1
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sumber : 21
SLB Widya Bhakti Semarang didirikan sejak tahun 1981 di atas lahan seluas 1548 meter persegi dengan luas bangunan 546 meter persegi yang memiliki jarak 2 km. dari kota dan 6 km dari kabupaten. Kemudian pernah mengalami renovasi bangunan pada tahun 2009. Banyak prestasi yang telah diraih diantaranya juara I lari 100 M. putra pada tahun 2012 dan juara harapan II lari 80 M. putri pada tahun 2012.21
SLB Widya Bhakti adalah Swasta dengan akreditasi B yang berlokasi di Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kota Semarang, Kecamatan Pedurungan dengan alamat Jalan Supriyadi No. 12. Sekolah ini merupakan sekolah khusus yang diperuntukkan bagi anak-anak yang terlahir dengan keterbatasan seperti tuna rungu dan tuna grahita. Di SLB Widya Bhakti terdapat 5 jenjang pendidikan dari TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.21
Dibutuhkan kesabaran dan keahlian tertentu untuk dapat mendidik anak-anak dengan kondisi khusus ini. Para guru di sekolah ini hampir seluruhnya memiliki latar belakang akademis PGSLB yaitu Pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa. Sudah puluhan tahun sejak sekolah ini berdiri, para guru mengajar anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus ini menulis, mengeluarkan suara, dan pengenalan bahasa, agar mereka kelak mampu beraktifitas dan bekerja layaknya orang normal pada umumnya.
Visi :
Memberikan pelayanan pendidikan secara optimal agar anak tuna grahita ringan menjadi cerdas, mandiri, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.21
Misi :
1. Memberikan pelayanan secara maksimal kepada anak tuna grahita ringan sesuai dengan agama yang dianut.
2. Memberikan pelaksanaan maksimal kepada anak tuna grahita ringan agar berkembang sesuai dengan kemampuan dalam membaca, menulis, menghitung, pemahaman dan ketrampilan dasar melalui pendidikan disekolah.
3. Menanamkan konsep diri yang positf agar mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dan serta dapat mandiri dalam masyarakat.21
Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah antara lain adalah, lapangan, UKS, aula, area bermain anak, ruang kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. Guru tidak memiliki ruangan tersendiri, sehingga meja guru ada pada kelas. Sekolah ini juga tidak memiliki kantin, tetapi banyak sekali para pedagang keliling yang mangkal di dalam area sekolah. Untuk pemanfaatan aula sendiri, aula digunakan untuk berkumpulnya siswa yang menyandang tuna grahita sedang dan para guru saat beristirahat. Untuk penyandang tuna grahita sedang, para guru tidak membolehkan untuk siswanya keluar dari ruang aula karena ditakutkan siswa hilang dan membahayakan orang lain. Tetapi bagi penyandang tuna grahita ringan diperlakukan dengan bebas, jika waktu istirahat tiba mereka bersosialisasi dengan teman sebayanya seperti kebanyakan anak-anak normal. UKS pada sekolah ini juga tidak sering digunakan dilihat dari segi kebersihan. Ketika peneliti akan melakukan pengukuran tinggi badan, kondisi di ruangan ini terlihat kotor, sehingga sebelum dilakukan pengukuran tinggi badan, peneliti harus menunggu ruangan dibersihkan oleh petugas kebersihan terlebih dahulu. Menurut keterangan dari para guru, UKS digunakan saat ada pemberian imunisasi dari petugas kesehatan. Di dalam ruangan tersebut juga tidak ada perlengkapan penunjang kesehatan seperti kotak P3K, obat-obatan, perban, dan sebagainya.
B. Analisis Univariat
1. Umur IbuTabel 4.1
Distribusi Frekuensi Umur Ibu
Kategori Frekuensi Persentase
29 6 10,7
30-39 26 46,4
40-49 14 25
Jumlah 56 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan dari tabel 4.1 dapat disimpulkan ibu/pengasuh dari siswa anak berkebutuhan khusus memiliki rentang umur 30–39 tahun (46,4%).
2. Pendidikan Ibu
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu
Kategori Frekuensi Persentase
SD 14 25
SMP 14 25
SMA 26 46,4
Perguruan Tinggi 2 3,6
Jumlah 56 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa sebanyak ibu/pengasuh dari siswa anak berkebutuhan khusus pendidikan terakhirnya adalah SMA (46,6%).
3. Pekerjaan Ibu
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu
Kategori Frekuensi Persentase
PNS 3 5,4
Karyawan Swasta 19 33,9
Pedagang 6 10,7
Buruh 4 7,1
Ibu Rumah Tangga 24 42,9
Jumlah 56 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan dari tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa ibu/ pengasuh adalah seorang ibu rumah tangga (42,9%).
4. Umur Anak
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Umur Anak
Kategori Frekuensi Persentase
7 4 7,1 8 10 17,9 9 9 16,1 10 13 23,2 11 10 17,9 12 10 17,9 Jumlah 56 100
Sumber : Data Primer 2017
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan objek penelitian yaitu anak berkebutuhan khusus berumur 10 tahun (23,2%).
