• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN PRAKTIKUM ILMU DASAR KEPERAWATAN II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN PRAKTIKUM ILMU DASAR KEPERAWATAN II"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PRAKTIKUM ILMU DASAR KEPERAWATAN II

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2017

(2)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

PANDUAN PRAKTIKUM ILMU DASAR KEPERAWATAN II

No. 0080117211

Status Dokumen :  Master  Salinan No. Nomor Revisi : 00

Tanggal Terbit : 12 Agustus 2017 Jumlah Halaman :

Dibuat oleh : Diperiksa oleh:

Nama Ns. Susi Wahyuning Asih, M.Kep.

Nama Ns. Susi Wahyuning A, M.Kep.

Jabatan PJMK Jabatan Ka Prodi Profesi Ners

Tanggal 6 Agustus 2017 Tanggal 9 Agustus 2017 Disetujui oleh:

Nama Ns. Awatiful Azza, M.Kep., Sp.Kep.Mat Jabatan Dekan

Tanggal 10 Agustus 2017

Isi dokumen ini sepenuhnya merupakan rahasia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember dan tidak boleh diperbanyak, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa ijin tertulis dari Rektor Universitas Muhammadiyah Jember.

Kode Dokumen: 0080117111

(3)

DAFTAR REVISI

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Judul dan Persetujuan ………. 1

Daftar Revisi ………. 2

Daftar Isi Visi dan Misi

Kemampuan Akhir Yang Diharapkan ………. ………. ………. 3 4 5

Deskripsi Mata Kuliah Isi Modul

………. ……….

6 7

(5)

VISI MISI PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

VISI PROGRAM STUDI NERS

Menjadi program studi unggul dalam pendidikan profesi keperawatan yang berjiwa entrepreneur di tingkat Asia Tenggara berdasarkan nilai-nilai ke-Islaman tahun 2030

MISI PROGRAM STUDI NERS

1. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan yang profesional, berkualitas, dan bermartabat serta menghasilkan lulusan berdaya saing di tingkat Asia Tenggara.

2. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat berdasarkan nilai-nilai ke-islaman yang berkonsentrasi kepada pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi bidang keperawatan.

3. Menyelenggarakan dan mengembangkan atmosfir akademik yang kondusif, dan berfikir kritis guna menghasilkan lulusan sebagai tenaga keperawatan profesional yang berjiwa entrepreneurship mengedepankan nilai nilai keislaman.

4. Menyelengarakan sistem manajemen kinerja berbasis standar mutu pendidikan tinggi

5. Menyelenggarakan kerjasama kemitraan lintas program dan lintas sektoral dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang keperawatan.

TUJUAN PROGRAM STUDI NERS

1. Menghasilkan lulusan perawat profesional yang kreatif, kompetetif, bermoral, berwawasan luas, dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya, dan mampu bersaing di tingkat Asia Tenggara.

2. Menghasilkan lulusan yang berjiwa entrepeneur yang berpegang teguh pada nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.

3. Menghasilkan penelitian secara aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keterampilan keperawatan.

4. Menghasilkan kegiatan pengabmas yang secara dinamis mampu menyelesaikan masalah-masalah kesehatan dan atau keperawatan yang dihadapi masyarakat sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

5. Terwujudnya atmosfir akademik yang kondusif berbasis budaya akademik islami (BUDAI).

6. Menghasilkan sistem manajemen kinerja berbasis standar akreditasi

7. Terjalinnya kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam bidang kesehatan dan keperawatan

Mengetahui

(6)

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIRENCANAKAN

Kemampuan Akhir yang direncanakan

Indikator Isi Modul

1. Menjelaskan konsep dasar keperawatan yang berlandaskan nilai-nilai Islam

1.1. Menguraikan paradigma Keperawatan dalam Islam 1.2. Menyimpulkan

komponen-komponen Paradigma Keperawatan dalam Islam 1.3. Mengurutkan

prinsip-prinsip Islam dalam Kesehatan.

1.4. Menguraikan peran Keperawatan dalam Islam

Bab 1: Konsep dasar keperawatan yang berlandaskan nilai-nilai Islam A. Pendahuluan 1. Paradigma Keperawatan dalam Islam 2. Komponen-komponen Paradigma Keperawatan dalam Islam 3. Prinsip-prinsip Islam dalam Kesehatan. 4. Peran Keperawatan dalam Islam B. Kesimpulan C. Latihan soal D. Daftar Pustaka 2. Menjelaskan konsep pengkajian keperawatan secara komprehensif yang mencakup Peradangan (PP4, PP7) 2.1 Membedakan auto anamnesis dan allo anamnesis Bab 2: Konsep pengkajian keperawatan A. Pendahuluan 1. Anamnesis tanda peradangan 2. Pengukuran

tanda-tanda vital dalam peradangan 3. Pengukuran kesadaran yg sesuai 4. Pengukuran produksi urin 5. Pengkajian tanda radang 6. Pemeriksaan fisik tanda radang B. Kesimpulan C. Latihan soal D. Daftar pustaka 2.2 Mengklasifikasi pengukuran suhu 2.3 Mempolakan pengukuran frekuensi, irama, denyut dan tekanan nadi sesuai dengan peradangan

2.4 Mengkategorikan konsep penghitungan respirasi (irama, kedalaman,

frekuensi, jenis), penilaian tanda radang

2.5 Mengklasifikasi dan menghitung pengukuran tekanan darah (sistole, diastole, MAP)

2.6 Menyimpulkan peradangan (kualitatif, kuantitatif) JUDUL MODUL: DASAR KEPERAWATAN2

(7)

