• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains BUDI RAHIM PERMANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains BUDI RAHIM PERMANA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETIDAKPASTIAN DAN SENSITIFITAS VOLUMETRIK TERHADAP MULTI REALISASI FACIES DAN NON-FACIES, MULTI POROSITAS, DAN MULTI SATURASI AIR: STUDI KASUS RESERVOAR

RN, LAPANGAN D

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

BUDI RAHIM PERMANA 0606001185

KEKHUSUSAN GEOFISIKA RESERVOAR PROGRAM PASCASARJANA FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

ANALISIS KETIDAKPASTIAN DAN SENSITIFITAS VOLUMETRIK TERHADAP MULTI REALISASI FACIES DAN NON-FACIES, MULTI POROSITAS, DAN MULTI SATURASI AIR: STUDI KASUS RESERVOAR

RN, LAPANGAN D

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

BUDI RAHIM PERMANA 0606001185

KEKHUSUSAN GEOFISIKA RESERVOAR PROGRAM PASCASARJANA FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : Budi Rahim Permana

NPM : 0606001185

Program Studi : Geofisika Reservoar

Judul Tesis : Analisis Ketidakpastian dan Sensitifitas Volumetrik Terhadap multi realisasi Facies dan non-facies, Multi Porositas, dan Multi Saturasi Air: Studi Kasus Reservoar RN, Lapangan D

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Kekhususan Geofisika Reservoar, Program Pascasarjana Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

MENYETUJUI : PEMBIMBING

Dr. Abdul Haris NIP : 132 090 909

PENGUJI

PENGUJI PENGUJI PENGUJI

Prof.Dr. Suprajitno Munadi Dr. Ricky Wibowo Dr. Carlos Tarazona

PROGRAM PASCASARJANA KETUA SIDANG

Dr. DEDI SUYANTO

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan pada Program Magister Fisika di Universitas Indonesia.

Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan baik moril maupun spirituil dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dan bapak saya tercinta yang telah mendidik dan membesarkan saya 2. Andriani dan Rara tercinta yang telah membantu secara moral dan material 3. Bapak Dr. Abdul Haris, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga dan pikiran di dalam mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.

4. Pihak PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah membantu dalam usaha memperoleh data yang diperlukan penulis.

5. Teman – teman Geofisika Reservoar UI angkatan 2006 khususnya Nina, Roy, Iman, dkk. atas dukungan dan duka sukacitanya ketika kuliah malam

6. Rekan-rekan kerja di CPI atas diskusi dan ilmunya

Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan sebagai bahan untuk perbaikan dan pengembangan di kemudian hari.

Semoga tulisan ini bisa berguna bagi pengembangan ilmu geofisika khususnya dalam bidang industri perminyakan, rekan-rekan mahasiswa dan pihak-pihak lain yang tertarik dalam bidang ilmu geofisika sebagai salah satu sumbangan ilmiah. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan ilmu yang berguna bagi kita semua. Amien.

Duri, Januari 2009

Penulis

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Budi Rahim Permana

NIM : 0606001185

Program Studi : Geofisika Reservoar

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti-Non Ekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Analisis Ketidakpastian dan Sensitifitas Volumetrik Terhadap multi realisasi Facies dan non-facies, Multi Porositas, dan Multi Saturasi Air: Studi Kasus Reservoar RN,

Lapangan D

beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya, dan menampilkannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama telah mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, Januari 2009

(Budi Rahim Permana)

(6)

ABSTRAK

Nama : Budi Rahim Permana Pembimbing : Dr. Abdul Haris Program Studi : Geofisika Reservoar

Judul : Analisis Ketidakpastian dan Sensitifitas Volumetrik Terhadap Multi Realisasi Facies dan Non-Facies, Multi Porositas, dan Multi Saturasi Air: Studi Kasus Reservoar RN, Lapangan D, Cekungan Sentral Sumatra

Reservoar RN merupakan reservoar batupasir di Area G yang merupakan bagian dari Lapangan Minyak D. Reservoir ini merupakan reservoar paling dangkal di area ini dan merupakan bagian dari Formasi Bekasap. Secara Seismo-Stratigrafi reservoar RN merupakan bagian dari endapan post-rift

Studi analisis ketidakpastian dan sensitifitas volumetrik khususnya original oil in place

(OOIP) terhadap multi realisasi facies dan non-facies, multi porositas, dan multi saturasi

air ini dilakukan untuk memberikan kisaran dan gambaran ketidakpastian dari kandungan minyak yang ada pada reservoar RN berdasarkan beberapa data yang ada dan beberapa metode pemodelan. Dari hasil penelitian ini akan didapatkan beberapa parameter dan metode yang memberikan ketidakpastian terhadap perhitungan OOIP. Dengan demikian akan membantu penelitian selanjutnya untuk mengurangi ketidakpastian OOIP ini berdasarkan hasil sensitifitas yang dilakukan pada penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan dengan cara pemodelan 3D geoseluller dengan metode geostatistik. Beberapa hal yang diakomodasi dalam analisis ketidakpastian dan sensitifitas ini adalah: pemodelan properti reservoar dengan atau tanpa melalui pemodelan facies; dua metode penentuan porositas efektif yaitu metode dari Subiyantoro dan metode CSP (Chevron Standard Porosity); penggunaan saturasi air langsung dari perhitungan petrofisika sumur (SWE) dan penggunaan saturasi air irreducible hypothetic; serta penggunaan beberapa metode realisasi.

Berdasarkan hasil studi memberikan kisaran ketidakpastian OOIP untuk reservoar RN di Area G adalah P10 93 MMSTB, P50 105 MMSTB, dan P90 186 MMSTB. Realisasi properti reservoar melalui pemodelan facies memberikan nilai OOIP lebih kecil sekitar 14 % dibandingkan pemodelan properti tanpa melalui pemodelan facies. Penggunaan porositas efektif berdasarkan metode CSP menghasilkan OOIP yang lebih kecil sekitar 4 % dibandingkan penggunaan porositas efektif dari Subiyantoro. Penggunaan SWIRR (saturasi air irreducible hypothetic) menghasilkan OOIP 40% lebih besar jika dibandingkan pemodelan menggunakan SWE.

Kata kunci:

Analisis ketidakpastian, analisis sensitifitas, OOIP (original oil in place), facies,

porositas efektif, SWE (saturasi air efektif), SWIRR (saturasi air irreducible), geostatistik  

(7)

ABSTRACT

Name : Budi Rahim Permana Lecture : Dr. Abdul Haris Study Program: Reservoir Geophysics

Judul : Volumetric Uncertainty and Sensitivity Analysis due to Multi Realization of Facies and Non Facies, Multi Porosity, and Multi Water Saturation: Case Study Reservoir RN, D Field, Central Sumatra Basin RN sandstone reservoirs are part of Area G reservoir in D Oil Field. These reservoirs are the shallowest reservoir in this area and part of Bekasap Formation. Based on seismo-stratigraphy these reservoirs were deposited as post-rift sediment.

Volumetric especially original oil in place (OOIP) uncertainty and sensitivity analysis due to multi realization facies and non-facies, multi porosity, and multi water saturation was done to capture OOIP range of uncertainty. This uncertainty occurs based on the data availability and modeling methodology. This research could give some information of sensitivity from several data, parameter, and methodology that could give OOIP uncertainty and would be a feedback or input for another research to reduce the uncertainty.

This research was done by 3D geoceluller modeling using geostatistical method. Several things that were accommodated in this analysis are: property modeling using facies modeling and property modeling without using facies modeling; two effective porosity using Subiyantoro and CSP (Chevron Standard Porosity) methods; two kinds of water saturation, effective water saturation (SWE) and hypothetical irreducible water saturation (SWIRR); and several kinds of realization.

The result of this research gave OOIP uncertainty for RN reservoir in Area G: P10 93 MMSTB; P50 105 MMSTB; P90 186 MMSTB. Property realization through facies modeling gave OOIP smaller (14 %) than property realization without using facies modeling. Effective porosity using CSP method gave OOIP smaller (4%) than using Subiyantoro method. SWIRR gave OOIP greater (40%) than using SWE.

