• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kirana (2012) yang berjudul Efektivitas Pelaksanaan Pinjaman Dana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kirana (2012) yang berjudul Efektivitas Pelaksanaan Pinjaman Dana"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu.

Beberapa penelitian serupa telah dilakukan berkaitan dengan PNPM Mandiri antara lain :

Kirana (2012) yang berjudul Efektivitas Pelaksanaan Pinjaman Dana Bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, kuesioner, wawancara, serta tabulasi data yang tertuang dalam tabel silang dan tabel tunggal. Sampel dalam penelitian ini adalah warga yang menerima pinjaman bergulir, yaitu sudah melakukan peminjaman pertama kali dan melanjutkan peminjaman untuk kedua kalinya, yaitu sebanyak 45 orang.

Melalui analisis data yang dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa Pelaksanaan Pinjaman Dana Bergulir di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat telah efektif. Hal ini terlihat dari 4 indikator dalam melihat efektivitas suatu program, yaitu yang terdiri dari : tingkat kualitas, dimana yaitu pelayanan yang baik diberikan oleh pihak BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) kepada KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau penerima manfaat, seperti bimbingan yang dilakukan oleh pihak BKM dalam hal pembuatan proposal pengajuan usaha. Tingkat kuantitas, dilihat modal yang diberikan dan jenis usaha yang digunakan. Modal tersebut harus merata pada setiap anggota

(2)

KSM dan modal tersebut harus digunakan untuk mengembangkan atau membuka usaha. Dari dampak dapat dilihat dari adanya peningkatan pendapatan yang diterima oleh responden setelah menerima pinjaman Bergulir. Dari tingkat waktu pengembalian pinjaman bergulir terlihat bahwa tidak lebih dari 12 bulan. Dari penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan pinjaman bergulir yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perdesaan adalah salah satu program yang efektif bagi warga miskin untuk dapat meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga yaitu dengan membuka atau mengembangkan usaha yang berbasis mikro.

Haris (2010) dengan judul penelitiannya Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Desa Pulo Dogom Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara. Efektivitas pelaksanaan kegiatan simpan pinjam perempuan dalam penelitian ini, dilihat melalui 4 indikator, yaitu : tingkat kualitas, tingkat kuantitas, tingkat dampak dan tingkat waktu. Penelitiannya ini adalah penelitian deskriptif, dimana sampel dalam penelitian ini adalah semua anggota dari dua kelompok simpan pinjam perempuan, yaitu sebanyak 40 orang. Instrumen analisa data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara, serta tabulasi data yang tertuang dalam tabel data tunggal.

Analisa data yang dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan di Desa Pulo Dogom belum efektif. Hal itu terlihat dari 4 indikator dalam melihat efekktivitas suatu kegiatan, yaitu terdiri dari : tingkat kualitas, dimana anggota kelompok kurang mudah untuk mendapatkan pendanaan dan pengembalian angsuran pinjaman. Tingkat kuantitas, dilihat dari

(3)

modal yang diterima masih kurang dalam pembagian yang tidak merata kepada anggota kelompok dan penghasilan hanya bertambah sedikit dikarenakan anggota yang membuka usaha dengan modal sendiri yang jumlahnya lebih besar dari pada modal yang diberikan oleh PNPM-MP. Tingkat dampak, dilihat dari jenis usaha yang dilakukan sebelum dan setelah mengikuti kegiatan, jenis usaha tidak ada yang berubah menjadi usaha yang lebih besar, melainkan hanya terhadap penghasilan anggota kelompok yang berpengaruh. Tingkat waktu, dilihat dari pelaksanaan kegiatan simpan pinjam perempuan sebagian besar anggota membutuhkan waktu diatas 2 tahun untuk dapat menunjukkan hasil. Dari penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan simpan pinjam perempuan dari PNPM-MP ini adalah program yang belum efektif bagi kelompok masyarakat, dan dalam pengentasan kemiskinan.

Renyaan (2010) yang berjudul Efektivitas PNPM Mandiri di Kabupaten Jayapura. Dalam penelitiannya bersifat Kualitatif dengan tekhnik pengumpulan data melalui wawancara, observasidan dokumentasi, teknik analisis data digunakan dengan teknik analisis kualitatif dengan proses analisis meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.adapun kesimpulan dalam penelitiannya secara umum efektivitas PNPM Mandiri di Kabupaten Jayapura berjalan efektif, meskipun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan lagi yaitu sosialisasi, pengawasan dan kerjasama.

