PERANAN ANGKATAN DARAT
PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
TAHUN 1959-1965
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Alchadilla Marwhenny
021314047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PERANAN ANGKATAN DARAT
PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
TAHUN 1959-1965
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Alchadilla Marwhenny
021314047
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
SKRIPSI
PERANAN ANGKATAN DARAT PADA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN TAHUN 1959-1965
Oleh :
Alchadilla Marwhenny
NIM: 021314047
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Prof. Dr. P.J. Suwarno, S.H. Tanggal 13 Juni 2008
Pembimbing II
SKRIPSI
PERANAN ANGKATAN DARAT PADA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN TAHUN 1959-1965
Dipersiapkan dan ditulis oleh Alchadilla Marwhenny
NIM: 021314047
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 24 Juli 2008
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Sususnan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si. …………..
Sekretaris : Drs. B. Musidi, M.Pd. …………..
Anggota : Prof. Dr. P. J. Suwarno, S.H. …………..
Anggota : Drs. Sutardjo Adisusilo, J.R. S.Th. …………..
Anggota : Drs. A.A. Padi …………..
Yogyakarta, 24 Juli 2008
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan,
MOTO
Bagi siapa saja diantara yang berkehendak akan maju/
mundur siap-siap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya.
Q.S. AL. Muddatstsir : 37-38
Kamu tidak bisa mengajarkan apapun kepada manusia kamu
hanya bisa membantu menemukannya di dalam diri mereka
sendiri.
Galileo
Berakit-rakit dahulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit
dahulu bersenang-senang kemudian.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Juli 2008
Penulis
ABSTRAK
Judul: Peranan Angkatan Darat pada masa Demokrasi Terpimpin Tahun 1959-1965
Oleh: Alchadilla Marwhenny
NIM: 021314047
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis: (1) Latar belakang Angkatan Darat mendukung diberlakukannya demokrasi terpimpin, (2) sikap Soekarno terhadap Angkatan Darat, (3) sumbangan yang diberikan Angkatan Darat pada masa demokrasi terpimpin.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi 4 tahap, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan mulitidimensional yang terdiri dari pendekatan histories, politik, psikologi dan ekonomi. Sedangkan metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode penulisan sejarah yang menguraikan kejadian atau fakta dan peristiwa masa lalu berdasarkan hubungan sebab akibat.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Latar belakang Angkatan Darat mendukung diberlakukannya Demokrasi Terpimpin adalah kekecewaan terhadap Demokrasi Parlementer. Pada masa Demokrasi Parlementer terjadi pergantian kabinet dalam waktu singkat dan terjadi pergolakan-pergolakan daerah. Angkatan Darat mengusulkan gagasan Demokrasi Terpimpin, karena Demokrasi Terpimpin merupakan sistem pemerintahan yang kuat dan berwibawa yang pada akhirnya akan sanggup mengakhiri krisis politik serta memulihkan ketertiban negara; (2) Sikap Soekarno terhadap Angkatan Darat yaitu Soekarno membutuhkan PKI sebagai penyeimbang Angkatan Darat dalam pembentukan Demokrasi Terpimpin. Soekarno menganggap Angkatan Darat sebagai kekuatan politik yang mendominasi. Oleh sebab itu Presiden Soekarno mengatur keseimbangan kekuatan politik antara tentara dan PKI dan berusaha tetap mengontrol agar salah satunya tidak lebih dominan dan presiden tetap menjadi faktor penentu kebijakan; (3) Sumbangan Angkatan Darat pada masa demokrasi terpimpin meliputi 2 bidang yaitu bidang politik, dan ekonomi. Sumbangan Angkatan Darat dalam bidang politik yaitu Angkatan Darat telah menerapkan konsep Dwifungsi ABRI dan berhasil mengatasi stabilitas politik. Dimana pada konsep Dwifungsi ABRI Angkatan Darat memiliki peranan rangkap yaitu sebagai kekuatan politik dan kekuatan sosial. Sedangkan dalam bidang ekonomi Angkatan Darat berhasil menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.
ABSTRAK
THE ROLE OF ARMY IN THE PERIOD OF GUIDED DEMOCRACY DURING 1959 1965
By : Alchadilla Marwhenny NIM : 021314047
The writing of paper aims to describe and analyze: (1) the background of Army to support the coming back of Guided Democracy, (2) Soekarno’s attitude towards the Army, (3) the contribution given by the Army during the period of Guided Democracy.
The writing of paper applied a historical method covering four steps: heuristic, verification, interpretation, and historiographs. Approach used in this paper is multidimensional, approach which consists of historical, political, psychological and economic approaches the method of writing was an analytical descriptive method: it is historiographic method by elaborating occurrence or fact and past events based on causes and effects.
The result shows that: (1) the background of Army in supporting the coming back of Guided Democracy was the disappointment of the Parliamentary Democracy. In the period of Parliamentary Democracy, there was cabinet reshuffle in a short time and there were turbulences. The Army proposed the idea of the Guided Democracy because it was a strong and authoritative government system which can end the political crisis and make Stability of the State; (2) Soekarno needed the Army as the balance of the existence of Indonesian Communist Party in forming Guided Democracy. Soekarno assumed that the Army as the political strength was still needed in order to control that one of them was not dominant but the president was still the dominant figure in making the decision: (3) the contribution of the Army in the period of the Guided Democracy covered two areas; they were political and economic aspect. The contribution of the Army in political aspect was the concept of Dual Function of Armed Forces and the success to establish political stability. While in economic aspect, the Army had succeeded to nationalize the foreign companies.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayahnya sehingga skripsi yang berjudul “Peranan Angkatan Darat pada
Masa Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1965” ini dapat terselesaikan. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata
Dharma.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata
Dharma.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Prof. Dr. P. J. Suwarno, SH. Selaku pembimbing I, yang telah
membimbing penulis dan memberi banyak masukan yang mendukung
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R. selaku dosen pembimbing II yang
dengan penuh kesabaran dan ketelitian membimbing, memberikan
pengarahan, masukan serta sumbangan pemikiran hingga terselesainya
skripsi ini.
6. Bapak Drs. A.A. Padi selaku dosen penguji skripsi.
7. Bapak Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, M.M, selaku dosen pembimbing
akademik, yang telah memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh dosen Pendidikan Sejarah dan petugas sekretariat yang telah
membantu penulis sejak insadha sampai wisuda.
9. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan
pelayanan yang terbaik kepada penulis dalam mendapatkan referensi.
10. Kedua Orang Tuaku, Bapak Sunendro, Ibu Marwah, dan kedua saudaraku
ayuk Ekka dan adik Budi yang telah mendoakan, memberikan kasih
sayang dan mencukupi semua keperluan pendidikan yang dibutuhkan
penulis.
11. Sahabatku dek Lely, Yuli, Wawan, Bayu, dan teman-teman Pendidikan
Sejarah Angkatan 2002, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
sebagai upaya penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis sekalian pada umumnya dan bagi Universitas Sanata Dharma pada
khususnya.
