• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA KEPADA PT. BANK SUMUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA KEPADA PT. BANK SUMUT"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA KEPADA PT. BANK SUMUT

Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal ke perusahaan tersebut. Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.66 Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.67

Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah menyatakan Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. Dalam pengelolaan dan

66

Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555.

67

Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609.

(2)

pertanggungjawaban keuangan negara terdapat beberapa jenis penyertaan modal yaitu, antara lain :

a. Penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.68

b. Dalam APBD, penyertaan modal pemerintah daerah kedalam perusahaan daerah adalah salah satu bentuk kegiatan/usaha pemda untuk meningkatkan pendapatan daerah guna mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dinyatakan bahwa setiap penyertaan modal atau penambahan penyertaan modal kepada perusahaan daerah harus diatur dalam perda tersendiri tentang penyertaan atau penambahan modal. Perlu diingat bahwa penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah berkenaan. Penambahan penyertaan modal oleh Pemda bersumber dari APBD tahun anggaran berjalan pada saat penyertaan atau penambahan penyertaan modal tersebut dilakukan.

68

Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.

(3)

c. Penyertaan Modal Bank Indonesia : sesuai dengan Pasal 64 Undang Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009 dan Penjelasannya, Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya dapat dilakukan apabila telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dana untuk penyertaan modal tersebut hanya dapat diambil dari dana cadangan tujuan.

Dalam hal penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah Daerah pada Badan Umum Milik Daerah (BUMD) perlu dilihat modal awal yang dibutuhkan oleh BUMD tersebut. Adapun aturan-aturannya terdapat di dalam Bank for International Settlement sebagai lembaga yang dipayungi oleh Bank Dunia. Selanjutnya dapat dilihat kebijakan dari Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia. Kebijakan Bank Indonesia tersebut dikeluarkan melalui Peraturan Bank Indonesia yang berlaku pada Bank-Bank di Indonesia. Antara peraturan Bank Indonesia dengan Bank for International Settlement adalah tidak boleh bertentangan satu sama lain.

A. Modal Awal Bank Umum

Bagi suatu organisasi atau perusahaan ada istilah yang terkenal yaitu bahwa uang adalah darah bagi organisasi atau perusahaan tersebut karena tanpa uang

(4)

organisasi atau perusahaan tidak akan berjalan, untuk hal ini uang tersebut umumnya terkonsentrasi pada sisi aktiva. Lain halnya dengan bank, bagi bank dana merupakan darah, karena tanpa adanya sumber dana, bank tidak akan dapat beroperasi. Kebalikan dari suatu organisasi atau perusahaan yaitu bahwa sumber dana yang merupakan darah bagi bank justru terkonsentrasi pada sisi pasiva. Oleh karena itu, untuk mendapatkan dana guna memenuhi kebutuhan operasional, bank melakukan penghimpunan dana dari masyarakat (dana pihak ketiga), dari pasar uang atau pasar modal (dana pihak kedua), maupun dari pemilik (pihak kesatu) melalui pasar modal.69

Di negara-negara maju bank sudah merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat setiap kali bertransaksi. Mengenai permodalan bank, di setiap negara dan daerah berbeda-beda. Peraturan tersebut ada yang bersifat internasional dan ada yang bersifat nasional. Peraturan perbankan yang bersifat internasional dikeluarkan oleh World Bank, sedangkan yang bersifat nasional dalam konteks Indonesia adalah Bank Indonesia.

1. Bank for International Settlement (BIS)

Bank for International Settlements (BIS) adalah organisasi internasional yang meningkatkan kerjasama moneter dan keuangan internasional dan berfungsi sebagai bank sentral. BIS memenuhi mandat tersebut dengan bertindak sebagai : Forum untuk mendorong diskusi dan analisis kebijakan di antara bank sentral dan dalam komunitas keuangan internasional; Pusat untuk riset ekonomi dan moneter; Suatu mitra utama

69

Boy Leon dan Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Nondevisa : Pengetahuan

(5)

bagi bank sentral dalam transaksi keuangan; dan Agen atau wali amanat sehubungan dengan operasi keuangan internasional. BIS berkantor pusat di Basel, Swiss dan ada 2 (dua) kantor perwakilan di Hong Kong Daerah Administratif Khusus dari Republik Rakyat Cina dan di Mexico City. BIS didirikan pada tanggal 17 Mei 1930, BIS adalah organisasi tertua keuangan dunia internasional.70

Modal standar bank sebagaimana dimaksud oleh Bank for International Settlement Part 2 : The First Pillar – Minimum Capital Requirements dalam Basel II : International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Framework – Comprehensive Version June 2006, adalah sebagai berikut71 :

“I. Calculation of minimum capital requirements, in Act No. 40 : Part 2 presents the calculation of the total minimum capital requirements for credit, market and operational risk. The capital ratio is calculated using the definition of regulatory capital and risk-weighted assets. The total capital ratio must be no lower than 8%. Tier 2 capital is limited to 100% of Tier 1 capital”.

Perhitungan kebutuhan modal minimum dalam Act. 40, Part 2 menyajikan perhitungan kebutuhan modal minimum jumlah kredit, pasar, dan risiko operasional. Rasio modal dihitung dengan menggunakan definisi modal peraturan dan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Rasio modal harus tidak lebih rendah dari 8%. Bank for International Settlement (BIS) melalui Bank Indonesia mewajibkan setiap Bank Umum termasuk di dalamnya Bank Sumut harus memiliki ATMR minimal 8%, apabila kurang dari 8% maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan Bank. Kaitannya

70

Bank For International Settlements, “Tentang BIS”, http://www.bis.org/about/index.htm., diakses pada 05 April 2011.

71

Bank for International Settlements, Basel II : International Convergence of Capital

Measurement and Capital Standards : A Revised Framework – Comprehensive Version June 2006 The First Pillar – Minimum Capital Requirements, http://www.bis.org/publ/bcbs107b.pdf., diakses pada 04

(6)

adalah dengan kredit/pembiayaan agar ATMR dikurangi dari 50% menjadi 25%, terkait dengan masalah resiko tersebut, mempengaruhi nilai ATMR dan kesehatan Bank menjadi menurun. Akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap modal dan kinerja, karena kalau nilai ATMR menurun terus bisa jadi harus menambah modal disetor ke Bank tersebut.72

2. Kebijakan Direksi Bank Indonesia Mengenai Modal Minimum Bank Umum

Kebijakan Direksi Bank Indonesia mengenai modal minimum bank umum diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No. 9/16/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum.

Dalam latar belakang Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum menyebutkan bahwa dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan mampu bersaing secara nasional dan internasional, maka diperlukan penyesuaian struktur permodalan bank sesuai standar internasional yang berlaku.73 Menurut Pasal 2 peraturan ini menyebutkan bahwa bank wajib menyediakan modal minimum 8% (delapan perseratus) dari aktiva tertimbang menurut risiko terhitung sejak akhir bulan Desember 2001. Sejalan dengan yang disebutkan dalam Act. 40, Part 2 Bank for

72

Bank Indonesia, International Convergence of Capital Measurement and Capital

Standards: A Revised Framework June 2004, Op.cit., hal. 16.