2.7 Menentukan pengukuran produksi urine(kualitatif, kuantitatif) 2.8 Membedakan pengukuran peradangan 2.9 Menyimpulkan pemeriksaan fisik kepala, leher, dada, abdomen, ekstremitas dan genetalia 3. Menjelaskan konsep prosedur intervensi dalam pemberian medikasi oral, parenteral, topikal dan suppositori dengan menerapkan prinsip benar (PP4, PP7) 3.1. Mengurutkan prinsip pemberian medikasi 5W dan 1 T

Bab 3 konsep pemberian obat

A. Pendahuluan

1. Prinsip pemberian obat

2. Pemberian obat oral 3. Pemberian obat parenteral 4. Pemberian obat topical 5. Pemberian obat suppositoria B. Kesimpulan C. Latihan soal D. Daftar pustaka 3.2. Membedakan prosedur pemberian medikasi

parenteral (IV, IM, SC, IC) 3.3. Membandingkan prosedur

pemberian medikasi oral dan sublingual

3.4. Menyimpulkan prosedur pemberian medikasi topikal dan suppositoria

4. Menjelaskan konsep prosedur intervensi perawatan luka sederhana dan hecting (PP4, PP7) 4.1. Membedakan tahapan penyembuhan luka

Bab 4 konsep perawatan luka dan hecting

A. Pendahuluan 1. Tahapan penyembuhan luka 2. Konsep perawatan luka sederhana 3. Prinsip hecting B. Kesimpulan C. Latihan soal D. Daftar pustaka 4.2. Membedakan prinsip perawatan luka 4.3. Menguraikan konsep hecting

(8)

DESKRIPSI MATA KULIAH

Ilmu Dasar keperawatan II (MJU.KEP-45) 1. Tinjauan Mata Kuliah :

a. Diskripsi singkat (abstraksi) mata kuliah secara keseluruhan.

Mata kuliah ini membahas tentang prosedur keperawatan yang menjadi dasar ilmiah dalam praktik keperawatan yang mencakup pengukuran tanda vital, pengkajian keperawatan dan pemeriksaan fisik dan prosedur pemberian medikasi. Pengalaman belajar meliputi pembelajaran di kelas,laboratorium keperawatan, dan klinik.

b. Manfaat mata kuliah bagi mahasiswa (berkaitan dengan profesi kerja, matakuliah selanjutnya, praktikum, dll).

Perawat sebagai bagian dari integral pelayanan kesehatan, terutama memberikan pelayanan kesehatan di tatanan rumah sakit atau klinik. Mata kuliah ini akan memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang dasar keperawatan2 yang mana mahasiswa akan mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi pemeriksaan TTV, Pemeriksaan fisik, pemberian medikasi dan perawatan luka dan hecting.

(9)

ISI MODUL

Bab 1: Konsep dasar keperawatanyang berlandaskan nilai-nilai Islam A. Pendahuluan

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunannya. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa islam amat kaya tentang tuntunan kesehatan. Kesehatan merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan, islam pun memberikan penjelasan-penjelasan lewat Al-Quran maupun hadits yang berkaitan tentang pentingnya kesehatan. Firman Allah berkaitan tentang menjaga kesehatan:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan

menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang memberikan pelayanan kesehatan. Keperawatan Islam digali nilai-nilai agama Islam dalam keperawatan dari sumber yang merupakan keyakinan umat Islam yaitu Alqur’an dan Hadist. Karena nilai-nilai Islam adalah universal maka untuk dapat mengembangkan Keperawatan yang Islami harus dimulai pada tataran falsafah atau keyakinan yang paling tinggi dalam profesi keperawatan yaitu “Paradigma Keperawatan Islam”. Berkaitan dengan hal tersebut perlunya materi paradigma keperawatan dalam Islam diberikan pada MK Dasar keperawatan2.

1. Paradigma Keperawatan dalam Islam

Paradigma keperawatan dalam Islam adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai dan konsep-konsep dalam menyelenggarakan profesi keperawatan yang melaksanakan sepenuhnya prinsip dan ajaran Islam.

2. Komponen-komponen Paradigma Keperawatan dalam Islam

Paradigma Keperawatan Islam di bangun melalui empat komponen besar, yaitu: manusia dan kemanusiaan, lingkungan, sehat dan kesehatan serta keperawatan.

a. Manusia dan Kemanusiaan

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terbaik dan bentuknya dan dimulaikan Allah, terdiri atas jasad, nuh dan psikologis, dimana makhluk lainnya yang berada di langit dan di bumi ditundukkan oleh Allah kepada

(10)

manusia kecuali iblis yang menyombongkan diri. Yang terdapat dalam Surah At-tin (95 : 4)

artinya : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

(QS. Shaad: 72)

“Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaanKu) maka tundukklah kamu kepadanya dengan bersujud”.

Manusia sebagai salah satu mahluk ciptaan Allah terdiri atas beberapa komponen yang meliputi jasad (fisik), ruh dan nafs (jiwa), berikut penjelasannya:

1) Jasad (Fisik)

Komponen fisik adalah komponen jasad / bentuk, yang dapat makan dan minum, berjalan, mendengar, melihat, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penyakit jasad : TBC, Pusing, Maag.

2) Ruh

(QS. Shaad 38 : 72)

“Maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya (manusia) dan kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu (malaikat, jin dan iblis) tunduk dengan bersujud”.

Penyakit ruh: malas, dengki, iri, buruk sangka, bohong, sombong, dendam.

3) Nafs (Jiwa)

(QS. Ar-Ra’d 13 : 28).