Key words:

Uncertainty Analysis, Sensitivity Analysis, OOIP (original oil in place), facies, effective porosity, SWE (effective water saturation), SWIRR (irreducible water saturation), geostatistic

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK……….. i

DAFTAR ISI………... iii

DAFTAR GAMBAR……….. v

DAFTAR TABEL……….. vii

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Obyek Penelitian……….. 1

1.2 Latar Belakang………. 2

1.3 Tujuan dan Batasan Studi……… 4

1.4 Sistematika Penulisan……… 5

BAB 2 KERANGKAGEOLOGI UMUM LAPANGAN DURI DAN TEORI DASAR… 6 2.1 Perkembangan Tektonik Cekungan Sumatra Tengah……….. 6

2.2 Perkembangan Tektono-Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah……….. 8

2.3 Geologi Lapangan D....……… 8

2.3.1 Struktur Lapangan D....……….. 9

2.3.2 Stratigrafi Lapangan D...………. 10

2.3.3 Seismo-Stratigrafi Lapangan D...……… 10

2.4 Analisis Electro-Facies dengan Metode Analisis Cluster……… 11

2.5 Penentuan Porositas……….. 15

2.6 Penentuan VSH (volume dari shale)……… 19

2.7 Penentuan saturasi air (Sw)……….. 19

2.8 Model 3D Geoseluller……… 20

2.8.1 Variogram……….. 21

2.8.2 Sequential Gaussian Simulation (SGS)………. 23

2.8.3 Sequential indicator Simulation (SIS)……… 24

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL………. 25

3.1 Data……… 25

3.2 Analisis Electro-Facies……….. 27

3.3 Penentuan Porositas dengan metode CSP……….. 30

3.4 Penentuan Saturasi Air (Sw)………... 33

(9)

3.5 Model 3D Geoseluller………. 35

3.5.1 Pemodelan Struktur………. 38

3.5.2 Pemodelan Facies……… 40

3.5.3 Pemodelan Porositas………... 43

3.5.4 Pemodelan VSH (volume dari shale)……….. 46

3.5.5 Pemodelan Saturasi Air (SW)………. 47

BAB 4 PERHITUNGAN OOIP, ANALISIS KETIDAKPASTIAN, DAN ANALISIS SENSITIFITAS DARI SELURUH REALISASI……….. 53

4.1 Perhitungan OOIP……… 53

4.2 Analisis Ketidakpastian OOIP………. 54

4.3 Analisis Sensitifitas OOIP……… 55

4.4 Diskusi………. 57 4.5 Rekomendasi……… 58 BAB 5 KESIMPULAN……… 59 DAFTAR REFERENSI……….. 61 LAMPIRAN  

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian. Lapangan D Area G……….. 1

Gambar 1.2 Peningkatan produksi lapangan dengan penerapan metode recovery menggunakan injeksi uap……… 2

Gambar 1.3 Peta struktur Lapangan D………... 3

Gambar 2.1 Peta cekungan-cekungan berumur Tersier di Sumatra……… 6

Gambar 2.2 Perkembangan tektonik Cekungan Sumatra Tengah……….. 7

Gambar 2.3 Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah……… 8

Gambar 2.4 Penampang struktur geologi Lapangan Duri……….. 9

Gambar 2.5 Penampang seismik dan interpretasi sekuen dari batuan sedimen di Lapangan D… ……… 10

Gambar 2.6 Proses pengukuran jarak antar data dan clustering……..……… 14

Gambar 2.7 Dendogram dan proses clustering………... 14

Gambar 2.8 Porositas batupasir……….. 15

Gambar 2.9 Terminologi porositas di batuan shaly-sand………... 16

Gambar 2.10 Metode CSP……….. 18

Gambar 2.11 Analisis eksperimental dan interpretasi variogram……….. 21

Gambar 2.12 Tiga pemodelan variogram………. 22

Gambar 2.12 Algoritma SGS……… 23

Gambar 2.13 Algoritma SIS……….. 24

Gambar 3.1 343 data sumur……….. 26

Gambar 3.2 Data wireline log dan marker………. 26

Gambar 3.3 Dua input faulted surfaces………. 27

Gambar 3.4 Diagram alur analisis cluster………. 28

Gambar 3.5 Pengelompokan dan karakterisasi electro-facies……….. 29

Gambar 3.6 Cross plot electro-facies……… 29

Gambar 3.7 Electro-facies……… 30

Gambar 3.8 Diagram alur perhitungan porositas menggunakan metode CSP……….. 31

Gambar 3.9 Loglan dari CSP………. 31

Gambar 3.10 Cross plot CSP………. 32

Gambar 3.11 Histogram PHIE_GS dengan PHIE_CSP……… 32

Gambar 3.12 Perbedaan porositas antara metode yang dihasilkan oleh Subiyantoro (GS) dan metode CSP………. 33

(11)

Gambar 3.13 Grafik perubahan SWE terhadap PHIE……… 34

Gambar 3.13 J-curve untuk SWIRR……… 35

Gambar 3.14 Alur kerja pemodelan geoseluller di Petrel……… 36

Gambar 3.15 Diagram alur pembuatan model 3D geoseluller………. 37

Gambar 3.16A Pembuatan model struktur .………... 39

Gambar 3.16B Grid yang terbentuk dan OWC……… 39

Gambar 3.17 Layering pada setiap zona ………. 39

Gambar 3.18 Sumur yang mempunyai OWC……….. 40

Gambar 3.19 Electro-facies dan electro-facies yang di-upscaled……….... 40

Gambar 3.20 Modul pemodelan facies dengan SIS di Petrel………... 41

Gambar 3.21 Salah satu contoh interpretasi variogram……… 41

Gambar 3.22 Proporsi vertikal facies di zona RN 1 dan RN 2...………. 41

Gambar 3.23 Penampang pada I=37 Realisasi Facies A dan B……… 42

Gambar 3.24 Peta penyebaran Facies A untuk setiap zona……….. 42

Gambar 3.25 Peta penyebaran Facies B untuk setiap zona……….. 43

Gambar 3.26 Modul permodelan petrofisika di Petrel……….. 43

Gambar 3.27 Porositas pada facies-facies non reservoir………... 44

Gambar 3.28 Penampang model PHIE_GS pada I=37……….. 45

Gambar 3.29 Penampang model PHIE_CSP pada I=37……… 45

Gambar 3.30 Histogram dan nilai statistic dari setiap realisasi porositas……….. 46

Gambar 3.31 Data statistik pemodelan VSH pada zona reservoir dengan 3 skenario……… 47

Gambar 3.32 Penampang pemodelan VSH pada I=37……… 47

Gambar 3.33 Penampang dari realisasi SW secara langsung………. 49

Gambar 3.34 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies A………… 50

Gambar 3.35 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies B…………. 51

Gambar 4.1 Modul perhitungan volume di dalam Petrel……… 53

Gambar 4.2 Histogran nilai OOIP dari scenario SWE dan SWIRR untuk seluruh zona reservoir……… 54

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sensitifitas perubahan porositas terhadap SWE……….. 34

Tabel 3.2 Data statistik untuk setiap realisasi SW pada zona reservoir………. 48

Tabel 3.3 Koefisien korelasi data log tanpa penyaringan facies………. 52

Tabel 3.4 Koefisien korelasi data log dengan penyaringan facies reservoir……… 52

Tabel 4.1 Kisaran OOIP dari 28 perhitungan……….. 54

Tabel 4.2 Probabilitas OOIP yang hanya melibatkan SWE………. 55

Tabel 4.3 Probabilitas OOIP yang hanya melibatkan SWIRR………. 55

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Obyek Penelitian

Lapangan Minyak D terletak 120 kilometer sebelah barat laut Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Lapangan ini dioperasikan oleh PT Chevron Pacific Indonesia di bawah kontrak bagi hasil produksi (production sharing contract) dengan BP Migas di dalam Blok Rokan. Daerah penelitian berada di Lapangan D Area G (warna jingga) di bagian Tenggara dari lapangan ini (Gambar 1.1)

Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian. Lapangan D Area G.

Obyek penelitian adalah reservoar RN yang merupakan bagian dari Formasi Bekasap. Penelitian dilakukan berdasarkan data petrofisika dari sumur untuk karakterisasi reservoar dan untuk menganalisis ketidakpastian dari volumetrik

Lapangan D

(14)

khususnya original oil in place (OOIP) dikarenakan pemodelan facies, metode penentuan porositas, saturasi air dan metode pemodelan yang berbeda .

1.2 Latar Belakang

Lapangan Minyak D merupakan lapangan minyak terbesar kedua di Indonesia setelah Lapangan Minyak Minas. Lapangan ini ditemukan tahun 1941 dengan kedalaman 250 sampai 700 kaki (sumur D #1) dan mulai diproduksikan tahun 1958. Luas lapangan ini sekitar 144 kilometer persegi yang terbagi menjadi 11 area. Perkiraan

OOIP (original oil in place) dari lapangan ini sekitar 6,2 milyar barrel (Johannesen,

dkk, 1990). Minyak yang dihasilkan merupakan minyak berat dengan standar API kurang lebih 24.

Pada tahun 1958 sampai dengan 1960-an dilakukan produksi secara primer dengan puncak produksi sekitar tahun 1965. Produksi saat itu mencapai 65.000 barrel setiap hari. Selanjutnya mulai tahun 1990 dilakukan proyek DSF (D Steam Flood) untuk meningkatkan recovery factor. Pada tahun 1996 Lapangan D mencapai puncak produksi dengan produksi sekitar 300.000 barrel setiap hari (Subiyantoro, G., 2003). Pada tahun 2006 produksi kumulatif mencapai 2 milyar barrel tetapi produksi harian mulai menurun menjadi sekitar 200.000 barrel per hari (Winderasta W., 2006). Sejarah produksi Lapangan D dapat dilihat pada gambar 1.2.

Gambar 1.2 Peningkatan produksi lapangan dengan penerapan metode recovery menggunakan injeksi uap (BPMIGAS, 2006, Website)

(15)

Produksi minyak Lapangan D dihasilkan dari Formasi Bekasap. Formasi Bekasap terdiri dari reservoar KD, PR, dan RN. Produksi Lapangan D dari reservoar-reservoar sangat tergantung dari injeksi uap kedalam reservoar.

Area G adalah area paling Barat (Gambar 1.1), dengan produksi pada akhir tahun 2008 sekitar 12.000 barrel per hari. Produksi Area G hanya berasal dari reservoar KD, PR dan RN. Kedalam reservoar-reservoar ini sekitar 650 kaki di bawah permukaan air laut (TVDSS ft). Area ini terpotong-potong oleh sesar yang merupakan struktur sesar negative flower structure (Wawancara dengan Johansen S., September 2007). Struktur di Area G ini dapat dilihat pada gambar 1.3.

