• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Kajian Teori

Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pemberian Reward dan motivasi belajar siswa.

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share

Pembahasan variabel model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share mencakup pengertian pembelajaran kooperatif, unsur-unsur pembelajaran

kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, langkah-langkah pembelajaran kooperatif, pengertian dari model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share, karakteristik model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share, langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share yang akan diuraikan sebagai berikut:.

2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001). Dalam pembelajaran kooperatif ini berlangsung suasana keterbukaan dan demokratis, sehingga akan memberikan kesempatan optimal pada anak untuk bekerja sama dan berinteraksi dengan baik.

Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Slavin (2009:4) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi mengajr dimana para siswa bekerja dalam

(2)

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.

Menurut Lie, A (2007: 12) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut juga sebagai sistem pembelajaran gotong royong. Menurut Asma N (Juwita, 2008: 30) pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerjasama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas atau menyelesaikan suatu tujuan bersama. Senada dengan pernyataan tersebut, Johnson dan Johnson (Muharromi, 2009: 31) mengartikan pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dan menyelesaikan tugas dalam kelompok kecil dan meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok terlibat dalam menyelesaikan tugas.

Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya.”

Dahlan (Juwita, 2008: 30) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas dimana anggota kelompok biasa saling berbagi pengetahuan dan saling mengoreksi bila terdapat kekeliruan pada kelompok tersebut.

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, dimana setiap anggota kelompok-kelompok dapat saling membantu, berbagi pengetahuan dan bekerjasama untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa.

Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran

(3)

sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.1.2 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Lie (2005: 30) menyatakan bahwa terdapat lima unsur dasar pembelajaraan kooperatif yang membedakannya dengan belajar kelompok pada umumnya. Kelima unsur model pembelajaran kooperatif tersebut adalah:

1. Saling Ketergantungan Positif

Saling ketergantungan positif memperlihatkan situasi dimana para siswa: 1) Melihat pekerjaannya bermanfaat bagi kelompoknya dan pekerjaan kelompok bermanfaat bagi kelompoknya dan pekerjaan kelompok bermanfaat bagi dirinya. 2) Bekerja bersama dalam kelompok yang kecil untuk memaksimalkan pembelajaran kepada setiap anggota kelompok, dengan membagikan pengetahuan masing-masing demi keberhasilan bersama dalam kelompok.

2. Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat dari saling ketergantungan positif. Jika tugas dan pola penilaian dibuat sesuai prosedur pembelajaran kooperatif, maka setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Dengan demikian, keberhasilan metoda kerja kerja kelompok bergantung pada persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

3. Tatap Muka

Dalam interaksi ini, setiap anggota kelompok saling bertemu muka dan berdiskusi. Interaksi ini bertujuan untuk mendorong dan memberikan fasilitas kepada usaha-usaha setiap anggota kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.

(4)

4. Komunikasi Antar Anggota

Untuk dapat menyelesaikan tugas dalam kelompok, siswa harus: 1) Saling memepercayai, 2) Komunikasi secara akurat, 3) saling menerima dan menunjang, dan 4) menyelesaikan masalah secara konstruktif. Dengan demikian, suatu kelompok akan berhasil jika para anggotanya dapat saling mendengarkan dan saling mengutarakan pendapat mereka.

5. Evaluasi Proses Kelompok

Pada saat pembelajaran kooperatif, guru mengamati kelompok, menganalisa masalah-masalah yang dibahas kelompok tentang cara kerja mereka.

2.1.1.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif ditandai oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan. Siswa bekerja dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif atau membutuhkan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.

Menurut Ibrahim (2005:67), adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan suatu materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda.

(5)

2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim (2005:7), pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan tehadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial.

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan atau aktivitas siswa dalam tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik yang berhubungan dengan hasil belajar.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama tanpa membedakan kemampuan/keahlian sehingga tercipta saling ketergantungan satu sama lain dan belajar untuk menghargai pendapat orang lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi juga berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman.

(6)

2.1.1.5 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fese-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok

kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang meteri

yang telah dipelajari atau masing-masing

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

(7)

2.1.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)

Model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) merupakan pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekannya di Maryland pada tahun 1981 (Lie, 2005: 57). Strategi Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Lie (2002:57)

Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk

bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Strategi ini dikembangkan untuk meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas, sehingga lebih unggul dibandingkan pembelajaran ceramah yang menggunakan metoda hafalan dasar, yaitu guru mengajukan pertanyaan dan satu orang siswa memberikan jawaban. Teknik ini mendorong jawaban siswa setingkat lebih tinggi dan membantu siswa mengerjakan tugas.