5. Jenis Kelamin Anak
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Anak
Kategori Frekuensi Persentase
Laki – Laki 36 64,3
Perempuan 20 35,7
Jumlah 56 100
Sumber : Data Primer 2017
Dari tabel 4.5 didapatkan ada siswa dengan jenis kelamin laki – laki (64,3%), dan siswi perempuan (35,7%).
6. Pertumbuhan Anak
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Pertumbuhan Anak
Kategori Frekuensi Persentase
Normal 40 71,4
Stunting 16 28,6
Jumlah 56 100
Sumber :Data primer 2017
Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 56 responden terdiri dari anak normal (71,4%) dan stunting (28,6%).
Distribusi frekuensi pola asuh psikososial responden/ibu siswa tentang pertumbuhan anak diukur dengan 5 pertanyaan dari kuesioner sebagai berikut :
Tabel 4.7
Distribusi Pola Asuh Psikososial Berdasarkan Masing-Masing Pertanyaan
Jawaban No Pertanyaan Pola Asuh
Psikososial
Selalu Jarang Tidak Pernah
N % N % N %
1. Apakah Anda
membimbing/mengarahkan anak anda saat anak
terbawa ledakan
emosional?
32 57,1 18 32,1 6 10,7
2. Apakah Anda menasehati anak Anda ketika anak melakukan kesalahan?
42 75 10 17,9 4 7,1
3. Apakah Anda menghukum anak Anda jika anak tidak
sengaja merusakkan
barang milik Anda?
8 14,3 34 60,7 14 25
4. Apakah Anda melerai saat anak Anda bertengkar dengan teman sebayanya?
36 64,3 9 16,1 11 19,6
5. Apakah Anda
mengarahkan kretivitas anak sesuai dengan minat dan bakat?
31 55.4 17 30,4 8 14,3
Sumber : Data primer 2017
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa ibu/pengasuh selalu menasehati anak ketika anak melakukan kesalahan (75%). Sedangkan ibu/pengasuh yang menghukum anak jika anak tidak sengaja merusakkan barang miliknya (14,3%). Dari jawaban-jawaban tersebut kemudian dikategorikan pola pengasuhan psikososial responden sebagai berikut :
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Asuh Psikososial
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 38 67,9
Kurang 18 32,1
Jumlah 56 100
Sumber : Data primer 2017
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 56 ibu dalam penelitian ini, pola pengasuhan psikososial kategori baik (67,9%) dan kurang (32,1%).
Distribusi frekuensi pola penyiapan makanan yang dilakukan oleh responden/ibu tentang pertumbuhan anak diukur dengan 5 pertanyaan dari kuesioner sebagai berikut :
Tabel 4.9
Distribusi Pola Penyiapan Makanan Berdasarkan Masing-Masing Pertanyaan
Jawaban No Pertanyaan Pola
Penyiapan Makanan
Selalu Jarang Tidak Pernah
N % N % N %
1. Apakah Anda
memberi makan
anak Anda 3 kali sehari?
49 87,5 4 7,1 3 5,4
2. Apakah Anda
melakukan variasi pada menu makanan anak Anda setiap minggunya?
42 75 11 19,6 3 5,4
3. Apakah Anda
menyiapkan
makanan bagi anak Anda pada pagi hari, siang hari, maupun malam hari? 42 75 9 16,1 5 8,9 4. Apakah Anda memasak menu makanan sendiri? 38 67,9 18 32,1 5. Apakah Anda
memberi anak Anda makanan selingan?
36 64,3 19 33,9 1 1,8
Sumber : Data primer 2017
Berdasarkan jawaban pada tiap pertanyaan variabel pola penyiapan makanan didapatkan ibu/pengasuh selalu memberi makan anak 3 kali sehari (87,5%), sedangkan jumlah terendah ditemukan ibu/pengasuh selalu memberi anak makanan selingan (64,3%). Dari jawaban-jawaban tersebut dapat disimpulkan pola penyiapan makanan yang dilakukan oleh responden sebagai berikut :
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Penyiapan Makanan
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 44 78,6
Kurang 12 21,4
Jumlah 56 100
Dari Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari 56 responden dalam penelitian terdapat pola penyiapan makanan baik (78,6%) dan pola penyiapan makanan kurang (21,4%).
9. Pola Asuh Sakit
Distribusi frekuensi pola asuh saat sakit yang dilakukan oleh responden/ibu tentang pertumbuhan anak diukur dengan 5 pertanyaan dari kuesioner. Berikut adalah distribusi frekuensi pola asuh saat sakit responden :
Tabel 4.11
Distribusi Pola Asuh Saat Sakit Berdasarkan Masing-Masing Pertanyaan
Jawaban No Pertanyaan Pola
Asuh Saat Sakit
Selalu Jarang Tidak Pernah
N % N % N %
1. Apakah dalam
waktu setahun ini anak Anda sakit?
9 16,1 41 73,2 6 10,7 2. Apakah Anda langsung membawa anak Anda ke pelayanan kesehatan saat
anak Anda sakit?