Penulis
Alchadilla Marwhenny
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Tinjauan Pustaka... 11
F. Kajian Teori ... 17
G. Hipotesis ... 38
H. Metode dan Pendekatan... 39
I. Sistematika Penulisan ... 46
BAB II LATAR BELAKANG ANGKATAN DARAT MENDUKUNG
DIBERLAKUKANNYAN DEMOKRASI TERPIMPIN ... 47
A. Kekecewaan pada masa Demokrasi Parlementer... 47
1. Terjadinya pergolakan di daerah ... 47
2. Adanya pergantian kabinet dalam waktu yang singkat... 53
B. Kepentingan Angkatan Darat ... 56
1. Angkatan Darat menjaga pertahanan dan keamanan ... 56
2. Angkatan Darat mempunyai peranan dalam pemerintahan .... 58
C. Munculnya Demokrasi Terpimpin ... 63
BAB III SIKAP SOEKARNO TERHADAP ANGKATAN DARAT... 66
A. Pandangan Soekarno terhadap Angkatan Darat ... 66
Angkatan Darat sebagai penyeimbang PKI... 66
B. Hubungan Soekarno dengan Angkatan Darat ... 70
BAB IV SUMBANGAN YANG DIBERIKAN ANGKATAN DARAT PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN... 74
A. Bidang Politik... 74
1. Dwifungsi ABRI ... 74
a). Konsep Jalan Tengah ... 74
b). Aplikasi Dwifungsi ABRI ... 75
2. Stabilitas Politik ... 81
a). Menjaga Pertahanan dan keamanan ... 81
b). Mengamankan pergolakan di daerah ... 86
c). Masalah Irian Barat ... 88
B. Bidang Ekonomi... 91
Menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing... 91
BAB V KESIMPULAN ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 104
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 110
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ... 110
Lampiran 2 : Gambar Suasana di muka Istana merdeka pada tanggal 5 Juli 1959. Masa rakyat mendengarkan Dekrit Presiden kembali ke Undang- Undang Dasar 1945... 111
Lampiran 3 : Gambar Presiden Soekarno sedang membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan dihadiri oleh ole pejabat sipil dan militer ... 112
Lampiran 4 : Foto Soekarno... 113
Lampiran 5 : Foto Jenderal Abdul Haris Nasution ... 114
Lampiran 6 : Foto Jenderal Ahmad Yani ... 115
Lampiran 7 : Gambar Peran militer ABRI melawan pemberontakan PRRI.... 116
Lampiran 8 : Isi Tri Komando Rakyat ... 117
Lampiran 9 : Naskah Pernyataan Resolusi yang telah diterima oleh PBB ... 118
Lampiran 10: Pasal-Pasal Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Nederland mengenai Irian Barat ... 123
Lampiran 10: Silabus ... 128
Lampiran 11: Rencana Pembelajaran... 133
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Motivasi nasionalisme bangsa Indonesia yang melahirkan tekad
merdeka atau mati menjadi inti keberanian kekuatan untuk mencetuskan
Proklamasi 17 Agustus 1945 dan keberanian serta tekad di dalam perjuangan
tanpa kenal menyerah mempertahankan kemerdekaan. Kemerdekaan
merupakan jalan yang paling mulia bagi setiap bangsa untuk membangun
dirinya sendiri, dengan kekuatan sendiri, bebas dari campur tangan bangsa
asing. Membangun pada hakekatnya adalah merubah nasib diri sendiri dalam
hubungan kebersaman dengan bangsa lain, untuk meningkatkan taraf hidup
material dan spiritual menjadi lebih baik.
Kemerdekaan hanyalah dapat dipakai oleh bangsa yang bersatu dan
kesatuan hanyalah dapat dicapai oleh kehendak yang sama bagi semua
golongan Persatuan dan Kesatuan bangsa adalah merupakan perasaan senasib
sepenanggungan, akibat dari penderitan yang sama dan cita-cita yang sama
pula, yaitu kebebasan dari segala bentuk penindasan.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, pada tanggal 17 Agustus
1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekan.1 Maka dua hari setelah
Proklamasi, yaitu pada tanggal 19 Agustus 1945, melalui suatu tipu muslihat
yang rapi, penguasa Jepang di Jawa membubarkan Peta dan Heiho. Peta
1
Bernhard, Dahm. 1987.Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. LP3ES. Jakarta. hlm 389.
(Pembela Tanah Air) yang didirikan pada bulan Oktober 1943 merupakan salah
satu badan militer yang terpenting yang dibuat oleh Jepang. Para pemimpin
Peta diambil dari orang-orang yang berusia agak tua dan diperkirakan memiliki
pengaruh di daerahnya. Mereka yang sering dipilih adalah guru, pegawai
pemerintah atau tokoh-tokoh agama (Islam). Mereka tidak menerima latihan
militer secara intensif karena fungsinya semata-mata hanya sebagai pimpinan
moral dan melakukan pengawasan politik kepada bawahannya. Posisi
komandan Utama dipegang oleh orang Jepang.2 Para anggota Peta dan Heiho
kemudian disuruh pulang ke kampung halamannya masing-masing dengan
dibekali sejumlah perlengkapan dan beberapa bulan gaji. Tindakan Jepang ini
dapat dianggap sebagai upaya mereka untuk menghalangi negara RI yang baru
lahir ini menjadikan Peta dan Heiho sebagai tentara kebangsaanya yang resmi.
Namun pembubaran Peta dan Heiho oleh Jepang ini memberikan hikmah bagi
bengsa Indonesia, karena tentara kebangsaan Indonesia akan lahir kembali,
yaitu tentara asli dari produk perjuangan bangsa Indonesia sendiri, bukan
buatan Jepang.3
Pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang yang
memutuskan untuk membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI). KNI
membentuk BPKKP (Badan Penolong Keluarga Korban Perang) dan BKR
(Badan Keamanan Rakyat).4
2
Budi Santoso, SJ, dkk. 1995. ABRI Siasat Kebudayaan 1945-1995. Kanisius. Yogyakarta. hlm 24.
3
Saleh, R.H.A. 1995.Akademi Militer Tanggerang dan Peristiwa Lengkong. Pustaka Nusantara. Yogyakarta. hlm 5.
4
Pada tanggal 23 Agustus 1945 didirikan Badan Keamanan Rakyat
(BKR). Anggota BKR ini yaitu orang-orang yang berasal dari anggota Peta dan
Heiho. Walaupun BKR secara resmi bukan merupakan tentara resmi dari
negara RI, namun struktur maupun kegiatannya sudah menyerupai tentara
resmi. Pimpinan-pimpinan BKR ini dipegang oleh mantan anggota Peta, Heiho
atau KNIL. BKR yang ada di Jakarta didirikan tanggal 1 September 1945 dan
daerah yang menjadi pertanggung jawabannya meliputi seluruh keresidenan
Jakarta (termasuk daerah Cikampek) yang dipimpin oleh Moeffreini Mo’emin.
Ia adalah seorang mantan perwira Peta (Shodancho dari Dai Ichi Daidan) di
Jakarta. BKR keresidenan Jakarta menempati markasnya diseluruh gedung
bekas sekolah yang terletak di jalan Cilacap no 5 Jakarta.5
Dengan berdirinya TKR pada tanggal 5 Oktober 1945 yaitu setelah
satu bulan Indonesia merdeka. Maka BKR secara otomatis meleburkan dirinya
ke dalam TKR. TKR ini dalam perlawanan bersenjata menghadapi musuhnya
mulai berjalan lebih terkendali dan terarah. TIM TKR yang ada di pulau Jawa
terdiri dari 3 Komandemen dan 10 Divisi serta sejumlah Resimen TKR yang
ada di dalam kota Jakarta, di Tangerang dibangun lagi satu Resimen di bawah
pimpinan Letkol Singgih. Ia adalah seorang mantan Shodancho PETA dari Dai
Ichi Daidan Jakarta.6
Pada tanggal 20 Oktober 1945 Muhammad Sulyoadikusumo diangkat
sebagai menteri Keamanan Rakyat ad interim, sedangkan Supriyadi diangkat
sebagai Pimpinan Tertinggi TKR, sedangkan Kepala Staf umumnya adalah
5
Saleh, R.H.A. op.cit. hlm 6-7.
6Ibid.
Urip Sumoharjo. Pembentukan TKR ternyata tetap belum memuaskan bagi
mayoritas anggotanya, terutama bagi yang pernah memperoleh pendidikan
militer. Dalam pandangan mereka pembentukan TKR masih memperlihatkan
keraguan-keraguan pemerintah atas konsekuensi yang kemudian akan muncul
dengan terbentuknya ebuah tentara negara. TKR dianggap hanya menekankan
segi ketentraman rakyat, namun juga dinilai bukan merupakan tentara
pertahanan atau militer profesional.