73

Bagian Menimbang, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

(7)

International Settlement yang menyebutkan rasio modal harus tidak lebih rendah dari 8% (delapan perseratus).

Modal tersebut diambil dari Pemerintah untuk status bank pemerintah. Bank pemerintah dimaksud adalah bank-bank konvensional maupun syariah. Jika, bank tersebut tidak bisa memenuhi modal minimum tersebut maka akan ditempatkan dalam pengawasan khusus maksudnya adalah daftar list dari Bank Indonesia, yaitu Bank dalam Pengawasan. Modal tersebut terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.74 Besaran dari modal pelengkap ini adalah 100% (seratus perseratus) dari modal inti. Maksudnya jika modal inti Rp. 100 juta, maka modal pelengkap harus lebih kecil atau sama dengan Rp. 100 juta juga. Jadi modal bank tersebut sudah ada kurang dari Rp. 200 juta.

Modal inti terdiri dari 2 (dua) yaitu modal disetor dan cadangan tambahan modal (disclosured reserve).75 Selanjutnya cadangan tambahan modal dibagi lagi dalam 8 (delapan) faktor penambah yaitu : agio; modal sumbangan; cadangan umum modal; cadangan tujuan modal; laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak; laba tahun berjalan setelah diperhitungkan taksiran pajak sebesar 50% (lima puluh perseratus); selisih lebih penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri; dan dana setoran modal.76 Ada juga yang disebut faktor pengurang, yaitu : disagio; rugi tahun-tahun lalu; rugi tahun berjalan; selisih kurang penjabaran laporan keuangan

74

Pasal 3 ayat (1), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

75

Pasal 4 ayat (1), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

76

Pasal 4 ayat (3) huruf a., Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

(8)

kantor cabang luar negeri; dan penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual.77

Dalam hal perhitungan laba atau rugi sebuah bank harus dikeluarkan terlebih dahulu hitungan pajak tangguhan.78 Dengan kata lain, setiap pajak harus didahulukan untuk dibayarkan kepada pemerintah. Pada modal pelengkap terdiri dari : cadangan revaluasi aktiva tetap; cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif setinggi-tingginya 1,25% (seratus dua puluh lima per sepuluh ribu) dari aktiva tertimbang menurut risiko; modal pinjaman (hybrid/quasi capital); pinjaman subordinasi setinggi-tingginya sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari modal inti; dan peningkatan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual setinggi-tingginya sebesar 45% (empat puluh lima per seratus).79

Bank dilarang untuk mendistribusikan modal atau laba jika distribusi tersebut mengakibatkan kondisi keuangan permodalan bank tidak tercapai rasio 8% (delapan per seratus) tadi yang dijadikan modal awal sebuah bank.80 Hal ini menunjukkan kondisi keuangan bank adalah yang nomor satu harus diprioritaskan. Walaupun begitu pajak yang timbul harus dibayarkan terlebih dahulu.

77

Pasal 4 ayat (3) huruf b., Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

78

Pasal 4 ayat (4), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

79

Pasal 4 ayat (5), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

80

Pasal 5, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

(9)

B. Penyertaan Modal Didasarkan Dengan Peraturan Daerah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Setiap penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah dengan menggunakan APBN maka harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal PT. Bank Sumut penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang dalam hal ini adalah Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Karena PT. Bank Sumut merupakan suatu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maka Pemerintah Daerah yang berwenang untuk menetapkan peraturannya. Penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah Daerah dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Penyertaan Modal Daerah pada modal saham PT. Bank Sumut antara lain berasal dari APBD merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, Penyertaan Modal Negara tersebut mengandung arti pemisahan kekayaan negara yang dipisahkan, dipisahkan dari sistem pengelolaan dan pertanggung jawabkan APBD. Modal yang telah disetor pada BUMD PT. Bank Sumut akan menjadi harta kekayaan Bank Sumut selaku badan hukum yang mandiri dan selanjutnya tunduk pada mekanisme berdasarkan hukum korporasi. Dengan demikian maka modal pemerintah pada PT. Bank Sumut akan diperlakukan sama seperti investor lain selaku pemegang saham. Yang mempengaruhi terhadap kontrol perusahaan adalah jumlah saham yang dimiliki, semakin besar persentase perusahaan adalah jumlah saham yang dimiliki, semakin besar persentase kepemilikan saham terhadap perusahaan maka akan

(10)

semakin besar pula kewenangan untuk mengendalikan perusahaan melalui mekanisme RUPS.81

1. Sejarah Bank Pembangunan Daerah

Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia-Belanda. Pada masa itu De Javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada tanggal 24 Januari 1828 kemudian menyusul Nederlendsche Indische Escompto Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeri serta terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia-Belanda. Bank-bank tersebut, antara lain82 :

1. De Javasche NV; 2. De Post Poar Bank; 3. Hulp en Spaar Bank;

4. De Algemenevolks Crediet Bank;

5. Nederland Handles Maatscappi (NHM); 6. Nationale Handles Bank (NHB);

7. De Escompto Bank NV;

8. Nederlansche Indische Handelsbank.

81

Kusmono, “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian”, (Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008), hal. 129.

82

(11)

Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Nama-nama bank tersebut antara lain83 :

1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank; 2. Bank Nasional Indonesia;

3. Bank Abuan Saudagar; 4. NV Bank Boemi;

5. The Chartered Bank of India, Australia and China; 6. Hongkong & Shanghai Banking Corporation; 7. The Yokohama Species Bank;

8. The Matsui Bank; 9. The Bank of China; 10. Batavia Bank.

Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain :

1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBC NISP), didirikan 04 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung;

2. Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 05 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI ’46;

83

(12)

3. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko;

4. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo; 5. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946;

6. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan;

7. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogjakarta kemudian menjadi Bank Amerta;

8. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946;

9. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik;

10. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.

Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Masing-masing bentuk lembaga bank tersebut berbeda karakteristik dan fungsinya.84

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara disingkat PT. Bank Sumut didirikan di Medan pada tanggal 04 November 1961 dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan Akta Notaris Rusli Nomor 22.85 Berdasarkan Undang-Undang

84

Ibid.

85

Bank Sumut, “Tentang Kami”, http://www.banksumut.com/tentang.php., diakses pada 06 April 2011.

