• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA KEBUTUHAN OKSIGENASI

N/A
N/A
Sifa Widianti Fadjriah

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA KEBUTUHAN OKSIGENASI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA KEBUTUHAN OKSIGENASI

Dosen Pembimbing:

Ns. Muhammad Idris, S.Kep, M.KKK

Disusun oleh:

Sifa widianti 1720210002

PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM ASYAFI’IYAH

JAKARTA

2023

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN 1. Definisi

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan menyebabkan kematian Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal (Taqwaningtyas, Ficka (2013)(Budyasih, 2014)

Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013). (Eki, 2017)

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).

Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).

2. Anatomi Fisiologi

Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Nair & Peate, 2011).

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.

Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Nair & Peate, 2011).

1) Hidung

Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal.

Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.

Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada

(3)

anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa(Tortora & Derrickson, 2014).

2) Faring

Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.

Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortora & Derrickson, 2014).

3) Laring

Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi pita suara.

Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus(Nair & Peate, 2011).

4) Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas(Nair & Peate, 2011).

5) Brokus

Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis kronis.

6) Paru

Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung.

Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah(Nair & Peate, 2011).

Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.

Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah

(4)

tempat utama pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar.

Cairan alveolar ini mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran respiratori (Tortora &

Derrickson, 2014).

` Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).

Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:

A. Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru

B. Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru

C. Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru ke jaringan tubuh atau sebaliknya

D. Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan karbondioksida diambil dari sel tubuh(Nair & Peate, 2011).

3. Klasifikasi

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.

1) Ventilasi Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.

b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempis

c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom.

Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan d. Adanya reflek batuk dan muntah Adanya peran mukus sillialis sebagai

penangkal benda asing yang mengandung interferon dan dapat mengikat virus.

Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru untuk meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien menerik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan co2 atau kontraksi menyempitnya paru.

Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka co2 tidak dapat dikelurkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena c02 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan co2 dalam batas 6 mmhg dapat

(5)

dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila PaCO, kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.

2) Difusi gas Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler paru dan CO2 , di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Luasnya permukaan paru

b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan

c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli

d. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb

3) Transportasi gas Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh CO2 ,jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%).

Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah. Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat menurunkan kardiak output (misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan umumnya jantung menkompensasi dengan menambahkan rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan transport oksigen.

b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan menyebabkan peningkatkan transport o2 (20 x kondisi normal). Meningkatkan kardiak output dan penggunaan o2 oleh sel(Pradana, 2019).

4. Manifestasi klinis

Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.

Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior- posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).

Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).

5. Factor-Factor yang mempengaruhi 1) Faktor fisiologis

a. Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.

b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluaran napas bagian atas.

c. Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2 terganggu.

(6)

d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu hamil, luka.

e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis seperti TB paru 2) Faktor perkembangan

a. Bayi prematur b. Bayi dan toodler

c. Anak usia sekolah dan pertengahan d. Dewasa tua

3) Faktor prilaku a. Nutrisi b. Latihan fisik c. Merokok

d. Penyalahgunaan substansi kecemasan 4) Faktor lingkungan

a. Tempat kerja b. Suhu lingkungan

c. Ketinggian tempat dari permukaan laut(Haswita & Sulistyowati, 2017).

6. Masalah-Masalah yang terjadi

Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam tubuh di bagi menjadi 7 bagian yaitu:

1) Hipoksemia

Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 ) dibawah normal (normal PaO 85-100 mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh ganguuan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hivoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkata nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di anaranya sesak nafas, frekuensi nafas dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis. .

2) Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara lain:

a. Menurunnya hemoglobin

b. Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di puncak gunung c. Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada keracunan sianida d. Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada pneumonia;

e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok;

f. Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam sianosis sesak nafas, serta jari tabuh (clubling finger).

3) Gagal nafas

Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekut sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas di tandai oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal

(7)

nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yang mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular, keracunan obat, gangguan metabolism, kelemahan otot pernapsan, dan obstruktif jalan nafas.