Gambar 1.3 Peta struktur Lapangan D

Lapangan D memiliki jumlah sumur yang sangat banyak sebagai konsekuensi di terapkannya steam flood. Jumlah keseluruhan sumur di Lapangan D mencapai sekitar delapan ribu sumur. Area G sendiri memiliki sekitar 550 sumur yang terdiri dari sumur produksi, sumur injeksi, dan sumur observasi. Dengan jumlah sumur yang demikian banyak, memungkinkan untuk melakukan karakterisasi reservoar dengan metode geostatistik yang melibatkan data petrofisika dan markers. Hasil pemodelan

(16)

geostatistik ini sangat tergantung dari cara penentuan porositas dan metode yang dipakai dalam pendistribusian properti dari reservoar tersebut.

Pemodelan geostatistik sebelumnya dilakukan untuk seluruh Lapangan D dengan menggunakan data porositas yang dihasilkan dari data density log. Metode pemodelan dilakukan secara sederhana dengan cara mendistribusikan data porositas secara langsung yang dikontrol oleh interpretasi variogram.

1.3. Tujuan dan Batasan Studi

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gelar Magíster Sains pada Departemen Físika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia tahun ajaran 2008/2009. Disamping itu, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan dua skenario realisasi (atas dasar electro-facies dan atas dasar properti secara langsung), pengaruh dua metode penentuan porositas, dan skenario yang lainnya. Hasil dari pemodelan ini diharapkan dapat menangkap ketidakpastian terhadap vulometrik khususnya OOIP dan sensitifitas setiap metode yang dipakai.

Studi dilakukan terbatas hanya pada Reservoar RN di Area G saja. Teknik pemecahan masalah difokuskan pada analisis electro-facies dan analisis petrofisika yang terdiri dari 2 metode dalam penentuan porositas yaitu metode berdasarkan log density dan metode CSP yang melibatkan data density log dan neutron log. Selain itu, dalam pemodelan geostatistik terdiri dari 2 metode dalam pendistribusian properti yaitu berdasarkan electro-facies yang dihasilkan dari cluster analisis dan pendistribusian properti secara langsung tanpa melalui pemodelan facies. Peranti lunak yang digunakan dalam analisis cluster dan petrosika adalah Geolog, sedangkan untuk pemodelan geostatistik dan penghitungan volumetrik menggunakan Petrel.

(17)

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab. Kelima bab ini menjelaskan latar belakang, landasan teori, proses pengolahan, analisis, dan kesimpulan.

Pada bab satu akan menjelaskan obyek penelitian, latar belakang, tujuan dan batasan studi. Di dalam bab ini akan menggambarkan secara umum permasalahan yang ada dan tujuan dari penelitian ini.

Pada bab dua akan mendeskripsikan dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian mulai dari geologi regional, geologi lapangan D, analisis

cluster, penentuan porositas menggunakan density log dan CSP, penentuan saturasi

air menggunakan persamaan Simandoux, pemodelan statik modeling.

Pada bab tiga akan memaparkan tentang data yang digunakan, pengolahan data dan hasilnya yang terdiri dari: analisis clusters (electro-facies), analisis properti petrofisika (porositas, VSH, dan SW), dan pemodelan 3D geoseluller (pemodelan

facies, porositas, VSH, dan SW).

Pada bab empat merupakan pembahasan dari hasil studi yang mencakup Perhitungan

OOIP dengan hasilnya berupa kisaran ketidakpastian, sensitifitas OOIP terhadap

skenario, porositas, SW, dan metode realisasi, serta diskusi tentang pemodelan ini. Pada bab lima berisi tentang kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan rekomendasinya untuk penelitian selanjutnya.

(18)

BAB 2

KERANGKA GEOLOGI UMUM LAPANGAN D DAN TEORI DASAR Lapangan D merupakan bagian dari Cekungan Sumatra Tengah sehingga proses-proses geologi yang berlangsung mengikuti pola-pola struktur yang ada di Cekungan Sumatra Tengah.

2.1 Perkembangan Tektonik Cekungan Sumatra Tengah

Menurut Cameron tahun 1983, Cekungan Sumatra Tengah mempunyai luas kurang lebih 52.000 km2 yang dibatasi oleh Tinggian Asahan di sebelah utara, Pegunungan Tigapuluh di sebelah tenggara, Bukit Barisan di sebelah barat daya, dan Sunda

Craton di sebelah timur (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Peta cekungan-cekungan berumur Tersier di Sumatra.

(19)

Menurut Subiyantoro (2003), evolusi terbentuknya Cekungan Sumatra Tengah bersamaan dengan terbentuknya Pegunungan Bukit Barisan, Cekungan Sumatra Utara, dan Cekungan Sumatra Selatan. Sistem terbentuknya cekungan ini hampir sama dengan terbentuknya cekungan-cekungan baru seperti pada Danau Maninjau. Cekungan yang terbentuk akibat sesar strike slip sepanjang Pulau Sumatra yang disertai oleh volkanisme. Sesar strike slip ini terbentuk karena sudut konvergen antara lempeng India-Australia dengan Sumatra sekitar N 6o E dengan laju penunjaman 6,5 cm/tahun. Secara tektonik lempeng, Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang.

Heindrick dan Aulia (1993) membagi perkembangan struktur Cekungan Sumatra Tengah menjadi empat fase tektonik. Perkembangan dimulai dari F0 yang terjadi pada Pre-Eosen atau Mesozoikum dan yang lebih tua, F1 yaitu fase rifting yang terjadi pada Eosen-Oligosen, F2 yaitu fase sagging dan transtensional yang terjadi kurang lebih pada Miosen Awal, dan F3 yaitu fasa inversi atau pun kompresi yang terjadi pada Miosen Tengah sampai sekarang (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Perkembangan tektonik Cekungan Sumatra Tengah (Heindrick dan Aulia, 1993)

(20)

2.2 Perkembangan Tektono-Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah

Heindrick dan Aulia (1993) menyimpulkan bahwa akibat bentuk cekungan yang berubah-ubah selama 4 fase yaitu F0, F1, F2, dan F3, menjadikan stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah terbagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama adalah batuan pre-Tersier yang merupakan batuan dasar. Kelompok kedua adalah Kelompok Pematang yang diendapkan pada saat rifting selanjutnya Kelompok Sihapas diendapkan pada saat sagging. Kelompok terakhir adalah Kelompok Petani yang diendapkan pada saat kompresi (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Heindrick dan Aulia, 1993)

2.3 Geologi Lapangan D

Lapangan D terletak pada tinggian Rokan (Heindrick dan Aulia, 1993). Pada bagian barat Lapangan D dibatasi oleh sesar geser menganan Sebanga, sebelah utara dibatasi

(21)

oleh Lapangan Minyak Pager dan Puncak, di sebelah timur dibatasi oleh sinklin Siak Kecil dan sebelah selatan oleh tinggian Minas (Gambar 2.4).

2.3.1 Struktur Lapangan D

Menurut Johannesen dkk. (1990), lapangan D mempunyai kecenderungan struktur antiklin arah utara-selatan dengan panjang 18 kilometer dan lebar 8 kilometer. Pada sayap sebelah timur merupakan sayap yang berbentuk homoklin dengan kemiringan 3 sampai 5 derajat sedangkan dari bagian tengah sampai ke bagian sayap sebelah barat strukturnya semakin komplek karena pengaruh sesar-sesar yang ada. Sesar-sesar yang terdapat di lapangan D umumnya sesar normal yang mempunyai arah umum utara-selatan dengan kemiringan 65 derajat dan pergeseran berkisar 10 sampai 100 kaki. Sesar-sesar ini diyakini berhubungan dengan sesar geser Sebanga.

Gambar 2.4 Penampang struktur geologi Lapangan D

(22)

2.3.2 Stratigrafi Lapangan D

Litostratigrafi Lapangan D terdiri dari Formasi Pematang dan Kelompok Sihapas (Sukanta, U., dkk, 2004). Kelompok Sihapas dapat dibagi menjadi Formasi Menggala, Bangko dan Bekasap. Formasi Bangko dapat dibagi lagi menjadi DL, JG, dan BJ. Formasi Bekasap yang berada di atasnya dapat dibagi menjadi KD, PR, RN, dan DXXX.

Secara sequence stratigraphy (orde ke tiga), Kelompok Sihapas ini terbagi menjadi dua sekuen yaitu sekuen pertama dan sekuen kedua (Sukanta, U., dkk.,2004). Sekuen pertama terdiri dari Formasi Menggala dan Bangko. Kedua formasi ini terdapat diantara SB 25.2 dan SB 22. Sedangkan sekuen kedua terdiri dari KD, PR, RN,dan DXXX.

Pada Sequen kedua dapat dibagi lagi menjadi beberapa sekuen set yaitu KD, PR, Lower RN dan Upper RN

2.3.3 Seismo-Stratigrafi Lapangan D

Seismo-stratigafi adalah urut-urutan perlapisan batuan sedimen berdasarkan penampakan seismik. Hasil analisis penampang seismik memperlihatkan adanya tiga kelompok batuan yang terdiri dari pre-rift, syn-rift, dan post rift (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Penampang seismik dan interpretasi sekuen dari pengendapan batuan sedimen di Lapangan D

(23)

Endapan rift merupakan batuan dasar di Lapangan D. Batas atas dari sekuen

pre-rift adalah erosional truncation sedangkan konfigurasi internalnya adalah chaotic.