Pada tanggal 12 November 1945 diadakan Konferensi TKR yang
pertama di Yogyakarta. Konferensi ini berhasil memilih Kolonel Sudirman,
Komandan dan Divisi V (Kedu-Banyumas) sebagai Panglima Besar TKR dan
Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Menteri Keamanan.7
Pada tanggal 23 Februari 1946, TKR diganti dengan nama TRI
(Tentara Republik Indonesia). Maksud perubahan nama ini adalah untuk
memberikan makna, apa arti angktan bersenjata yang beroperasi di negara ini.
Tetapi tindakan ini merupakan kegagalan karena berbagai Laskar atau unit-unit
para militer terus berafiliasi dengan partai-partai politik dan dengan begitu
memperumit dan bahkan menentang otoritas militer TRI. Karena kontrol
pemerintah atas TRI hanya nominal, kenyataan itu juga memperburuk masalah
dalam tubuh TRI. Untuk mengatasi keadaan ini maka pada tanggal 21 Mei
1946, Sudirman ditunjuk menjadi Panglima Besar TRI dan dipromosikan ke
tingkat Jenderal.
7
Kaitan organisasi-organisasi pejuang dengan berbagai partai politik
itulah yang menciptakan masalah dan untuk memecahkannya menteri
pertahann, Amir Syarifuddin (seorang sosialis) mendirikan sebuah Biro
Perjuangan dalam Kemnterian Pertahanan. Kelompok Organisasi pejuang yang
paling baik adalah Pesindo. Dan oleh sebab itu secara perlahan Biro Pejuangan
perlahan juga berada dibawah Kendali sosialis.
Melihat tantangan itu, pada tanggal 3 Juni 1947, TRI diubah namanya
menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setelah bulan Juni 1947, semua
kekuatan bersenjata regular dan iregular ini dileburkan kedalam angkatan
bersenjata yang benar-benar bersifat nasional. Sejauh ini tantangan paling
serius masih berasal dari Biro Perjuangan. Amir Syariffuddin yang menjabat
menteri pertahanan menganut kaum sosial yang menginginkan kelompok
militer bentuknya terpisah.
Sementara pada saat itu Pemerintah dan Angkatan Bersenjata bertekat
untuk bersatu, karena kaum sosialis dalam kementrian Pertahanan tidak bisa
memperoleh kontrol atas Angkatan Bersenjata Nasional, dengan keinginan
mereka itu, mereka mengkhianati keputusan mereka sendiri untuk
mempersatukan semua unsur bersenjata dan bahkan mengubah nama Biro
Perjuangan sebagai TNI masyarakat. Hal ini membuat hubungan sipil- militer
semakin memburuk, karena adanya kecurigaan militer terhadap
maksud-maksud militer.8
8
Keterpecahan militer-militer menjadi perdana menteri pada tanggal 3
Juli 1947. Walaupun Kementrian Pertahanan mendirikan Biro Perjuangan
untuk menyusupkan orang-orang militernya namun fungsi dan keputusan yang
diambil oleh biro ini kadangkala begitu tidak tegas sehingga kerapkali muncul
pertanyaan apakah orang-orang tempurnya ke dalam Angkatan Bersenjata atau
sekedar menciptakan Angkatan Bersenjata lain disamping yang sudah ada. Hal
inilah yang menyebabkan kurangnya kerjasama antara militer dan kaum
politisi. Karena upaya para politisi untuk meletakkan angkatan-angkatan
bersenjata dibawah kontrol mereka guna melayani kepentingan-kepentingan
partai mereka, dan sebagai akibat meluasnya perpecahan ideologis di kalangan
partai-partai politik, kepemimpinan militer mulai mengambangkan ideologinya
sendiri.9
Ada dua istilah yang berhubungan dengan golongan militer di
Indonesia yaitu ABRI dan TNI (Tentara Nasional Indonesia). Di Indonesia
Angkatan bersenjata mempunyai peran ganda yaitu berperan sebagai
pertahanan keamanan dan sebagai peran sosial. Peran sosial ini dapat diartikan
bahwa ikut serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan wilayah pedesaan,
mensukseskan program-program pendidikan, kesehatan, keluarga berencana
dan transmigrasi.10
Peranan militer TNI amat menentukan bagi suatu negara. Dalam masa
revolusi tahun 1945 sampai 1949, tentara terlibat dalam perjuangan
9
Bilveer Singh. 1995. Dwifungsi ABRI. Asal-Usul Aktualisasi dan Implikasinya bagi Stabilitas dan PembangunanPT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. hlm 34-37.
10
kemerdekaan dimana tindakan politik dan militer saling menjalin dan tak
terpisahkan. Setelah peralihan kekuasaan di akhir tahun 1945, secara resmi
tentara menerima keunggulan kekuasaan sipil. Pada tahun 1957 para pimpinan
tentara tidak secara langsung bertanggunga jawab terhadap kemacetan sistem
parlementer.11Pada masa Demokrasi Parlementer Indonesia terpecah belah dan
terjadi pengelompokan, sehingga sulit untuk membangun dan menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur. Selain itu Demokrasi Parlementer menutup
kemungkinan pintu partisipasi politik bagi sejumlah kekuatan yang sudah
membuktikan dirinya sebagai pusat-pusat kekuasaan, Angkatan Darat yang
berjasa selama perang kemrdekan dilarang masuk kedalam politik kepartaian
dan orang yang memiliki kharisma dan ambisi yang besar di Indonesia hanya
diberikan kedudukan Presiden simbolis.12
Tetapi para perwira mendapatkan peran yang lebih besar dalam
fungsi-fungsi politik, administrasi dan ekonomi. Untuk memperoleh tentara dalam
fungsi-fungsi tersebut maka Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal
Abdul Harris Nasution mengambil jalan tengah yaitu pihak tentara untuk
mengambil alih pemerintahan, namun juga akan bersifat acuh tak acuh
terhadap politik. Setelah itu tentara juga menuntut hak mereka untuk tetap
duduk dalam pemerintahan, lembaga perwakilan serta administrasi. Pada
seminar yang diselenggarakan pada bulan April 1965. Tentara mencetuskan
suatu doktrin yang menyatukan bahwa angkatan bersenjata memiliki peran
ganda yaitu sebagai kekuatan sosial politik, kegiatan-kegiatan tentara meliputi
11
Harold Crouch. 1999.Militer dan Politik di Indonesia. Sinar Harapan Jakarta. hlm 21.
12
bidang-bidang ideologi, politik, sosial dan ekonomi, kebudayaan dan
keagamaan.13
Sehingga pada masa Demokrasi Parlementer menyebabkan politik
Indonesia tidak stabil. Persatuan yang dapat digalang selama menghadapi
musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi
kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai. Partai-partai yang
berkoalisi tidak dapat berperan secara aktif dan saling menjatuhkan hal ini
membawa dampak negatif pada masa Demokrasi Parlementer yang
menyebabkan seringnya terjadinya pergantian kabinet.
Untuk mencari jalan keluar dalam pemecahan masalah tersebut maka
adanya usul-usul yang berasal dari masing-masing tokoh. Usulan yang pertama
berasal dari Presiden Soekarno yang mengembangkan gagasan Demokrasi
Terpimpin pada bulan Februari 1957. Presiden menghendaki pembentukan
suatu kabinet yang semua partai akan mengambil bagian dalam pembentukan
suatu Kabinet yang semua partai besar akan mengambil bagian dalam
pembentukan suatu Dewan Nasional, yakni sebuah badan penasehat tingkat
tinggi yang didalam badan itu terdiri dari berbagai kelompok fungsional,
buruh, tani, pengusaha nasional, akan diwakili dan bekerja berdasarkan
konsensus.
Kemudian usulan yang kedua berasal dari tokoh-tokoh daerah terutama
yang berkuasa di Sumatera Tengah dan Selatan dan di Indonesia Timur. Usulan
ini datang setelah bulan Maret 1957. Pemecahan yang mereka usulkan adalah
13
“Pemulihan Dwi Tunggal Soekarno-Hatta” yaitu pengembalian Hatta sebagai
Perdana Menteri, mereka memihak kepada tuntutan otonomi daerah, kekuasaan
yang lebih besar dan anti komunis.14
Dengan adanya penyelesaian secara damai tersebut, maka pada
pertengahan tahun 1958 telah tercipta basis keseimbangan politik yang mantap.