Indrajaya (2009) dengan judul penelitian Efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Kuta berkesimpulan mengenai dampak pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja

(4)

masyarakat miskin di Kecamatan Kuta yaitu : adanya peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan kerja sesudah menerima program dibandingkan sebelum menerima program PNPM Mandiri Perdesaan. Dalam penelitiannya yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh populasi rumah tangga miskin (RTM) yang ada di Kecamatan Kuta berdasarkan hasil pendataan BPS Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2008 yaitu sebanyak 115 rumah tangga.

Putra (2013) dengan judul Penelitian Efektivitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Dalam Rangka Pemberdayaan Perempuan Di Kelurahan Nenang Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Dalam penelitiannya terkait dengan Program SPP diKelurahan Nenang Menunjukkan bahwa program SPP masih belum efektif hal ini dapat terlihat bahwa program ini belum mencapai sasaran secara maksimal, masih adanya Rumah Tangga Miskin (RTM) yang merupakan sasaran SPP belum bisa mengikuti program dikarenakan mereka tidak mempunyai usaha, selain itu masih ditemukan banyak penyimpangan pemanfaat dana yang mengakibatkan tidak mampu memberikan manfaat dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Sebagai contoh adanya beberapa pemanfaat yang menggunakan dana SPP untuk keperluan sehari – hari. Dan juga masih terdapatnya kelompok yang tidak atau jarang mengikuti pertemuan rutin kelompok yang biasa mereka lakukan satu bulan sekali dikarenakan kesibukan masing – masing kelompokMeski demikian upaya program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) tersebut telah membawa perubahan yang berarti yaitu menjadikan masyarakat lebih mandiri, dan juga ada masyarakat yang mengalami perubahan kearah yang lebih baik meskipun hal itu belum berhasil secara optimal. Metode Penelitian Jenis

(5)

penelitian yang di gunakan adalah deskriptif dengan metode kualitatif, dengan dasar penelitian studi kasus.Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan dan bertujuan memberikan gambaran serta penjelasan dari variabel yang diteliti, dalam penelitian ini yaitu memaparkan dan menggambarkan Efektifitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Kelurahan Nenang Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Miles dan Huberman (2007:20) menyatakan bahwa analisis interaktif terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

1. Pengumpulan data 2. Reduksi data 3. Penyajian data

4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Pratiwi (2011) Efektivitas program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri pedesaan terhadap tingkat kesejahteraan hidup masyarakat di desa Kampung baru Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri. Subjek penelitian ini adalah masyarakat miskin penerima bantuan PNPM Mandiri Pedesaan, Kader Pembedayaan Masyarakat Desa (KPMD), Pendamping Lokal (PL), Fasilitator Kecamatan (FK) dan ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK)" Metode penelitian yang yang digunakan ialah deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus sehingga dapat diperolah gambaran yang jelas dari permasalahan yang diteliti" Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemilihan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Ada pun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat tiga tahap dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan yaitu perencanaan,

(6)

pelaksanaan, dan pelestarian. Dilihat dari indikator efektivitas PNPM Mandiri Pedesaan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat menunjukkan bahwa, PNPM tidak secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.2. Efektivitas

2.2.1. Pengertian Efektivitas.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan.

Suatu organisasi secara keseluruhannya dalam kaitannya dengan efektivitas adalah mencapai tujuan organisasi. Jika tiap-tiap individu berperilaku atau bekerja efektif dalam mencapai tujuannya, maka kelompok dimana ia menjadi anggota juga efektif dalam mencapai tujuan, organisasi itu juga efektif mencapai tujuan. Efektivitas berbeda dengan efesiensi. Efesiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Dimana semakin kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan semakin efesiensi. Sedangkan Efektivitas adalah ukuran sejauh mana tujuan (organisasi) dapat dicapai ( Sigit, 2003: 1 ).

Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan

(7)

sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang dapat menunjukkan suatu program tersebut berhasil atau tidak. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan ( Siagian, 2001: 24)

Suatu efektivitas dilihat berdasarkan pencapain hasil atau pencapaian dari suatu tujuan. Efektivitas berfokus kepada outcome (hasil) dari suatu program atau kegiatan, yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan. Dalam teori sistem, suatu organisasi dipandang sebagai satu dari sejumlah elemen yang saling tergantung. Aliran input dan output merupakan titik awal dalam menggambarkan suatu organisasi. Dengan istilah yang sederhana, organisasi merupakan sumber daya (input) dari sistem yang lebih besar (lingkungan), memproses input dan mengembalikannya dalam bentuk yang telah diubah atau output (Ivancevich dkk, 2006 :23)

Sesuai dengan pendapat soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bernard, efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:207).

