• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. (dalam Wahyudi 2009:120) bahwa kepemimpinan sebagai keterlibatan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. (dalam Wahyudi 2009:120) bahwa kepemimpinan sebagai keterlibatan yang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Teori–Teori Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Ada banyak pendapat yang mengemukakan tentang pengertian kepemimpinan, diantaranya adalah telah didefinisikan oleh Robert G Owens (dalam Wahyudi 2009:120) bahwa kepemimpinan sebagai keterlibatan yang dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi perilaku orang.

Pengertian kepemimpinan juga diungkapkan oleh Wahyudi (2009:120) menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam menggerakkan, mengarahkan, sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Martin J. canon(dalam Syaiful Sagala 2009:115) mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan atasan mempengaruhi perilaku bawahan maupun perilaku kelompok dalam organisasi.

Jadi kepemimpinan adalah keterlibatan yang dilakukan untuk mempengaruhi orang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Dari beberapa pengertian tersebut setidaknya ada tiga implikasi penting yang saling berpengaruh dan berinteraksi Yaitu:

a. Kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut. Tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang pemimpin tidak relevan.

(2)

b. Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Karena pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan pemimpin secara langsung.

c. Pemimpin dapat mempergunakan pengaruh, pemimpin bukan hanya dapat memerintah bawahan tentang apa yang dikerjakan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melakukan perintah.

2.1.2 Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan ditelaah dari berbagai segi, Tergantung dari konsep gaya kepemimpinan yang menjadi dasar sudut pandang. Karena beragamnya gaya kepemimpinan melahirkan berbagai pendekatan atau teori kepemimpinan yang beragam pula. Sehingga efektivitas kepemimpinan dapat diidentifikasikan dari berbagai kriteria sesuai dengan konsep gaya kepemimpinan yang dipergunakan. Ada beberapa teori tentang gaya kepemimpinan, antara lain :

a. Teori Tannenbaum dan Warren H.Schmidt (dalam Wahyudi2009:129). Dia mengemukakan bahwa pemimpin harus mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum memilih gaya kepemimpinan, yaitu :

(1) Kekuatan-kekuatan dalam diri pemimpin yang mencakup ; sistem nilai, kepercayaan terhadap bawahan, kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan perasaan aman atau tidak aman.

(2) Kekuatan-kekuatan dalam diri para bawahan, meliputi; kebutuhan mereka akan kebebasan, kebutuhan mereka akan peningkatan

(3)

tanggungjawab, apakah mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.

(3) Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup ; tipe organisasi, efektifitas kelompok, desakan waktu, dan sifat masalah itu sendiri.

Pendekatan yang paling efektif sebagai pemimpin menurut mereka adalah sedapat mungkin fleksibel, maupun memilih perilaku kepemimpinan yang dibutuhkan dalam waktu dan tempat tertentu.

b. Teori Contingency dari Fiedler

Fred E. Fielder (dalam Ngalim Purwanto 2007:39) berpendapat bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh suatu gaya kepemimpinan yang di terapkannya. Dengan kata lain, tidak ada seorang pemimpin yang dapat berhasil hanya dengan menerapkan satu macam gaya untuk semua situasi. Seorang pemimpin akan cenderung berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya apabila menerapkan gaya kepemimpinan yang berlainan untuk menghadapi situasi yang berbeda. Menurut pendekatan ini, ada 3 variabel yang menentukan efektif tidaknya kepemimpinan, yaitu :

1. Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin 2. Derajat struktur tugas

3. Kedudukan kekuasaan kepemimpinan.

c. Teori Siklus Kehidupan dari Hersey dan Blanchard

Teori ini dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blancrad (dalam Wahyudi 2009:123) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola

(4)

perilaku konsisten para pemimpin yang mereka gunakan ketika mereka bekerja dengan dan melalui orang lain seperti yang dipersepsi oleh orang-orang itu.

Pada saat suatu proses kepemimpinan berlangsung, seorang pemimpin mengaplikasikan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Gaya kepemimpinan yang efektif merupakan gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan orang-orang yang dipimpin sesuai dengan situasi dan kondisi supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dalam mencapai tujuan organisasi.

Hersey dan Blanchard (dalam Wahyudi 2009:131)menjelaskan bahwa gaya pemimpin yang efektif ada 4 (empat) yaitu :

(1) Gaya instruktif, penerapannya pada bawahan yang masih baru atau baru bertugas. Ciri-ciri gaya kepemimpinan instruktif, mencakup antara lain : (a) Memberi pengarahan secara spesifik tentang apa, bagaimana dan kapan

kegiatan dilakukan.