Berikut pendekatan dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) yang disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share

Aspek Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) Tujuan

Kognitif

Informasi akademik sederhana

Tujuan Sosial

Keterampilam kelompok dan keterampilan sosial

Struktur Tim

Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang anggota

(8)

Pemilihan Topik

Guru

Tugas Utama

Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif

Penilaian Bervariasi Pengakuan Bervariasi

Sumber: Ibrahim, dkk. (2000:29)

Menurut Ibrahim, dkk. (2000:6) menyatakan bahwa teknik belajar mengajar Think-Pair-Share mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut: 1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode

pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.

3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.

4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode

(9)

pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.

5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah:

1. Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah. 2. Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran

berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.

3. Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak dan

4. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa (Lie : 2004).

(10)

Kelemahan lain dari metode TPS adalah pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa.

Secara umum, tahapan-tahapan dalam pembelajaran ini adalah guru mengajukan masalah atau pertanyaan bagi siswa untuk diselesaikan. Kemudian, siswa memikirkan penyelesaianya secara individu lalu berpasangan untuk mendiskusikan hasil pemikiran mereka. Dua pasang siswa bergabung dalam satu kelompok berempat dan mendiskusikan permasalahan tersebut kembali. Pasangan yang terpilih berbagi kesimpulan dengan seluruh kelas.

Dalam model pembelajaran ini, langkah guru yang menyajikan masalah untuk diselesaikan oleh siswa menunjukkan bahwa guru bertindak tidak hanya sebagai penyampai informasi, akan tetapi guru juga bertindak sebagai fasilitator. Dengan demikian, siswa diharapkan berperan aktif dalam memecahkan permasalahan.

2.1.1.7 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS)

Dinamakan TPS berdasarkan tahap utama dalam langkah-langkah yang ada pada saat pelaksanaannya (National Science Institute for Education, 1997), yaitu tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu langkah Think (berpikir), Pair (berpasangan), dan Share (berbagi).

Think (berpikir). Pada langkah ini, pertama-tama guru memancing siswa melalui suatu pertanyaan permasalahan. Di sini, guru mengajak siswa untuk berpikir mengenai permasalahan tersebut untuk beberapa saat.

Pair (berpasangan). Pada langkah ini, siswa dapat mencari teman berpasangan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan tadi. Siswa dapat berpasangan dengan teman sebangkunya untuk lebih mengefektifkan waktu selama pembelajaran. Di sini, pasangan dapat saling bertukar ide atau

(11)

pendapat guna memperoleh pemecahan masalah yang terbaik menurut keduanya.

Share (berbagi). Pada langkah ini, tiap-tiap pasangan dapat membagikan hasil pemikiran mereka kepada teman lain dan kelas. Teknisnya, guru dapat memanggil tiap pasangan ke depan kelas untuk berbagi solusi, mendatangi tiap pasangan, atau mempersilahkan tiap pasangan yang mengajukan diri, dan lainnya.

Think Pair Share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa

waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain (Ibrahim dalam Estiti, 2007:10). Pada tahap Think, terdapat “wait or think time” yakni waktu berpikir. Maksudnya, siswa diberi waktu terlebih dahulu untuk memikirkan dan memahami permasalahan yang diberikan. Waktu tersebut diharapkan dapat dapat digunakan oleh siswa untuk mencari solusi permasalahan yang diberikan berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Dengan adanya waktu berpikir ini tentu saja dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam berpikir dan mengungkapkan pendapatnya. Namun perlu diingat, waktu berpikir ini sebaiknya diberikan dengan batasan yang tidak terlalu lama agar siswa dapat lebih cekatan dalam berpikir dan dapat segera bertukar pikiran dengan sesama siswa lain seperti yang terdapat pada langkah berikutnya dari model ini.

Setelah siswa memperoleh solusi versi mereka masing-masing dalam waktu berpikir tersebut, mereka akan dipasangkan dengan siswa lainnya pada tahap pair. Di sini, mereka dapat saling bertukar pikiran dan pendapat guna memperoleh solusi terbaik dari keduanya.