4) Perubahan pola nafas

Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar 12-20 x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

a. Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan asma.

b. Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.

c. Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24 x/menit.

d. Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit.

e. Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada pasien koma dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.

f. Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian berangsur- ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit jantung, dan penyakit ginjal.

g. Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis. (Ambara, 2019)

7. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru- paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Sasmi, 2016)

8. Penatalaksanaan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :

1) Perubahan frekuensi atau pola napas 2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas 3) Hipoksemia

4) Menurunnya kerja napas 5) Menurunnya kerja miokard 6) Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).

1) Inhalasi oksigen Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapsan dengan

(8)

menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.

a. Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.

Pemberian oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

a) Nasal kanula/binasal kanula. Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.

b) Sungkup muka sederhana Sungkup muka sederhana diberikan secara selang- seling atau dengan aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.

c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong.

Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.

d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi.

Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%

b. Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.

2) Fisioterapi dada Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Eki, 2017)

a. Perkusi

Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar.

b. Vibrasi

Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada pasien

(9)

secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.

c. Postural Drainase

Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.

d. Napas Dalam dan Batuk Efektif

Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas (Eki, 2017)

e. Penghisapan Lendir

Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri.

Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Eki, 2017)

(10)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

1. Pengkajian keperawatan 1) Identifikasi klien

Meliputi nama, jenis kelamin, golongan darah, no register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan.

2) Identifikasi Penanggung Jawab

Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, no telepon, pekerjaan, pendidikan.

3) Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama

Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien sesak napas, kesulitan dalam bernapas.

b. Riwayat Kesehatan

Sekarang Biasanya saat dilakukan pengkajian pada pasien dengan mengeluh sesak napas, tampak sulit bernapas.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan tidak ada riwayat kesehatan dahulu.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit.

4) Riwayat Spiritual Dan Psikososial

a. Pola konsep diri Ideal diri : Biasanya pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul dengan keluarganya. Harga diri : Biasanya pasien merasa pasrah dengan penyakit yang dideritanya Gambaran diri : Biasanya pasien mengatakan penyakit yang dideritanya adalah cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa

b. Pola koping : Biasanya pasien tampak lemas, gelisah, dan pasrah dengan penyakitnya

c. Pola kognitif : daya fikir dan daya ingat pasien biasanya baik, dan pasien memahami penyakitnya

d. Pola interaksi : selama interaksi biasanya pasien menunjukkan sikap kooperatif dan perilaku bersahabat baik dengan perawat.

e. Ketaatan klien klien beribadah : biasanya pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit ia rajin beribadah kemesjid, sedangkan setelah di rumah sakit pasien mengatakan ibadah sholatnya sering tertinggal.

5) Aktivitas Sehari-Hari

a. Nutrisi dan Metabolisme

Biasanya pasien akan mengalami penurunan nafsu makan, akibat sesak nafas, dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.

b. Pola Aktivitas dan Latihan

Biasanya pada pasien saat beraktivitas klien mengeluh sesak napas, dan untuk memenuhi kebutuhan ADLnya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarga.

c. Istirahat dan Tidur

Biasanya pasien mengatakan sebelum sakit ia tidur 6-8 jam perhari, kualitas tidur nyenyak. Selama dirumah sakit pasien tidur siang 1-2 jam perhari, dan tidur

(11)

malam 3-4 jam perhari. Pasien mengatakan tidurnya tidak nyenyak dan sering terbangun dimalam hari karena sesak.

6) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : biasanya pasien tampak sesak napas

b. Tingkat kesadaran : somnolen (kesadaran menurun dan lambat).

c. TTV

 RR : Takipnea, Dispnea

 Nadi : Takikardi

 Suhu : jika ada infeksi, biasanya terjadi peningkatan suhu

 TD : bisa hipotensia d. Kepala : mesochepal

e. Mata : biasanya konjungtiva pucat karena anemia, konjungtiva sianosis karena hipoksemia dan konjungtiva terdapat pethecial karena emboli lemak atau endokarditis.

