalam konteks diatas, globalisasi menjadi sebuah fenomena yang tak terelakkan (Scholte 2001). Semua golongan, suka atau tidak suka, harus menerima kenyataan bahwa globalisasi merupakan sebuah virus mematikan yang bisa berpengaruh buruk pada pudarnya eksistensi budaya-budaya lokal atau sebuah obat mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit tradisional yang berakar pada kemalasan, kejumukan, dan ketertinggalan. Karena globalisasi diusung oleh negara maju yang memiliki budaya berbeda dengan negara-negara berkembang, maka nilai-nilai Barat bisa menjadi ancaman bagi kelestarian nilai-nilai lokal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Bagi Indonesia, merasuknya nilai-nilai Barat yang menumpang arus globalisasi ke kalangan masyarakat Indonesia merupakan ancaman bagi budaya asli yang mencitrakan lokalitas khas daerah-daerah di negeri ini. Kesenian-kesenian daerah seperti ludruk, ketoprak, wayang, gamelan, dan tari menghadapi ancaman serius dari berkembangnya budaya pop khas Barat yang semakin diminati masyarakat karena dianggap lebih modern. Budaya konvensional yang menempatkan tepo seliro, toleransi, keramah tamahan, penghormatan pada yang lebih tua juga digempur oleh pergaulan bebas dan sikap individualistik yang dibawa oleh arus globalisasi. Dalam situasi demikian, kesalahan dalam merespon globalisasi bisa berakibat pada lenyapnya budaya lokal. Kesalahan dalam merumuskan strategi mempertahankan eksistensi budaya lokal juga bisa mengakibatkan budaya lokal semakin ditinggalkan masyarakat yang kin i kian gandrung pada budaya yang dibawa arus globalisasi. Inilah masalah terbesar budaya lokal di era kekinian. Ketika gelombang globalisasi menggulung wilayah

(5)

22 Indonesia, kekuatannya ternyata mampu menggilas budaya-budaya lokal. Proses itu sudah berlangsung sejak dimulainya era liberalisasi Indonesia pada zaman Presiden Soeharto. Sejak masa liberalisasi, budaya-budaya asing masuk Indonesia sejalan dengan masuknya pengaruh-pengaruh lainnya. Selain itu perusakan budaya dimulai sejak masa teknologi informasi seperti satelit dan internet berkembang. Sejak masa itu, konsumsi informasi menjadi kian tak terbatas. Masa-masa yang haram untuk mengkonsumsi sesuatu ternyata menjadi halal begitu saja. Anak-anak kecil dapat begitu saja melihat gambar-gambar porno. Remaja-remaja yang seharusnya menjadi tonggak kebudayaan bangsa malah mengagung-agungkan hedonisme dan modernitas.

Transformasi budaya dalam masyarakat mengakibatkan hilangnya fungsi integratif apabila eksistensi budaya itu sendiri tidak dipegang teguh oleh masyarakat. Ketika seni tradisi masih memiliki wibawa masyarakat yang terlibat dalam ritual nya merasa dirinya bagian dari komunitas budaya. Dengan demikian keterlibatannya itu bukan saja menunjukan adanya pengakuan atas sejumlah nilai yang menjadi pesan sosial, melainkan juga secara sosiologis kentalnya kekerabatan.

Ketoprak merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Jawa yang populer, ketoprak yang pada awalnya merupakan kesenian yang dipentaskan di jalanan (ngamen/ongkek) kemudian berkembang menjadi seni pertunjukan yang dipentaskan di panggung. Sifatnya yang lebih luwes dan dinamis dari pada wayang orang, yang mana kesenian ketoprak memungkinkan mampu bertahan

(6)

23 dan mengikuti perkembangan jaman yang terjadi pada masyarakat ( Umar Kayam, 2000 : 48), menjadikan ketoprak sebagai kesenian yang digemari masyarakat Solo. Kemunculan ketoprak mulai pertama kali sampai sekarang, jenis kesenian ini telah banyak mengalami perubahan-perubahan yang mengarah pada kesempurnaan. Menurut Wijata dan Sucipto (1997: 22-27), perkembangan kesenian ketoprak dapat dibagi dalam tahap-tahap berikut : (1) tahun 1925-1926; babakan ketoprak lesung; (2) tahun 1927; babakan ketoprak peralihan; (3) tahun sekarang, babakan ketoprak gamelan. Periodisasi ini didasarkan pada instrumen musik yang dipakai dalam pertunjukan ( Umar Kayam, 2000 : 59).

Permasalahan yang muncul dalam dunia seni pertunjukan tradisional, khususnya kesenian ketoprak adalah bahwa ketoprak sebagai kesenian tradisional Jawa yang memiliki sifat luwes, saat ini sedang menghadapi tantangan yang berat. Tantangan ini muncul dari kemajuan budaya modern di era globalisasi. Banyak kelompok ketoprak yang mati dan hanya beberapa yang masih bertahan di antaranya ketoprak Ngampung Balekambang (KNB). Keunikan dari Kelompok ini merupakan suatu kelompok kesenian ketoprak yang belum dimiliki di daerah-daerah lainnya, konsep dari ketoprak in i lebih menyesuaikan selera perkembangan zaman mulai dari alur cerita, musik iringan yang lebih energik sampai lakon dagelan dan peperangan mulai dimodifikasi selain itu pelaku seni dalam kelompok ini terbilang masih muda dan mereka memiliki strategi khusus agar pementasan ketoprak tidak monoton yang disesuaikan dengan selera zaman mulai dari konsep cerita yang sederhana, lakon peperangan dan dagelan, strategi inilah yang menjadi cirikhas dari kelompok kesenian ini. Ketoprak Ngampung

(7)

24 Balekambang mencoba bertahan dan melestarikan kelangsungan kesenian tradisional ini meski harus menghadapi berbagai tantangan. Sejarah terbentuknya ketoprak sampai sekarang in i berada di tengah pergulatan globalisasi mereka sadar akan hal itu, namun masa industrialisasi yang menemani saat ini tidak menyurutkan tekad mereka untuk mempertahankan dan melestarikan kesenian yang telah menjadi bagian terpenting dalam hidup mereka.