(13)

No. 13 tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dan sesuai dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965, bentuk usaha diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Modal dasar sebesar Rp. 100 juta dan saham yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Tingkat II se-Sumatera Utara. Untuk meningkatkan modal disetor sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya telah terjadi beberapa kali perubahan peraturan daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah, yang diundangkan tanggal 04 Februari 1998, maka untuk mendukung gerak dan kinerja bank serta untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan perbankan di tanah air dan arah perkembangan perbankan di masa yang akan datang. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara melakukan perubahan kembali dalam bentuk hukum menjadi Perseroan Terbatas (PT), dengan demikian nama Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara berubah menjadi PT. Bank Sumut. PT. Bank Sumut dibentuk pada tanggal tanggal 16 April 1999 sesuai dengan Akte Pendiri Perseroan Terbatas No. 38 Tahun 1999 Notaris Alina Hanum Nst, SH yang telah mendapat izin atas pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C-8224 HT.01.01. Tahun 1999, dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tanggal 6 Juli 1999, sebagaimana telah diubah dengan Akta Notaris Pengganti, Marwansyah Nasution, SH, Nomor 31 tanggal 15 Desember 1999 dan terakhir diubah dengan Akta

(14)

Notaris Alina Hanum, SH, Nomor 21 tanggal 9 Mei 2003 yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman.86

Dalam perjalanan sejarahnya, PT. Bank Sumut pernah menempati gedung kantor yang sangat sederhana di jalan Palang Merah Medan. Kemudian pindah ke jalan Imam Bonjol No.7 Medan. Pada tanggal 20 April 1989 Menteri Dalam Negeri telah meresmikan penggunaan gedung kantor baru yang cukup megah dan representatif terletak di jantung kota Medan di Jalan Imam Bonjol No. 18 Medan yang ditempati hingga saat ini. Visi dari Bank Sumut adalah menjadi Bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang, serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat. Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Bank Sumut berusaha untuk mewujudkan visinya dengan cara memberikan bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu berupa bantuan beasiswa kepada anak-anak yatim, bantuan kepada fakir miskin/dhuafa, berpartisipasi dalam pembangunan rumah ibadah melalui lembaga amil zakat PT. Bank Sumut dan kegiatan olah raga serta kegiatan kemasyarakatan yang lainnya.87

Adapun yang menjadi misi PT. Bank Sumut adalah mengelola dana pemerintah dan masyarakat secara professional yang didasarkan kepada prudential banking principle. Sebagai alat kelengkapan otonomi daerah di bidang perbankan, PT. Bank Sumut berfungsi sebagai penggerak dan pendorong laju pembangunan di Propinsi Sumatera Utara, dan bertindak sebagai pemegang kas daerah yang

86

Ibid.

87

(15)

melaksanakan penyimpanan kas milik pemerintah daerah serta sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah melalui deviden yang diberikan kepada pemerintah daerah.88

2. Perubahan Perusahaan Daerah dari Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara Menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara

Perubahan Perusahaan Daerah dari BPDSU menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, terletak pada Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Awal mula Bank Sumut adalah BPDSU yang merupakan Perusahaan Daerah. Dengan dikeluarkannya Perda tersebut maka seharusnya bentuk hukumnya juga berubah menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.

Pada Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara ada mencantumkan kata “Tbk” pada judul Peraturan Daerah tersebut yang dikeluarkan oleh Pemprovsu. Seharusnya kata “Tbk atau Terbuka” tidak boleh digunakan pada akhir nama perusahaan apabila perusahaan tersebut belum melakukan penawaran umum.

88

(16)

Dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa “Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.89

Pada Privatisasi, ada tiga elemen penting yang harus dicermati. Pertama, timing, kalau market tidak kondusif maka penerimaannya rendah. Jadi, timing mempengaruhi pricing. Pricing adalah elemen kedua. Ketiga, target size, atau besaran yang hendak dicapai dalam privatisasi.90 Pemerintah Daerah akan berkurang pendapatan dividennya setiap tahun jika PT. Bank Sumut di privatisasi karena harus berbagi deviden dengan Pemegang Saham yang lainnya dari sektor swasta. Dari sisi waktu (timing), PT. Bank Sumut belum dapat bersaing dengan kancah perbankan Internasional. Ditakutkan nantinya PT. Bank Sumut akan memperoleh harga yang tidak stabil dan cenderung memiliki grafik menurun. Sudah jelas hal tersebut dapat merugikan Pemerintah Daerah.

Dari sisi target size, untuk ukuran Bank Pembangunan Daerah, PT. Bank Sumut memang sudah tergolong besar dan maju. Kemajuan tersebut diukur dari hasil laba yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah. Laba tersebut dapat dilihat pada Laporan Keuangan Rugi Laba setiap tahunnya yang dikeluarkan oleh PT. Bank Sumut. Laporan keuangan tersebut juga sudah diaudit oleh Auditor Independen.

89

Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297.

90

Riant Nugroho Dwijowijoto dan Ricky Siahaan, BUMN Indonesia : Isu, Kebijakan, dan,

(17)

Maka PT. Bank Sumut jika ditinjau dari besaran laba yang didapat adalah belum memenuhi target yang diharapkan. Pada konteks pricing tingkat saham yang dikeluarkan oleh PT. Bank Sumut adalah seharga Rp. 10.000,- per lembar sahamnya. Namun, jika sudah dilakukan privatisasi maka harganya akan berfluktuasi. Tidak menentu perubahannya bisa cenderung naik bisa juga turun.

PT. Bank Sumut sudah cukup menjadi Bank Pembangunan Daerah saja yang membangun dan mengelola asset daerah. Dengan begitu Pendapatan Asli Rakyat Daerah (PARD) akan meningkat pula. PT. Bank Sumut adalah milik masyarakat daerah. Jadi, tidak perlu diprivatisasi karena PT. Bank Sumut menyimpan hampir seluruhnya anggaran daerah. Perihal privatisasi PT. Bank Sumut ini merupakan issue saja, bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang menguntungkan Pemerintah Daerah dilepas begitu saja.91

3. Pengaturan Penyertaan Modal oleh Pemprovsu pada PT. Bank Sumut

Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965 tentang Pendirian Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara berisikan mengenai aturan-aturan yang banyak diambil dari ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Perda Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965 tentang Pendirian Bank Pembangunan Daerah

91

Wawancara dengan Bahrein H. Siagian sebagai Pemimpin Divisi Sumber Daya Manusia PT. Bank Sumut, tanggal 20 April 2011 di Kantor Pusat Bank Sumut.

(18)

Sumatera Utara tersebut mengatakan bahwa penyertaan modal yang dilakukan Pemprovsu pada BPDSU adalah sebesar Rp. 100 juta.92

Dalam laporan tahunan PT. Bank Sumut tahun 2007, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara didirikan pada tanggal 4 November 1961 dengan Akta Notaris Rusli No. 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas dengan call name BPDSU. Pada tahun 1962 berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, bentuknya diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965. Modal dasar pada saat itu sebesar Rp. 100 juta dan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Tingkat II se-Sumatera Utara. Pada tanggal 16 April 1999, berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999, bentuk badan hukum diubah kembali dengan call name Bank Sumut. Perubahan tersebut dituangkan dalam Akta Pendirian Perseroan Terbatas No. 38 Tahun 1999 Notaris Alina Hanum Nasution,SH., dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dibawah No. C-8224HT.01.01 TH 99 tanggal 5 Mei 1999, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 6 Juli 1999. Modal dasar pada saat itu meningkat menjadi Rp. 400 miliar. Selanjutnya karena pertimbangan kebutuhan proyeksi pertumbuhan bank, maka pada tanggal 15 Desember 1999 melalui Akta No. 31, modal dasar ditingkatkan menjadi Rp. 500 miliar.93

92

Didi Duharsa, Op.cit., hal. 30-31.