Dengan kemantapan politik ditandai dengan runtuhnya Demokrasi
konstitusional. Runtuhnya Demokrasi ini diganti dengan Demokrasi Terpimpin
yang harapannya supaya roda pemerintahan dapat berjalan dengan yang
diharapkan oleh rakyat.
Pada masa Demokrasi Terpimpin banyak terjadi perselisihan,
walaupun perselisihan ini tidak sampai ke permukaan. Adapun perselisihan ini
mengenai pengertian Demokrasi Terpimpin. Bagi Soekarno Demokrasi
Terpimpin adalah suatu sistem yang dipimpin oleh satu pimpinan yaitu dirinya
sendiri. Sementara pimpinan Angkatan Darat selaku pendukung kembalinya ke
UUD 1945 berpendapat bahwa Demokrasi Terpimpin bukanlah suatu yang
dipimpin oleh satu orang, melainkan oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.15 Perbedaan yang sangat mendasar inilah yang
menjadi permasalahan selama Demokrasi Terpimpin.
Namun kenyataannya Demokrasi Terpimpin dapat berjalan walaupun
banyak rintangan dan hambatan. Tokoh-tokoh yang tidak senang dengan
keberadaan Demokrasi Terpimpin berusaha ingin menjatuhkan Demokrasi
14
Herbert Feith. 1995. Soekarno Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hlm 20.
15
Terpimpin tersebut. Untuk mempertahankan Demokrasi Terpimpin Soekarno
berkoalisi dengan partai besar seperti PNI, PKI dan NU, supaya
partai-partai tersebut mendukung dan memihak kepadanya. Sampai saat ini Soekarno
berhasil menciptakan keharmonisan ditingkat nasional.
Pelaksanaan Demokasi Terpimpin ini mengalami keberhasilan dan
kegagalan. Salah satu keberhasilannya yaitu pembebasan Irian Barat sehingga
pihak Belanda menyerahkan kekuasaanya atas Irian Barat kepada RI dalam
Perjanjian New York 15 Agustus 1962. Sedangkan kegagalannya terjadi
peristiwa berdarah Gerakan 30 September tahun 1965.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan pokok-pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi Angkatan Darat mendukung diberlakukannya
Demokrasi Terpimpin?
2. Bagaimana sikap Soekarno terhadap Angkatan Darat?
3. Apa sumbangan yang diberikan Angkatan Darat pada masa Demokrasi
Terpimpin?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis Peranan Angkatan Darat pada masa Demokrasi Terpimpin
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis Latar belakang Angkatan
Darat mendukung diberlakukannya Demokrasi Terpimpin.
b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis sikap Soekarno terhadap
Angkatan Darat.
c. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis sumbangan yang diberikan
Angkatan Darat pada masa Demokrasi Terpimpin.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi kepustakaan dan
dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa lain dalam melakukan
penulisan skripsinya tentang sejarah militer dan politik di Indonesia.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Sejarah
Penelitian ini dapat menambah informasi dan memperkaya khasanah
pengetahuan sejarah khususnya tentang Peranan Angkatan Darat pada
masa Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1965.
3. Bagi Mahasiswa Sejarah yaitu Penulis Sendiri.
Penelitian ini dapat dijadikan bahan pengetahauan tentang Peranan
Angkatan Darat pada masa Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1965.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa sumber
yang digunakan untuk menjawab masalah-masalah tersebut. Sumber-sumber
Sumber primer adalah kesaksian daripada seorang saksi dengan mata kepala
sendiri atau dengan panca indera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti
telepon, dan lain-lain untuk mengetahui suatu peristiwa. Louis Gottcthalk juga
menekankan bahwa sumber primer tidak perlu “asli” (asli yang dimaksudkan
disini adalah bahwa dari sumber yang ada dalam peristiwa tersebut) tetapi
sumber primer itu hanya harus “asli” dalam artian kesaksiannya tidak berasal
dari sumber lain melainkan dari tangan pertama.16 Adapun Sumber primer
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah berupa Dekrit Presiden dan
Pidato Presiden.
“Dekrit Presiden”dalam buku 30Tahun Indonesia Merdeka, buku ini
ditulis oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia, diterbitkan oleh Penerbit
PT Citra Lamtoro Gung Persada, Jakarta: 1985. Buku ini berisi tentang
pengalaman Bangsa Indonesia dalam masa kemerdekaan selama 30 tahun.
Dengan menyajikan berbagai rangkaian peristiwa penting dari tanggal 21
Januari 1950 sampai dengan tanggal 27 Agustus 1964 dengan dihiasi
gambar-gambar. Penulis mengambil buku ini sebagai acuan menulis karena di dalam
buku ini ada sumber primer berupa Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
“Pidato Presiden Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus sejak
tahun 1945-1961 yang bertemakan Penemuan Kembali Revolusi”dalam buku
Dari Proklamasi sampai Resopin, buku ini diterbitkan oleh Departermen
Penerangan. Penulis mengambil buku ini sebagai acuan menulis karena di
16
dalam buku ini ada sumber primer berupa pidato presiden yang dibacakan oleh
Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959.
Dibawah Bendera Revolusi, buku ini ditulis oleh Ir Soekarno,
diterbitkan oleh Panitia Penerbit, Jakarta: 1965. Dalam penulisan skripsi ini
penulis menggunakan jilid yang kedua sebagai sumber Primer. Karena jilid II
berisi kumpulan karangan pidato Presiden Soekarno yang berisi tentang
perjuangan kebangsaan Soekarno, pandangan Soekarno tentang Demokrasi dan
pemikirannya tentang penyelenggaraan pemerintah yang lebih sesuai untuk
diterapkan di Indonesia.
Namun dalam skripsi ini penulis tidak menggunakn sumber primer,
karena sumber primer merupakan sumber asli berupa dokumen, arsip-arsip,
dan saksi mata atas peristiwa yang terjadi yang sudah tidak dapat dihadirkan
kembali. Jadi dalam skripsi ini penulis hanya menggunakan beberapa sumber
sekunder yang dirasa sudah cukup mendukung penulisan skripsi ini.
Selain sumber primer diatas, ada juga sumber lain atau sumber
sekunder yang dapat mendukung penulisan skripsi ini. Sumber sekunder
merupakan kesaksian daripada siapapun yang bukan merupakan saksi
pandangan mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang
dikisahkannya. Buku yang digunakan oleh penulis adalah buku yang
mendukung dalam penulisan skripsi ini. Adapun buku pokok yang digunakan
penulis adalah:
1. Militer dan Politik di Indonesia, karangan Harold Crouch, tahun 1999,
tiga periode. Adanya keterlibatan tentara dalam politik dan kedudukan
mereka di masa Demokrasi Terpimpin, termasuk kegiatan-kegiatan para
perwira tentara dalam peristiwa-peristiwa di sekitar terjadinya kudeta yang
gagal tanggal 1 Oktober 1965. Buku ini merupakan sumber yang paling
penting sehingga merupakan acuan paling pokok digunakan untuk
menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.
2. Soekarno militer dalam Demokrasi Terpimpin, karangan Herbert Feith,
tahun 1995, buku ini membahas tentang power politic dalam masa awal
Demokrasi Terpimpin. Kabinet kerja terbentuk dalam tempo satu minggu
setelah Dekrit 5 Juli 1959. Kabinet ini secara eksplisit sifatnya non partai,
dimana anggota-anggota partai yang duduk di dalamnya diharuskan keluar
dari partai. Program Kabinet pertama untuk periode Demokrasi Terpimpin
diumumkan Soekarno pada tanggal 17 Agustus yang berjudul Penemuan
Kembali Revolusi Kita yang nantinya diterima sebagai Manifesto Politik
(Manipol/Usdek) dari Demokrasi Terpimpin.
3. Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek, karangan Nazaruddin
Sjamsuddin (ed), tahun 1988, buku ini berisi tentang lahirnya Demokrasi
Terpimpin sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia, karena sebelum
Demokrasi Terpimpin yang berlaku Demokrasi Parlementer. Selain itu
buku ini juga membahas tentang pemikiran Soekarno sebelum
Kemerdekaan dimana yang dikembangkan olehnya adalah Nasionalisme
pemikiran Soekarno setelah kemerdekaan dimana Soekarno berpegang pada
prinsip-prinsip dasar nasionalisme.
4. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, karangan Bernhard Dahm, Tahun
1987, buku ini berisi tentang pembentukan kabinet baru yang tidak lagi
bertanggung jawab kepada parlemen pada tahun 1959. Soekarno kemudian
mengangkat dewan pusat sebuah front nasional untuk mencakup
golongan-golongan Nasional, Agama, dan Komunis yang diberi nama NASAKOM.
Dengan menggunakan pergerakan-pergerakan politik yang sama seperti ia
memulai perjuangannya untuk kemerdekaan, setelah kembali berkuasa
melanjutkan perjuangan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial yang adil.
5. Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia tahun 1945-1966,
karangan Yahya Muhaimin, tahun 1982. Buku ini membahas tentang
Kelahiran militer Indonesia yang memberikan Psychologi impact kepada
para perwira militer dan arena itu amat menentukan perkembangan militer
di kemudian hari. Sebenarnya kalau melihat kelahiran organisasi
ketentaraan Indonesia yang benar-benar bersifat militer, yaitu dengan
mengambil tanggal 3 Juni 1947. Namun Hal ini tidak bisa dipakai sebab
embrio dan tunasnya sudah berdiri sejak tahun 1945, yaitu sewaktu
dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada atanggal 5 Oktober 1945
yang sampai sekarang dijadikan hari ulang tahun kelahiran Angkatan
Perang atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Ada 2 alasan pokok
penulis menulis batasanya sampai 1966, karena Pertama, pada tahun 1966
kekuasaan politik, dan mendominasi kehidupan politik nasional. Kedua,
pada masa ini pula Presiden Soekarno yang semula begitu tinggi dihormati
baik karena dipandang sebagai “bapak nasional” maupun karena
kharismanya, dan tadinya begitu besar kekuasaan politiknya sebagai
seorang politisi kawakan betul-betul mulai tergeser dari kekuasaan politik
yang diambilnya sejak tahun 1959.
6. Politik Militer Indonesia 1945-1967 menuju Dwi Fungsi ABRI, karangan
Ulf Sundhaussen, tahun 1986. Buku ini membahas tentang hubungan sipil
dan militer (Angkatan Darat) yang semakin buruk sejak tahun 1945, ketika
pertama kali terjadi perselisihan antara pimpinan sipil dan militer. Pimpinan
Sipil setidak-tidaknya bertanggung jawab atas tindakan Angkatan Darat
dalam memperluas peran politiknya. Pihak Angkatan Darat untuk
memperluas posisi pengaruh politiknya sedemikian rupa sehingga dapat
menguasai negara sepenuhnya. Peran Angkatan Darat adalah keinginan
untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan golongan militer dalam
arti yang lebih luas terhadap campur tangan para pemimpin sipil.
7. Nasution, Dwifungsi ABRI dan Kontribusi kearah Reformasi Politik,
karangan Hendri Supriyatmono, tahun 1994. Buku ini membahas tentang
perubahan-perubahan politik pada tahun 1950-an. Dimana terjadi
transformasi sistem politik dari sistem parlementer ke sistem Demokrasi
Terpimpin dengan menggunakan perspektif Biografi Politik pada tokoh
F. Kajian Teori
Dalam membahas permasalahan yang ada perlu diketahui mengenai
beberapa konsep sebagai dasar landasan teori untuk penulisan. Penjelasan
beberapa konsep tersebut dimaksudkan agar pemahaman terhadap skripsi ini
lebih mudah dilakukan. Skripsi ini berjudul Peranan Angkatan Darat pada
masa Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1965. Adapun konsep-konsep yang
perlu dijelaskan adalah Peranan, ABRI (AD), sikap, demokrasi, terpimpin,
demokrasi terpimpin, dan konsep Angkatan Darat pada masa demokrasi
terpimpin menurut para ahli.
1. Peranan
Peranan adalah kata yang berasal dari kata dasar peran yang artinya
pemain sandiwara, tukang lawak, yang berakhiran-an, sehingga dapat diartikan
sebagai sesuatu yang dapat menjadi bagian yang memegang peranan utama.17
Jadi yang dimaksud dengan peranan adalah lebih mengacu pada peranan atau
tugas yang harus dilakukan oleh militer atau tentara yang mempunyai peranan
penting dalam suatu negara.
Konsep peranan tertuju pada peranan Angkatan Darat pada masa
Demokrasi Terpimpin. Peranan Angkatan Darat pada masa Demokrasi
Terpimpin yang akan memberikan sumbangan pada masa Demokrasi
Terpimpin. Adapun peranan Angkatan Darat tersebut adalah menjaga
pertahanan dan keamanan Negara dan Angkatan Darat mempunyai peranan
dalam pemerintahan.
17
2. ABRI (AD)
ABRI adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau golongan
militer Indonesia yang secara struktural terdiri dari empat komponen, yakni di
darat (TNI-AD), di laut (TNI-AL), di udara (TNI- AU) dan Kepolisian atau
Polri. ABRI sebagai salah satu potensi masyarakat yang oleh pemerintah diberi
wewenang dan tanggung jawab utama dibidang pertahanan dan keamanan.
Lain halnya dengan TNI, TNI dapat diartikan sebagai salah satu potensi
masyarakat yang selain diberikan kewenangan dan tanggung jawab utama di
bidang pertahannan dan keamanan, dengan berlandaskan kewenangan dan
tanggung jawab itu kepada tata nilai yakni nilai kejuangan, patriotisme,
pengabdian, dan pengorbanan terhadap bangsa dan negara. Dengan demikian
istilah ABRI mengacu pada segi fisik dan struktural, sedangkan istilah TNI
mengacu pada segi nilai-nilai kejuangan.18
Munculnya TNI-AD sebagai kekuatan politik bermula dari diangkatnya
Kolonel Nasution sebagai kepala Staf Angkatan Darat. Pada pertengahan
tahun 1956 terjadi pemberontakan-pemberontakan daerah. Untuk mengatasi
pergolakan-pergolakan daerah tersebut merupakan tugas dari Angkatan Darat,
pada akhirnya pergolakan tersebut dapat teratasi. Keberhasilan Angkatan
Darat yaitu Nasution dan Soekarno mempunyai kepentingan yang sama dalam
masalah stabilitas nasional, peranan partai politik dan pemberlakuan keadaan
darurat perang. Karena mempunyai persamaan kepentingan maka tercipta
kerja sama untuk membangun stabilitas nasional. Kerjasama yang terjadi
18
antara Angkatan Darat dan Soekarno hanya terbatas pada kepentingan politik
timbal balik.