Selanjutnya, guru akan kembali membimbing siswa untuk memasuki diskusi kelas pada tahap Share. Tiap pasangan akan mempresentasikan solusi yang telah mereka peroleh pada saat berpasangan. Dengan adanya “pasangan”, siswa tidak akan merasa malu lagi dalam mengungkapkan pendapatnya ketika jawaban dari solusi permasalahan yang mereka utarakan dirasa belum memenuhi.

(12)

Mereka tidak akan takut salah karena mereka merasa dapat berbagi “rasa malu” yang mungkin timbul. Pada tahap Share ini juga dapat menyadarkan siswa bahwa seringkali pendapat mereka yang pada awalnya mereka anggap salah, ternyata tidak salah sama sekali. Dengan kata lain, secara tidak langsung dapat menumbuhkan keberanian siswa dalam berkomunikasi di depan kelas.

dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Keunggulan dan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2006).

2.1.1.8 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share

(TPS)

Adapun langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah :

Langkah 1 : Pendahuluan

Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan. Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.

Langkah 2 : Think

Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

(13)

Langkah 3 : Pair

Selanjutnya, setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS berupa kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.

Langkah 4 : Share

Pada langkah ini, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya. Areans, (1997) disandur Tjokrodihardjo, (2003).

Langkah 5 : Evaluasi

Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

Dalam hal peran guru dalam mengajar dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh guru selama model diterapkan. Langkah-langkah penyelenggaraan model diskusi Think-Pair-Share dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

(14)

Tabel 2.3

Langkah-langkah penyelenggaraan model diskusi Think-Pair-Share

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1 menyampaikan tujuan dan mengatur siswa

(1) Menyampaikan pendahuluan, (a) motivasi,

(b) menyampaikan tujuan dasar diskusi (c) apersepsi;

(2) Menjelaskan tujuan diskusi, Tahap 2 mengarahkan diskusi (1) Mengajukan pertanyaan

awal/permasalahan; (2) Modeling,

Tahap 3 menyelenggarakan diskusi

(1) Membimbing/mengarahkan siswa dalam mengerjakan LKS secara mandiri (think); (2) Membimbing/mengarahkan siswa dalam

berpasangan (pair);

(3) Membimbing/mengarahkan siswa dalam berbagi (share);

(4) Menerapkan waktu tunggu; (5) Membimbing kegiatan siswa,

Tahap 4 mengakhiri diskusi Menutup diskusi.

Tahap 5 melakukan Tanya jawab singkat tentang proses diskusi

Membantu siswa membuat rangkuman

diskusi dengan Tanya jawab singkat

Sumber: Tjokrodihardjo, (2003)

Kegiatan “berpikir-berpasangan-berbagi” dalam Model Pembelajaran

Think Pair Share (TPS) memberikan banyak keutungan. Siswa secara individu

dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (wait or think time), sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat.

(15)

Menurut Jones (2006), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya. Selain itu, menurut Spencer Kagan manfaat Think Pair Share antara lain :

Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sma lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan Think Pair Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih banyak.

Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan Think Pair Share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.

Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik.

2.1.2 Kajian Tentang Reward

Pembahasan variabel pemberian reward mencakup pengertian reward, komponen-komponen penerapan reward, syarat-syarat reward dan tujuan reward yang akan diuraikan sebagai berikut:

(16)

2.1.2.1 Pengertian Reward

Reward merupakan suatu bentuk teori reward positif yang bersumber dari

aliran Behavioristik yang dikemukakan oleh Watson, Ivan Padlow dan kawan-kawan dengan teori S-R nya. Reward adalah suatu bentuk perlakuan positif subyek. Reward atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku tersebut (Mulyasa, 2007 : 77).

Reward menurut bahasa, berasal dari bahasa inggris Reward yang berarti

penghargaan atau hadiah (John M, Echols, 1996 : 485).

Sedangkan menurut istilah, banyak sekali pendapat yang mengemukakan, diantaranya, reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan, dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakuakan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi,

reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk

memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.

Reward adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud

ganjaran itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang, karena perbuatannya atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Selanjutnya yang dimaksud pendidik memberikan reward supaya anak lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi dari pada yang telah dapat dicapainya. Dengan kata lain, anak menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi (Ngalim purwanto, 1984 : 231).