93

(19)

Selain penyertaan modal yang menggunakan dana kas APBD, Pemerintah Daerah juga menetapkan penggunaan penerimaan daerah dari sektor jasa giro yang ditempatkan juga ke Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Peraturan tersebut adalah Peraturan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 384/4039/K/1987 tentang Penerimaan Hasil Jasa Giro Kas Daerah Tingkat II se-Sumatera Utara pada Bank Pembangunan Daerah se-Sumatera Utara, mengatakan bahwa94 :

“Pertama : Pendapatan daerah dari hasil jasa giro kas daerah tingkat II diberikan sebagai perolehan kepada BPDSU, seluruhnya dibukukan sebagai penerimaan daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Kedua : Dari hasil jasa giro tersebut ditetapkan penggunaannya sebagai berikut :

a. Sebesar 50% untuk Anggaran Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan;

b. Sebesar 50% untuk penambahan setoran Modal Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan di BPDSU.

Ketiga : Penyetoran untuk modal saham sebesar 50% dari jasa giro dilakukan pada awal tahun takwim, sebelum tahun anggaran berjalan berakhir dengan ketentuan :

a. Untuk penyetoran tahun takwim 1988 diperoleh dari hasil jasa giro bulan September 1987 sampai dengan Desember 1987;

b. Untuk penyetoran tahun takwim berikutnya diperoleh dari hasil jasa giro selama tahun takwim sebelumnya.

Keempat : Pelaksanaan setoran modal saham dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang tata cara pengeluaran uang Kas Daerah.

Kelima : Keputusan ini mulai berrlaku sejak bulan September 1987 dan apabila terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya”.

94

Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 584/4039/K/1987 tentang Penggunaan Hasil Jasa Giro Kas Daerah Tingkat II Se-Sumatera Utara pada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.

(20)

Dari peraturan yang di atas dapat dilihat bahwa penerimaan daerah dalam bentuk jasa giro juga ditempatkan kembali ke Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Suntikan dana yang terus menerus inilah yang menjadikan bank tersebut kokoh ditinjau dari segi permodalannya. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara seperti anak emas bagi Pemerintah Daerah. Hal ini dikarenakan tidak ada kerugian yang signifikan jika menginvestasikan dana kas daerah. Selanjutnya dari peraturan tersebut diperbaharui lagi dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan yang Merupakan Penerimaan Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai Penyertaan Modal pada PT. Bank Sumut.

Pergubsu tersebut memerintahkan agar penerimaan daerah dari hasil pajak bumi dan bangunan juga dimasukkan dalam penyertaan modal pada PT. Bank Sumut. Dari penyertaan modal tersebut PT. Bank Sumut mengeluarkan saham-saham kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jumlah penyertaan yang dilakukan adalah 5% dari hasil bersih seluruh penerimaan pajak bumi dan bangunan.

a. Pengaturan Penyertaan Modal di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur mengenai Bank pada Pasal 16 ayat (2) yang mengatakan bahwa95 :

“Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :

a. Susunan organisasi dan kepengurusan;

95

(21)

b. Permodalan; c. Kepemilikan;

d. Keahlian di bidang Perbankan; e. Kelayakan rencana kerja”.

Untuk permodalan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Dalam penulisan tesis ini, PT. Bank Sumut adalah sebagai Bank Umum. Jadi, peraturan yang mengatur mengenai permodalan tunduk kepada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 bukan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas karena PT. Bank Sumut bergerak dalam sektor perbankan. Selanjutnya yang dimaksud dengan setoran modal pada PT. Bank Sumut adalah dana yang telah disetor penuh oleh Pemprovsu untuk tujuan penambahan modal.96

Modal awal minimum bank diperhitungkan sebagai dana setoran modal harus ditempatkan pada rekening khusus dan tidak boleh ditarik kembali oleh Pemegang Saham. Penggunaan dana pada rekening khusus tersebut harus dengan persetujuan Bank Indonesia. Dalam hal dana setoran modal berasal dari calon pemilik Bank maka jika berdasarkan penelitian Bank Indonesia, calon pemilik Bank atau dana tersebut tidak memenuhi syarat sebagai pemegang saham atau modal, maka dana tersebut tidak dapat dianggap sebagai komponen modal, dan dapat ditarik kembali oleh calon pemilik (dalam hal ini Pemegang Saham).97

96

Penjelasan Pasal 4 ayat (3) angka 8, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

97

Penjelasan Pasal 4 ayat (3) angka 8, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

(22)

Pada penambahan modal harus dilakukan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).98 RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS dalam hal penambahan modal. Penyerahan kewenangan tesebut dapat ditarik kembali oleh RUPS.99 Dalam hal penambahan modal PT. Bank Sumut oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, PT. Bank Sumut harus mengadakan RUPS, memanggil Pemegang Saham (Kepala Daerah se-Sumatera Utara) dan mengutarakan maksud dan tujuannya dalam undangan RUPS yaitu penambahan modal. Setelah mengundang para Pemegang Saham selanjutnya PT. Bank Sumut harus menyiapkan dokumen-dokumen rapat, dalam hal penambahan modal yang menjadi dokumen rapat adalah studi kelayakan (feasibility study) mengenai penambahan modal tersebut. Isi dari studi kelayakan itu bisa berupa alasan-alasan penambahan modal, tujuan penambahan modal, dana yang ditambahkan disalurkan kemana saja.

Jadi, intinya PT. Bank Sumut harus tunduk dan menjalankan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas karena pengaturan mengenai perusahaan tidak diatur dalam Perda Pendirian Bank Pembangunan Daerah. Dalam hal pengaturan modal awal digunakan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank. Jika dianalogikan, ketentuan perseroan terbatas dapat dikatakan sebagai rambu-rambu lalu lintasnya sedangkan PT. Bank Sumut sebagai mobil yang sedang jalan.

98

Pasal 41 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

99

Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(23)

b. Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah

Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah diundangkan dengan tujuan untuk mempercepat terlaksananya usaha-usaha pembangunan yang merata di seluruh Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu adanya pengerahan modal dan potensi di daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah.100 Di dalam undang-undang ini juga diatur mengenai fungsi, lapangan kerja, cara mengurus dan cara menguasai serta bentuk hukum dari Bank Pembangunan Daerah dalam rangka Ekonomi Terpimpin.101

1. Tujuan Bank Pembangunan Daerah

Tujuan Bank Pembangunan Daerah adalah untuk membangun perekonomian daerah juga tidak terlepas dari tujuan dari jasa perbankan. jasa bank pada umumnya terbagi atas 2 (dua) tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk itu, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Inilah peran bank yang sangat penting bagi kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efisien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.102

100

Bagian Menimbang huruf a., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

101

Bagian Menimbang huruf d., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

102

Wikipedia, “Bank”, http://id.wikipedia.org/wiki/Bank#Sejarah_Perbankan_di_Indonesia., diakses pada 06 April 2011.