Dalam ayat tersebut jiwa merupakan salah satu komponen yang terdapat pada manusia dan menjadi tentram jika selalu mengingat Allah. Manusia dalam siklus hidupnya melalui proses reproduksi hingga regenerasi meliputi fase : pernikahan, kehamilan, kelahiran, nifas, tumbuh kembang dan kematian, lebih abadi di alam akhirat. Manusia sebagai makhluk Allah memiliki peran dan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. b. Lingkungan

Unsur lingkungan dibagi dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal dan eksternal akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia termasuk persepsinya terhadap sehat sakit. Manusia

(11)

sebagai makhluk sosial mempunyai hubungan yang dinamis dengan lingkungannya serta tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya tersebut. Lingkungan dibagi menjadi lingkungan internal dan eksternal.

1) Lingkungan Internal

Lingkungan internal meliputi genetika, struktur fungsi tubuh, psikologis dan internal spiritual yang dimaksud genitika adalah lingkungan dalam diri manusia yang mempengaruhi unsur-unsur sifat dan struktur fungsi tubuh. Struktur fungsi tubuh merupakan lingkungan yang berada dalam diri manusia, didalamnya berisi tulang-belulang, daging, darah dan sebagainya. Psikologis merupakan lingkungan internal dalam diri manusia yang memiliki peran penting dalam pengendalian diri manusia, sehingga manusia senantiasa berada dalam ketaqwaan, ketentraman, kesucian melalui pendekatan diri kepada Allah SWT. Sedangkan lingkungan internal spiritual (kesucian hati; bebas dari syirik, tidak berdusta, bersikap tawadlu) merupakan faktor terpenting dalam kehidupan manusia karena sebagai modal dasar, keimanan. Fungsi lingkungan internal spiritual ini memberikan nuansa keimanan dalam melaksanakan profesi keperawatan.

2) Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar diri manusia yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan profesi keperawatan, didalamnya terdiri atas: biologis, fisik, sosial dan spiritual.

c. Sehat dan Kesehatan

Islam mendorong umat manusia yang beriman untuk mencapai sesuatu yang baik bagi mereka di dunia dan di akhirat untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan ilmu dan amal saleh dan sebagai prasyarat yang harus dimiliki adalah sehat / kesehatan. Manusia yang sehat adalah manusia yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan penuh daya mampu. Dengan kemampuannya itu ia dapat menumbuhkan dan mengembangkan kualitas hidupnya seoptimal mungkin. Dalam Islam terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan yaitu perilaku lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan.

(12)

Upaya Kesehatan dalam Al-Qur’an maupun hadits, telah diperingatkan akan pentingnya memperhatikan kesehatan baik dalam konteks upaya promotfi, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

d. Keperawatan

Keperawatan adalah suatu manifesatikan dari ibadah yang berbentuk pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-kultural-spiritual yang komprehensif, ditunjukkan kepada individu keluarga dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan Islam tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan. Berbagai dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits juga Tarikh Islam diyakini bahwa keperawatan Islam ada sejak jaman nabi Adam. Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat dituntut memiliki keterampilan intelektual, interpersonal, tehnikal serta memiliki kemampuan berdakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

3. Prinsip-prinsip Islam dalam Kesehatan

Islam pun mengajarkan beberapa prinsip tentang kesehatan. Prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut:

1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan dan harta benda umat manusia

2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah 3. Justice

4. Mengutamakan peluang hidup yang lebih tinggi 4. Peran Keperawatan dalam Islam

a. Mengintegrasikan Nilai-nilai Keislaman dalam Ilmu Keperawatan

Islam mengajarkan kita beberapa aspek nilai-nilai yang dapat menjadikan manusia itu terlihat baik disisi Allah SWT. Oleh karena itu nilai-nilai keislaman perlu di integrasikan terhadap ilmu keperawatan yang berkembang pada saat ini. Adanya pengintegrasian ini dimaksudkan akan terciptanya seorang perawat yang bercirikan agama Islam.

b. Mengaplikasikan Nilai-nilai Keislaman dalam Ilmu Keperawatan

Setelah adanya pengintegrasian maka perlu adanya realisasi dari pada nilai-nilai tersebut untuk diaplikasikan terhadap praktik keperawatan, misalnya

(13)

ketika seorang perawat mendapati pasien yang beragama islam, dan pasien tersebut memiliki penyakit yang apabila terkena air maka penyakit tersebut bertambah. Maka seorang perawat tersebut perlu untuk mengajarkan bertayamum kepada pasien/klien agar klien tidak bertambah sakitnya, namun tidak pula meninggalkan ibadahnya.

B. Kesimpulan

Islam telah mengajarkan tentang keperawatan yang memberikan pelayanan komprehensif, baik bio-psiko, sosio-kultural yang ditunjukkan kepada indivivu maupun masyarakat. Manusia sebagai perawat adalah ciptaan Allah yang paling mulia dan sempurna terdiri dari jasad, ruh, dan nafs, dan memiliki iman, ilmu dan mempunyai kewajiban untuk mengamalkannya demi kemaslahatan umat. Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat dituntut memiliki keterampilan intelektual, interpersonal, teknikal serta memiliki kemampuan berdakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

C. Latihan soal

1) Keyakinan perawat terhadap nilai-nilai keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan, baik kepada individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat disebut ….

A. Teori keperawatan B. Paradigma keperawatan C. Falsafah keperawatan D. Model keperawatan

2) Cara pandang secara global yang dianut atau dipakai oleh mayoritas kelompok keperawatan atau menghubungkan berbagai teori yang membentuk suatu susunan yang mengatur hubungan diantara teori guna mengembangkan model konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja keperawatan adalah ….

A. Teori Keperawatan B. Paradigma keperawatan C. falsafah keperawatan D. Model Keperawatan

3) Unsur atau elemen yang bukan membentuk paradigma keperawatan adalah A. Kesehatan

(14)

C. Sehat-sakit D. Lingkungan

4) Unsur keempat dalam paradigma, yaitu suatu agregata dari seluruh kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisme yang disebut sebagai ….