Reward adalah penghargaan yang diberikan oleh seseorang ataupun suatu

institusi. Reward berhubungan dengan antusias yang menyala-nyala orang yang memilikinya mempunyai keyakinan yang sangat besar terhadap kesuksesan orang akan mengejar apapun yang mereka inginkan. Pencapaian-pencapaian itulah yang

(17)

disebut reward, arti reward bukan hanya sekedar hadiah melainkan ada sebuah pencapaian yang telah dilaluinya.

Reward merupakan sesuatu yang disenangi atau digemari oleh anak-anak

yang diberikan kepada siapa saja yang dapat memenuhi harapan yakni mencapai tujuan yang ditentukan, atau bahkan mampu melebihinya. Besar kecilnya reward yang diberikan kepada yang berhak tergantung kepada banyak hal, terutama ditentukan oleh tingkat pencapaian yang diraih. Tentang bagaimana wujudnya, banyak ditentukan oleh jenis atau wujud pencapaian yang diraih serta kepada siapa reward tersebut diberikan. (Suharsimi, 1993 : 160)

Jadi dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang digunakan oleh seseorang untuk memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena sudah mengerjakan suatu hal yang yang benar, sehingga seseorang itu bisa semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut. Contohnya seorang guru telah memberikan penghargaan, atau pujian kepada siswanya yang telah menjawab pertanyaan dengan baik, atau prestasinya baik, maka siswa itu semangat lagi dalam mengerjakan tugas itu.

Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini berdasarkan atas berbagai pertimbangan logis, diantaranya reward biasanya dapat menimbulkan motivasi belajar siswa, dan reward juga memiliki pengaruh positif dalam kehidupan siswa. Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan dan keinginan. Inilah yang dimanfaatkan oleh reward. Maka dengan metode ini, seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mencapai suatu prestasi yang tertentu diberikan suatu reward yang menarik sebagai imbalan. Dengan demikian dengan melakukan sesuatu perbuatan atau mencapai suatu prestasi.(Mahfudh, 1987 : 81)

Reward merupakan alat pendidikan yang mudah dilaksanakan dan sangat

menyenangkan bagi siswa, untuk itu reward dalam suatu proses pendidikan sangat dibutuhkan keberadaannya demi meningkatkan motivasi belajar. Maksud dari para pendidik memberi reward kepada siswa adalah supaya siswa siswa

(18)

menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang akan dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras kemauannya untuk belajar lebih baik. (Ngalim Purwanto, 1985 : 231)

2.1.2.2 Komponen-Komponen Penerapan Reward

Keterampilan dasar penerapan reward terdiri atas beberapa komponen yaitu:

a. Reward Verbal (pujian):

1) Kata-kata : bagus, ya benar, tepat, bagus sekali, dan lain-lain;

2) Kalimat : pekerjaan anda baik sakali, saya gembira dengan hasil pekerjaan anda.

b. Reward non Verbal:

1) Reward berupa mimik dan gerakan badan lain: senyuman, angguan, acungan ibu jari, tepuk tangan dan lain-lain,

2) Reward dengan cara mendekati, guru mendekati siswa untuk menunjukkan perhatian, hal ini dapat dilaksanakan dengan cara berdiri disamping siswa, berjalan menuju kearah siswa, duduk dekat seorang atau kelompok siswa, berjalan disisi siswa. Guru dapat mengira-ngira berapa lama ia berada didekat seorang atau kelompok siswa, sebab bila terlalu lama akan menimbulkan suasana yang tidak baik di kelas.

3) Reward dengan cara sentuhan,

Guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap siswa atas usaha dan penampilannya dengan cara menepuk pundak, menjabat tangan. 4) Reward berupa symbol atau benda,

Reward simbolis ini dapat berupa surat-surat tanda jasa, bisa berupa

sertifikat-sertifikat. Sedangkan yang berupa benda dapat berupa kartu bergambar, peralatan sekolah, pin, plastic dan lain sebagainya.