(24)

Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih baik produktif. Bila peran ini berjalan baik, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik maka ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.103

Jasa perbankan sebenarnya sangat banyak, hanya saja sedikit sekali masyarakat yang mengetahui. Tujuan dan manfaatnya juga sangat baik bagi para nasabah. Akan tetapi, banyak yang memanfaatkan untuk tindakan kriminal, seperti pembobolan Automatic Teller Machine (ATM) pemalsuan buku tabungan dan lain-lain.104 Dalam hal PT. Bank Sumut, tujuan didirikannya adalah sebagai alat kelengkapan otonomi daerah di bidang perbankan. PT. Bank Sumut berfungsi sebagai penggerak dan pendorong laju pembangunan di daerah, bertindak sebagai pemegang kas daerah yang melaksanakan penyimpanan uang daerah serta sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dengan melakukan kegiatan usaha sebagai Bank umum seperti dimaksudkan pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 103 Ibid. 104 Ibid.

(25)

Adapun tujuan Bank Sumut didirikan adalah untuk membiayai pelaksanaan proyek-proyek pembangunan daerah, sehingga modal pembelanjaannya dapat diperoleh dari hasil proyek pembangunan tersebut. Pembiayaan proyek-proyek daerah dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana maka Bank Sumut bertugas mengerahkan modal dan potensi di daerah-daerah yang mengikutsertakan pihak swasta nasional progresip.105 Untuk melaksanakan maksud tersebut di atas, Bank memberikan pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan dan pembaruan proyek-proyek pembangunan daerah di daerah yang bersangkutan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun yang diselenggarakan oleh Perusahaan-perusahaan campuran antara Pemerintah Daerah dan Swasta.106 Dengan kata lain, Bank Sumut bertindak sebagai saluran kredit bagi proyek-proyek Pemerintah Daerah.107 Tetapi, Bank tidak dapat memberikan untuk keperluan lainnya.108

PT. Bank Sumut menyimpan deposito uangnya di Bank Indonesia, tidak boleh di bank lain karena Bank Indonesia adalah bank sentral Indonesia. BPD dapat menerima uang dari pihak ketiga sebagai deposito tetapi tidak menerima uang giro dan tidak menjalankan tugas-tugas bank umum. BPD bukanlah bank devisen, jadi tidak dapat memperdagangkan mata uang asing karena tidak memperoleh surat

105

Bagian Menimbang huruf b dan c., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

106

Pasal 5 ayat (1) huruf a., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

107

Pasal 5 ayat (1) huruf b-c., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

108

Pasal 5 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

(26)

penunjukan dari Bank Indonesia untuk itu.109 Jika bank devisa maka dapat menawarkan jasa-jasa bank yang berkaitan dengan mata uang asing tersebut seperti transfer ke luar negeri, jual beli valuta asing, transaksi ekspor-impor, dan jasa-jasa valuta asing lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan keuangan daerah, karena BPD banyak menyimpan dana APBD.

2. Modal, Saham-Saham dan Sumber Keuangan Lain

Modal PT. Bank Sumut berasal dari Pemerintah Daerah. Menurut Pasal 7 Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah menyebutkan bahwa besarnya modal BPD ditetapkan dalam peraturan pendirian Bank dengan ketentuan, bahwa modal yang disetor harus berjumlah paling sedikit Rp. 20 juta. Dalam penyetoran awal modal PT. Bank Sumut adalah sebesar Rp. 100 juta. Selanjutnya modal tersebut terbagi dalam saham-saham. Saham-saham tersebut dibagi kepada Pemerintah Propinsi, Kotamadya, dan Kabupaten terdiri dari saham-saham prioritas dan saham-saham biasa.110 Saham-saham tersebut dikeluarkan disebut dengan ”Saham-saham atas nama”.111 Jadi dalam konteks PT. Bank Sumut, sahamnya ada yang bernama Saham Kota Medan, Saham Kabupaten Langkat, dan lain sebagainya. Namun, untuk pengaturan mengenai saham-sahamnya diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

109

Pasal 6, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

110

Pasal 8 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

111

Pasal 8 ayat (5), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

(27)

Bank dapat mengeluarkan obligasi dan mengadakan pinjaman-pinjaman lainnya kecuali pinjaman-pinjaman ke luar negeri yang memerlukan izin terlebih dahulu dari dan pengawasan penggunaannya oleh Pemerintah Pusat.112 PT. Bank Sumut juga mengggunakan sumber-sumber pembiayaan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pembiayaan tertentu tersebut adalah penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan otonomi daerah. Tambahan penyetoran modal tahun 2007 oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara serta keseluruhan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumatera Utara sebesar Rp. 23,05 miliar telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan pada tanggal 10 Juni 2008. Modal disetor sampai dengan tahun 2008 sebesar Rp. 486,78 miliar dengan nilai nominal untuk setiap lembar saham sebesar Rp. 10.000,-. Adapun komposisi kepemilikan saham pada tahun 2007-2008 adalah sebagai berikut :

112

Pasal 9 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

(28)

TABEL 1

KOMPOSISI KEPEMILIKAN SAHAM PT. BANK SUMUT 2007-2008

(dalam miliar rupiah)

Pemegang Saham 2008 2007

Modal

Disetor Persentase

Modal

Disetor Persentase Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 291.83 59,95 291.83 62,42 Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu 19.64 4,04 19.64 4,27 Pemerintah Kabupaten Asahan 8.84 1,82 8.84 1,92 Pemerintah Kabupaten Deli Serdang 17.40 3,57 12.93 2,81

Pemerintah kota Medan 18.04 3,71 18.04 3,92

Pemerintah Kabupaten Simalungun 17.70 3,64 13.80 2,92 Pemerintah Kabupaten Langkat 7.47 1,53 7.47 1,62 Pemerintah Kota Tapanuli Selatan 26.57 5,46 23.10 4,78 Pemerintah Kabupaten Nias 8.86 1,82 8.13 1,70 Pemerintah Kabupaten Tap. Tengah 8.67 1,78 7.86 1,65 Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara 7.36 1,51 6.61 1,44 Pemerintah Kota Tebing Tinggi 7.99 1,64 7.39 1,47 Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal 4.91 1,01 4.61 0,94

Pemerintah Kota Binjai 3.41 0,70 2.61 0,57

Pemerintah Kota Pematang Siantar 5.84 1,20 5.27 1,09 Pemerintah kota Tanjung Balai 4.31 0,88 3.91 0,85 Pemerintah Kabupaten Dairi 3.79 0,78 2.95 0,64 Pemerintah Kabupaten Karo 2.81 0,58 2.81 0,61 Pemerintah Kabupaten Toba Samosir 4.71 0,97 3.96 0,86

Pemerintah kota Sibolga 4.70 0,96 4.53 0,98

Pemerintah Kota Padang Sidempuan 4.95 1,02 4.32 0,86 Pemerintah Kabupaten Pakpak Barat 1.35 0,28 0.85 0,18 Pemerintah Kabupaten H. Hasundutan 2.93 0,60 1.37 0,30 Pemerintah Kabupaten Nias Selatan 1.19 0,24 0.16 0,04 Pemerintah Kabupaten Samosir 1.01 0,21 0.74 0,16 Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai 0.5 0,10 - -

J U M L A H 486.78 100,00 463.73 100,00

Sumber : Bank Sumut, ”Info Saham”, http://www.banksumut.com/saham.php., diakses pada 07 April 2011.