(b) Kegiatan lebih banyak diawasi secara ketat. (c) Kadar direktif tinggi.

(d) Kadar suportif rendah.

(e) Kurang dapat meningkatkan kemampuan pegawai. (f) Kemampuan motivasi pegawai rendah.

(g) Tingkat kematangan bawahan rendah.

(2) Gaya konsultatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki kemampuan tinggi, namun kemauan rendah. ciri-cirinya mencakup antara lain :

(5)

(b) Kadar suportif tinggi.

(c) Komunikasi dilakukan timbal balik.

(d) Masih memberikan pengarahan yang spesifik.

(e) Pimpinan secara bertahap memberikan tanggungjawab kepada pegawai walaupun bawahan masih dianggap belum mampu.

(f) Tingkat kematangan bawahan rendah sampai sedang.

(3) Gaya partisipatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki kemampuan rendah, namun memiliki kemauan kerja tinggi. ciri-ciri kepemimpinan partisipatif ini mencakup antara lain :

(a) Pemimpin melakukan komunikasi dua arah.

(b) Secara aktif mendengar dan merespon segenap kesukaran bawahan. (c) Mendorong bawahan untuk menggunakan kemampuan secara maksimal

dalam operasional.

(d) Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. (e) Mendorong bawahan untuk berpartisipasi.

(f) Tingkat kematangan bawahan sedang sampai tinggi.

Kepemimpinan partisipatif ini juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau non directive. Orang yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia hanya menyajikan informasi mengenai atau permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi dan pemecahannya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan tim kepada tercapainya consensus.

(6)

(4) Gaya delegatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki kemampuan tinggi. Gaya kepemimpinan delegatif mempunyai ciri-ciri antara lain : (a) Memberikan pengarahan bila diperlukan saja

(b) Memberikan support dianggap tidak perlu lagi.

(c) Penyerahan tanggungjawab kepada bawahan untuk mengatasi dan menyelesaikan tugas.

(d) Tidak perlu memberi motivasi (e) Tingkat kematangan bawahan tinggi.

Oding supriadi (2010:147) menjelaskan bahwa para pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan berbeda–beda yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Karismatik/non karismatik

Para pemimpin karismatik sangat bergantung pada kepribadian mereka, kualitas-kualitas inspirasional (pemberi semangat) serta auranya. Seringkali, mereka adalah pemimpin yang visioner, yang memiliki orientasi prestasi, pengambil resiko yang penuh perhitungan, dan juga komunikator yang baik. Adapun para pemimpin yang non-karismatik sangat bergantung pada pengetahuan mereka (wewenangnya jatuh kepada pengetahuan orang yang memiliki pengetahuan tersebut), serta pendekatan analitis dalam menangani permasalahan.

b. Otokratis/demokratis

Para pemimpin otokratis cenderung membuat keputusan sendiri, menggunakan posisinya untuk memaksa pendidik, tenaga kependidikan dan

(7)

karyawan agar melaksanakan perintahnya. Adapun para pemimpin demokratis mendorong pendidik, tenaga kependidikan dan karyawan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.

c. Pendorong/pengawas

Pemimpin yang memiliki sifat mendorong, memberi semangat kepada pendidik, tenaga kependidikan dan karyawan menggunakan visinya dan memberdayakannya untuk mencapai tujuan kelompok. Adapun pemimpin bergaya pengawas memanipulasi pendidik, tenaga kependidikan, dan karyawan agar patuh.

d. Transaksional/transformasional

Para pemimpin transaksional memanfaatkan uang, pekerjaan dan keamanan pekerjaan untuk memperoleh kepatuhan dari pendidik, tenaga kependidikan dan karyawan. Para pemimpin transformasional memberikan motivasi kepada pendidik, tenaga kependidikan dan karyawan untuk bekerja keras mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi.

2.2 Profesionalisme Guru

2.2.1 Pengertian dan Syarat Profesional Guru

Menurut Kunandar (2010:45) Kata “Profesional” berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu. Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan

(8)

atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Sikun Pribadi (dalam Oemar Hamalik 2006:1)

Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru profesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Guru sebagai tenaga pengajar yang profesional, potensi sumber dayanya harus terus tumbuh dan berkembang. Guru harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

c. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

d. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. (UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen).