(19)

5) Kegiatan yang menyenangkan,

Guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh siswa yang memperlihatkan kemajuan dalam pelajaran musik ditunjuk untuk menjadi pemimpin paduan suara sekolah atau diperbolehkan menggunakan alat-alat musik pada jam-jam bebas (Uzer Usman, 1991 : 73-74)

6) Reward dengan memberikan penghormatan,

Reward yang berupa penghormatan tersebut juga dibagi lagi menjadi dua

macam yaitu

Pertama berbentuk semacam penobatan. Yaitu anak yang mendapat penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan temen-temannya, temen-teman sekolah, atau mungkin juga dihadapkan para teman dan orang tua murid. Misalnya saja pada malam perpisahan yang akan diadakan pada akhir tahun, kemudian ditampilkan murid-murid yang telah berhasil menjadi bintang-bintang kelas. Penobatan dan penampilan bintang-bintang pelajar untuk semua kota dan daerah, biasanya dilakukan dimuka umum. Misalnya pada rangkaian upacara hari proklamasi kemerdekaan.

Kedua, penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Misalnya, kepada anak yang berhasil menyelesaikan suatu soal sulit, disuruh mengerjakan di papan tulis untuk di contoh temen-temannya (Amir, 1973 : 159).

7) Reward dengan memberikan perhatian tak penuh.

Diberikan kepada siswa yang memberikan jawaban yang kurang sempurna. Umpamanya, bila seorang siswa hanya memberikan jawaban sebagian besar, sebaiknya guru menyatakan, “ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan,” dengan begitu siswa tersebut mengetahui bahwa jawabannya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.

(20)

Dari banyak macam reward diatas, maka dari itu seorang guru dapat memilih reward yang relevan dengan siswa disesuiakan dengan situasi dan kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, bila hal itu menyangkut masalah keuangan.

2.1.2.3 Syarat-Syarat Reward

Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui siapa yang berhak mendapat reward, seorang guru harus selalu ingat akan maksud dari pemberian reward itu. Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukkan hasil lebih baik dari biasanya, mungkin sangat baik diberikan reward. Dalam hal ini seorang guru hendaknya bijaksana, jangan sampai reward menimbulkan iri hati pada siswa yang lain yang merasa diriya lebih pandai, tetapi tidak mendapat

reward.

Kalu kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksud ganjaran, bilamana dan siapa yang perlu mendapat reward, serta reward apakah yang baik untuk diberikan kepada seseorang. Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh pendidik:

a. Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Reward yang tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan;

b. Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat reward;

c. Memberikan reward hendaknya hemat, terlalu kerap atau terus menerus memberikan reward akan menjadi hilang arti reward tersebut sebagai alat pendidikan;

d. Janganlah memberikan reward dengan menjanjikan dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya, reward yang telah dijanjikan dahulu akan membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa anak yang kurang pandai;

(21)

e. Pendidik harus berhati-hati memberikan reward, jangan sampai reward yang diberikan kepada anak-anak diterimanya bagi upah dari pada jerih payah yang telah dilakukannya (Ngalim Purwanto, 1985 : 233).

Ada beberapa pendapat para ahli pendidikan terhadap reward sebagai alat pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian menyetujui dan menganggap penting dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para ahli-ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali. Mereka berpendapat bahwa

reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut

pendapat mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapakan imbalan, pujian, tetapi semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang kewajibannya.

Sedangkan pendapat yang terakhir terletak diantara keduanya, sebagai seorang pendidik hendaklah menginsafi bahwa yang dididik adalah siswa yang masih lemah kemauannya dan belum mempunyai kata hati seperti orang dewasa. Dari mereka belumlah dapat dituntut supaya mereka mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan dan keinsafannya sendiri. Perasaan kewajiban mereka masih belum sempurna, bahkan pada siswa yang masih kecil boleh dikatakan belum ada. Untuk itu, maka reward sangat diperlukan pula bagi siswa dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan (Ibid, hlm 234).

2.1.2.4 Tujuan Reward

Mengenai masalah reward, perlu peneliti bahas tentang tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward. Hal ini dimaksudkan, agar dalam berbuat sesuatu bukan karena perbuatan semata-mata, namun ada sesuatu yang harus dicapai dengan perbuatannya, karena dengan adanya tujuan akan member arah dalam melangkah.

Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih mengembangkan motivasi yang bersifat instrinsik dari motivasi ekstrinsik, dalam artian siswa melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu timbul dari

(22)

kesadaran siswa itu sendiri. Dan dengan reward itu, juga diharapakan dapat membangun suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa, karena reward itu adalah bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang guru kepada siswa.