A. Keperawatan B. Manusia C. Sehat-sakit D. Lingkungan

5) Manusia dalam konsep paradigma keperawatan, dipandang sebagai individu yang utuh dan kompleks, dimana manusia merupakan sekumpulan oragan tubuh yang mempunyai fungsi yang terintegrasi, merupakan ciri manusia dilihat sebagai makhluk….

A. hidup B. psiko C. sosial D. spiritual

6) Manusia dalam konsep paradigma keperawatan, dipandang sebagai individu yang utuh dan kompleks, dimana manusia mempunyai sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, merupakan ciri manusia dilihat sebagai makhluk A. hidup

B. psiko C. sosial D. spiritual

7) Manusia dalam konsep paradigma keperawatan, dipandang sebagai individu yang utuh dan kompleks, dimana manusia mempunyai hubungan dengan kekuatan di luar dirinya hubungan dengan Tuhannya dan mempunyai keyakinan dalam hidupnya, merupakan ciri manusia dilihat sebagai makhluk A. hidup

B. psiko C. sosial D. spiritual

(15)
(16)

D. Daftar Pustaka

1. Departemen Agama RI. 2005. AL-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT Syamil Media Cipta

2. Sumijatun, (2010). Konsep Dasar menuju Keperawatan Profesional.Trans Info Media. Jakarta.

3. Hidayat, A., 2009, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta

4. Ali, Z., 2001, Dasar-dasar Keperawatan Profesional, Widya Medika, Jakarta 5. Gaffar, J., 1999, Pengantar Keperawatan Profesional, Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

6. Asmadi, 2008, Konsep Dasar Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta 7. Simamora, R., 2009, Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan, Buku

Kedokteran EGC, Jakarta

8. Kustanto, 2004, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, Buku Kedokteran EGC, Jakarta

9. Budiono, Sumirah Budi P. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.

10. Kozier,Erb,Berman,& Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses & Praktik,ed.7.Vol.1. Jakarta: EGC.

(17)

Bab 2: Konsep pengkajian keperawatan A. Pendahuluan

Perawat dalam menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien harus menguasai teknik dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik. Ketrampilan dalam melakukan anamnesis telah dibahas dalam skills lab sebelumnya, selanjutnya mahasiswa dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan fisik yang baik. Pemeriksaan fisik meliputi menilai kesan umum, tanda vital dan sistem organ secara sistematis. Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, nadi, laju pernafasan (respiratory rate) dan suhu. Kemampuan yang diharapkan untuk dikuasai setelah pembelajaran adalah mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, laju pernafasandan suhudengan baik, terstruktur dan benar serta mampu menginterpretasikan data yang didapat untuk membuat langkah diagnostik selanjutnya mampu.

1. Anamnesis

Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Auto-anamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena pasien dianggap mampu tanya jawab

b. Allo-anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien.

c. Allo-anamnesa dilakukan karena;

1) Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat terhadap apa yang dirasakan)

2) Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu

3) Pasien tidak dapat berkomunikasi

(18)

2. Pengukuran tanda-tanda vital

Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan: tekanan darah, frekuensi nadi,respirasi dan suhu, yang secara lengkap diuraikan di bawah ini:

a. Pemeriksaan Tekanan darah

Metode klasik memeriksa tekanan ialah dengan menentukan tinggi kolom cairan yang memproduksi tekanan yang setara dengan tekanan yang diukur. Alat yang mengukur tekanan dengan metode ini disebut manometer. Alat klinis yang biasa digunakan dalam mengukur tekanan adalah sphygmomanometer, yang mengukur tekanan darah. Dua tipe tekanan gauge dipergunakan dalam sphygmomanometer. Pada manometermerkuri, tekanan diindikasikan dengan tinggi kolom merkuri dalam tabung kaca. Pada manometer aneroid, tekanan mengubah bentuk tabung fleksibel tertutup, yang mengakibatkan jarum bergerak ke angka.

Penilaian tekanan darah berdasarkan The Joint National Committe VII (JNC-VII) adalah:

b. Pemeriksaan nadi/arteri

Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (dari ventrikel kiri) dan ke paru (dari ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, darah disemburkan melalui aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Sebagai akibatnya, timbullah suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat pada arteri dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan menghitung frekuensi denyut nadi, dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam 1 menit.

Hasil pemeriksaan nadi/arteri:

1) Jumlah frekuensi nadi per menit (Normal pada dewasa: 60-100 kali/menit)

2) Takikardia bila frekuensi nadi > 100 kali/menit, sedangkan bradikardia bila frekuensi

(19)

3) nadi< 60 kali/menit

4) Irama nadi: Normal irama teratur

5) Pengisian: tidak teraba, lemah, cukup (normal), kuat, sangat kuat 6) Kelenturan dinding arteri: elastis dan kaku

7) Perbandingan nadi/arteri kanan dan kiri (Normal: nadi kanan dan kiri sama)

8) Perbandingan antara frekuensi nadi/arteri dengan frekuensi denyut jantung (Normal: tidak ada perbedaan).\

c. Pemeriksaan Pernapasan

Bernafas adalah suatu tindakan involunter (tidak disadari), diatur oleh batang otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernafasan, Saat inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostalis berkontraksi, memperluas kavum thoraks dan mengembangkan paru-paru. Dinding dada akan bergerak ke atas, ke depan dan ke lateral, sedangkan diafragma terdorong ke bawah. Saat inspirasi berhenti, paru-paru kembali mengempis, diafragma naik secara pasif dan dinding dada kembali ke posisi semula.