(29)

Maksud dari pencantuman Tabel 1 di atas mengenai komposisi kepemilikan saham PT. Bank Sumut adalah untuk melihat besaran saham yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Jadi, dengan mengetahui besaran saham tersebut dapat dilihat bahwa saham yang paling besar adalah dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 291,83 miliar, dengan persentase 62,42%.

Kebijakan yang telah dilakukan selama tahun 2000 hingga tahun 2008 telah meningkatkan kinerja usaha PT. Bank Sumut dari tahun ke tahun. Target laba yang telah ditetapkan berhasil dicapai setiap tahunnya, sedangkan asset terus mengalami pertumbuhan secara signifikan. Peningkatan kinerja usaha tersebut telah menjadikan PT. Bank Sumut berada pada level yang baik untuk penilaian tingkat kesehatan Bank sejak tahun 2002 sampai dengan 2007 berdasarkan penilaian Bank Indonesia. Kantor Akuntan Publik Grant Thornton Hendrawinata, Gani & Hidayat sebagai auditor independen memberikan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian untuk tahun buku 2003 sampai dengan tahun 2007. Demikian juga Kantor Akuntan Publik Doli, Bambang, Sudarmadji dan Dadang sebagai auditor independen tahun buku 2008 memberikan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.113

Kegiatan operasional bank selain dibiayai dengan modal sendiri, juga dari dana pihak ketiga seperti Giro, Tabungan, dan Deposito. Komposisi dana pihak ketiga yang dihimpun oleh Bank Sumut pada tahun 2008 terdiri dari Giro sebesar Rp.3.237 miliar, Tabungan sebesar Rp. 2.567 miliar dan Deposito sebesar Rp. 1.847 miliar. Modal dasar PT. Bank Sumut sesuai dengan Akta Notaris Alina Hanum, SH No. 31 tanggal 15 Desember 1999 berjumlah Rp. 500 miliar. Anggaran dasar PT.

113

(30)

Bank Sumut mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta No. 39 tanggal 10 Juni 2008 yang dibuat di hadapan H. Marwansyah Nasution, SH di Medan berkaitan dengan Akta Penegasan No. 05 tanggal 10 November 2008 yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. AHU-87927.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 20 November 2008 yang diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 10 tanggal 03 Februari 2009, maka modal dasar ditambah dari Rp. 500 miliar menjadi Rp. 1 triliun.114

Penyetoran Modal oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara serta seluruh Pemerintah Kabupaten dan se-Sumatera Utara sampai dengan tahun 2008 sebesar Rp.486,78 miliar dan pada tahun 2007 sebesar Rp. 463,73 miliar dengan nilai nominal untuk setiap lembar saham sebesar Rp. 10.000,-. Rasio Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum atau CAR tahun 2008 sebesar 16,48%. Hal ini sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh peraturan Bank for Settlement International (BIS) dan Peraturan Bank Indonesia yaitu sebesar minimal 8%, maka dari itu PT. Bank Sumut adalah bank yang sehat. Sehatnya keuangan dari PT. Bank Sumut tidak luput dari peran serta Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara. Peran sertanya berupa penambahan penyertaan modal setiap penerimaan yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan

114

(31)

Bangunan yang Merupakan Penerimaan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sebagai Penyertaan Modal pada PT. Bank Sumut.115

Pada peraturan tersebut memerintahkan bahwa ada dana yang disisihkan dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai penerimaan daerah sebesar 5% setiap tahun anggaran sebagai penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dari tahun 1998 – 2008 telah menyetorkan dalam bentuk saham sebesar Rp. 25 miliar lebih. Seperti yang diutarakan Wakil Bupati Deli Serdang berikut ini116 :

“Sejak tahun 1998 hingga tahun 2008 Pemkab Deli Serdang telah menyertakan modalnya dalam bentuk saham sebesar Rp. 25 miliar lebih sesuai dengan Peraturan Gubsu No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Penerimaan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 5% setiap tahun anggaran sebagai penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut. Pada tahun 2009, Pemkab Deli Serdang telah mengalokasikan penambahan penyertaan modal kepada PT. Bank Sumut sebesar Rp. 3,5 miliar lebih, namun karena belum memiliki payung hukum berupa Perda, maka penyertaan modal itu tidak bisa direalisasikan. Kemudian, pada tahun 2010 juga telah dianggarkan sebesar Rp. 4,6 miliar lebih, sehingga diharapkan alokasi anggaran penyertaan modal tersebut bisa direalisasikan setelah DPRD menetapkan Ranperda yang diusulkan menjadi Perda sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan. Penyertaan modal pada PT. Bank Sumut ini, di samping berperan aktif bagi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan BUMD Sumut, juga berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan daerah dalam bentuk deviden bank yang hingga kini telah tercatat mencapai Rp. 16 miliar lebih”.

Lain halnya dengan Pemerindah Kabupaten Dairi yang menambah penyertaan modal melalui Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No. 11 Tahun 2008 tentang

115

Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Yang Merupakan Penerimaan Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/Kota Sebagai Penyertaan Modal Pada PT. Bank Sumut, Berita Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 Nomor 11 Seri C Nomor 9.

116

Obrolan Ekonomi, ”Saham Pemkab Deli Serdang di Bank Sumut Capai Rp. 25 m”, http://obrolanbisnis.com/saham-pemkab-deli-serdang-di-bank-sumut-capai-rp-25-m/., diakses pada 13 April 2011.

(32)

Penambahan Penyertaan Modal Daerah pada PT. Bank Sumut yang langsung menambahkan modal daerah kepada PT. Bank Sumut.117 Penyertaan modal yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan jasa perbankan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).118 Nilai penyertaan modal terhitung 4 November 1961 sampai dengan 3 Juli 2008 sebanyak 379.122 lembar saham atau senilai Rp. 3.791.220.000,-.119 Penambahan tersebut didapat dari 5% dana dari penerimaan daerah yang berasal dari dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007, deviden yang diinvestasikan kembali menjadi saham, dan jasa giro dari rekening Pemerintah Daerah.120 Penerimaan Daerah yang bersumber dari PT. Bank Sumut atas penyertaan modal daerah berupa deviden tersebut ditetapkan dalam APBD dan Penjabaran APBD Tahun Anggaran Berjalan. Penerimaan Daerah tersebut disetorkan ke rekening kas umum daerah.