f. Kulit : sianosis perifer (vasokonstriksi dan menurunnya aliran darah perifer), sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan turgor kulit akibat dehidrasi, edema, edema periorbital

g. Jari dan kuku : sianosis, jari tabuh (clubbing finger)

h. Mulut dan bibir : membran mukosa sianosis, bernapas dengan mengerutkan mulut

i. Hidung : pernapasan dengan cuping hidung

j. Leher : adanya distensi atau bendungan vena jugularis (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

k. Dada

 Inspeksi : terdapat tarikan dinding dada saat inspirasi (bernapas) atau penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas pasien tidak teratur

 Palpasi : vokal premitus pasien menurun terutama untuk selain itu juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

 Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak tergantung pada jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka pada pemeriksaam eksrusi diafragma akan didapatkan penurunan kemampuan pengembangan diafragma.

 Auskultasi Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang, dan biasanya ada suara nafas tambahan seperti wheezing, ronchi, crackels.

l. Abdomen

 Inspeksi Bentuk abdomen pasien simetris, warna kulit normal, perhatikan elastisitas kulit biasanya jelek karena kekurangan cairan, pasien tidak menggunakan tipe pernapasan abdomen.

 Auskultasi Bising usus pasien biasanya normal.

 Pada perkusi abdomen terdengar bunyi yang normal yaitu timpani.

m. Genitalia Biasanya pada pasien tidak ada keluhan pada daerah genitalianya.

n. Ekstremitas atas : tidak ada keluhan pada ekstremitas atas pasien, tetapi pergerakan ekstremitas atas kiri pasien terganggu akibat terpasang infus.

o. Ekstremitas bawah : tidak ada keluhan pada ekstremitas bawah pasien.

7) Pola Pernapasan : Pernapasan pasien lambat(bradipnea), Pernapasan > 15 kali/menit.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan penyapihan ventilator 2) Gangguan ventilasi spontan 3) Pola napas tidak efektif

(12)
(13)

3. Rencana Keperawatan

No

DX Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan

1. Gangguan penyapihan ventilator Definisi: Ketidakmampuan

beradaptasi dengan pengurangan bantuan ventilator mekanik yang dapat menghambat dan

memperlambat proses penyapihan

Penyebab Fisiologis : 1. Hipersekresi jalan nafas.

2. Ketidakcukupan energi.

3. Hambatan upaya napas (misal nyeri saat bernafas, kelemahan oto pernafasan, efek sedasi.)

Psikologis : 1. Kecemasan.

2. Perasaan tidak berdaya.

3. Kurang terpapar informasi tentang proses penyapihan.

4. Penurunan motivasi.

Situasional :

1 ketidakadekuatan dukungan sosial

2 ketidaktepatan kecepatan proses penyapihan

Setelah dilakukan intervensi selama …x24jam diharapkan penyapihan ventilator (L.01002) meningkat dengan kriteria hasil:

1 kesinkronan bantuan ventilator meningkat

2 penggunaan otot bantu napas menurun

3 napas megap-megap atau gas pink menurun

4 napas dangkal menurun 5 agitasi menurun

6 lelah menurun

7 perasaan kuartir mesin rusak menurun

8 fokus pada pernapasan menurun 9 napas paradoks abdominal menurun

10 diaforesis menurun 11 frekuensi nafas membaik 12 nilai gas darah arteri membaik 13 upaya nafas membaik

14 auskultasi suara inspirasi membaik 15 warna kulit membaik

Penyapihan Ventilasi Mekanik (I.01021)

Definisi: Memfasilitasi pasien bernapas tanpa bantuan ventilasi mekanis

Tindakan Observasi:

1 Periksa kemampuan untuk disapih (meliputi: hemodinamik stabil, kondisi optimal, bebas infeksi)

2 Monitor predictor kemampuan untuk mentolerir penyapihan (mis. Tingkat kemampuan bernapas, kapasitas vital, Vd/Vt, MVV, kekuatan inspirasi, FEV1, tekanan inspirasi negatif)