Ketika terjadi pemekaran atau rifting maka diendapkanlah sekuen syn-rift yang terkelompokkan kedalam Kelompok Pematang. Endapan syn-rift ini dibatasi oleh batas bawah berupa onlap dan batas atas berupa concordance, sedangkan konfigurasi internalnya adalah divergen. Endapan ini mempunyai bentuk membaji dengan ketebalan menebal ke arah barat. Setelah rifting berhenti maka diendapkanlah Kelompok Sihapas sebagai endapan post-rift dengan batas atas dan batas bawah

concordance dan konfigurasi internalnya berupa sub paralel. Reservoar RN

merupakan bagian dari endapan post-rift

2.4 Analisis Electro-Facies dengan Metode Analisis Cluster

Analisis facies dibutuhkan untuk membantu dalam pemodelan 3 dimensi dimana

facies dapat menggambarkan arsitektur dari reservoar. Analisis facies dari data bor

inti merupakan analisis yang sangat akurat dalam penentuan facies dari reservoar, sayangnya data bor inti sangatlah jarang. Dengan demikian penentuan facies dengan menggunakan data logging merupakan suatu cara yang efektif untuk menggambarkan arsitektur dari reservoar dan akan membantu dalam pemodelan 3 dimensi. Hasil analisis facies dengan menggunakan data logging adalah electro-facies.

Electro-facies adalah suatu pengklasifikasian facies berdasarkan respon dari data log

yang mencerminkan karakteristik dari sedimen tersebut sehingga dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Analisis electro-facies dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan cara interpretasi secara manual, cut off, clustering, dll. Dalam bab ini akan dibahas secara lebih detail mengenai analisis electro-facies menggunakan metode clustering.

Analisis cluster adalah suatu metode untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan suatu individu berdasarkan kemiripan dari karakteristik yang dimilikinya. Hasil dari

(24)

analisis ini berupa beberapa kelompok yang mencerminkan heteroginitas. Setiap kelompok yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang relatif mirip.

Secara umum pengelompokan data dengan analisis cluster terdiri dari 3 tahapan, antara lain:

1. Transformasi data

2. Pengukuran jarak antara satu data dengan data yang lain 3. Clustering atau pengelompokan

Transformasi data merupakan tahap yang sangat penting. Transformasi ini adalah suatu metode untuk mengubah satuan dan kisaran dari data-data yang akan kita gunakan sehingga semua parameter yang akan digunakan mempunyai satuan dan kisaran yang sama. Keseragaman ini akan dibutuhkan untuk pengukuran jarak antar data yang kita gunakan. Ada beberapa metode dalam transformasi data di dalam analisis cluster. Charlie Wu (2006) menyebutkan setidaknya ada empat metode yang sering digunakan di dalam analisis cluster, antara lain:

1. Centralization, metode ini digunakan dengan cara mengurangkan data dengan meannya

x' ij = xij - xj (2.1)

x' ij = Nilai baru sesudah transformasi

xij = Nilai asal

xj = Mean

2. Natural Logarithm, metode ini digunakan dengan cara me-log-kan data '

x ij = log (xij) (2.2)

'

x ij = Nilai baru sesudah transformasi xij = Nilai asal

(25)

3. Data Normalization

{ }

{ } { }

ij ij ij ij ij x min x max x min x x' = − (2.3) ij

x' = Nilai baru sesudah transformasi ij x = Nilai asal 4. Data Standarization j j ij ij S x x x' = − (2.4) ij

x' = Nilai baru sesudah transformasi S = Standard Deviation j ij

x = Nilai asal xj = Mean

Setelah transformasi data tahap selanjutnya adalah pengukuran jarak antar data point. Pada umumnya metode yang digunakan adalah metode Euclidean. Metode ini adalah metode pengukuran jarak biasa seperti pengukuran jarak dengan penggaris dan dapat dibuktikan dengan teori pitagoras (Gambar 2.6). Dalam penerapannya metode ini bisa dilakukan untuk 1 dimensi sampai N dimensi.

1 dimensi, dx= jarak dalam 1 dimensi, P= px , dan Q= qx 2

) (px qx

dx= − (2.5)

2 dimensi, dxy = jarak dalam 2 dimensi, P=( px , py ), dan Q=( qx , qy )

2 2 ( ) ) (px qx px qx dxy= − + − (2.6)

N dimensi, d12n = jarak dalam N dimensi, P=(p ,1 p ,…,2 p ), dan Q=(n q ,1 q ,...,2 q ) n d12n= (p1−q1)2+(p2−q2)2+...+(pnqn)2

(2.7)

(26)

Gambar 2.6 Proses pengukuran jarak antar data dan clustering (Volpi, B., Donagemma, V., Donna, G.B., 2005)

Setelah pengukuran jarak tahap selanjutnya adalah pengelompokan atau clustering yang akan dilakukan setahap demi setahap dimana dua data yang mempunyai jarak terdekat akan dibuat satu cluster dan berubah menjadi satu data dengan inti di tengahnya. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2.6. Selain itu proses clustering dapat diperlihatkan oleh dendogram (Gambar 2.7)

Gambar 2.7 Dendogram dan proses clustering

(27)

2.5 Penentuan Porositas

Porositas adalah perbandingan antara volume pori terhadap volume keseluruhan. Geologi adalah pengontrol utama untuk porositas dimana bila seluruh butirannya berbentuk bundar, tidak terdapat semen, dan kemasnya sama maka porositas batuan akan tidak tergantung terhadap ukuran butir (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Porositas batupasir

Pada umumnya porositas batupasir dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan sehingga terdapat distribusi dari ukuran butir yang menyebabkan porositas semakin rendah. Dengan demikian porositas merupakan fungsi dari kemas, pemilahan, dan sementasi.

Dalam penghitungan OOIP, data porositas yang diperlukan adalah porositas efektif. Porositas efektif terdiri capillary bound water, moveable water, dan Hidrokarbon. Dari data logging yang terdiri dari density log dan neutron log akan didapatkan data yang mencerminkan porositas total dari batuan tersebut (Gambar 2.9)

(28)

Gambar 2.9 Terminologi porositas di batuan shaly-sand (ETC, 2008)

Dalam penelitian ini akan menggunakan 2 metode dalam penentuan porositas. Metode pertama adalah metode yang digunakan oleh pemodelan terdahulu dimana porositas total ditentukan hanya berdasarkan density log. Metode ke-2 adalah metode terbaru dimana porositas total dihasilkan oleh suatu algoritma berdasarkan density log dan neutron log.

Pada metode ke-1, porositas total hanya berdasarkan density log. Massa jenis total (

ρ

b) didefinisikan sebagai massa jenis fluida (ρf) yang menempati pori-pori (Ф)

ditambah dengan massa jenis matrik (ρma) yang menempati sisa-sisa dari pori (1-

Ф)(Dewan, 1983).

ρ

b = Ф* ρf + (1- Ф)* ρma (2.8)

Dari persamaan di atas dapat diturunkan persamaan untuk menghitung porositas berdasarkan massa jenis (selanjutnya akan disebut PHIT_GS), namum diperlukan data matrik batuan dari daerah bersangkutan. Persamaan tersebut menjadi:

(29)

PHIT_GS= (ρma- ρb)

/

( ρma- ρf) (2.9)

Lapangan D merupakan reservoar dengan batuan berupa batupasir sehingga massa jenis matrik batuannya sekitar ρma=2,65 gr/c3 sedangkan untuk massa jenis fluida ρf=

1 gr/c3 (Subiyantoro, G., 2003).

Porositas efektif (Фe) adalah selisih dari porositas density batuan (PHIT_GS) dengan proporsi porositas lempung di dalam batuan (porositas yang terisolasi, Vcl*Фdcl)

(Subiyantoro, G., 2003). Jadi porositas efektif (Фe, selanjutnya akan disebut PHIE_GS) berdasarkan Subiyantoro tahun 2003 didapatkan dari persamaan

PHIE_GS=PHIT_GS-Vcl*Фdcl (2.10)

Dimana Vcl adalah volume lempung yang didapatkan dari persamaan (Subiyantoro, G.,2003)

Vcl = (Фn-Фd)/( Фncl-Фdcl)

Vcl = (Фn-Фd)/( 0.5-0.03)

Vcl=(Фn-Фd)/0.47 (2.11)

Metode ke-2 adalah metode CSP. Metode ini dikembangkan oleh Chevron (Clavaud, J.B., dkk., 2005) sebagai standard dalam penentuan porositas dalam batupasir

shaly-sand dimana secara teori cocok dengan reservoar di Lapangan D. CSP ini merupakan

metode internal Chevron sehingga dalam penelitian ini tidak akan dikupas secara mendalam tetapi akan dipaparkan secara sekilas saja. Selain itu, fokus dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan sensitifitas porositas terhadap OOIP.

(30)

Filosofi dari metode ini adalah (Clauvaud, J.B., dkk., 2005):

• Cross plot antara log neutron dan log density dengan asumsi mengetahui nilai fluida dan properti dari matrik.

• Posisi shale di dalam cross plot.

• Penentuan shale dengan 0 unit porositas yang biasanya didasarkan oleh massa jenis shale sebesar 2,71 gr/cc.