Angkatan Darat dan Kabinet membantu Soekarno untuk kembali ke
UUD 1945 dengan mempersiapkan situasi dimana UUD 1945 dapat
diberlakukan kembali melalui Dekrit. Dengan dikeluarkannya Dekrit oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali
dan konstituante dibubarkan. Dengan dikeluarkannya dekrit maka berakhirlah
periode Demokrasi Parlementer dan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
Nasution telah berhasil menempatkan wakil-wakil Angkatan Darat
dalam pemerintahan, legislatif dan semua badan negara dalam tatanan politik
yang baru, dengan demikian Angkatan Darat telah menempatkan posisi yang
kuat dalam panggung politik. Keberadaan Soekarno tetap menjadi tokoh yang
paling menentukan, hal ini disebabkan karena Soekarno telah berhasil
memperjuangkan dukungan Angkatan Darat bagi tujuannya sendiri. Soekarno
selalu memperhatikan kekuatan-kekuatan lawan politiknya dan menempatkan
dirinya sebagai pengambil inisiatif. Kewibawaan Angkatan Darat semakin
naik setelah berhasil menumpas pemberontak di Jawa Barat tahun 1961 dan
Sulawesi tahun 1962, maka Angkatan Darat bertekad untuk bertindak tegas
terhadap Soekarno. Melihat keadaan seperti ini Soekarno berusaha untuk
memotong kekuatan Angkatan Darat dengan mengangkat Mayor Jenderal
Achmad Yani sebagai Panglima Angkatan Bersenjata yang fungsinya lebih
Soekarno merasa kekuatannya lebih aman terhadap ancaman kepemimpinan
Nasution.19
Angkatan Darat berusaha untuk menciptakan situasi politik yang aman
sehingga politik Demokrasi Terpimpin dapat berjalan lancar. Peranan
Angkatan Darat sangat berpengaruh terutama untuk menciptakan keamanan
dalam situasi politik. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di
daerah-daerah dapat dikenali oleh Angkatan Darat. Selain itu Angkatan Darat
membantu presiden dalam menentukan kebijakan-kebijakan pemerintahan,
sehingga antara Soekarno dan Angkatan Darat mempunyai hubungan yang
kuat dan saling mendukung.
3. Sikap
Berdasarkan kamus umum Bahasa Indonesia, sikap diartikan sebagai
pendirian yang mendasari suatu tindakan baik perorangan maupun sekelompok
orang. Kebijakan diartikan sebagai keputusan atau tindakan dari suatu
organisasi atau institusi. Istilah sikap dan kebijakan pada dasarnya merupakan
pengertian yang sangat erat kaitannya. Sikap adalah pendirian atau pernyataan,
sedangkan kebijakan adalah wujud konkret atau merupakan realisasi dari sikap.
Kebijakan lebih berbentuk sebagai keputusan atau tindakan baik dari organisasi
maupun institusi.20
Menurut Muhibin Syah sikap adalah gejala internal yang berdimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (respons
tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan
19
Nazaruddin Sjamsuddin.op.cit. hlm 193-194.
20
sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap sendiri biasanya
memberikan penilaian (menerima/menolak) terhadap objek yang
dihadapinya.21
Sikap menurut Bimo Walgito adalah organisasi pendapat, keyakinan
seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya
perasaan tertentu, dan memberikan dasar bagi orang tersebut untuk membuat
respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.22 Sehingga sikap
bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan terjadinya perubahan.
Sikap menurut Saifuddin Anwar sebagai suatu bentuk evaluasi atau
reaksi perasaan.23 Hal ini biasanya diekspresikan dengan cara mendukung/
memihak ataupun perasaan tidak mendukung/ tidak memihak terhadap suatau
objek. Seseorang tentu saja akan memiliki penilaian terhadap suatu objek yang
telah menjadi pilihannya. Sikap menempatkan dalam pola pemikiran untuk
menyukai sesuatu mendekati, ataupun menjauhi suatu objek.
Sikap menurut Winkel adalah kecenderungan untuk mnerima/ menolak
suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai sesuatu yang
berguna (sikap negatif).24 Sikap positif biasanya cenderung untuk pada
semacam mengadakan pendekatan terhadap objek itu seperti menerima, setuju
merasa bergairah, dll. Sebaliknya sikap negatif biasanya cenderung pada
semacam penghiburan terhadap suatu objek, seperti: menolak, tidak setuju,
merasa enggan, dll. Sikap memberikan kemungkinan yang besar akan
21
Muhibin Syah.Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja. Bandung. hlm135.
22
Bimo Walgito. 1978. Psikologi Sosial suatu Pengantar.Andi Offset. Yogyakarta.. hlm 109.
23
Saifuddin Azwar. 2005. Sikap manusia dan Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar Yogyakarta. hlm 5.
24
kesuksesan atau kegagalan usaha seseorang karena sikap sendiri dapat
berfungsi sebagai motivator dalam bertingkah laku.
Menurut Bruno seperti yang dikutip oleh Muhibin Syah, sikap
(attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi denagn
cara baik/ buruk terhadap orang atau barang tertentu.25 Sikap dapat dianggap
sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adalah
suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak terhadap suatu objek
karena melihat kegunaan objek tersebut bagi dirinya.
Konsep sikap ini ditujukan kepada Soekarno, sikap Soekarno terhadap
Angkatan Darat. Soekarno membutuhkan Angkatan Darat dalam pembentukan
Demokrasi Terpimpin. Pandangan Soekarno terhadap Angkatan Darat dan
hubungan antara Soekarno terhadap Angkatan Darat. Soekarno
menyeimbangkan 2 kekuatan yaitu PKI dan Angkatan Darat. Di samping itu
juga Presiden Soekarno mengatur keseimbangan kekuatan politik antara tentara
dan PKI, dan berusaha mengontrolnya agar salah satunya tidak lebih dominan
dan Presiden tetap menjadi faktor penentu kebijakan.
4. Demokrasi
Menurut Abraham Lincoln demokrasi berasal dari Yunani. Terdiri
dari dua suku kata yaitu “Demos” yang berarti rakyat dan “Kratos” yang berarti
Pemerintahan. Jadi demokrasi adalah suatau pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
25
Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi warga negara.26
Jadi demokrasi adalah dasar hidup suatu bangsa dan negara yang menunjukkan
bahwa kebijakan umum atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik.
5. Terpimpin
Terpimpin adalah sistem demokrasi yang dijalankan dengan rancangan
dan petunjuk-petunjuk yang tertentu.27
6. Demokrasi Terpimpin
a. Terbentuknya Demokrasi Terpimpin.
Sejak jaman Kabinet Ali II Presiden Soekarno melihat dan
menilai bahwa sistem parlementer yang dipraktekkan dan diterapkan di
Indonesia sebagai sesuatu yang tidak baik, maka Soekarno
mengemukakan gagasannya untuk memperkenalkan sistem
pemerintahan atau sistem politik baru,28yang kemudian dikenal dengan
Demokrasi Terpimpin. Dengan demikian maka secara de fakto
kekuasaan beralih ke tangan Soekarno setelah ia menyampaikan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan sekaligus mengakhiri Demokrasi Parlementer.
26
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departermen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta. hlm 195.
27
W.J.S. Poerwadarminta,op.cit. hlm 755
28
Demokrasi Terpimpin bukan sekedar demokrasi dengan
stem-stem (pemungutan suara), melainkan suatu dengan kepribadian bangsa
Indonesia.29 Selain itu demokrasi terpimpin bukan konsep yang siap
pakai atau yang mempunyai difinisi yang jelas karena pada awalnya
konsep tersebut hanya merupakan ide Presiden Soekarno yang luas dan
kabur yang dimaksudkan untuk menangani masalah-masalah yang
semakin bertumpu yang dihadapi negara yang pemerintahannya sedang
dirumuskan oleh konstituante, tetapi dengan berjalannya waktu konsep
tersebut berubah menjadi konsep politik yang sama sekali berbeda yaitu
dimaksudkan untuk meruntuhkan konsep pemerintahan Parlementer.30
Langkah pertama yang digunakan untuk melaksanakan
gagasan Demokrasi Terpimpin adalah Konsepsi Presiden yang
dicetuskan pada tanggal 21 Februari 1957 yang berisikan pokok pikiran
sebagai berikut:31
1. Pembentukan suatu Kabinet Gotong Royong dengan semua partai
besar (PNI, Masyumi-NU-PKI) diwakili di dalamnya. Karena
didukung oleh 4 partai besar maka disebut juga kabinet berkaki
empat.
2. Pembentukan suatu Dewan Nasional yang anggota-anggotanya
terdiri dari wakil-wakil golongan fungsional sebagai Badan
29Ibid
. hlm 3.
30
Adnan Buyung Nasution. 1955. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia. Studi Sosio-Legal Konstituante 1956-1959.terj. Sylvia Tiwan. Pustaka Utama Grafik. Jakarta. hlm 301.