(9)

Kualitas pendidikan guru akan berdampak pada tinggi rendahnya mutu pendidikan. Karena guru adalah faktor penentu keberhasilan belajar. Karenanya seorang yang berprofesi sebagai guru harus selalu meningkatkan profesionalismenya. Namun keberhasilan belajar tidak bisa lepas juga dari kontribusi komponen-komponen sistem pendidikan lainnya, yaitu fasilitas, sarana prasarana, siswa, kepala sekolah, partisipasi orangtua dan masyarakat. Menyangkut faktor guru, banyak kemampuan profesional yang harus dimilikinya, dikuasainya dengan baik, agar proses belajar mengajar menjadi penuh bermakna dan selalu relevan dengan tujuan dan bahan ajarnya.

Roestiyah (dalam syaiful sagala 2009:12) menginventaris tugas guru secara garis besar adalah

1. Mewariskan kebudayaan dalam bentuk kecakapan, kepandaian dan pengalaman empirik, kepada muridnya

2. Membentuk kepribadian anak didik sesuai dengan nilai dasar Negara 3. Mengantarkan anak didik menjadi warga Negara yang baik

4. Melakukan tugasya dengan sempurna sebagai amanat profesi

5. Membimbing anak untuk belajar memahami dan menyelesaikan masalah yang dihadapi muridnya.

Sebagaimana lazim dipahami dikalangan pendidikan guru, “sosok utuh” kompetensi professional guru terdiri atas kemampuan :

a. Mengenal secara utuh dan mendalam peserta didik yang hendak dilayani.

(10)

c. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

d. Mengembangkan kemampuan professional secara berkelanjutan. Masnur muslich (2007:7).

Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan program mutu pendidikan diantaranya yaitu:

1. peningkatan mutu pendidikan menuntut kepemimpinan professional dalam bidang pendidikan.

2. Kesulitan yang dihadapi para professional pendidikan adalah ketidakmampuan mereka menghadapi “kegagalan sistem” yang mencegah mereka dari pengembangan atau penerapan cara atau proses baru untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada.

3. Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan. 4. Uang bukan kunci utama dalam usaha peningkatan mutu.

5. Kunci utama peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan. Ahman dkk (2010:9)

2.3 Peran dan Fungsi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru

Sesuai dengan ciri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks dan unik, maka peran kepala sekolah harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sisi tertentu, kepala sekolah dapat dipandang sebagai manajer, sebagai pemimpin dan juga sebagai pendidik. Betapa banyak variabel arti yang terkandung dalam kata pemimpin memberikan indikasi betapa luas peran kepala

(11)

sekolah, sebagai seorang pemimpin suatu organisasi yang bersifat kompleks dan unik.

Menurut wahjosumidjo (2007:91) ada tiga macam peran kepala sekolah yaitu:

1. Sebagai monitor

Kepala sekolah selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan, yaitu kemungkinan adanya informasi-informasi yang berpengaruh terhadap penampilan sekolah, seperti gosip dan kabar angin.

2. Sebagai disseminator

Kepala sekolah bertanggung jawab untuk menyebarluaskan dan membagi-bagi informasi kepada para guru, staf, siswa dan orang tua siswa. 3. Spokesman

Kepala sekolah menyebarkan informasi kepada lingkungan luar yang dianggap perlu.

a. Kepala Sekolah Sebagai Manager

Keberadaan pemimpin pada suatu organisasi sangat diperlukan, sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan organisasi dimana di dalamnya berkembang berbagai macam pengetahuan, serta organisasi yang menjadi tempat untuk membina dan mengembangkan karir-karir sumber daya manusia, memerlukan pemimpin yang mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(12)

Menurut Robert Kartz (dalam Sudarwan Danim 2008:215) ada 3 (tiga) macam manajerial yang diperlukan oleh seorang manajer dalam mengelola sumber daya organisasi yaitu

(1) Keterampilan konseptual.

Keterampilan konseptual adalah kecakapan untuk memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecenderungan berdasarkan kemampuan teoritis dan yang dibutuhkan di dalam dunia kerja. (2) Keterampilan hubungan manusia

Keterampilan hubungan manusia adalah keterampilan untuk menempatkan diri di dalam kelompok kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan kepuasan kedua belah pihak.