• Pembentukan segitiga yang membatasi data point sehingga dapat menghasilkan porositas total (PHIT_CSP) (Gambar 2.9).

• Penentuan VSH (volume dari shale) yang tidak tergantung dari PHIT_CSP. • Penentuan porositas efektif (PHIE_CSP)dengan cara:

PHIE_CSP=PHIT_CSP-VSH*VCBW (2.12) dimana VCBW adalah volume dari clay bound water

Gambar 2.10 Metode CSP (Clauvaud, J.B., dkk., 2005)

Gambar 2.10 A menunjukan metode CSP secara grafik. Grafik ini dibatasi oleh segitiga yang dibentuk oleh nilai RHOB (massa jenis) dan NPHI (neutron) dari matrik, dry shale, shale, dan fluida. Gambar 2.10 B menunjukkan diagram segitiga CSP yang digunakan untuk mengukur PHIT. Gambar 2.10 C menunjukkan diagram segitiga CSP yang digunakan untuk menghitung VSH.

A B C

(31)

2.6 Penentuan VSH (volume dari shale)

Volume dari shale (VSH) menunjukan proporsi dari shale di dalam batuan. Dalam penentuan VSH dapat menggunakan berbagai macam jenis log, tetapi yang umum digunakan adalah gamma ray log (Crain, E.R., 2008). VSH dari gamma ray log ini dihasilkan dengan persamaan sebagai berikut (Crain, E.R., 2008):

VSH = (GR-GRmin)/(GRmax-GRmin) (2.13) Dimana: VSH = volume shale

GR = nilai gamma ray pada log

GRmin = nilai gamma ray pada 100% batupasir GRmax = nilai gamma ray pada 100% shale 2.7 Penentuan saturasi air (SW)

Dalam perhitungan OOIP dibutuhkan data saturasi minyak di dalam pori-pori batuan. Saturasi minyak di reservoar minyak didapatkan dari satu dikurangi saturasi air (SW) (So =1-SW). Penentuan SW didalam batuan berpori berkembang berdasarkan dua konsep (ETC, 2008). Konsep pertama adalah berdasarkan perbandingan resistivitas yang ditemukan secara empirik setelah adanya teknologi resistivity log (Persamaan 2.14). Konsep kedua dikembangkan oleh Gus Archie pada tahun 1940-1941 yang menemukan hubungan interestitial yang disebut F atau Formation Factor (Persamaan 2.15). Selanjutnya persamaan ini berkembang menjadi persamaan Archie (Persamaan 2.16). Rt Ro Sw= (2.14) Ro = FRw (2.15) (2.16) Dimana: Sw = saturasi air

n = eksponen saturasi a = faktor turtuosity Rt Rw a Sw m e n = × φ  

(32)

Φe = porositas efektif

m = eksponen sementasi

Rw = resistivity air formasi, ohm-m

Rt = resistivity total, ohm-m

Ro = resistivity total pada batuan yang terisi 100% air, ohm-m

Persamaan Archie di atas merupakan persamaan dasar dalam perhitungan saturasi air, tetapi persamaan ini hanya berlaku pada reservoar yang tidak mengandung shale. Dengan demikian persamaan Archie ini tidak dapat digunakan di Lapangan D yang mempunyai fragmen shale didalamnya. Bila persamaan Archie ini dipakai untuk perhitungan SW dibatuan shaly-sand maka hasilnya akan pesimistik.

Salah satu persamaan yang cukup efektif untuk pengukuran SW pada batuan

shaly-sand adalah persamaan Simandoux yang diusulkan oleh P.Simandoux pada tahun

1963 (Crain, E.R, 2008). Persamaan ini mengkoreksi persamaan Archie dengan adanya kehadiran shale (Persamaan 2.17). Persamaan inilah yang selama ini digunakan di Lapangan D khususnya dan lapangan lain di Cekungan Sumatera Tengah.

(2.17)

Dimana : Sw = saturasi air

C = variabel (0.4 untuk batupasir and 0.45 untuk karbonat). Rw = resistivity air formasi.

Φe = porositas efektif. Rt = resistivity total. Vsh = volume shale. Rsh = resistivity shale

2.8 Model 3D Geoseluller

Model adalah suatu deskripsi yang sistematik sehingga dapat merepresentasikan suatu obyek. Bentuk suatu model bermacam-macam tergantung dari kebutuhan yang

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = Rsh Vsh Rsh Vsh Rt Rw e e Rw C Sw 2 2 2 . 5 . φ φ  

(33)

diinginkan dari si pembuat model. Dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan geologi berupa model 3D geoseluller atau model statik. 3D geoseluller adalah pemodelan tiga dimensi berbasis grid untuk memodelkan properti dari reservoar. Pemodelan properti reservoar dilakukan dengan metode geostatistik. Beberapa metode geostatistik yang dilakukan dalam pemodelan ini antara lain analisis variogram, Sequential Gaussian Simulation (SGS), dan Sequential Indicator Simulation (SIS).

2.8.1 Variogram

Variogram atau pun semivariogram adalah salah satu alat untuk mengukur kontinuitas atau roughness dari data set secara spatial (Barnes, R., 2003). Analisis variogram terdiri dari variogram eksperimental yang dihitung dari data dan model variogram yang diinterpretasi berdasarkan variogram eksperimental (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Analisis eksperimental dan interpretasi variogram

Variogram experimental didapatkan dengan pengukuran data pada arah tertentu dan pada jarak tertentu (Wu, C., 2006)

( () ( ))2 2 1 ) ( Z i Z i h N h = Σ − + γ (2.18) Range Sill Nugget Range  

(34)

Dimana:

γ (h)

= nilai variogram untuk jarak h N = jumlah pasangan

Z(i)= nilai data pada posisi i Z(i+h)= nilai data pada posisi (i+h)

Model variogram yang dihasilkan pada umumnya dimodelkan dengan tiga model matematika yaitu spherical, eksponensial, dan Gaussian (Caers, J., 2005) (Gambar 2.12)

Gambar 2.12 Tiga pemodelan variogram a. model spherical b. model eksponential c. model Gaussian (Caers, J., 2005)

a

b

(35)

2.8.2 Sequential Gaussian Simulation (SGS)

Metode ini merupakan metode yang sangat populer dikalangan geomodeler untuk mendistribusikan properti reservoar yang bersifat kontinu seperti porositas, VSH, SW, permeabilitas, dll. Metode ini dikembangkan oleh Deutsch dan Journel tahun 1992 (Dubrule, O., 2007).

Algoritma SGS bekerja secara berkelanjutan mengisi posisi secara acak (Gambar 2.13). Pada posisi baru akan dicarikan suatu nilai dan variance-nya dengan cara kriging dari nilai sebelumnya dan dari data sumur. Selanjutnya nilai baru ini akan menjadi mean di dalam CDF Gaussian (cumulative density function) sedangkan yang akan mengisis titik kosong ini berasal dari random number dari CDF. Proses selanjutnya adalah menggabungkan nilai baru ini ke dalam data set. Data set baru akan terbentuk dengan penggabungan data sumur (hard data) dengan nilai yang diprediksi. Selanjutnya algoritma SGS akan mencari lokasi baru yang belum diprediksi secara random dan memperkirakannya dengan kriging menggunakan data

set yang baru. Proses ini berkelanjutan sehingga tercapai nilai statistik yang

diinginkan dalam distribusi Gaussian dan memenuhi input statistik seperti mean, standar deviasi, variogram (Dubrule, O., 2007).

Gambar 2.13 Algoritma SGS (Dubrule, O., 2007)

(36)

2.8.3 Sequential Indicator Simulation (SIS)

Sequential Indicator Simulation adalah simulasi yang sangat popular untuk mendistribusikan atau memperkirakan properti yang diskrit seperti facies, tipe batuan, dll. Metode ini merupakan pendekatan berbasis pixel berdasarkan indicator

variogram (Dubrule, O., 2007)

Metode SIS dikembangkan oleh Stanford School pada tahun 1989 (Dubrule, O., 2007) yang menghasilkan SGS untuk variabel yang diskrit. Algoritma dari SIS hampir mirip dengan SGS, yang membedakan adalah proses setelah langkah ke-2 dimana nilai tersebut kan disampel dalam indicator sample sehingga nilai pada langkah ke-2 akan dibuat integer berdasarkan probabilitas data disekelilingnya (Dubrule, O., 2007) (Gambar 2.14)

Gambar 2.14 Algoritma SIS (Dubrule, O., 2007)

(37)

BAB 3

PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

3.1 Data

Dalam penelitian ini mengunakan data-data sebagai berikut:

• Data sumur sebanyak 350 sumur. Dalam model statik data sumur berkurang menjadi 343 sumur karena 7 sumur terletak pada sel yang sama (Gambar 3.1 dan Lampiran 1).

• 343 data wireline log yang terdiri dari gamma ray, neutron, dan density (Gambar 3.2)

• 343 data evaluasi formasi yang terdiri dari PHIE_GS, SWE, VSH, LogPerm (porositas efektif, saturasi air efektif, volume dari shale, dan log dari permeabilitas) yang dibuat oleh Subiyantoro. Data ini sudah ada di dalam sistem di CPI.

• 4064 markers CPI yang terdiri dari Top RN (T_RN), Top RN 1 (T_RN1), Bottom RN 1 (B_RN1), Top RN 2 (T_RN2), Bottom RN 2 (B_RN2), Top RN 3 (T_RN3), Bottom RN 3 (B_RN3), Top RN 4 (T_RN4), Bottom RN 4 (B_RN4), Top RN 5 (T_RN5), Bottom RN 5 (B_RN5), Top PR (T_PR) (Gambar 3.2).