Masih menurut pendapat ahli, menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program

2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program

(8)

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121)

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerjayang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Sementara itu, menurut Richard M. Steers, efektivitas merupakan suatu tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasarannya.

Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.

Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.

Efektivitas organisasi merupakan suatu konsep meyeluruh yang menyertakan sejumlah konsep komponen. Konsep efektivitas organisasi tergantung pada teori sistem yaitu dimensi waktu yang juga penting. Dua kesimpulan utama dari teori sistem adalah : (1) kriteria efektivitas harus merefleksikan keseluruhan siklus input-proses-output, bukan hanya output, dan (2) kriteria efektivitas harus merefleksikan hubungan antara organisasi dan lingkungan luarnya.

(9)

Berdasarkan teori sistem, suatu organisasi merupakan elemen sebuah sistem yang lebih besar yaitu lingkungan. Dengan berlalunya waktu, setiap organisasi mengambil, memproses, dan mengembalikan sumber daya ke lingkungan. Kriteria utama dari efektivitas organisasi adalah apakah organisasi tersebut bertahan dengan lingkungannya.

Sehubungan dari penjelasan tersebut maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dampak dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya.

2.2.2. Kriteria Efektivitas Organisasi.

Konsep mengenai efektivitas organisasi selain disandarkan pada teori sistem, tetapi perlu ditambahkan dengan sesuatu yang baru yaitu pada dimensi waktu. Hubungan antara kriteria efektivitas dan dimensi waktu dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Produksi

Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan

2. Efesiensi

Konsep efesiensi didefenisikan sebagai angka perbandingan antara output dan input. Ukuran efesiensi harus dinyatakan dalam perbandingan, antara

(10)

keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau output yang merupaka bentuk umum dari ukuran ini.

3. Kepuasan

Konsep kepuasan mendefenisikan penekanan pada perhatian yang menguntungkan bagi anggota organisasi maupun pelanggannya. Artinya bahwa organisasi harus mampu memberikan kepuasan kepada kebutuhan para anggota.

4. Adaptasi

Kemampuan beradaptasi diartikan dengan sampai seberapa organisasi mampu menanggapi perubahan intren dan ekstren. Jika organisasi tidak dapat menyesuaikan diri , maka kelangsungan hidupnya akan terancam, namun adaptasi tidak memiliki ukuran yang pasti dan nyata. Dapat dijelaskan, apabila tiba waktunya untuk mengadakan penyesuaian dikarenakan adanya fenomena-fenomena tertentu, maka organisasi harus dapat menyesuaikan diri.

5. Perkembangan

Organisasi harus mengembangkan diri agar tetap hidup atau berjaya untuk jangka panjang. Efektivitas dengan pertimbangannya, maka efektivitas dapat dibagi menjadi efektivitas jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Keseimbangan optimal adalah keseimbangan dari pencapaian hubungan yang wajar antara kriteria-kriteria itu dalam periode waktu tertentu ( Tampubolon, 2008: 177).

(11)

2.2.3. Pendekatan Terhadap Efektivitas

Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu: a. Pendekatan Sasaran

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif.

b. Pendekatan Sumber

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan system suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.

(12)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

Tingkat efektivitas pelaksanaan PNPM-Mandiri Perdesaan meliputi variabel input, proses dan juga output. Variabel input meliputi : ketepatan sasaran, tujuan dan tingkat sosialisasi; variabel proses meliputi : kelembagaan, ketepatan penggunaan dana dan tujuan program, prosedur, dan pengawasan sedangkan variabel output meliputi : kegiatan PNPM-Mandiri Perdesaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek.

Menurut Subagyo (2000) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak (range) realisasi program sebagai berikut :

1. 1% sampai dengan 50% : tidak efektif 2. 51% sampai dengan 100% : efektif

Tingkat kualifikasi efektivitas dikutip dari jurnal pengukuran efektivitas pelaksanaan program Litbang Kemendagri (1991) sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.1 :

(13)

NO

Nilai Interval (%) Tingkat Efektifitas

1 3,25 – 4,00 Sangat tidak efektif

2 2,50 – 3,25 Tidak efektif

3 1,75 – 2,50 Cukup efektif

4 1,00 – 1,75 Sangat efektif

Sumber : Efektivitas Pelaksanaan Evaluasi Kinerja

PenyelenggaraanPemerintahan Daerah (Debie Puspasari, Fisip UI, 2012)

2.3. PNPM Mandiri.

Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.

Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1)

(14)

peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan, strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan rumah tangga miskin (RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK).

2.3.1. Tujuan Dasar Di Gulirkannya Program PNPM- MP

• Tujuan Umum :

Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

(15)

a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan

mendayagunakan sumber daya local

c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif

d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat

e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir

f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan KerjaSama Antar Desa (BKAD)

g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan

2.3.2. Keluaran Program.

a. Terjadinya peningkatan keterlibatan Rumah tangga Miskin (RTM) dan kelompok perempuan mulai perencanaan sampai dengan pelestarian b. Terlembaganya sistem pembangunan partisipatif di desa dan antar desa c. Terjadinya peningkatan kapasitas pemerintahan desa dalam

memfasilitasi pembangunan partisipatif

d. Berfungsi dan bermanfaatnya hasil kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan bagi masyarakat

(16)

e. Terlembaganya pengelolaan dana bergulir dalam peningkatan pelayanan sosial dasar dan ketersediaan akses ekonomi terhadap RTM f. Terbentuk dan berkembangnya BKAD dalam pengelolaan

pembangunan

g. Terjadinya peningkatan peran serta dan kerja sama para pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan

2.3.3. Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan.

Sesuai dengan Pedoman Umum, PNPM Mandiri Perdesaan mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi:

a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pengertian prinsip bertumpu pada pembangunan manusia adalah masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.

b. Otonomi. Pengertian prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif dari luar

c. Desentralisasi. Pengertian prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan

(17)

sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat

d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Pengertian prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin

e. Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill

f. Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik

g. Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat

h. Transparansi dan Akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif

i. Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan

(18)

j. Keberlanjutan. Pengertian prinsip keberlanjutan adalah bahwa dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya.

2.3.4. Cara Kerja PNPM Mandiri Perdesaan.

a. PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan melalui upaya-upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat di wilayah perdesaan melalui tahapan-tahapan kegiatan berikut:

b. Sosialisasi dan penyebaran informasi program. Baik secara langsung melalui fórum-forum pertemuan maupun dengan mengembangkan/ memanfaatkan media/ saluran informasi masyarakat di berbagai tingkat pemerintahan

c. Proses Partisipatif Pemetaan Rumah tangga Miskin (RTM) dan Pemetaan Sosial. Masyarakat diajak untuk bersama-sama menentukan kriteria kurang mampu dan bersama-sama pula menentukan rumah tangga yang termasuk kategori miskin/ sangat miskin (RTM). Masyarakat juga difasilitasi untuk membuat peta sosial desa dengan tujuan agar lebih mengenal kondisi/ situasi sesungguhnya desa mereka, yang berguna untuk mengagas masa depan desa, penggalian gagasan untuk menentukan kegiatan yang paling dibutuhkan, serta mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemantauannya

d. Perencanaan Partisipatif di Tingkat Dusun, Desa dan Kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa atau Kader Pemberdayaan

(19)

Masyarakat Desa (KPMD) satu laki–laki, satu perempuan untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. KPMD ini kemudian mendapat peningkatan kapasitas untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan, untuk melakukan penggalian gagasan berdasarkan potensi sumberdaya alam dan manusia di desa masing-masing, untuk menggagas masa depan desa. Masyarakat kemudian bersama-sama membahas kebutuhan dan prioritas pembangunan di desa dan bermusyawarah untuk menentukan pilihan jenis kegiatan pembangunan yang prioritas untuk didanai. PNPM Mandiri Perdesaan sendiri menyediakan tenaga konsultan pemberdayaan dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten guna memfasilitasi/ membantu upaya sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Usulan/ gagasan dari masayarakat akan menjadi bahan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)

e. Seleksi/ Prioritas Kegiatan di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan kecamatan untuk memutuskan usulan kegiatan prioritas yang akan didanai. Musyawarah ini terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan yang paling prioritas/ mendesak. Keputusan akhir mengenai kegiatan yang akan didanai, diambil dalam forum musyawarah antar-desa (MAD) di tingkat kecamatan, yang dihadiri oleh wakil–wakil dari setiap desa dalam kecamatan yang bersangkutan. Pilihan kegiatan adalah ''open menu'' untuk semua investasi produktif,