Masalah pada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam hal penyertaan modal yang dilakukan pemerintah daerah harus menggunakan Perda sebagai payung hukumnya. Namun, Ranperda yang diajukan terlalu lama dibahas di DPRD sehingga dapat menghambat penyertaan modal pada PT. Bank Sumut. Pemerintah Daerah harus mematuhi ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Adanya unsur kepercayaan antara Pemerintah Daerah dan PT. Bank Sumut dalam hal penyertaan

117

Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No. 11 Tahun 2008 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah pada PT. Bank Sumut, Lembaran Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 133.

118

Pasal 2 ayat (3), Peraturan Daerah Kabupaten Dairi No. 11 Tahun 2008 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah pada PT. Bank Sumut, Ibid.

119

Pasal 5, Ibid.

120

(33)

modal disebabkan karena langkah yang diambil Pemda tersebut aman dalam konteks investasi. Aman maksudnya adalah Pemda tidak perlu takut kehilangan dana daerahnya karena PT. Bank Sumut membelikannya ke Surat Berharga dengan mendapatkan selisih keuntungan dari deviden yang dikeluarkan.121 Hal tersebut dapat dilihat pada Laporan Perhitungan Laba Rugi Periode 1 Januari – 30 September 2010 dan 2009 di bawah ini :

Tabel 2.

Laporan Perhitungan Laba Rugi Periode 1 Januari – 30 September 2010 dan 2009

Sumber : Laporan Keuangan PT. Bank Sumut Bulan September 2010, http://www.banksumut.com/laporan.php., diakses pada 13 April 2011.

121

Pemda tidak perlu takut kehilangan dana daerahnya maksudnya adalah jika Pemerintah Daerah menempatkan pada pembangunan sarana tempat wisata misalnya akan membutuhkan waktu yang panjang untuk penerimaan kembali. Hal inilah yang menjadikan penyertaan modal pada PT.Bank Sumut menjadi alternatif yang dipilih oleh Pemerintah Daerah.

POS-POS 30 September. 2010 30 September. 2009

1. Pendapatan Bunga

a. Rupi ah 1.238.718 1.061.443 b. Val uta Asing -

-2. Beban B unga

a. Rupi ah 372.520 306.789 b. Val uta Asing -

-Pendapatan (Beban) Bunga bersih 866.198 754.654

1. Pendapatan Operasional Selain Bunga

a. Peningkatan ni lai waj ar aset keuangan (mark to market )

i. Surat Berharga 8.851 11.981 ii. Kredit - -iii. Spot dan Derivatif - -iv. Aset Keuangan Lainnya - -b. Penurunan ni lai waj ar kewaj iban keuangan (mark to market ) - -c. Keuntungan penj ualan aset keuangan

i. Surat Berharga 5.945 -ii. Kredit - -iii. Aset Keuangan Lainnya - -d. Keuntungan transaksi spot dan deriv atif (realised ) - -e. Divi den, keuntungan dari penyertaan dengan equity method , 8.308 22.580

komi si/provisi/fee dan admi nistr asi

f. Kor eksi atas cadangan kerugi an penurunan nilai, penyisihan 125.974 -penghapusan aset non produkti f, dan penyisihan -penghapusan transaksi

rekening administratif

g. Pendapatan Lainnya 49.948 40.425

B . Pendapatan dan Beban Operasional selain Bunga

(dalam j utaan rupiah) No.

PENDAPATAN D AN BEB AN OPERASIONAL A. Pendapatan dan Beban Bunga

(34)

Maksud Tabel 2 tentang Laporan Perhitungan Laba Rugi Periode 1 Januari – 30 September 2010 dan 2009 adalah untuk mengetahui usaha yang dijalankan PT.Bank Sumut dalam mengembangkan dana yang disertakan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Hasil yang didapat adalah setelah menerima pendapatan melalui penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah Daerah selanjutnya PT. Bank Sumut membelikannya ke surat-surat berharga ataupun melakukan penempatan ke bank-bank lain untuk mencari keuntungan. Adapun yang dilakukan selain dari pembelian surat berharga dan penempatan dana ke bank lain, PT. Bank Sumut juga menjual surat-surat berharga seperti Garansi Bank, cek, giro, dan lain sebagainya.122

3. Penggunaan dan Pengurusan Bank Pembangunan Daerah

PT. Bank Sumut dipimpin oleh suatu Direksi di bawah pimpinan suatu Badan Pengawas. Badan pengawas di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebut dengan Komisaris. Badan pengawas terdiri dari 3 (tiga) orang, dan salah satu komisaris tersebut dinamakan Komisaris Utama. Pada bagian pengurus perusahaan disebut dengan direksi yang terdiri dari 4 (orang) dan dipimpin oleh salah satunya disebut Direktur Utama (Presiden Direktur). Seluruh Komisaris dan Direksi adalah Warga Negara Indonesia.123

Pemberhentian dan pengangkatan direksi maupun komisaris pada PT. Bank Sumut harus meminta persetujuan dari Kepala Daerah selaku Pemegang Saham

122

Bank Sumut, ”Info Saham”, Op.cit.

123

Komisaris adalah Badan Pengawas dan Pengurus Perusahaan adalah Direksi adalah sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

(35)

melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).124 Pemberhentian juga dapat diajukan atas permintaan sendiri, melakukan tindakan yang merugikan bank, melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan negara.125 Komisaris dalam hal ini disebut Badan Pengawas yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah apabila Direksi diduga melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan daerah. Atas dugaan yang diajukan secara tertulis tersebut Kepala Daerah dapat memberhentikan untuk sementara anggota Direksi yang bersangkutan.126

Pemberitahuan sementara tersebut dilakukan juga secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan disertai dengan alasa-alasan yang menyebabkan tindakan tersebut.127 Anggota Direksi yang bersalah tersebut diberikan kesempatan untuk membela diri pada sidang yang khusus diadakan untuk itu oleh Badan Pengawas sebagai Komisaris dalam waktu satu bulan sejak anggota Direksi tersebut diberitahu tentang pemberhentian sementara.128 Pada sidang tersebut dihadiri Kepala Daerah sebagai Pemegang Saham dan atas permintaan Pemegang Saham dapat pula dihadiri oleh anggota-anggota Pemerintah Harian dan/atau anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).129 Badan Pengawas sebagai Komisaris juga

124

Pasal 94 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

125

Pasal 12 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

126

Pasal 12 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

127

Pasal 12 ayat (3), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

128

Pasal 12 ayat (4) huruf a. dan c., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

129

Pasal 12 ayat (4) huruf b., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

(36)

hadir dan memutuskan pembatalan pemberhentian sementara juga memberitahukan secara tertulis mengenai hasil dari sidang tersebut kepada Pemegang Saham dalam hal ini adalah Kepala Daerah.130 Jika Kepala Daerah tidak mengambil keputusan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal sidang tersebut maka dengan sendirinya pemberhentian sementara itu menjadi batal demi hukum, begitu juga jika Badan Pengawas dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah pemberhentian sementara itu diberitahukan kepada Direksi keputusan pemberhentian sementara tersebut akan menjadi batal demi hukum.131