• 2 faulted Surfaces yang diambil dari pemodelan DFFM 2008 (fullfield model 2008). Faulted surfaces ini dihasilkan dari intrepretasi seismik oleh Technical Team HO tahun 2007 dan diedit kembali dengan cara flexing (wawancara dengan Aziz, 2008) (Gambar 3.3)

Terdapat dua proses dalam mengolah data-data sumur sebelum dijadikan input di dalam model geoseluller. Proses itu terdiri dari algoritma untuk electro-facies dan algoritma untuk PHIE_CSP.

(38)

Gambar 3.1 343 data sumur

Gambar 3.2 Data wireline log dan marker GR

GR

NPHI & RHOB NPHI & RHOB

A A’

(39)

Gambar 3.3 Dua input faulted surfaces

3.2 Analisis Electro-Facies

Analisis electro-facies ini merupakan analisis berdasarkan analisis cluster menggunakan perangkat lunak Geolog dari Paradigm. Dari analisis ini hasil yang didapatkan berupa electro-facies yang lebih cenderung kepada litho-facies karena

facies jenis ini dikelompokkan berdasarkan wireline log yang mengkarakteristikkan

litologi.

Alur kerja (Gambar 3.4) dalam electro-facies ini dimulai dengan pemilihan sumur yang mempunyai wireline log (gamma ray, neutron, dan density) di RN. Setelah terpilih maka akan dilakukan QC secara kualitatif dimana hanya data yang tidak ada pengaruh steam, relatif tidak terproduksikan dan data wireline log yang mempunyai kondisi lubang yang relatif bagus saja yang dipakai. Dari hasil pemilihan itu terpilihlah 350 sumur yang akan dilakukan analisis cluster. Langkah selanjutnya adalah menjadikan data wireline log tersebut menjadi input didalam modul Facimage di Geolog, melakukan analisis cluster dengan metode MRGC (Multi Resolution

Graph Based). Setelah selesai, Facimage akan menawarkan beberapa cluster yang

TOP RN TOP PR

(40)

harus di QC dan bila diperlukan dapat dilakukan proses penggabungan dari beberapa

cluster dan menjadikannya menjadi electro-facies yang akan dimodelkan dalam

model geoseluller.

Gambar 3.4 Diagram alur analisis cluster

Dari hasil clustering didapatkan 5 electro-facies (Gambar 3.5-3.7) dengan karakterisasi sebagai berikut:

• Facies 1 merupakan facies reservoar terbaik berupa batupasir (sand_1).

Cluster ini memiliki nilai GR rendah, NPHI tinggi, dan RHOB rendah. Tidak lolos QC Lolos QC Pemilihan Mulai Tidak dipakai Input ke Facimage Cluster Analysis (MRGC) QC hasil cluster dan penggabungan Cluster (electro-facies) Selesai QC data log  

(41)

• Facies 2 merupakan facies bukan reservoar berupa batupasir karbonatan (tight_sand). Cluster ini memiliki nilai GR rendah, NPHI rendah, dan RHOB tinggi

• Facies 3 merupakan facies reservoar berupa batupasir dengan kualitas dibawah facies 1 (sand_2). Cluster ini memiliki GR rendah tetapi lebih tinggi dari facies 1, NPHI tinggi, dan RHOB rendah.

• Facies 4 merupakan facies bukan reservoar berupa batulanau dengan kandungan foraminifera yang cukup banyak (Silt). Cluster ini memiliki GR yang lebih tinggi dari ketiga facies di atas, memiliki NPHI yang sangat tinggi, dan RHOB yang sangat rendah.

• Facies 5 merupakan facies bukan reservoar berupa shale. Cluster ini memiliki GR yang lebih tinggi dari keempat facies di atas, dengan NPHI tinggi dan RHOB sedang.

Error!

Gambar 3.5 Pengelompokan dan karakteristik electro-facies

Gambar 3.6 Cross plot electro-facies A. Cross plot 2D (NPHI -RHOB) B Cross plot 3D (NPHI-RHOB-GR) Sand 1 Tight Sand Sand 2 Silt Shale GR NPHI RHOB A B  

(42)

Dalam proses selanjutnya (di Petrel) konfigurasi atau kode dari setiap facies tetap sama kecuali untuk facies 5 (shale) berubah menjadi facies 0.

Gambar 3.7 Electro-facies

3.3 Penentuan Porositas dengan metode CSP

Penentuan porositas dengan metode CSP memerlukan beberapa tahap. Alur kerja (Gambar 3.8) dimulai dengan QC data log dari NPHI dan RHOB. Langkah selanjutnya adalah menentukan parameter-parameter input untuk perhitungan (Gambar 3.9 dan Gambar 3.10), antara lain:

• Fluid neutron porosity = 1 • Fluid bulk density = 1 • Matrix neutron porosity = 0 • Matrix bulk density = 2,65 • Shale neutron porosity = 0,55

• Dry shale grain density (0 p.u. shale) = 2,71

• Volume of Clay Bound Water = 0,1 (Witjaksono, K., 2007, komunikasi lisan)

A A’

A A’

(43)

Gambar 3.8 Diagram alur perhitungan porositas menggunakan metode CSP

Gambar 3.9 Loglan (bahasa pemograman di Geolog) dari CSP.

Pemilihan

Mulai

Tidak dipakai

Input ke modul CSP

Perhitungan porosity total (PHIT) dan porosity effektif (PHIE)

Penentuan Parameter-parameter

PHIT_CSP dan PHIE_CSP

Selesai

QC datalog

Tidak lolos QC

Lolos QC

(44)

Hasil dari CSP ini akan menjadi input di dalam Petrel dan penamaan PHIT dan PHIE akan diubah namanya menjadi PHIT_CSP dan PHIE_CSP.

3.10 Cross plot CSP isoporosity (PHIT)

Hasil perhitungan porositas dengan CSP menghasilkan porositas yang lebih kecil dibandingkan data porositas yang sudah ada (berdasarkan density log). Perbedaan secara umum antara PHIE_GS dan PHIE_CSP berkisar 5-6 persen. PHIE_CSP lebih kecil daripada PHIE_GS (Gambar 3.11 dan 3.12).

Gambar 3.11 Histogram PHIE_GS dengan PHIE_CSP

(45)

Gambar 3.12 Perbedaan porositas antara metode yang dihasilkan oleh Subiyantoro (GS) dan metode CSP.

3.4 Penentuan Saturasi Air (SW)

Dalam penelitian ini digunakan dua saturasi air yaitu dari persamaan Simandoux (SWE) dan saturasi air irreducible hypothetic (SWIRR). SWE yang digunakan dalam geoseluller model berasal dari CPI database dengan input porositas PHIE_GS. Data ini digunakan untuk pemodelan baik GS maupun CSP karena SWE dengan persamaan Simandoux relatif tidak sensitif dengan perubahan porositas dibawah 10 %, sedang perbedaaan PHIE_GS dan PHIE_CSP hanya berkisar 5 persen. Tabel 3.1 dan gambar 3.13 memperlihatkan sensitifitas perubahan porositas terhadap SWE.

(46)

Sensitivitas Porositas pada Persamaan Simandoux 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 PHIE S W E GS 5% 10% 20% 30% Parameter C 0.4 RW 2 RT 20 RSH 6 Vsh 0.5

Tabel 3.1 Sensitifitas perubahan porositas terhadap SWE

PHIE SW PHIE SW PHIE SW PHIE SW PHIE SW PHIE SW

GS GS -5% -6% -10% -20% -30% 0.15 0.55 0.143 0.55 0.141 0.55 0.135 0.56 0.12 0.57 0.105 0.57 0.2 0.52 0.190 0.53 0.188 0.53 0.180 0.53 0.16 0.54 0.14 0.55 0.25 0.49 0.238 0.50 0.235 0.50 0.225 0.50 0.2 0.52 0.175 0.53 0.3 0.46 0.285 0.47 0.282 0.47 0.270 0.48 0.24 0.49 0.21 0.51 0.35 0.43 0.333 0.44 0.329 0.44 0.315 0.45 0.28 0.47 0.245 0.49 0.4 0.40 0.380 0.41 0.376 0.42 0.360 0.42 0.32 0.45 0.28 0.47 0.45 0.38 0.428 0.39 0.423 0.39 0.405 0.40 0.36 0.42 0.315 0.45

Gambar 3.13 Grafik perubahan SWE terhadap PHIE.

Area G pertama kali diproduksikan pada tahun 1977 dan mulai dilakukan steam flood pada tahun 1999. Sejak tahun 1977 sampai sekarang terus dilakukan pengeboran dan pengambilan data logging. Dengan demikian penulis berhipotesis bahwa data SWE

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = Rsh Vsh Rsh Vsh Rt Rw e e Rw C Sw 2 2 2 . 5 . φ φ  

(47)

dari sumur yang dibor setelah tahun 1977 akan mengalami depletion sedikit ataupun banyak. Dengan demikian dilakukan Skenario lain untuk saturasi air ialah mencoba untuk mendapatkan nilai SWIRR (saturasi air irreducible).

Berdasarkan cross plot SWE dengan PHIE maka didapat beberapa kemungkinan

J-Curve untuk mendapatkan SWIRR di atas oil water contact (OWC) (Gambar 3.13)

Gambar 3.13 J-curve untuk SWIRR.