Interpretasi pemeriksaan frekuensi dan irama pernapasan:

1) Frekuensi: Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan inspeksi. Pemeriksa juga dapat melakukan konfirmasi pemeriksaan dengan cara palpasi atau menggunakan stetoskop. Gerakan naik (inhalasi) dan turun (ekshalasi) dihitung 1 frekuensi napas. Normalnya frekuensi nafas orang dewasa sekitar 14 – 20 kali per menit dengan pola nafas yang teratur dan tenang.

2) Irama pernapasan : reguler atau ireguler d. Pemeriksaan Suhu Tubuh

Suhu merupakan gambaran hasil metabolisme tubuh.Termogenesis (produksi panas tubuh) dan termolisis (panas yang hilang) secara normal diatur oleh pusat thermoregulatory hipothalamus. Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di mulut, aksila atau rektal, dan ditunggu selama 3–5 menit. Pemeriksaan suhu dilakukan denganmenggunakan termometer baik dengan glass thermometer atau electronic thermometer. Bila menggunakan glass thermometer, sebelum digunakan air raksa pada termometer harus dibuat sampai menunjuk angka 35 C atau di bawahnya.

(20)

Pengukuran suhu oral biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih tepat, tetapi termometer 0 air raksa dengan kaca tidak seyogyanya dipakai untuk pengukuran suhu oral, yaitu pada penderita yang tidak sadar, gelisah atau tidak kooperatif, tidak dapat menutup mulutnya atau pada bayi dan orang tua.

3. Pengukuran kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan menjadi:

a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap peradangan.

f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

(21)

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) : (4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang peradangan (berikan rangsangan peradangan, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal): (5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) : (6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir peradangan (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang peradangan)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang peradangan)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang peradangan).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang peradangan). (1) : tidak ada respon

(22)

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM, Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

4. Pengukuran produksi urin

Proses pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini merupakan proses pengeluaran cairan tubuh (output) yang utama. Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekskresi terakhir proses ini adalah urine.

Jika terjadi penurunan volume dalam sirkulasi darah, reseptor atrium jantung kiri dan kanan akan mengirimkan impuls ke otak, kemudian otak akan mengirimkan impuls kembali ke ginjal dan memproduksi ADH sehingga memengaruhi pengeluaran urine, dalam kondisi normal output urine sekitar 0,5-1 cc/KgBB/Jam pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.

5. Pengkajian peradangan

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), peradangan adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa peradangan adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor peradangan di saraf peradangan perifer dan spesifik di spinal cord, secara umum keperawatan mendefinisikan peradangan sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya

Pengkajian peradangan yang factual dan akurat dibutuhkan untuk: a. Menetapkan data dasar

(23)

c. Menyeleksi terapi yang cocok

d. Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan

Perawat harus menggali pengalaman peradangan dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian peradangan bagi klien adalah bahwa peradangan diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.

Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut: a. Ekspresi klien terhadap peradangan

b. Klasifikasi pengalaman peradangan

c. Karakteristik peradangan (onset dan durasi, lokasi, skala peradangan dan keparahan)

6. Pemeriksaan fisik head to toe

Dalam pemeriksaan fisik, terdapat beberapa komponen yang perlu dilakukan, yaitu inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi. Adapun cara melakukannya bisa secara sequential dan dapat pula dengan proper expose.

a. Sequential : per bagian, secara urut dan sistematis dilakukan dengan urutan dari kepala sampai dengan kaki. Kepala, leher, dada, abdomen/ perut, tulang belakang, anggota gerak, anal/ anus, alat genital dan sistem saraf. Penderita akan cepat lelah jika diminta untuk berganti-ganti posisi yaitu duduk, berbaring, berbalik ke sisi kiri dan seterusnya.

b.

Proper Expose / hanya menampakkan atau menyingkapkan bagian yang tepat/ bagian tertentu saja (bagian yang akan diperiksa), tanpa mempertunjukkan daerah/ area lainnya. Ketika memeriksa payudara seorang wanita, perlu untuk memeriksa adanya asimetri dengan melihat kedua payudara pada saat yang bersamaan. Setelah inspeksi dilaksanakan dengan lengkap, perawat harus memakaikan pakaian milik pasien untuk menutupi payudara yang tidak diperiksa. Hal ini untuk menjaga privasi untuk jangka lama, dalam mempertahankan hubungan yang baik antara perawat dan pasien.

B. Kesimpulan

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan. Jenis

(24)

pengkajian diantaranya data subjektif dan objektif, sedangkan untuk sumber data diantaranya adalah sumber data primer, data sekunder, dan data lainnya contohnya cacatan medis, konsultan, dan riwayat penyakit. Dalam pengkajian terdapat area pengkajian yaitu terdapat enam area salah satunya identifikasi informasi yaitu mengidentifikasi yang bersifat biodata seperti nama, usia, pekerjaan dan sebagianya. Teknik pengumpulan data dalam pengkajian terdapat empat teknik, teknik yang pertama adalah wawancara, observasi (pengamatan), pemeriksaan fisik dan dokumentasi data.

C. Latihan soal

01. Pola pernafasan dengan gambaran pernafasan sangat dalam yang berangsur-angsur menjadi dangkal dan berhenti sama sekali ( apnoe ) selama beberapa detik kemudian menjadi dalam lagi disebut ….