(20)

kecuali yang tercantum dalam daftar larangan (''negative list''). Dalam hal terdapat usulan masyarakat yang belum terdanai, maka usulan tersebut akan menjadi bahan kajian dalam Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

f. Masyarakat Melaksanakan Kegiatan Mereka. Dalam forum musyawarah, masyarakat memilih anggotanya sendiri untuk menjadi Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di setiap desa untuk mengelola kegiatan yang diusulkan desa yang bersangkutan dan mendapat prioritas pendanaan program. Fasilitator Teknis PNPM Mandiri Perdesaan akan mendampingi TPK dalam mendisain sarana/ prasarana (bila usulan yang didanai berupa pembangunan infrastruktur perdesaan), penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja yang terlibat dalam pembangunan sarana/ prasarana tersebut berasal dari warga desa penerima manfaat

g. Akuntabilitas dan Laporan Perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan minimal dua kali dalam pertemuan terbuka desa, yakni sebelum program mencairkan dana tahap berikutnya dan pada pertemuan akhir, dimana TPK akan melakukan serah terima kegiatan kepada desa, serta badan operasional dan pemeliharaan kegiatan atau Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3).

(21)

2.4. Partisipasi Masyarakat.

Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan dan keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar. Bhattacharyya (Ndraha, 1990) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama Kegagalan dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain: (Kartasasmita, 1997) a) Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan tidak menguntungkan rakyat banyak. b) Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud itu. c) Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai denganpemahaman mereka. d) Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan.

Keikutsertaan masyarakat adalah sangat penting di dalam keseluruhan proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan selayaknya mencakup keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir. Oleh karena itu, menurut T. Ndraha partisipasi publik dapat terjadi pada 4 (empat) jenjang, yaitu:

a. Partisipasi dalam proses pembentukan keputusan; b. Partisipasi dalam pelaksanaan

c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil; d. Partisipasi dalam evaluasi.

(22)

Konsep ini memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan melalui program pemberdayaan. Ketika mereka mendapatkan manfaat dan merasa memiliki terhadap program pemberdayaan, maka dapat dicapai suatu keberlanjutan dari program pemberdayaan.

Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan ada beberapa bentuk. Menurut Ericson (dalam Slamet, 1994:89) bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap, yaitu:

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan;

2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut;

3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek yang telah dibangun.

(23)

2.4.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden (1988), mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor internal

Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet,1994:97). Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet, 1994:137-143).

Menurut Plumer (dalam Suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

_ Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat

(24)

masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada;

_ Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;

_ Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.

_ Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan;

_ Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.

b. Faktor-faktor Eksternal

Menurut Sunarti (dalam jurnal Tata Loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan

(25)

yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.

2.5. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat miskin sebagai persyaratan penting bagi solusi berkelanjutan terhadap kemiskinan dan kelaparan. Pemberdayaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang khususnya untuk memiliki akses terhadap sumber daya produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatan, mendapatkan barang serta layanan yang dibutuhkan dan partisipasi dalam proses pengembangan dan keputusan yang mempengaruhi masyarakat miskin (IFAD, 2002-2004). Menurut Sumaryadi (2005) secara konseptual, ada 3 (tiga) prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat antara lain : 1) Pemberdayaan sangat menekankan pentingnya partisipasi masyarakat, baik pada tahap perencanaan program, pelaksanaan maupun pada tahap pengembangannya. 2) Pemberdayaan selalu tidak memisahkan antara fisik proyek dengan pelatihan ketrampilan dan 3) Sumber dana bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat umumnya berasal dari anggaran pemerintah, partisipasi pihak swasta dan dari partisipasi masyarakat sendiri.

Modal sosial sebagai sebuah konsep yang didefinisikan sebagai suatu proses pembelajaran sosial yang berfungsi untuk memberdayakan orang dan melibatkan mereka sebagai warga negara dalam kegiatan kolektif yang bertujuan untuk pembangunan sosial ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan (Ali Asadi,dkk, 2008). Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu pengembangan manusiawi dari masyarakat lemah, rentan, miskin,

(26)

marjinal dan kaum kecil seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat miskin Perdesaan, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang dikesampingkan. Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat tersebut secara sosio ekonomi sehingga mereka sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat, karena salah satu akibat pemberdayaan adalah meningkatnya kinerja masyarakat sehingga mereka mampu mengambil tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Sulekale (2003), bahwa percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top- down menjadi partisipatif, dengan bertumpu pada kekuatan dan sumber- sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil.