Berdasarkan cross plot di atas maka dibuat tiga skenario SWIRR dengan persamaan sebagai berikut:

SWIRR_low = 0,2202*PHIE-0,4289 (3.1) SWIRR_mid = 0,1797*PHIE-0,4283 (3.2)

SWIRR_high = 0,1409*PHIE-0,3615 (3.3)

3.5 Model 3D Geoseluller

Model geoseluller dibuat dengan tujuan utama untuk menghitung volumetrik khususnya OOIP dengan beberapa skenario untuk mendapatkan sensitifitas OOIP terhadap beberapa konsiderasi. Konsiderasi itu antara lain:

(48)

• Pengaruh facies model terhadap OOIP dibandingkan distribusi properti secara langsung.

• Pengaruh realisasi dua porositas (GS dan CSP) terhadap OOIP.

• Pengaruh variogram facies terhadap OOIP. Terdapat 2 skenario variogram untuk facies, Facies_A menggunakan variogram secara umum sedangkan

Facies_B menggunakan variogram untuk masing-masing zona reservoar.

• Pengaruh SWE dan SWIRR terhadap OOIP. • Pengaruh co-krigging dalam realisasi SW.

Selain itu, secara kualitatif pemodelan ini akan menggambarkan penyebaran properti reservoar di RN Area G. Alur kerja pemodelan (Gambar 3.14 dan 3.15) dilakukan dalam beberapa tahap antara lain:

1. Pemodelan struktur. Pemodelan ini berdasarkan 2 faulted Surfaces dan marker.

Grid yang dibentuk untuk penelitian ini adalah unfaulted grid.

2. Setelah pemodelan struktur, proses selanjutnya dibagi menjadi dua yaitu pemodelan properti secara langsung dan pemodelan properti melalui pemodelan

facies.

3. Penghitungan OOIP untuk masing-masing skenario

Gambar 3.14 Alur kerja pemodelan geoseluller di Petrel

OOIP

(49)

Gambar 3.15 Diagram alur pembuatan model 3D geoseluller

Dalam realisasi OOIP terdapat 28 realisasi. Realisasi ini terbagi di dalam 2 group besar yaitu berdasarkan facies dan berdasarkan properti secara langsung. Berdasarkan

facies akan dibagi menjadi Facies A (menggunakan variogram umum) dan Facies B

(menggunakan variogram untuk setiap zona reservoir). Tiap-tiap facies mempunyai dua kasus berdasarkan skenario porositas yaitu porositas GS dan porositas CSP. Untuk tiap-tiap porositas akan memiliki enam saturasi air yaitu: SWE_Porositas (SWE yang dihasilkan dengan cara collocated cokriging dengan porositas), SWE_VSH (SWE yang dihasilkan dengan cara collocated cokriging dengan VSH), SWE (SWE yang dihasilkan tanpa collocated cokriging), SWIRR_low, SWIRR_mid, dan SWIRR_high. Di dalam kelompok yang berdasarkan properti

Perhitungan OOIP Selesai SWE SWIRR Porositas VSH SWE Mulai Facies Modelling Structural Modelling Data: 2 faulted surfaces Marker Electro-facies

PHIE_GS & PHIE_CSP VSH

SWE & SWIRR

Property Modelling Skenario

Property modeling

Porositas VSH SWE SWE

SWE

(50)

dibagi menjadi dua kasus yaitu porositas GS dan CSP (PHIE_GS dan PHIE_CSP). Tiap-tiap skenario porositas mempunyai dua kasus saturasi air yaitu SWE_VSH (SWE yang dihasilkan dengan cara collocated cokriging dengan VSH) dan SWE (SWE yang dihasilkan tanpa collocated cokriging)

3.5.1 Pemodelan Struktur

Pemodelan struktur adalah suatu langkah untuk memodelkan reservoar dalam bentuk

grid. Dalam penelitian ini grid yang dibentuk adalah grid tanpa sesar menggunakan faulted surfaces. Besar grid yang dibentuk berukuran 25 m X 25 m. Proses

pembuatan grid ini antara lain:

1. Pilar gridding. Suatu proses untuk pembuatan kerangka dengan ukuran sel 25 m X 25 m

2. Make Horizon. Adalah proses pembuatan tubuh reservoar yang dibatasi oleh

faulted surfaces T_RN dan T_PR (Gambar 3.16).

3. Make Zone. Adalah proses pembuatan lapisan internal untuk reservoar terdiri dari 11 zona (Gambar 3.16), yaitu: RN (bukan reservoar), RN 1, NR1 (bukan reservoar), RN 2, NR 2 (bukan reservoar), RN 3, NR 3 (bukan reservoar), RN 4, NR4 (bukan reservoar), RN 5, dan NR 5 (bukan reservoar). Zona ini dibuat berdasarkan data marker.

4. Layering. Adalah proses pembuatan lapisan di dalam zona yang sebisa mungkin bisa mengakomodasi heterogenitas dari reservoar. Reservoar utama di Area 9S ini adalah RN 1 dan RN 2 sehingga layering di zona ini lebih detail daripada yang lainnya dengan tinggi sel berukuran 2 kaki (Gambar 3.17).

5. Penentuan kontak fluida. Didalam penelitian ini terdapat OWC berdasarkan data sumur di luar pattern Area G pada kedalam 530 kaki TVDSS (Gambar 3.18). sumur ini tidak terdapat di dalam data set karena hanya memiliki gamma ray dan

resistivity saja. Di reservoar ini terdapat juga gas akan tetapi penyebaran gas

disebabkan jebakan-jebakan stratigrafi sehingga tidak di jumpai kontak antara gas

(51)

dan minyak sebagaimana layaknya tudung gas. Dalam perhitungan OOIP keberadaan gas ini tidak diperhitungkan dan dianggap sebagai minyak.

Gambar 3.16 A Pembuatan model struktur. B Grid yang terbentuk dan OWC

Gambar 3.17 Layering pada setiap zona 11 Zona T_PR Sumur dan marker Grid Area 9S dan sayap barat OWC 530 TVDSS A B  

(52)

Gambar 3.18 Sumur yang mempunyai OWC

3.5.2 Pemodelan Facies

Pemodelan facies dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebaran facies di daerah penelitian. Data yang dijadikan input adalah data electro-facies yang sudah di

upscaled ke dalam grid (Gambar 3.19). Pendistribusian facies dilakukan melalui SIS

(sequential indicator simulation) di Petrel (Gambar 3.20) dengan input variogram setiap facies secara umum untuk seluruh zona (realisasi Facies A) dan variogram untuk setiap facies untuk setiap zona (realisasi Facies B) (Gambar 3.21 dan Lampiran 2). Selain itu dalam SIS digunakan juga input data proporsi facies secara vertikal (Gambar 3.22).

Gambar 3.19 Electro-facies (kolom 4) dan electro-facies yang di-upscaled (kolom 5) OWC 530 ft

TVDSS

(53)

Gambar 3.20 Modul pemodelan facies dengan SIS di Petrel

Gambar 3.21 Salah satu contoh interpretasi variogram

Gambar 3.22 Sebelah kiri menunjukan proporsi vertikal dari facies di zona RN 1 sedangkan sebelah kanan proporsi vertikal dari facies di zona RN 2

RN 1 RN 2

(54)

Realisasi facies ini menghasil kemungkinan penyebaran facies secara tiga dimensi. Penampang pada I=37 menunjukkan bahwa secara kualitatif Facies A dan Facies B tidak berbeda jauh (Gambar 3.23)

Gambar 3.23 Penampang pada I=37. Realisasi Facies A dan B

Melalui cara upscaled grid maka peta facies yang dominan di suatu zona dapat dihasilkan. Peta facies ini memperlihatkan facies yang paling dominan pada setiap titiknya (Gambar 3.24-3.25)

Gambar 3.24 Peta penyebaran Facies A untuk setiap zona

(55)

Gambar 3.25 Peta penyebaran Facies B untuk setiap zona

3.5.3 Pemodelan Porositas

Pemodelan porositas terbagi menjadi dua skenario besar. Skenario pertama adalah pemodelan porositas berdasarkan facies dan skenario kedua adalah penyebaran porositas secara langsung. Untuk setiap skenario terdapat dua kasus yaitu porositas menggunakan data PHIE_GS dan PHIE_CSP. Metode penyebaran prositas ini menggunakan metode SGS dengan input variogram (Lampiran 3.1) dan data statistik (Lampiran 3.2) seperti min, max, mean dan standard deviation (Gambar 3.26)

Gambar 3.26 Modul pemodelan petrofisika di Petrel

(56)

Pada skenario pemodelan porositas melalui pemodelan facies, facies-facies yang bukan reservoar seperti shale, tight_sand, dan silt akan mempunyai nilai nol meskipun pada perhitungan petrofisika facies-facies ini mempunyai nilai porositas (Gambar 3.27). Selain itu, facies-facies ini tidak dapat menghasilkan minyak. Demikian halnya dengan zona RN yang didominasi facies silt maka zona ini akan mempunyai nilai porositas nol.