A. Biot D. Cheyne stokes

B. Kusmaull E. takhypnoe

C. Bradypnea

02. Bila paru terisi penuh oleh cairan / nanah , maka saat perkusi akan didapatkan suara:

A. Resonan D. pekak

B. Hipersonan E. hipersonor

C. Sonor

03. Perkusi abdomen pada daerah hati , limfa dan kandung kemih akan menghasilkan bunyi A. Timpany D. Flat B. Dullness E. Resonance C. Hyperresonance 04. Pengkajian adalah a. Pengumpulan data

b. Observasi dan pemeriksaan fisik

c. Langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan d. Menghimpun masalah keperawatan dari pasien e. Inspeksi, palapasi, perkusi, dan auskultasi 05. Peradangan merupakan data

a. Subyektif b. Obyektif c. Primer d. Sekunder e. Tersier

06. Seseorang yang mengetahui keadaan klien merupakan sumber data a. Primer

b. Sekunder c. Tersier d. Kuarter e. Langsung

07. Saat diperiksa didapatkan pembuka mata dengan rangsangan peradangan, bereaksi fleksi siku pada rangsangan peradangan dan respon verbalnya hanya merintih. GCS pasien memiliki nilai ….

(25)

A. 5 D. 8

B. 6 E. 9

C. 7

D. Daftar pustaka

1. Bate’s Guide To Physical Examination And History Taking, electronic version

2. Cameron J.R., Skofronick J.G., Grant R.M. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Ed. 2. Jakarta :

3. Sagung Seto, pp : 124-125

4. Guyton and Hall. 2007. Fisiologi kedokteran. Ed. 9. Jakarta : EGC, pp : 221-222

5. Robert M. S., William J. R., and Karen S. Q. Pshychophysiological recording, electronic version

6. Potter & Perry . 2010. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC Bab 3: Konsep pemberian obat

A. Pendahuluan

Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat.

Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.

1. Prinsip pemberian obat

Prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan. Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu:

(26)

Benar klien berarti bahwa obat yang diberikan memang benar dan sudah dipastikan harus diberikan kepada klien yang bersangkutan. Kesalahan identifikasi klien dapat terjadi jika terdapat 2 orang klien dengan nama yang sama atau mirip berada pada satu ruangan atau unit. Untuk menghindari kesalahan pemberian, cocokkan selalu nama klien pada papan nama di tempat tidur klien dengan catatan rekam medik

b. Benar Obat

Benar yang kedua adalah benar obat, yang berarti obat yang diberikan adalah obat yang memeng diminta untuk diberikan kepada klien tersebut sesuai dengan dosis yang diinginkan tim medis. Perawat memberikan obat yang tidak dipersiapkan oleh perawat sendiri. Perawat salah mengidentifikasi obat untuk mengurangi kesalahan pemberian obat dapat digunakan sistem “dosis obat per unit”, yaitu pemberian obat yang telah dipersiapkan dan diberikan label oleh perawat atau apoteker yang bersangkutan, memeriksa kembali label obat yang akan diberikan dengan catatan pemberian obat, mengetahui nama generic atau merk dagang obat serta manfaat obat tersebut diberikan kepada klien, dan mendengarkan dengan teliti komentar klien tentang obat yang diberikan, misalnya “ ini tidak seperti obat yang kemarin saya minum.” Bila mendengar hal demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan catatan pemberian obat atau order obat.

c. Benar Dosis Obat

Benar dosis obat berarti obat yang diberikan memang dosis yang diinginkan oleh tim medis dan dosis tersebut telah sesuai untuk klien. Kesalahan dosis obat dapat terjadi bila tim medis memberikan obat yang tidak sesuai dengan klien, apoteker salah mengeluarkan jumlah obat, perawat salah memberikan dosis obat, perawat atau asisten perawat salah menuliskan kembali obat-obatan yang diresepkan oleh tim medis.

d. Benar Waktu Pemberian

Benar yang keempat adalah benar waktu pemberian, artinya adalah memberikan obat sesuai dengan frekuensi dan waktu yang sudah ditetapkan. Pembeagian obat yang dilakukan secara rutin sangant bervariasi pada setiap institusi, misalnya : untuk pemberian obat pagi, diberikan pada pukul 07.30, 08.00, atau 09.00. Atau waktu pemberian obat dibuat

(27)

berdasarkan frekuensi, misalnya : untuk obat yang diberikan 4 kali sehari; waktu yang digunakan adalah pukul 09.00, 13.00, 17.00, dan 21.00, atau beberapa institusi menetapkan 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00. Masalah ketepatan waktu juga sangat berbeda pada beberapa institusi, misalnya ada institusi yang menganggap pemberian obat setengah jam sampai 1 jam sebelum atau sesudah waktu yang seharusnya sebagai “tepat waktu”. e. Benar Cara Pemberian

Benar yang terakhir adalah benar cara pemberian, artinya adalah memberikan obat sesuai dengan pesanan medis dan cara tersebut aman dan sesuai untuk klien. Tim medis dalam menuliskan resep atau instruksi harus menjelaskan cara pemberian obat dengan spesifik. Bila cara pemberian dinilai kurang tidak atau kurang cocok dengan kondisi klien, segera lakukan klarifikasi dengan tim medis atau pemberi instruksi tersebut. Untuk memastikan obat diberikan melalui cara yang sesuai, perawat harus mengetahui cara pemberian obat yang biasa digunakan dan cara pemberian obat yang aman bila harus sesuai dengan instruksi yang diberikan. Lakukan validasi ulang terhadap obat sebelum melakukan pemberian obat.

Dokumentasikan pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit. Pendokumentasian pemberian obat termasuk didalamnya adalah waktu, cara, dosis, dan area pemberian (intradermal, SC, atau IM). Dokumentasi yang detail dibutuhkan bila ternyata perawat tidak memberikan obat tersebut pada waktu seperti biasanya, harus tercantum alasan mengapa perawat tidak memberikan obat dengan cara semestinya, misalnya ada perubahan cara pemberian dari IM ke PO, sehingga klien tidak perlu diinjeksi. 2. Pemberian obat oral

Memberikan suatu obat melalui muut adalah cara pemberian obat yang paling umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling rumit untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke ahti sebelum disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat

(28)

waktu pengosongan lambung sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnya penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin ata obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.