Menurut Suyanto (2008) bahwa lambatnya perkembangan ekonomi rakyat disebabkan sempitnya peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang mana hal itu merupakan konsekuensi dari kurangnya penguasaan dan pemilikan asset produksi terutama tanah dan modal, disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang efektif berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya.

Menurut Jalaludin (1999), upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi antara lain :

1) Menciptakan suasana/ iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling) dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/

(27)

masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut.

2) Memperkuat potensi/ daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan ( input) serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunity) yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna.

3) Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi. Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat.

Margono (2000), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa hingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa adanya kesan bahwa perkembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Masyarakat harus dijadikan subyek bukan obyek.

2.6. Pengembangan Wilayah

Menurut Sirojuzilaam dan Mahalli (2010) wilayah adalah sekelompok daerah yang letaknya berdekatan dan didiami oleh sejumlah penduduk di atas territorial atau ruang tertentu. Sedangkan Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas.

(28)

Konsep pengembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehateraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antarnegara, antardaerah (kota/kabupaten), kecamatan hingga perdesaan.

Pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa tertinggal.

Menurut Akil (2003), dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan

(29)

yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.

Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir di Indonesia. Diantaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota. (Akil, 2003) Selanjutnya (Akil, 2003) menjelaskan, Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep pola dan struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula lahir Strategi Nasional Pembangunan Perdesaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional.

Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara kawasan timur Indonesia dan kawasan barat Indonesia, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan Perdesaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium bahkan mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris diatas, maka secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya,

(30)

merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.

Menurut Sandy (dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2010) pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan Nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan social wilayah tersebut dan serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku.

Dari beberapa teori tentang pengembangan wilayah diharapkan adanya perubahan yang mengarah kepada perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat. Dengan demikian upaya peningkatan kesejahtraan masyarakat akan dapat tercapai dan semakin membuka kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengembangan diri.

2.7. Kerangka Pemikiran.

Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara bertahap, terpadu, terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan pemenuhan hak- hak dasar. Tanpa koordinasi dan sinergi, tidak akan diperoleh efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan efisiensi pemanfaatan dana pembangunan dalam pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PNPM- Mandiri Perdesaan dalam menanggulangi kemiskinan sangat tergantung dari efektivitas pelaksanaan program yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin di wilayah penerima program.

(31)

Keberhasilan pelaksanaan suatu program penanggulangan kemiskinan PNPM-Mandiri Perdesaan agar sesuai tujuan yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitas pelaksanaan program. Efektivitas program akan terwujud apabila adanya partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam program PNPM-Mandiri Perdesaan. Efektivitas program yang diharapkan memberikan dampak positif meliputi adanya peningkatan pendapatan RTM dan kesempatan kerja bagi RTM itu sendiri.

Untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut, maka dapat dilihat dari bagan alur pemikiran Gambar 2.1 :

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran.

2.8. Hipotesis Penelitian.

Hipotesis penelitian mengenai sesuai dengan permasalahan diatas adalah sebagai berikut:

Ha : Efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Batang Toru sangat membantu dalam pengembangan wilayah

EFEKTIVITAS PROGRAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

PENDAPATAN RTM

PNPM MANDIRI PERDESAAN

(32)

Ho : Efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Batang Toru tidak membantu dalam pengembangan wilayah

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Target Marketing, perusahaan melakukan segmentasi pasar, kemudian memilih satu atau lebih segmen yang dianggap paling potensial dan menguntungkan, serta

Kompensasi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.Kompensasi setiap orang mempengaruhi oleh beberapa faktor yang dapa di kelompokkan dalam 6

Sedangkan menurut Handoko (dalam Sutrisno 2009 : 75) “kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan

Intervensi (perencanaan) keperawatan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan

Sektor Potensial yaitu LQ >1 dan DLQ <1 maka sektor ini merupakan sektor unggulan di Kabupaten Belitung namun.tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Belitung

Penelitian sekarang dilakukan oleh Wisnu Aditya Nurkamal untuk menguji ulang pengaruh dimensi gaya hidup terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan objek yang berbeda dengan

Teknik analisis data menggunakan teknik kuantitatif untuk melihat seberapa besar perhitungan pengendalian persediaan bahan baku dengan EOQ, dan dengan kualitatif

Hal ini seperti yang dijelaskan Komala (2015: 34) bahwa dalam memperoleh kemandirian baik secara sosial, emosi, maupun intelektual, anak harus diberikan kesempatan untuk