Gambar 3.27 Porositas pada facies-facies non reservoar

Pemodelan porositas melalui pemodelan facies akan memberikan nilai porositas rata-rata yang lebih kecil dibandingkan pemodelan porositas secara langsung. Porositas rata-rata yang dihasilkan oleh pemodelan porositas melalui pemodelan facies adalah 20 persen lebih kecil dibandingkan pemodelan porositas secara langsung. Dengan adanya dua tipe realisasi facies (Facies A dan Facies B) memberikan variasi porositas sekitar 4 persen dimana realisasi porositas melalui Facies B lebih kecil dibandingkan realisasi facies melalui Facies A. Selain itu dengannya dua tipe porositas yaitu GS dan CSP menghasilkan variasi porositas 4-5 persen dimana porositas GS (PHIE_GS) lebih besar dibandingkan porositas CSP (PHIE_CSP) (Gambar 3.28-3.30).

(57)

Gambar 3.28 Penampang model PHIE_GS pada I=37.

(58)

Gambar 3.30 Histogram dan nilai statistik dari setiap realisasi porositas

3.5.4 Pemodelan VSH (volume dari shale)

Pemodelan VSH terbagi menjadi dua skenario besar. Skenario pertama adalah pemodelan VSH berdasarkan facies dan skenario kedua adalah penyebaran secara langsung. Untuk skenario pertama terdapat dua kasus yaitu VSH_A (pemodelan menggunakan Facies A) dan VSH_B (pemodelan menggunakan Facies B). Pemodelan VSH ini menggunakan SGS dengan input data statistik dan variogram (Lampiran 4.1 dan 4.2)

Pada pemodelan VSH melalui pemodelan facies, facies-facies non reservoar akan memiliki nilai satu sehingga hanya facies reservoar saja yang memiliki variasi VSH (Gambar 3.31-3.32).

(59)

Gambar 3.31 Data statistik pemodelan VSH pada zona reservoar dengan 3 skenario

Gambar 3.32 Penampang pemodelan VSH pada I=37

Pemodelan VSH melalui pemodelan facies efektif untuk memisahkan data-data dari

facies yang bukan reservoar sehingga dalam perhitungan selanjutnya facies yang

bukan reservoar tidak akan mempengaruhi nilai dari simulasi seperti SW dan perhitungan OOIP.

3.5.5 Pemodelan Saturasi Air (SW)

Pemodelan SW ini dibagi menjadi dua skenario besar yaitu pemodelan secara langsung dan pemodelan melalui model facies. Pada pemodelan secara langsung

(60)

terdapat dua kasus yaitu SW melalui metode SGS dengan Collocated Cokriging (CoCr) dengan VSH dan SGS tanpa Collocated Cokriging (no CoCr) dengan input variogram dan data statistik (Lampiran 5.1 dan 5.2). Sedangkan untuk pemodelan SW melalui model facies terdapat 10 kasus untuk masing-masing facies. Kasus itu terdiri dari:

• SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE melalui metode CoKr dengan PHIE_CSP. Hasil realisasi ini adalah SWE_<nama facies>_CSP • SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE melalui metode CoKr

dengan PHIE_GS. Hasil realisasi ini adalah SWE_<nama facies>_GS

• SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE melalui metode CoKr dengan VSH_A. Hasil realisasi ini adalah SWE_<nama facies>_VSH

• SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE tanpa melalui metode CoKr. Hasil realisasi ini adalah SWE_<nama facies>_NoCoKr

• SW dari hasil korelasi porositas yang memperkirakan saturasi air irreducible (SWIRR). SWIRR ini terdiri dari tiga kasus setiap model porositas (low, mid, dan high). Hasil realisasinya adalah SWIRR_<nama facies>_<nama porositas>_<kasus>.

Total realisasi SW ini adalah 22 kasus. Tabel 3.2 memperlihatkan data statistik dan perbedaannya dari ke 22 kasus tersebut. Gambar 3.33-3.35 memperlihatkan (penampang pada I=37) perbedaan untuk setiap realisasi

Tabel 3.2 Data statistik untuk setiap realisasi SW pada zona reservoar

Nama Kasus Facies Collocated Cokrigging

mean

SWE_VSH Tidak ada VSH 0,68

SWE_NoCokr Tidak ada Tidak ada 0,72 SWE_A_CSP Facies A PHIE_CSP 0,72

(61)

SWE_A_GS Facies A PHIE_GS 0,71 SWE_A_VSH Facies A VSH_A 0,72 SWE_A_NoCoKr Facies A Tidak ada 0,73 SWIRR_A_CSP_low Facies A Tidak ada 0,54 SWIRR_A_CSP_mid Facies A Tidak ada 0,49 SWIRR_A_CSP_high Facies A Tidak ada 0,43 SWIRR_A_GS_low Facies A Tidak ada 0,53 SWIRR_A_GS_mid Facies A Tidak ada 0,49 SWIRR_A_GS_high Facies A Tidak ada 0,43 SWE_B_CSP Facies B PHIE_CSP 0,72 SWE_B_GS Facies B PHIE_GS 0,72 SWE_B_VSH Facies B VSH_A 0,72 SWE_B_NoCoKr Facies B Tidak ada 0,73 SWIRR_B_CSP_low Facies B Tidak ada 0,54 SWIRR_B_CSP_mid Facies B Tidak ada 0,49 SWIRR_B_CSP_high Facies B Tidak ada 0,43 SWIRR_B_GS_low Facies B Tidak ada 0,53 SWIRR_B_GS_mid Facies B Tidak ada 0,49 SWIRR_B_GS_high Facies B Tidak ada 0,43

Gambar 3.33 Penampang dari realisasi SW secara langsung

(62)

Collocated Cokriging dilakukan dengan input nilai koefisien korelasi untuk skenario

pemodelan SW secara langsung didapatkan korelasi paling tinggi antara SWE dengan VSH (Tabel 3.3) dan pada skenario pemodelan SW melalui facies didapatkan korelasi yang cukup bagus antara porositas dan VSH pada facies reservoar (Tabel 3.4).

Gambar 3.34 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies A

(63)

Gambar 3.35 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies B

(64)

Tabel 3.3 Koefisien korelasi data log tanpa penyaringan facies. PHIE_CSP VSH SW PHIE_CSP -0.285 -0.4 VSH 0.64 SW PHIE_GS VSH SW PHIE_GS -0.278 -0.39 VSH 0.64 SW

Tabel 3.3 Koefisien korelasi data log dengan penyaringan facies reservoar.

PHIE_CSP VSH SW PHIE_CSP -0.34 -0.6 VSH 0.54 SW PHIE_GS VSH SW PHIE_GS -0.35 -0.6 VSH 0.54 SW

Hasil simulasi SW ini menunjukan secara statistik realisasi SWE antara skenario

facies dan non facies menunjukan perbedaaan kecil sekitar 5-6 % begitu pun realisasi

antara realisasi metode SGS dengan collocated cokriging secara langsung SGS tanpa

collocated cokriging secara langsung. Perbedaan yang mencolok terdapat antara

realisasi SWE dengan SWIRR.

(65)

BAB 4

PERHITUNGAN OOIP, ANALISIS KETIDAKPASTIAN, DAN ANALISIS SENSITIFITAS DARI SELURUH REALISASI

4.1 Perhitungan OOIP

OOIP (original oil in place) adalah jumlah minyak awal sebelum diproduksi. OOIP

ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

OOIP (STB) = Volume Bulk * Porositas*(1-SW)/Boi

Dimana: SW = Saturasi air

Boi = ratio perubahan volume minyak jika diangkat ke permukaan

Perhitungan OOIP dilakukan dengan Petrel (Gambar 3.37). Perhitungan ini menggunakan input sebagai berikut:

• Grid

• OWC (oil water contact) • Realisasi porositas • Realisasi SW

• Poligon yang membatasi daerah penelitian

Gambar 4.1 Modul perhitungan volume di dalam Petrel

Gambar

Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian. Lapangan D  Area G.
Gambar 1.2 Peningkatan produksi lapangan dengan penerapan metode recovery menggunakan injeksi  uap (BPMIGAS, 2006, Website)
Gambar 2.3 Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Heindrick dan Aulia, 1993)
Gambar 2.5 Penampang seismik dan interpretasi sekuen dari pengendapan batuan sedimen di  Lapangan D
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan

Diseminasi informasi Umum (Pengenalan) Program TK oleh Duta Transformasi kepada unit masing-masing. CTO

Selanjutnya energi didistribusikan dalam medium oleh elektron sekunder yang bergerak (Podgorsak, 2005, h. 49) Oleh karena itu, distribusi dosis sangat tergantung

(18) Perdagangan bebas ASEAN dalam skema AFTA dengan tiga negara Asia Timur (China, Jepang, dan Korea Selatan) yang disebut dengan AFTA+3 diprakirakan tidak

Penjadwalan Dosen dan Mahasiswa (PDM), dan Kendali Mutu Internal (KMI). Kriteria tersebut diambil beberapa dari prioritas masing-masing kriteria. Untuk mendapatkan

tingkat suku bunga dan Jumlah Penduduk baik dalam rangka mengontrol dan mengevaluasi kebijakan yang sudah dilakukan maupun dalam rangka membuat perencanaan ke

Pada umumnya, pertunjukkan atau konser musik yang dipentaskan langsung (seperti yang sering digelar di BU-UKSW) membutuhkan sistem penguat bunyi terpusat dengan pengeras

Permasalahan dalam Tesis ini adalah apa kendala atau hambatan pelaksanaan Koperasi Primkopal Brigif 2 Marinir ditinjau menurut Undang- undang Nomor 25 Tahun 1992