(3) Keterampilan teknikal

Keterampilan teknikal adalah keterampilan menerapkan pengetahuan teoritis kedalam tindakan praktis, kemampuan memecahkan masalah melalui taktik yang baik, atau kemampuan menyelesaikan tugas secara sistematis.

Menurut Stoner (dalam wahjosumidjo 2007:96) ada 8 (delapan) macam fungsi seorang manajer yang perlu dilaksanakan dalam suatu organisasi, yaitu :

(1) Bekerja dengan dan melalui orang lain.

(13)

(3) Dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi berbagai persoalan.

(4) Berfikir secara realistik dan konseptual. (5) Adalah juru penengah.

(6) Adalah seorang politisi. (7) Adalah seorang diplomat. (8) Pengambil keputusan yang sulit.

Kedelapan fungsi manager yang dikemukakan oleh Stoner tersebut tidak saja berlaku bagi setiap manager dari organisasi apapun, termasuk kepala sekolah, terutama sekali dalam meningkatkan profesionalisme guru yang ada di lembaganya. Sehingga kepala sekolah yang berperan mengelola kegiatan sekolah harus mampu mewujudkan kedelapan fungsi tersebut dalam perilaku sehari-hari.

b. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin

Kata “memimpin” mempunyai arti : memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan dan berjalan di depan (precede). Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan. Pemimpin tidak berdiri disamping, melainkan mereka memberikan dorongan dan memacu (to prod), berdiri di depan yang memberikan kemudahan untuk kemajuan serta memberikan inspirasi organisasi dalam mencapai tujuan.

(14)

Aswarni dalam Daryanto (2008:81) dalam bukunya yang berjudul “administrasi pendidikan” menyebutkan bahwa fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin adalah :

1. Perumus tujuan kerja dan pembuat kebijaksanaan (policy) 2. Pengatur tata kerja (mengorganisasi) sekolah yang mencakup :

a. Mengatur pembagian tugas dan wewenang. b. Mengatur petugas pelaksana

c. Menyelenggarakan kegiatan (mengkoordinasi)

Kepemimpinan adalah satu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan. Oleh sebab itu kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan (followership), kemauan orang lain atau bawahan untuk mengikuti keinginan pemimpin, itulah yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin.

c. Kepala Sekolah Sebagai Pendidik

Memahami arti pendidik tidak cukup dengan berpegang konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, melainkan harus di-pelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sasaran pendidikan, bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Dalam kamus Bahasa Indonesia, pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

(15)

manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Betapa berat dan mulia peranan seorang kepala sekolah sebagai pendidik, karena dia diharuskan mampu menanamkan, memajukan dan meningkatkan paling tidak 4 (empat) macam nilai, yaitu :

(a) Mental, hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak manusia. (b) Moral, hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai

perbuatan, sikap dan kewajiban atau moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti dan kesusilaan.

(c) Fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan manusia secara lahiriah.

(d) Artistik, hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Wahjosumidjo (2007:124)

2.4 Strategi Kepala sekolah dalam pembinaan Profesionalisme Guru

Menurut kurikulum, tanggungjawab pembinaan guru berada di tangan kepala sekolah dan penilik sekolah. Pembinaan profesionalisme guru dimaksudkan sebagai serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru terutama bantuan berwujud bimbingan profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas dan mungkin oleh pembina sesama guru lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar. Bimbingan profesional yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan profesionalisme guru terutama dalam proses belajar mengajar. Disamping itu pembinaan guru juga dimaksudkan sebagai usaha terlaksananya sistem kenaikan pangkat dalam jabatan profesional guru.

(16)

Beberapa strategi yang di duga efektif diterapkan agar warga sekolah siap terlibat dalam pemecahan masalah secara sinergis di antaranya sebagai berikut:

1. Mencari dan menentukan komunitas sekolah, terutama guru, yang mau menyediakan waktu dan energi untuk membahas masalah mereka dan masalah di lingkungan sekolahnya

2. Mencari guru-guru yang tidak pernah pesimis dan tidak pula menyerah begitu saja pada keadaan

3. Mencari guru dan staf yang dapat di motivasi dengan satu pandangan pencapaian bersama dan saling pengertian

4. Kepala sekolah membangun kesadaran internal bahwa program-program pada masa lampau tidak membuahkan hasil yang baik dan karenanya perlu perumusan perencanaan ulang

5. Mencari siapa saja yang memahami bahwa sekolah adalah sistem yang kompleks dan normal dalam kelompok kerja adalah kunci produktivitas dan perubahan

6. Mencari siapa saja yang percaya bahwa pasti ada cara yang lebih baik untuk mengatasi kesulitan yang ada dan akan berhasil melampauinya 7. Mencari siapa saja yang mengetahui bahwa perkembangan sekolah

akan membutuhkan energy ekstra dan bahwa perubahan akan membutuhkan keterampilan yang mereka tidak memiliki, tetapi dapat dipelajari. Sudarwan Danim (2006:108).