Jadi, maksud dari reward itu yang paling terpenting bukanlah hasil yang dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik da lebih keras kepada siswa. Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa reward disamping merupakan alat pemdidikan reprensif yang menyenangkan, reward juga dapat menjadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik (Umi Masrurah, 2007 : 21).

2.1.3 Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Dengan Pemberian Reward

Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan

keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan

sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami

konsep-konsep baru (student oriented).

Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan metode ini mereka akan ramai dan mengganggu teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi

(23)

pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain.

Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode

think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan

kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua) siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu.

Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Metode ini membutuhkan banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa yang meliputi tahap think, pair, share.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka diberikan reward yang berarti penghargaan atau hadiah. Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Diantaranya reward biasanya dapat menimbulkan motivasi belajar siswa, dan reward juga memiliki pengaruh positif dalam kehidupan siswa. Maksud dari para pendidik memberi reward kepada siswa adalah supaya siswa siswa menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang akan dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras kemauannya untuk belajar lebih baik dan lebih bersemangat. (Ngalim Purwanto, 1985 : 231)

Dalam pembelajaran dengan tipe TPS, untuk menghindari hambatan-hambatan yang sering ditemui saat pembelajaran berlangsung maka peneliti menggunakan pemberian reward sebagai upaya untuk mengatasi hal-hal tersebut.

(24)

Reward ini diberikan karena reward merupakan alat yang sesuai diberikan untuk

mengatasi situasi belajar siswa yang tidak kondusif saat pelajaran kelompok diterapkan karena saat pelajaran kelompok diterapkan, kecenderungan siswa yang ramai dan tidak serius dalam belajar akan mudah ditemukan, hal ini akan berdampak pada proses belajar yang tidak sesuai dengan rencana. Oleh sebab itu

reward diberikan agar pada saat pembelajaran TPS berlangsung, kecenderungan

siswa yang pasif akan teratasi, maka akan terjadi situasi belajar yang menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam pembelajaran karena pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan mendapatkan penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam menerapkan pembelajaran TPS.

Dalam penggunaannya, reward terdiri dari beberapa komponen seperti

reward verbal (pujian) dan reward non verbal. Dari komponen reward tersebut,

guru dapat memilih reward yang relevan dengan siswa dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, agar disaat pembelajaran, semua dapat berjalan dengan lancar. Bila proses belajar siswa berjalan sesuai dengan yang diinginkan, maka tentunya penerapan pembelajaran TPS akan mudah diterapkan.

Adapun langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan pemberian Reward adalah :

Langkah 1 : Pendahuluan

Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan. Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.

Langkah 2 : Think

Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang

(25)

disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

Langkah 3 : Pair

Selanjutnya, setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS berupa kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.

Langkah 4 : Share

Pada langkah ini, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya. Areans, (1997) disandur Tjokrodihardjo, (2003).

Langkah 5 : Reward

Pada langkah ini, guru memberi sertifikat/hadiah pada kelompok yang telah berpatisipasi dalam diskusi kelas. Pemberian penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Hal ini dilakukan agar kelompok siswa lebih kompak dan bersemangat dalam setiap pembelajaran kelompok yang diterapkan.

Langkah 6 : Evaluasi

Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

(26)

2.1.4 Kajian Motivasi Belajar

Pembahasan variabel motivasi belajar mencakup pengertian motivasi belajar, aspek aspek motivasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, fungsi motivasi dan tujuan motivasi yang akan diuraikan sebagai berikut

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar

Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya (Pintrich, 2003).

Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000).

Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang

(27)

tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

2.1.4.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2007), yaitu:

a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian.

b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:

1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau

(28)

imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.

2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.

2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siwa, yaitu:

a. Harapan guru b. Instruksi langsung

c. Umpanbalik (feedback) yang tepat d. Penguatan dan hadiah

e. Hukuman

Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar adalah:

a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.

b. Persaingan/kompetisi

c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.

d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.

(29)

e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar terutama kalau terjadi kemajuan.

f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini merupakan bentuk penguatan positif

2.1.4.4 Fungsi Motivasi

Dari uraian diatas jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan.