3. Pemberian obat parenteral

Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat. Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh, jenisnya adalah:

a. Intravena (IV): suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri. b. Intramuskular (IM): obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat

berupa larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berpa suspensi obat dalam vehikulum non aqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-preparat depo berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikansuatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapetik yang panjang.

(29)

c. Subkutan: suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-kadang dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi unutk jangka yang sangat panjang.

4. Pemberian obat topical

Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat diinginkan untuk pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk krem secara langsung pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin diteteskan langsung ke dalam mata untuk mendilatasi pupil dan memudahkan pengukuran kelainan refraksi.

5. Pemberian obat suppositoria

50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi, biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika penderita sering muntah-muntah.

B. Kesimpulan

Proses pengobatan untuk mencapai tujuan kesembuhan mempunyai cara pemberian obat yang beragam. Pemilihan rute pemberian obat tentu didasakan beberapa alasan yang berkaitan dengan tujuan pengobatan tersebut. Terkadang pertanyaan tentang Rute pemberian obat mana yang lebih cepat memberikan kesembuhan, bagaimana jalur obat masuk kedalam tubuh sering didengar oleh petugas kesehatan. Tentu maksud mereka bertanya untuk mengetahui cara pengobatan yang paling bagus ketika mereka sedang menggunakan obat. Memang benar bahwa obat masuk kedalam tubuh mempunyai banyak rute/jalur, namun tujuannya sama yaitu untuk pencegahan, meredakan, atau menyembuhkan penyakit. Pemilihan rute obat tidak boleh ditentukan oleh pasien meskipun mereka menginginkan rute pemberian obat tertentu. Sebab menentukannya harus didasarkan oleh banyak pertimbangan.

(30)

C. Latihan soal

1. Perawat Rima lapor ke DPJP via telpon tentang kondisi pasien Balita BB : 20 Kg karena kejang. Terdengar jawaban dokter “berikan Diazepam 10 mg “, Apakah rute yang paling tepat diberikan perawat Rima agar kejang anak Amir segera teratasi ?

a. Injeksi secara IV c. Injaeksi secara SC e. Secara oral b. Injeksi secara IM d. Injeksi secara IC

2. Pasien laki-laki umur 25 tahun berobat di IGD dengan keluhan panas sudah 1 minggu, atas advis dokter pasien mendapat terapi Clroramphenicol 3 x 1 gram. Dari hasil anamnesa, sebelumnya pasien belum pernah mendapat obat chloramphenicol dan tidak punya riwayat alergi

Apakah yang dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya side effect syock anafilatik ?

a. Memastikan dengan Tes hipersensitif secara IC sebelum obat dimasukkan

b. Diberikan secara IM karena side effect relatif paling kecil c. Memberikan obat dengan sangat pelan secara bolus d. Melakukan oplos obat 2x pengenceran

e. Memberikan obat dengan syringe pump

3. Pukul 10.00 pasien Balita mendapat jadwal pemberian 2 Antibiotik yaitu Cefotaxim dan Gentamicine

Apakah yang harus dilakukan perawat Ike agar tidak terjadi presipitat akibat pemberian obat kombinasi ?

a. Flush dengan PZ : sebelum obat masuk, antara pemberian 2 macam obat, dan sesudah obat masuk

b. Satu jenis obat diberikan secara bolus, satunya didrip pada cairan infus c. Satu jenis obat diberikan secara IV satunya diberikan secara IM

d. Membuat jarak antara pemberian obat antibiotik sekitar ¼ jam e. Membuat 2 jalur IV line

4. Perawat Ani, di ruang bangsal anak akan memberikan injeksi Streptomicine secara IM pada pasien yang dirawat dengan Meningiis TBC

Apakah yang harus dilakukan perawat Ani untuk memastikan bahwa rute injeksi benar

a. Posisi jarum suntik 90 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi tidak keluar darah

b. Posisi jarum suntik 15 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi tidak keluar darah

c. Posisi jarum suntik 45 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi tidak keluar darah

d. Posisi jarum suntik 45 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi keluar darah

e. Posisi jarum suntik 90 °, sebelum obat disuntikkan waktu diaspirasi keluar darah

(31)

5. Perawat Eni, di bangsal Bedah sedang menyiapkan Disinfectant keperluan untuk injeksi,

Apakah disinfektant yang dipilih perawat Ani untuk melakukan disinfeksi kulit pasien sebelum melakukan injeksi ?

a. Salep Gentamicine 0.3 % d. Povidon 10 %

b. Alkohol 70 % e. Alkohol 90 %

c. Lysol 50 % D. Daftar pustaka

1. Daniels. 2010. Nursing Fundamental: Caring & Clinical Decision Making. New York: Delmar Cengage Learning

2. Derrickson B. 2013. Essentials of Anotomy Physiology. Singapore. John Willey & Sons, Inc.

3. Hall A. 2010. Basic Nursing Seventh Edition. .Missouri: Mosby Elsever 4. Kozier, Barbara. 2008. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and

Practice. New Jersey. Pearson Education

5. Kozier, B., Erb, G.,Berwan, A.J., & Burke,K. (2008). Fundamentals of

Nursing:Concepts, Process, and Practice. New Jersey: Prentice Hall Health.

6. Lynn, P (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skills. 3rd ed. Wolter Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia.

7. Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Edition.

Singapore:Elsevier Pte.Ltd.