(17)

Ada beberapa strategi yang diikuti oleh pembina (kepala sekolah) dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, yaitu :

a. Mendengar (listening), yang dimaksud dengan mendengar adalah kepala sekolah mendengarkan apa saja yang dikemukakan oleh guru, bisa berupa kelemahan, kesulitan, kesalahan, masalah dan apa saja yang dialami oleh guru, termasuk yang ada kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru.

b. Mengklarifikasi (clarifying), yang dimaksud klarifikasi adalah kepala sekolah memperjelas mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (point a) di atas, kepala sekolah mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh guru, maka dalam mengklarifikasi ini kepala sekolah memperjelas apa yang diinginkan oleh guru dengan menanyakan kepadanya.

c. Mendorong (Encouraging), yang dimaksud dengan mendorong adalah kepala sekolah mendorong kepada guru agar mau mengemukakan kembali mengenai sesuatu hal bilamana masih dirasakan belum jelas. d. Mempresentasikan (presenting), yang dimaksud dengan

mempresentasikan adalah kepala sekolah mencoba mengemukakan persepsinya mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru.

e. Memecahkan masalah (problem solving), yang dimaksud dengan memecahkan masalah adalah kepala sekolah bersama-sama dengan guru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh guru.

(18)

f. Negosiasi (negotiating), yang dimaksud dengan negosiasi adalah berunding. Dalam berunding, kepala sekolah dan guru membangun kesepakatan-kesepakatan mengenai tugas yang harus dilakukan masing-masing atau bersama-sama.

g. Mendemonstrasikan (demonstrating), yang dimaksud dengan mendemonstrasikan adalah kepala sekolah mendemonstrasikan tampilan tertentu dengan maksud agar dapat diamati dan ditirukan oleh guru.

h. Mengarahkan (directing), yang dimaksud dengan mengarahkan adalah kepala sekolah mengarahkan agar guru melakukan hal-hal tertentu. i. Menstandarkan (standardization), yang dimaksud dengan

menstandarkan adalah kepala sekolah mengadakan penyesuaian – penyesuaian bersama dengan guru.

j. Memberikan penguat (Reinforcing), yang dimaksudkan memberikan penguat adalah kepala sekolah menggambarkan kondisi-kondisi yang

menguntungkan bagi pembinaan guru.

(http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&

source=web&cd=3&cad=rja&sqi=2&ved=0CEAQFjAC&url=KEPE MIMPINAN%2520KEPALA%2520SEKOLAH%2520DALAM%252 0MENINGKATKAN%2520KOMPETENSI%2520GURU/20.11.2012

Referensi

Dokumen terkait

Seperti pada siklus pertama akumulasi yang diperoleh yaitu 32,5% persentase tersebut menujukan kategori nilai yang sangat kurang, namun kenaikan yang sangat

Intisari: Telah dilakukan oksidasi glukosa dengan molekul oksigen menggunakan katalis palladium (II) klorida, tem- baga (II) klorida dan asam format dalam pelarut aseton

Judul : IDENTIFIKASI KERAGAMAN DAN FAKTOR FISIK PENDUKUNG CHLOROPHYTA PADA PERAIRAN TAWAR SEKITAR KAMPUS UNNES. Program : DIK Tahun : 2002 Status :

Zat warna fluoresin bila menempel pada epitel kornea yang defek/luka akan menjadi hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih

• Mual muntah juga salah satu predisposisi terjadinya aspirasi cairan asam lambung terutama pada saat induksi anestesi dan kondisi emergensi. Antiemetic dapat

In addition to gardens and animal parks, there are 19 attractions that can be used by tourists when visiting the area Agro Bina Darma, and are mostly found in the primary vehicle

Secara Konseptual; pendidikan multikultural menurut Gorsky mempunyai tujuan dan prinsip sebagai berikut: (a) setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi

Yaitu luka bersih yang dapat terkontaminasi, misalnya luka insisi yang.. mengenai saluran gastrointestinal, saluran kemih, genital