3 Monitor tanda-tanda kelelahan otot pernapasan (misal: kenaikan PaCO2 mendadak, napas cepat dan dangkal, Gerakan dinding abdomen paradoks), hipoksemia, dan hipoksia jaringan saat penyapihan)

4 Monitor status cairan dan elektrolit Terapeutik:

1 Posisikan semi-fowler (30 – 45 derajat) 2 Lakukan pengisapan jalan napas, jika perlu 3 Berikan fisioterapi dada, jika perlu

4 Lakukan ujicoba penyapihan (30 – 120 menit dengan napas spontan yang dibantu ventilator)

5 Gunakan Teknik relaksasi, jika perlu

6 Hindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan penyapihan

(14)

3 riwayat kegagalan berulang dalam upaya penyapihan

4 riwayat ketergantungan ventilator lebih dari 4 hari

Gejala dan Tanda Mayor Subjektif:

(tidak tersedia) Objektif:

1 frekuensi napas meningkat 2 penggunaan otot bantu nafas 3 napas menggap mengap (gasping) 4 upaya nafas dan bantuan

ventilator tidak sinkron 5 napas dangkal

6 agitasi

Gejala dan Tanda Minor Subjektif:

1 lelah

2 fokus meningkat pada pernapasan 3 gelisah

Objektif:

1 auskultasi suara inspirasi menurun

2 warna kulit abnormal misal pucat, sianosis

3 nafas paradoks abdominal 4 diaforesis

5 Ekspresi wajah takut.

7 Berikan dukungan psikologis Edukasi:

1 Ajarkan cara pengontrolan napas saat penyapihan Kolaborasi:

1 Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas

Pemantauan Respirasi (I.01014)

Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data untuk

memastikan kepatenan jalan nafas dan keefektifan pertukaran gas Tindakan

Observasi:

1 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

2 Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)

3 Monitor adanya sumbatan jalan napas 4 Auskultasi bunyi napas

5 Monitor saturasi oksigen Terapeutik:

1 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi:

1Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

(15)

6 Tekanan darah meningkat.

7 Frekuensi nadi meningkat.

8 Kesadaran menurun.

Kondisi Klinis Terkait:

1. Cedera Kepala.

2. Coronary artery byoass graft (CABG).

3. Gagal Napas.

4. Cardiac Arrest.

5. Transplantasi jantung.

6. Displasia bronkopulmonal.

2. Gangguan Ventilasi Spontan (D.

0004)

Definisi : Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak mampu bernapas secara adekuat.

Penyebab :

1. Gangguan metabolisme.

2. Kelelahan otot pernafasan

Gejala dan Tanda Mayor Subjektif :

1. Dispenda Obyektif :

1. Penggunaan otot atas

Setelah dilakukan intervensi … x24jam diharapkan ventilasi spontan (L.01007) meningkat dengan kriteria hasil :

1. Dispnea menurun 2. Penggunaan otot bantu

napas menurun

3. Volume tidak membaik 4. PCO2 membaik

5. PO2 membaik 6. SaO2 membaik

Dukungan Ventilasi (I.01002)

Definisi: Memfasilitasi dalam mempertahankan pernapasan spontan untuk memaksimalkan pertukaran gas di paru-paru.

Tindakan Observasi:

1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas 2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status

pernapasan

3. Monitor status respirasi dan oksigenasi (misal:

frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)

Terapeutik:

1. Pertahankan kepatenan jalan napas 2. Berikan posisi semi-fowler dan fowler

3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin

4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (misal: nasal kanul,

(16)

meningkat.

2. Volume tidal menurun.

3. PCO2 meningkatkan.

4. PO2 menurun.

5.SaO2 menurun.

Gejala dan Tanda Minor Subjektif : (tidak tersedia).

Objektif : 1. Gelisah.