31
Penasehat. Dengan demikian maka Kabinet akan mencerminkan
partai-partai dalam parlemen sedangkan Dewan Nasional akan
mencerminkan atau mewakili masyarakat.
Pada kenyataannya hanya dua partai yang mendukung konsepsi
tersebut yaitu PNI dan PKI sedangkan partai lain menolak konsepsi itu
karena PKI diikutsertakan dalam Kabinet Gotong Royong. Partai yang
menolak konsepsi itu antara lain: Masyumi, NU dan Partai-Partai
Kristen. Walaupun ada beberapa partai yang menolak konsepsi tersebut
Presiden tidak mau mundur dan tetap mengambil langkah berani.
Perkembangan Demokrasi Terpimpin dibagi dalam tiga tahap.
Tahap pertama bulan Februari 1957- Juli 1958 yang mencakup
perkembangan sejak muncul sampai berakhirnya pemberontakan
daerah. Pada tahap ini ide Demokrasi Terpimpin masih kurang
berkembang dalam pengertian konseptual karena Dewan Nasional baru
dibentuk. Satu-satunya kejelasan ialah keinginan untuk meninggalkan
sistem politik yang berlaku yang disebut “Demokrasi Liberal”,
terutama sistem kepartaian dan pemerintahan parlementer yang
Soekarno kecam sebagai penyebab semua permasalahan yang harus
dihadapi negara dan untuk menggantikannya dengan Demokrasi
Terpimpin yang dapat menjamin stabilitas politik.
Tahap kedua yaitu bulan Juli 1958- November 1958. Pada
tahap ini diusahakan perumusan ide dasar Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin semakin jelas. Maka Masalah yang utama ialah
konseptual bagi Demokrasi Terpimpin dan kedudukan konstitusional
bagi golongan fungsional yang merupakan model perwakilan rakyat di
bawah pengawasan-pemerintah yang baru dibentuk ditengah-tengah
partai-partai politik.
Tahap ketiga yaitu bulan November 1958- Juli 1959. Pada
tahun ini Demokrasi Terpimpin memasuki tahap pelaksanaan dengan
kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahan seluruh sistem
politik serta Angkatan Darat mulai memainkan peranannya yang
menentukan.32
Jatuhnya Kabinet Ali II membuat Presiden Soekarno belum
mau dan belum bisa melaksanakan konsepnya dengan paksaan
(kekerasan) atau mengambil langkah-langkah untuk mewujudkan
gagasan Demokrasi Terpimpinnya. Terbukti dengan pengangkatan
Suwiryo sebagai ketua umum PNI yang merupakan formatur kabinet
dengan masa kerja yang cukup lama. Suwiryo tidak berhasil
membentuk kabinet sehingga Soekarno membentuk Kabinet Darurat
Extra- Parlementer (Emergency Extra-Parlementary Business Cabinet),
dan berhasil membentuk Kabinet Baru yang diberi nama Kabinet Karya
dengan Djuanda sebagai Perdana Menteri. Soekarno mulai mengambil
tindakan-tindakan yang inkonstitusional setelah pembentukan Kabinet
Karya. Salah satu tindakan inkonstitusional yang diambil oleh Presiden
32
Soekarno adalah penyusunan program Kabinet Karya yang disesuaikan
degan keinginannya antara lain berupa pembentukan Dewan Nasional
yang ternyata menjadi lembaga tinggi negara di samping
lembaga-lembaga tinggi lainnya yang sudah ada. Dewan Nasional tidak diatur
atau disebut dalam Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS).33
Pembentukan Kabinet Karya telah merintis jalan kearah
terselenggaranya Demokrasi Terpimpin. Konsep Demokrasi Terpimpin
pada awalnya dibentuk atas dasar sikap anti partai mempercepat proses
kemerosotan lembaga-lembaga kepartaian sehingga Soekarno bersama
dengan Angkatan Darat bekerjasama untuk memperlemah peranan
partai-partai politik dalam pemerintahan sampai dengan tahun 1960.
Soekarno berharap agar pada awal tahun 1960 dapat menghasilkan
terbentuknya sebuah partai negara atau dengan kata lain sebuah front
yang kuat dengan meleburkan partai-partai politik menjadi satu.
Soekarno memutuskan untuk membentuk Front Nasional yang lemah
dengan membiarkan partai-partai itu secara organisatoris tetap utuh dan
keyakinan itu tercermin dalam komposisi Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong (DPRGR).
Berlakunya Demokrasi Terpimpin menimbulkan terjadinya
suatu perubahan dalam system politik Indonesia. Dalam kacamata
dunia Barat, Indonesia telah jatuh ke sistem kekuasaan otoriter sebab
semua kekuasaan berada dalam satu tangan yaitu Soekarno. Meskipun
33
terdapat lembaga-lembaga seperti DPR, MPRS, tetapi dengan
dibentuknya Dewan Nasional praktis kekuasaan berada di tangan
Soekarno. Sejak saat itu semua lembaga politik seperti DPR, MPRS,
Dewan Nasional dan Dewan Pertimbangan Agung bekerja di bawah
komando Soekarno.
Dengan terbentuknya Demokrasi Terpimpin maka lengkaplah
sudah keinginan Soekarno untuk menggenggam urusan politik
sepenuhnya dengan tujuan menyelamatkan revolusi dan bangsa.
Soekarno membawa bangsa Indonesia ke sistem pemerintahan
tradisional yang diberi bentuk modern. Semua kekuatan berada di
tangan Soekarno dan ia menjadi pusat kekuasaan. Sistem ini
merupakan suatu sistem yang tidak terjadi menurut dunia Barat.34
b. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin.
Dalam rangka pelaksanaan Konsepsi Presiden, pada tanggal 6
Mei 1957 dibentuk Dewan Nasional yang berfungsi sebagai badan
penasehat bagi Kabinet beranggotakan 45 orang yang mewakili
berbagai golongan fungsional seperti tani, buruh, wanita, pemuda serta
juga dari masing-masing Angkatan termasuk Kepolisian. Langkah
selanjutnya setelah Dewan Nasional terbentuk, maka Presiden
menetapkan sistem baru pengganti system demokrasi parlementer
berdasarkan UUDS 1950 menjadi Demokrasi Terpimpin yang menurut
penjelasan beliau adalah merupakan “demokrasi gotong royong” yang
34
dipimpin oleh hikmah kebijakasanaan dalam permusyawaratan. Dengan
demikian maka pelaksanaan demokrasi terpimpin ini harus diikuti
dengan kembali pada UUD 1945.
Dalam Dewan konstituante hasil pemilihan umum tahun 1955
tidak pula berhasil menyusun undang-undang dasar baru sebagai
pengganti UUDS 1950, disebabkan adanya perbedaan pendapat secara
prinsipil mengenai dasar negara terutama untuk pencantuman tujuh
butir kata dari Piagam Jakarta yaitu “ dengan kewajiban melaksanakan
syariat Islam bagi pemeluknya”. Karena itu Presiden pada tanggal 22
April 1959 menyampaikan amanat kepada Dewan Konstituante yang
berisikan anjuran agar kembali ke UUD 1945. Namun dalam beberapa
kali sidangnya, Dewan tidak berhasil mengambil keputusan
dikarenakan partai-partai yang duduk didalamnya mengelompokkan
dirinya dalam dua golongan yaitu masing-masing “ Kelompok Islam
dan Kelompok Nasionalis/ Sosialis/ non Komunis”. Akibatnya adalah
bahwa Presiden mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang
menyatakan pembubaran Dewan Konstituante dan berlakunya kembali
Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam suasana kembali ke UUD 1945 itu, Presiden Soekarno
mempertegas lagi konsepnya ketika menyampaikan pidato 17 Agustus
1959 yang diberi judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato itu
kemudian oleh Presiden diserahkan kepada Panitia Kerja Dewan
merumuskan menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang
kemudian setelah GBHN tersusun diberi judul “ Manifesto Politik
Republik “ disingkat MANIPOL.