Jadi fungsi motivasi itu ialah:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.

b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan

c. Sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan (Oemar Hamalik, 1991 : 175)

d. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan (Sadirman, 1991 : 84).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Kajian hasil penelitian yang relevan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu :

1. Nurlaili (2010) meneliti tentang Keefektifan Model Pembelejaran Koopetarif Think-Pair-Share (TPS) Dengan Bantuan CD Pembelajaran Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Peserta Didik Kelas VIII

(30)

Semester II SMP Negeri 4 Pati menyatakan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) dengan bantuan CD Pembelajaran lebih efektif daripada kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan model pembelajaran ekspositori dengan bantuan Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan menggunakan uji t dari materi sebelumnya diperoleh data kedua kelas tersebut berada pada kondisi awal yang sama. Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan uji normalitas kelas eksperimen diperoleh X2 hitung = 5,500 dan kelas kontrol didapat X2 hitung = 7,669 dengan X2 tabel = 7,81 dapat disimpulkan data bersifat normal. Perhitungan uji homogenitasnya diperoleh Fhitung = 1,032 dan Ftabel = 2,074 dapat disimpulkan data bersifat homogen. Untuk menguji hipotesis digunakan uji t diperoleh thitung = 1,790 dan t tabel = 1,671 dapat disimpulkan Ho ditolak, artinya hipotesis diterima.

2. Hening Susena Nugrahani (2011) meneliti tentang Penerapan Strategi Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Dengan Penggunaan Media Mind Map Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Sejarah Kelas VII B SMP Negeri 4 Satu Atep Sale Rembang menunjukkan ada peningkatan hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari hasil belajar sejarah siswa pada pra siklus nilai rata- rata siswa 52,85 dengan ketuntasan belajar klasikal siswa 32,14 % terjadi peningkatan dengan nilai rata-rata siswa 62,32 dengan ketuntasan belajar klasikal siswa 64,28 % pada siklus I dan nilai rata-rata siswa 69,10 dengan ketuntasan belajar klasikal siswa 82,14 % pada siklus II. Perilaku negatif yang ditunjukkan siswa pun berubah setelah diberikan

tindakan. Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran, berani

mengemukakan pendapat di depan kelas, dan semakin percaya diri tampil dalam presentasi.

3. Kinanti Rejeki (2010) meneliti tentang Keefektifan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Student Team Achievement Division (STAD) Ditinjau Dari Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII

(31)

SMP N 5 Sleman menyatakan pada Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata posttest kelas eksperimen STAD sebesar 68,47 (simpangan baku = 28,58), untuk kelas eksperimen TPS sebesar 70,14 (simpangan baku = 28,92),dan untuk kelas kontrol yaitu 60 (simpangan baku = 16,72), dari skor maksimal yang mungkin dicapai yaitu 100 dan skor minimal yang mungkin dicapai yaitu 0. Dari uji hipotesis , diperoleh hasil yaitu: (1) dengan uji ANAVA diketahui bahwa ada perbedaan keefektifan dari ketiga metode pembelajaran ditinjau dari prestasi belajar siswa ( p = 0,221 dan ∝= 5%); (2) dengan uji lanjutan yaitu uji Tukey disimpulkan bahwa ada perbedaan keefektifan dari ketiga metode pembelajaran yang diteliti (metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan metode pembelajaran kooperatif TPS, p = 0,959; ∝=5%; pada metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dibandingkan metode pembelajaran ekspositori, p = 0,232; ∝= 5%; dan pada metode pembelajaran ekspositori dibandingkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, p = 0,359; ∝= 5%). Artinya metode pembelajaran yang berbeda keefektifannya adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran kooperatif TPS ; (3) menurut hasil uji-t, diperoleh hasil bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif digunakan, sedangkan metode pembelajaran ekspositori belum efektif digunakan (pTPS = 0,977; pSTAD = 0,750; pekspositori = 0,002; _ = 5%). (4) pada penelitian ini, metode pembelajaran yang paling efektif digunakan adalah metode pembelajaran kooperatif tipe TPS, diikuti metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran ekspositori

(32)

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori dan kajian berbagai penelitian yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, penulis cenderung berpendapat bahwa penerapan metode kooperatif model Think Pair Share (TPS) dengan pemberian reward berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Think Pair

Share adalah model pembelajaran kooperatif memiliki prosedur secara eksplisit

dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain. Dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Strategi ini dikembangkan untuk meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas, sehingga lebih unggul dibandingkan pembelajaran ceramah yang menggunakan metoda hafalan dasar, yaitu guru mengajukan pertanyaan dan satu orang siswa memberikan jawaban. Teknik ini juga mempunyai keunggulan yaitu optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model

Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk

menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik.