Memang hanya dalam rentangan waktu yang panjang kita baru dapat memahami dan menunjukan bahwa tradisi sebenarnya juga berubah dan berkembang untuk mencapai tahap mantap pada jamannya. Tradisi diciptakan manusia untuk kepentingan hidupnya, oleh karena itu tradisi seharusnya juga dikembangkan sesuai dengan kehidupan. Untuk itu keberadaan ketoprak Ngampung Balekambang sebagai salah satu potret kebudayaan seni, selalu dituntut untuk berani mengadakan perubahan – perubahan terhadap tradisi dan merumuskan strategi terhadap eksistensi mereka dalam mempertahankan tradisi yaitu ketoprak serta membenahi satu demi satu beberapa bagian yang dirasa tidak sesuai dengan masa kini. Jadi kelompok ketoprak ini tidak sekedar menghidupkan kembali seni dan tadisi di masa lalu tetapi juga memberi wujud baru dengan mentransformasikannya.

(8)

25 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian diatas maka rumusan masalah yang diambil adalah

“Bagaimana Dialektika Pelaku Seni Kelompok Ketoprak Ngampung Balekambang Dalam Mempertahankan Eksistensi Kesenian Ketoprak di Surakarta”?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mengangkat tema sebuah kesenian tradisional yaitu kesenian ketoprak dengan harapan bahwa peneliti menyajikan sebuah uraian menarik mengenai sebuah fenomena sosial kesenian ketoprak, dalam sebuah potret kecil kesenian tradisional erat dengan tradisi budaya. Maka penelitian dengan judul Dialektika Pelaku Seni Dalam Mempertahankan Eksistensi : Studi Kasus Kelompok Ketoprak Ngampung Balekambang bertujuan untuk menjelaskan pelaku seni kelompok ketoprak Ngampung Balekambang dalam mempertahankan dan mengembangkan kesenian tradisional ketoprak yang berlatarkan tradisi terhadap perkembangan budaya modern. Melihat proses awal meliputi latar historisnya hingga perkembangannya sampai dengan sekarang ini dalam sebuah skema perkembangan dialektika (eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi).

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini mengkaji sebuah fenomena kesenian tradisional ketoprak di Surakarta yakni kelompok ketoprak Ngampung Balekambang. Diharapkan dapat

(9)

26 memberikan penjelasan atas keunikan dan kekhasan peristiwa dan aktivitas sosial kesenian ketoprak melalui tahapan teori Peter.L.Berger yaitu momen dialektika (eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi) sehingga dapat dipelajari kasus beserta fenomena – fenomena sosial yang ada didalamnya. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat luas agar mengetahui sejauh mana perkembangan kesenian tradisional ketoprak khususnya di Surakarta, memberikan dasar – dasar dan acuan bagi peneliti lain.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan agar lebih memberikan perhatiannya terhadap tradisi dan kesenian lokal agar mampu bertahan dari pengaruh arus perkembangan jaman dan menjaga nilai – nilai luhur yang ada didalamnya, disamping itu melalui kerja sama pemerintah kesenian tradisional khususnya kesenian ketoprak mampu memperluas jaringan atau melebarkan sayapnya lebih luas. Selain itu penelitian ini juga memberikan gambaran kepada publik mengenai fenomena kesenian ketoprak disalah satu kota besar di Indonesia yakni Kota Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Guru sebaiknya tetap membimbing peserta didik dalam proses pembelajaran, namun guru harus dituntut kreatif untuk berusaha menyusun dan menerapkan berbagai

Dilihat dari kerangka konsep bahwa pengetahuan ibu sangat penting untuk mengambil sikap dan perilaku Ibu dalam pengolahan bahan makanan dan bagaimana cara memberikan

PANDUAN PEMBERSIHAN DAN DISINFEKSI RUANGAN DALAM RANGKA PERSIAPAN PELAKSANAAN TATANAN HIDUP NORMAL BARU.. PANDUAN PEMBERSIHAN DAN DISINFEKSI DALAM RANGKA PERSIAPAN PELAKSANAAN

[r]

Pada bulan Juli 2017, kelompok yang memberikan andil/sumbangan terhadap inflasi adalah kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan sebesar 0,19 persen selanjutnya

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Petunjuk Teknis Pelaksanaan Seleksi Penerimaan Mahasiswa

6) Jumlah buku yang diterbitkan paling sedikit 300 eksemplar.  KTI terbitan nasional dalam bentuk buku dinilai berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1) Jika sistematika lengkap

Waktu presentasi dan tanya jawab untuk tiap tim penelitian atau pengabdian adalah 10 menit dengan rincian 5 menit paparan dan 5 menit tanya jawab.. Power Point