8. Perry AN. 2010. Basic Nursing Seventh Edition.Missouri. Mosby Elsever 9. Perry AG. .2010. Clinical Nursing Skills and Techniques. Missouri. Mosby

Elsever

10. Potter, Patricia Ann et al. 2011. Basic Nursing (7th Ed). Missouri. Mosby

(32)

Bab 4 Konsep perawatan luka dan hecting A. Pendahuluan

Saat iniperawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal. Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis.

1. Tahapan penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut. Beberapa Fase penyembuhan luka, antara lain: a. Fase inflamasi :

1) Hari ke 0-5

2) Respon segera setelah terjadi injuri

3) Pembekuan darah untuk mencegah kehilangan darah 4) Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa 5) Fase awal terjadi haemostasis

6) Fase akhir terjadi fagositosis

7) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi b. Fase proliferasi or epitelisasi

1) Hari 3 – 14

2) Disebut juga dengan fase granulasi adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka

3) Luka nampak merah segar, mengkilat

4) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid

(33)

5) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka

6) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi c. Fase maturasi atau remodelling

1) Berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun

2) Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)

3) Terbentuk jaringan parut (scar tissue)

4) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya

5) Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.

2. Konsep perawatan luka sederhana

Perawatan luka bertujuan untuk meningkatkan proses penyembuhan jaringan juga untuk mencegah infeksi. Luka yang sering ditemui oleh bidan di klinik atau rumah sakit biasanya luka yang bersih tanpa kontaminasi misal luka secsio caesaria, dan atau luka operasi lainnya. Perawatan luka harus memperhatikan teknik steril, karena luka menjadi port de entre nya mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka.

3. Prinsip hecting

Penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang. Berikut prinsip–prinsip umum yang harus dilaksanakan dalam penjahitan luka laserasi adalah sebagai berikut:

a. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama lain dengan hati-hati. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati sebelum dijahit. b. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai traksi

ringan pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit.

c. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu mmenjahit kulit

(34)

d. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.

e. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5 hari), sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10 hari atau lebih.

f. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.

g. Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin. B. Kesimpulan

Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang sehingga memerlukan perawatan luka dan bahkan hecting.

C. Latihan soal

1. Laki-laki usia 35 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan. Pasien setelah tindakan dengan sengaja melukai jaringan untuk mengeluarkan benda asing pada luka.

Pertanyaan Soal:

Apakah jenis luka yang terjadi pada pasien di atas? Pilihan Jawaban a. Luka insisi b. Luka memar c. Luka lecet d. Luka tusuk e. Luka gores

2. Laki-laki usia 30 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan dan panas pada luka. Riwayat tersiram air panas pada ekstermitas bawah. Pengkajian luka didapatkan kerusakan epidermis dan luka berair serta berbau. Pertanyaan Soal:

Apakah jenis luka yang terjadi pada pasien di atas? A. Luka insisi

B. Luka memar C. Luka lecet D. Luka bakar E. Luka gores

(35)

3. Perempuan 45 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan dan panas pada luka. Hasil pengkajian didapatkan luka jahitan yang terbuka tidak dapat menyatu dengan tepi jahitan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 45 kg, HB 10 gr% dan albumin 2 gr/dl.

Apakah yang mempengaruhi proses penyembuhan luka pada kasus diatas? Pilihan Jawaban A. Berat badan B. Kadar albumin C. Hemoglobin D. Perawatan luka E. Jenis luka

4. Perempuan 45 tahun di rawat diruang bedah dengan keluhan peradangan dan panas pada luka. Hasil pengkajian pada fase melewati fase penyembuhan primer. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 95 kg

Pertanyaan Soal:

Apakah yang menjadi masalah utama yang mempengaruhi proses penyembuhan luka pada kasus diatas?

Pilihan Jawaban A. Hematoma

B. Kekurangan nutrisi C. Tidak dapat berkatifitas

D. Penurunan oksigenasi jaringan E. Sedikitnya jumlah pembuluh

5. Laki-laki 50 tahun, di rawat di ruang bedah dengan keluhan terasa gatal pada luka. Dari pengkajian luka bahwa kejadian adanya luka sudah 7 hari yang lalu, didapatkan kemerahan pada luka, luka kemerahan dan basah.

Apakah yang menyebabkan ketidaknyaman dari keluhan pasien pada kasus diatas?

A. Proses pembekuan darah B. Terdapat fase hemostasis C. Adanya fase granulasi D. Terbentuknya kolagen E. Terbentuk jaringan scar D. Daftar pustaka

1. Daniels. 2010. Nursing Fundamental: Caring & Clinical Decision Making. New York: Delmar Cengage Learning

2. Derrickson B. 2013. Essentials of Anotomy Physiology. Singapore. John Willey & Sons, Inc.

3. Hall A. 2010. Basic Nursing Seventh Edition. .Missouri: Mosby Elsever 4. Kozier, Barbara. 2008. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and

Practice. New Jersey. Pearson Education

5. Kozier, B., Erb, G.,Berwan, A.J., & Burke,K. (2008). Fundamentals of

Nursing:Concepts, Process, and Practice. New Jersey: Prentice Hall Health.

6. Lynn, P (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skills. 3rd ed. Wolter Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia.

(36)

7. Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Edition. Singapore:Elsevier Pte.Ltd.

8. Perry AN. 2010. Basic Nursing Seventh Edition.Missouri. Mosby Elsever 9. Perry AG. .2010. Clinical Nursing Skills and Techniques. Missouri. Mosby

Elsever

10. Potter, Patricia Ann et al. 2011. Basic Nursing (7th Ed). Missouri. Mosby

Referensi

Dokumen terkait

Tanah yang banyak mengandung pasir akan mempunyai tekstur yang kasar, mudah diolah, mudah merembaskan air dan disebut sebagai tanah ringan.. Sebaliknya tanah yang banyak