Sedangkan reward adalah suatu bentuk perlakuan positif subyek. Reward atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku. Reward atau ganjaran merupakan salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud ganjaran itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang, karena perbuatannya atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Dengan diberikannya reward pada pelaksanaan pembelajarannya, dipastikan akan menumbuhkan minat dan semangat dalam pembelajarannya.

Jadi untuk mengatasi hambatan-hambatan yang sering ditemui saat pembelajaran TPS berlangsung maka peneliti menggunakan pemberian reward sebagai upaya mengatasi kecenderungan siswa yang pasif , maka akan terjadi

(33)

situasi belajar yang menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam pembelajaran karena pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan mendapatkan penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam menerapkan pembelajaran TPS.

Sedangkan motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses pembelajaran, harus ada dorongan mental yang muncul dari dalam dan luar siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran yang diharapkan. Karena dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.

Untuk mengetahui motivasi siswa selama pembelajaran Maka dari itu peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward. Karena kebanyakan motivasi belajar siswa pada suatu pembelajaran sangat rendah. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang berasal dari guru yang menggunakan metode pembelajaran konvensional, hal ini membuat siswa merasa bosan, sehingga proses pembelajaran tidak seperti yang diharapakan. Untuk itu peneliti akan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share dengan pemberian reward untuk melihat motivasi belajar siswa

(34)

Untuk kerangka berpikirnya dapat dilihat dalam gambar dibawah ini

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Pada penelitian ini, Peneliti hanya menggunakan satu kelas, yaitu kelas eksperimen. Hal ini dilakukan karena peneliti dalam penelitian ini menggunakan desain one group pre test-post test desaign. Pada pertemuan pertama, peneliti menerapkan pembelajaran konvensional. Untuk melihat motivasi siswa pada saat

Pengaruh dari pembelajaran konvesional dan pembelajaran model Think Pair Share (TPS) dengan

pemberian Reward terhadap motivasi belajar

Kelas

eksperiment

Pembelajaran biasa yang dilakukan guru kelas (konvesional)

Pengukuran awal

Pembelajaran dengan model Think Pair

Share (TPS) dengan pemberian Reward

(35)

pembelajaran konvensional dilakukan, diakhir pembelajaran peneliti memberi pengukuran awal yang berupa angket. Data awal diambil sebagai pembanding dengan data akhir yang diperoleh dari pembelajaran dengan perlakuan diterapkan. Selanjutnya pada pertemuan kedua peneliti menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward. Untuk melihat motivasi siswa setelah pembelajaran dengan model Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward diterapkan, peneliti memberi pengukuran akhir yang berupa angket. Setelah data diperoleh maka peneliti membandingkan hasil pengukuran awal dengan hasil pengukuran akhir. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh antara pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward dengan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada pertemuan pertama.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang akan dikemukakan oleh penulis adalah :

Hipotesis : Ada pengaruh positif signifikan antara model pembelajaran tipe

Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap motivasi belajar IPA

(Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga).

Ho : b ≤ 0 : Tidak ada pengaruh positif signifikan model pembelajaran tipe

Think- Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap

motivasi belajar IPA (Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga). Ha : b > 0 : Ada pengaruh positif signifikan antara model pembelajaran tipe

Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap

motivasi belajar IPA (Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga)

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Membandingkan kinerja operasi antar entitas yang berbeda, karena arus kas netodari laporan arus kas tidak dipengaruhi oleh perbedaan pilihan metode akuntansidan

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Langkah awal untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja subkontraktor pada proses pembangunan kapal baru dapat dilakukan dengan 3 elemen CCT ( common core

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang dalam pengumpulan data penelitian hingga penafsirannya banyak menggunakan angka, Pengumpulan data dalam

memunculkan temuan kepada peneliti bahwa, banyak partai politik yang tidak siap dalam menghadapi proses ini, hal ini dibuktikan dengan kesulitan bacaleg dalam melengkapi

Fungsi actuating, pelaksanaan kerja harus sesuai dengan rencana yang telah dibuat oleh sebab itu semua sumber daya yang dimiliki perusahaan harus dioptimalkan agar semua