2. Takikardia

masker wajah, masker rebreathing atau non-rebreathing) 5. Gunakan bag-valve mask, jika perlu

Edukasi:

1. Ajarkan melakukan Teknik relaksasi napas dalam 2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

3. Ajarkan Teknik batuk efektif Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu Pemantauan Respirasi (I.01014)

Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan keefektifan pertukaran gas

Tindakan Observasi:

1 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)

3 Monitor adanya produksi sputum 4 Monitor adanya sumbatan jalan napas 5 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 6 Auskultasi bunyi napas

7 Monitor saturasi oksigen 8 Monitor nilai analisa gas darah Terapeutik:

1 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi:

1 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu 3. Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi …

x24jam diharapkan pola napas

Manajemen Jalan Napas (I.01011)

(17)

(D.0005) Definisi :

Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat Penyebab :

1. Depresi pusat pernapasan 2. Hambatan upaya napas (mis.

nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)

3. Deformitas dinding dada.

4. Deformitas tulang dada.

5. Gangguan neuromuskular.

6 Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala ganguan kejang).

7. maturitas neurologis.

8. Penurunan energi.

9. Obesitas.

10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.

11. Sindrom hipoventilasi.

12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).

13. Cedera pada medula spinalis.

14. Efek agen farmakologis.

15. Kecemasan.

Gejalan dan Tanda Mayor Subjektif :

1. Dispnea Objektif :

1. Penggunaan otot bantu pernapasan.

( L.01004) membaik

dengan kriteria hasil : 1. Dispnea menurun 2. Penggunaan otot bantu

napas menurun

3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun

4. Frekuensi napas membaik 5. Kedalaman napas membaik

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas Tindakan

Observasi:

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,

wheezing, ronchi kering)

3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik:

1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal) 2. Posisikan semi-fowler atau fowler

3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik

6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill 8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi:

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi

2. Ajarkan Teknik batuk efektif Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Pemantauan Respirasi (I.01014)

Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan keefektifan pertukaran gas

Tindakan

(18)

2. Fase ekspirasi memanjang.

3. Pola napas abnormal (mis.

takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-stokes).

Gejala dan Tanda Minor Subjektif :

1. Ortopnea Objektif :

1. Pernapasan pursed-lip.

2. Pernapasan cuping hidung.

3. Diameter thoraks anterior—

posterior meningkat

4. Ventilasi semenit menurun 5. Kapasitas vital menurun 6. Tekanan ekspirasi menurun 7. Tekanan inspirasi menurun 8. Ekskursi dada berubah

Observasi:

1 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

2. Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)

3 Monitor adanya produksi sputum 4 Monitor adanya sumbatan jalan napas 5 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 6 Auskultasi bunyi napas

7 Monitor saturasi oksigen 8 Monitor nilai analisa gas darah Terapeutik:

1 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi:

1 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

(19)

4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien. Sedangkan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan (Potter & Perry, 2006).

Implementasi yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas pada Ny. T yang dilakukan selama 4 hari pada tanggal 25 Januari 2023 sampai tanggal 27 Januari 2023 yaitu memberikan posisi semi fowler pada pasien Ny. T.

Pemberian posisi semi fowler pada pasien bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru, sehingga mengurangi sesak nafas pada pasien, pemberian posisi semi fowler dapat terlaksana dengan baik tidak lepas dari kerjasama pasien dan keluarga, tindakan ni hendaknya dapat dipertahankan untuk mencapai perbaikan pasien lebih cepat

Implementasi berikutnya yaitu memonitor pernafasan pada Ny. T dan status oksigen Ny. T, selama observasi peneliti dapatkan Ny. T masih mengeluh sesak nafas dan terpasang oksigen nasal kanul 3 liter/menit sedangkan pada Ny. T sesak nafas sudah berkurang, dan pasien memberikan respon objektif tampak lebih rileks dan frekuensi pernafasan menurun. Implementasi yang dilaksanakan peneliti sesuai dengan teori yang telah ada. Pada masalah ketidakefektifan pola nafas implementasinya yaitu mempertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan cara mengatur posisi pasien semi fowler agar ekspansi paru dapat maksimal sehingga oksigen di dalam paru meningkat (Supadi dkk, 2008).