30 53,6 20 35,7 6 10,7
3. Apakah Anda
menyiapkan obat-obatan penting bagi anak Anda pada
kotak P3K di rumah? 33 58,9 9 16,1 14 25 4. Apakah Anda memberikan anak Anda asuransi kesehatan? 22 39,3 10 17,9 24 42,9 5. Apakah Anda membelikan obat di apotek jika anak Anda sakit?
34 60,7 20 35,7 2 3,6
Sumber : Data primer 2017
Sesuai dengan jawaban pada tiap pertanyaan variabel pola asuh saat sakit ditemukan ibu/pengasuh selalu membelikan obat di apotek jika anak sakit (60%)
dan dalam waktu setahun anak selalu mengalami sakit (16,1%). Berdasarkan jawaban-jawaban diatas kemudian disimpulkan sikap responden terkait pola asuh saat sakit sebagai berikut :
Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Saat Sakit
Kategori Frekuensi Persentase
Baik 32 57,1
Kurang 24 42,9
Jumlah 56 100
Sumber : Data primer 2017
Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukka bahwa dari 56 responden, terdapat ibu/pengasuh menerapkan pola asuh saat sakit baik (57,1%), kurang (42,9%).
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan Pola Asuh Psikososial dengan Pertumbuhan pada Anak Berkebutuhan di SLB Widya Bhakti.
Pengujian secara statistik mengenai hubungan antara pola asuh psikososial dengan pertumbuhan anak dilakukan dengan uji Chi Square.
Tabel 4.13
Hasil Uji Hubungan Chi Square antara Pola Asuh Psikososial dengan Pertumbuhan pada Anak Berkebutuhan Khusus
Pola Asuh Psikososial
Pertumbuhan
Normal Stunting Total P
f % f % F % 0,008
Baik 28 73,7 10 26,3 38 100
Kurang 12 66,7 6 33,3 18 100
Total 40 71,4 16 28,6 56 100
Hasil perhitungan uji Chi Square diketahui bahwa pertumbuhan anak normal lebih banyak pada responden yang memberikan pola asuh psikososial baik (73,7%), kurang (66,7%). Pertumbuhan anak stunting lebih banyak pada responden yang memberikan pola asuh psikososial kurang (33,3%), daripada baik (26,3%). Hasil analisis statistik diperoleh nilai p-value 0,008 0,05 berarti dapat disimpulkan ada
hubungan antara pola asuh psikososial dengan pertumbuhan anak berkebutuhan khusus di SLB Widya Bhakti.
2. Hubungan Pola Penyiapan Makanan dengan Pertumbuhan pada Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Widya Bhakti
Pengujian secara statistik mengenai hubungan antara pola asuh psikososial dengan pertumbuhan anak dilakukan dengan uji Chi Square.
Tabel 4.14
Hasil Uji Hubungan Chi Square antara Pola Penyiapan Makanan dengan Pertumbuhan Anak Berkebutuhan Khusus
Pola Penyiapan
Makanan
Pertumbuhan
Normal Stunting Total P
f % f % f % 0,000
Baik 31 70,5 13 29,5 44 100
Kurang 9 75 3 25 12 100
Total 40 71,4 16 28,6 56 100
Sumber : Data primer 2017
Dari tabel 4.14 diketahui bahwa pertumbuhan anak normal lebih banyak pada responden yang memberikan pola penyiapan makanan kurang (75%) daripada baik (70,5%). Pertumbuhan anak stunting lebih banyak pada responden yang memberikan pola penyiapan makanan baik (29,5%), daripada kurang (25%). Hasil statistik menunjukkan nilai p-value 0,000 0,05 berarti kesimpulan yang diambil adalah ada hubungan antara pola penyiapan makanan dengan pertumbuhan anak berkebutuhan khusus di SLB Widya Bhakti.
3. Hubungan Pola Asuh Saat Sakit dengan Pertumbuhan pada Anak Berkebutuhan di SLB Widya Bhakti
Pengujian secara statistik mengenai hubungan antara pola asuh psikososial dengan pertumbuhan anak dilakukan dengan uji Chi Square.
Tabel 4.15
Hasil Uji Hubungan Chi Square antara Pola Asuh Saat Sakit dengan Pertumbuhan Anak Berkebutuhan Khusus
Pola Asuh Saat Sakit
Pertumbuhan
Normal Stunting Total P
Baik 23 71,9 9 28,1 32 100
Kurang 17 70,8 7 29,2 24 100
Total 40 71,4 16 28,6 56 100
Sumber : Data primer 2017
Hasil dari perhitungan pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa pertumbuhan anak normal lebih banyak pada responden yang memberikan pola asuh saat sakit baik (71,9%) daripada kurang (70,8%). Pertumbuhan anak stunting lebih banyak pada responden yang memberikan pola asuh saat sakit kurang (29,2%) daripada baik (28,1%). Hasil pengujian dengan chi square menunjukkan nilai p-value 0,285 0,05 berarti kesimpulannya tidak ada hubungan antara pola asuh saat sakit dengan pertumbuhan anak berkebutuhan khusus di SLB Widya Bhakti.