Jika keputusan Kepala Daerah memuat pemberhentian, anggota Direksi yanag bersangkutan dapat meminta banding secara tertulis disertai dengan alasan-alasan dalam waktu 2 (dua) minggu setelah pemberitahuan diterima kepada Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri). Keputusan diambil setelah mendengar kebijakan ataupun masukan dari Gubernur Bank Indonesia dalam waktu 2 (dua) bulan sejak surat banding diterima.132 Putusan Menteri atas keberatan tersebut mengikat semua pihak yang bersangkutan.133 Pemberhentian tersebut dapat dilakukan secara tidak hormat oleh Menteri Dalam

130

Pasal 12 ayat (4) huruf d., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

131

Pasal 12 ayat (4) huruf e. dan ayat (5)., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

132

Pasal 12 ayat (6) huruf a., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

133

Pasal 12 ayat (6) huruf b., Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

(37)

Negeri jika terbukti telah melanggar ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan atau ketentuan pidana lainnya.134

Keanggotaan Direksi Bank Pembangunan Daerah tidak boleh memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis kesamping, termasuk menantu dan ipar. Jika sesudah pengangkatan ternyata Direksi diketahui mempunyai hubungan tersebut maka harus mendapatkan izin dari Kepala Daerah yang bersangkutan dan anggota Direksi tidak boleh rangkap jabatan tanpa ada persetujuan tertulis dari Kepala Daerah.135 Hal ini dikarenakan Direksi mewakili Bank di dalam maupun di luar Pengadilan. Direksi juga dapat memberikan kuasa kepada anggota Direksi lainnya atau kepada staff pegawai bank baik sendiri ataupun bersama-sama atau kepada orang dan badan hukum lainnya untuk mengurusi masalah Pengadilan atau masalah lain yang berkaitan dengan pengurusan perusahaan.136

Kebijaksanaan Bank dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh Direksi menurut kebijaksanaan umum yang digariskan oleh Badan Pengawas sebagai Komisaris. Kebijaksanaan umum tersebut biasanya disebut dengan Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) Perusahaan yang disesuaikan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. ADRT Perusahaan tadi harus juga diberitakan

134

Pasal 12 ayat (7), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

135

Pasal 13, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

136

Pasal 14, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

(38)

dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) yang disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham).137

Hubungan antara pengaturan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah bahwa Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah sudah tidak digunakan lagi dalam hal pengaturan di dalam PT. Bank Sumut sejak dikeluarkannya Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999 tentang Perubahan Nama Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara ke PT. Bank Sumut. Perubahan bentuk badan hukum tersebut adalah demi mengikuti globalisasi ekonomi dunia. Ketentuan Bank Pembangunan Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia usaha perbankan. Setelah melakukan riset penelitian terhadap Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah didapat hasil bahwa adanya ketentuan tersebut tidak mengakomodir kebutuhan PT. Bank Sumut itu sendiri mengikuti perkembangan perusahaan yang begitu pesat. Menurut penelitian Didi Duharsa mengenai peranan reorganisasi PT. Bank Sumut untuk menghindari pembubaran didapat bahwa program rekapitalisasi perbankan yang telah dilaksanakan ternyata telah berhasil menyehatkana PT. Bank Sumut.138

137

Pasal 15, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

138

Didi Duharsa, “Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran : Studi Pada PT. Bank Sumut”, (Medan : Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 119.

(39)

4. Tanggung Jawab dan Tuntutan Ganti Rugi Pegawai

Tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi pegawai diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Pasal 17 menyatakan bahwa139 :

(1) “Presiden Direktur dan para Direktur dalam kedudukannya sebagai anggota Direksi serta semua pegawai Bank, yang karena tindakan-tindakan melawan hukum, peraturan Bank atau ketentuan-ketentuan Badan Pengawas, atau yang karena kelalaian kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada mereka, dengan langsung ataupun tidak langsung telah menimbulkan kerugian bagi Bank, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.

(2) Ketentuan-ketentuan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai Daerah berlaku sepenuhnya terhadap Bank”.

Direksi Bank Pembangunan Daerah disebut dengan organ perseroan. Apabila dalam melakukan pekerjaannya, Bank mengalami kerugian yang disebabkan oleh pekerjaannya itu maka Direksi tersebut harus dan wajib mengganti seluruh kerugian yang diderita Bank. Namun, prinsip Business Judgement Rules sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat dipakai untuk pembelaan Direksi yang menyebabkan kerugian tersebut apabila dalam hal ini140 :

a. “Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik laingsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yagn mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut”.

139

Pasal 17, Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

140

(40)

Benar adanya bahwa pengaturan Bank Pembangunan Daerah (dalam hal ini PT. Bank Sumut) berdiri atas Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah tapi untuk pengaturan yang tidak diatur dalam peraturan tersebut dapat dilihat pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

5. Rapat Pemilik Saham

Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, Rapat Umum Pemegang Saham (yang disebut RUPS dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Namun dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah disebut Rapat Pemilik Saham. Seluruh tata tertib rapat pemilik saham biasa dan saham prioritet diatur dalam Peraturan Pendirian Bank yaitu Perda dengan mengingat petunjuk-petunjuk Gubernur Bank Indonesia sebagai gubernur bank sentral.141 Keputusan dalam rapat pemilik saham diputuskan berdasarkan mufakat.142

Jika kata mufakat tidak tercapai maka harus disampaikan kepada Kepala Daerah yang bersangkutan. Kepala Daerah mengambil keputusan (jalan tengah) dengan mendengarkan pendapat-pendapat dalam rapat terlebih dahulu dan

141

Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

142

Pasal 18 ayat (2), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Damayanti (2006) menyatakan tipe pemijahan dari ikan selar kuning adalah total spawner yaitu pemijahan ikan selar kuning dilakukan

Telah dilakukan penelitian tentang uji aktivitas bentonit sebagai matriks kosmetik dengan kriteria dapat meningkatkan aktivitas senyawa aktif, salah satunya adalah

Hal tersebut didasarkan pada hasil perhitungan jumlah siswa pada setiap kategori skor post-test di kelas eksperimen dan kelas kontrol yang juga disajikan dalam

Gambaran Umum Hasil Penelitian Penelitian ini berfokus pada hasil penggalian data informasi yang bersifat kualitatif sehingga dapat ditemukan hasil dan kesimpulan yang

Ini adalah lingkungan ini menuduh bahwa Sara masuk. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk , manajer ditugaskan untuk audit konsolidasi FFF adalah James

Pembuatan injeksi dexsametason natrium fosfat yaitu dengan cara Pembuatan injeksi dexsametason natrium fosfat yaitu dengan cara melarutkan dexsametason, benzalkonium klorida dan

Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan salah satu tujuan wisata utama di Kota Sabang. Keberhasilan TWAL Pulau Weh ini tidak lepas dari peran serta masyarakat

Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah pemberian abate (temephos) dibandingkan dengan pembe- rian