Memonitor kecepatan irama, kedalaman dan kesulitan bernafas, hal ini untuk memonitor sesak yang dirasakan pasien bertambah atau berkurang. Memonitor pola nafas misalnya bradipneu, takipneu. Respon pasien saat dilakukan implementasi adalah pola nafas tidak teratur pada Ny. T didapatkan frekuensi pernafasan 24x/menit. Pasien tampak menggunakan otot bantu nafas.

Banyak sedikitnya oksigen yang masuk dan karbondioksida yang keluar dari paru- paru dalam ventilasi dipengaruhi oleh irama, kedalaman serta frekuensi pernafasan. Pada masalah defisiensi pengetahuan implementasi yang dilakukan yaitu mengkaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang spesifik, mereview pengetahuan pasien mengenai kondisinya, menjelaskan tanda dan gejala umum dari penyakit, mengedukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol atau meminimalkan gejala.

setelah diberi penejelasan kepada pasien subjektif dari pasien tersebut mengatakan merasa lebih nyaman, pasien tampak leih mengerti dengan apa yang telah dijelaskan perawat, pasien merasa cemas dengan penyakitnya.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja dengan meninjau respon pasien.

Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan (Bararah

& Jauhar, 2013).

Evaluasi ini dilakukan setelah interaksi terakhir dengan pasien. Berikut adalah evaluasi yang dilakukan pada tanggal 27 Januari pada Ny. T pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas adalah pasien mengatakan sesak nafas berkurang, pernafasan 15x/menit, pasien mengatakan

(20)

masih sesak nafas, dari hasil observasi pasien masih kesulitan untuk bernafas dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian sehingga intervensi dilanjutkan untuk observasi tanda-tanda vital dan menganjurkan pasien untuk selalu menggunakan oksigen

Evaluasi keperawatan pada diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi yang ditandai dengan somnolen pada Ny. T pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang, frekuensi pernapasan 20x/menit, nyeri dada sudah berkurang, dengan demikian diagnosa ketidakefektifan pola nafas ini teratasi sebagian. Karena pasien masih mengalami sesak nafas, dan masih merasakan nyeri dada. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan maka tindak lanjut dari masalah ini adalah melanjutkan intervensi yaitu dengan mengkaji keluhan pasien, kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien.

Evaluasi keperawatan ketiga dengan diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit pada Ny. T setelah dilakukan implementasi selama empat hari. Maka dengan demikian diagnosa defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ini teratasi sebagian. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan maka tindak lanjut dari masalah ini adalah melanjutkan intervensi yaitu dengan mereview pengetahuan pasien mengenai kondisi penyakitnya

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Dan dari hasil asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan masalah gangguan kebutuhan oksigenasi, ditemukan masalah prioritas dengan gangguan pertukaran gas

4. Kaji respon pasien terhadap aktifitas. Dorong periode istirahat/batasi aktifitas sesuai toleransi pasien. Kaji tanda vital pasien berkala. Kolaborasi pemberian oksigen

Berdasarkan rumusan masalah yang ada pada konsep dasar oksigenasi, penulis menemukan diagnose yang sama yaitu bersihan jalan napas tidak efektif, selain itu penulis

Berdasarkan rumusan masalah yang ada pada konsep dasar oksigenasi, penulis menemukan diagnose yang sama yaitu bersihan jalan napas tidak efektif, selain itu penulis

Berdasarkan rumusan masalah yang ada pada konsep dasar oksigenasi, penulis menemukan diagnose yang sama yaitu bersihan jalan napas tidak efektif, selain itu penulis menemukan

Hasil studi menyatakan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif yang dilakukan

Diagnosa keperawatan prioritas yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan D.0001 Intervensi keperawatan berdasarkan SIKI 2018 yaitu

keparahan infeksi, manajemen diri asma,p rilaku berhenti merokok,p engetahuan manajemen pneomonia kecepatan,irama dan kedalaman pernapasan 2 Memberikan therapy bantuan napas 3