Presiden Soekarno menyampaikan Dekrit Presiden kepada
seluruh rakyat pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden maka UUD 1945 berlaku kembali dan Demokrasi Terpinpin
mulai diterapkan. Pada pidato peringatan ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia tahun 1959 berjudul “Penemuan Kembali Revolusi
Kita” Soekarno menjelaskan kembali butir-butir pengertian Demokrasi
Terpimpin sebagai berikut: a). Tiap orang diwajibkan untuk berbakti
kepada kepentingan umum masyarakat dan Negara. b). Tiap orang
mendapat penghidupan layak dalam masyarakat bangsa dan Negara.35
kemudian lebih dikenal dengan Manipol Usdek, berisikan tiga kerangka
revolusi dan lima persoalan pokok revolusi Indonesia yang dijadikan
sebagai acuan bagi garis besar politik. Melengkapi manipol usdek,
selanjutnya presiden Soekarno mengajukan pula konsepsi RIL
(Revolusi, Ideologi dan Leadership) yang diterjemahkan sebagai
revolusi-sosialisme-pimpinan (Resopin).36 Pengaruh sosialisasi politik
melalui Soekarnoisme ini mempunyai pengaruh kuat terhadap
pembuatan kebijaksanaan politik luar negeri. Hal ini menjadi wadah
menyalur kepentingan ideologi yang diperjuangkan melalui revolusi
dibawah satu pimpinan nasional yaitu Soekarno.
35
Moh. Mahfud. 1993.Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia.Liberty. Yogyakarta. Hlm 57.
36
Dalam Pidato pembukaan Kongres Pemuda di Bandung pada
bulan Februari 1960, Presiden menyatakan bahwa intisari Manipol ada
lima yakni: UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia disingkat USDEK.
Sesuai dengan program umum Manipol, Presiden melakukan
berbagai langkah perombakan diantaranya yang penting adalah:
1. Membentuk Badan-Badan baru seperti Majelis Permusyawaratan
Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dan Front Nasional.
2. Mengadakan retuling terhadap Aparatur di semua Lembaga
pemerintahan termasuk alat kekuasaan negara Angkatan Darat,
Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian dengan maksud
menampung semua kelompok secara gotong royong yakni
kelompok-kelompok Nasionalis, agama dan Komunis
(NASAKOM).
3. Melakukan penyederhanaan partai sampai jumlah sepuluh, namun
karena dirasa masih terlalu banyak maka perannya cukup diwakili
oleh tiga orang seja guna melambangkan konsepsi NASAKOM.37
Yang dimaksud dengan NASAKOM adalah lembaga-lembaga
pemersatu atas pencerminan golongan-golongan dalam masyarakat
Indonesia. Nasakom merupakan jiwa dari kepribadian masyarakat yang
berisi tiga kekuatan yang meliputi: Nas adalah golongan nasionalis, A
37
adalah golongan agama dan Kom adalah golongan komunis.38 Doktrin
Nasakom tersebut yang mengandung nasionalis, agama dan komunis
akan bersama-sama berperan dalam pemerintahan nasional Soekarno
sehingga akan menghasilkan suatu system politik yang kuat dan
menciptakan kepribadian nasional.
Tanggapan partai-partai terhadap konsepsi Demokrasi
Terpimpin dapat digolongkan pada dua sikap, yang menerima dan yang
menolak. Adapun yang menerima adalah PNI dan PKI, serta yang
menolak adalah Masyumi, PSI, Katolik dan sebagian NU. Sedangkan
di pihak TNI sikapnya adalah menerima dalam arti bahwa Demokrasi
Terpimpin tetap berlandaskan pada UUD 1945 dimana arti Demokrasi
Terpimpin adalah sesuai dengan sila ke-empat Pancasila yaitu
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan” seperti yang pernah diamanatkan oleh Presiden
Soekarno sendiri.
Dengan berlakunya sistem Demokrasi Terpimpin yang
ditopang dengan GBHN-Manipol serta dengan keberhasilan PKI masuk
dalam kabinet pemerintahan, maka PKI merasa kedudukannya semakin
kuat sehingga mengubah taktiknya dengan mengesampingkan peran
DPR dan mendasarkan perjuangan politiknya pada perimbangan
kekuatan di masyarakat. Dengan demikian maka terjadilah “balance of
power” antara dua kekuatan politik utama yang ada pada saat itu yakni
38
TNI dan PKI. Unjuk rasa politik antara dua kekuatan ini
dimanifestasikan dalam bentuk organisasi tandingan yang didukung
oleh masing-masing pihak yaitu dalam perburuan yaitu: Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia atau yang disingkat SOBSI (PKI)
dan Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia atau yang
disingkat SOKSI (TNI), dalam masyarakat kecil dan petani di pedesaan
ada Barisan Tani Indonesia atau yang disingkat BTI (PKI) dan ada
Masyarakat Keluarga Gotong Royong atau yang disingkat MKGR
(TNI) dalam bidang media masa ada surat kabar Harian Rakyat dan
Bintang Timur (PKI) serta ada juga surat kabar Berita Yudha dan
Angkatan Bersenjata (TNI), sedangkan dalam bidang budaya ada
Lembaga Kebudayaan Rakyat atau yang disingkat LEKRA (PKI) dan
Manifes Kebudayaan atau yang disingkat MANIKEBU (TNI).39
Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Demokrasi Terpimpin adalah suatu alat untuk mengatasi perpecahan
yang muncul di dataran politik Indonesia dalam pertengahan tahun
1950-an. Untuk menggantikan pertentangan parlementer di antara
partai-partai, suatu sistem yang lebih otoriter diciptakan, peran utama
tersebut dimainkan oleh Presiden Soekarno. Ia memberlakukan kembali
konstitusi presidensial tahun 1945 pada tahun 1959 dengan dukungan
39
kuat pihak Angkatan Darat, yang juga memberikan dukungan
organisasional utama bagi pemerintahan itu.40
7. Konsep Angkatan Darat pada masa Demokrasi Terpimpin menurut:
a. Harold Chouch.
Angkatan Darat Indonesia berbeda dengan kebanyakan
Angkatan Darat pada umumnya yang telah merebut kekuasaan politik,
karena tidak pernah sebelumnya menganggap dirinya sebagai suatu
Organisasi yang tidak berpolitik. Dari awal sejarahnya dalam tahun 1945
sebagai tentara gerilya yang memerangi kembalinya kekuasaan penjajah
Belanda sampai konsolidasi kekuasaan politiknya di bawah Orde baru,
para perwira Angkatan Darat Indonesia senantiasa melibatkan dirinya ke
dalam masalah-masalah politik dan hambatan sepanjang masa itu dengan
giat memainkan peranan politik yang penting. Sesudah berlakunya
Undang-Undang keadaan perang tahun 1957, hak peran serta mereka itu
diberi pengakuan resmi melaui pengangkatan-pengangkatan dalam
kabinet, parlemen dan Administrasi semasa zaman Demokrasi
Terpimpin. Angkatan Darat menjadi salah satu dari dua kekuatan politik
yang terorganisasi, dan bersama dengan Presiden Soekarno menguasai
pembersihan Angkatan Darat sebagai kekuatan dominan satu-satunya
dalam perpolitikan di Indonesia.
Pertumbuhan non militer Angkatan Darat tersebut disertai
dengan pembenaran secara ideologis atas kegiatan-kegiatan baru yang
40
diberlakukannya. Berlakunya Undang-Undang pada tahun 1957,
Jenderal Nasution merumuskan konsep “Jalan Tengah”. Dalam konsep
tersebut para perwira Angkatan Darat aktif berperan serta dalam urusan
pemerintahan namun tidak berusaha merebut posisi dominan semasa
periode Demokrasi Terpimpin Angkatan Darat mempunyai peranan
dalam bidang politik sehari-hari dan bidang non militer lainnya menjadi
berakar makin dalam.
Angkatan Darat di Indonesia merupakan suatu kekuatan militer
dan kekuatan sosial sekaligus, kegiatan Angkatan Darat tersebut
meliputi bidang ideology, politik, sosial, ekonomi, budaya dan
keagaman. Angkatan Darat tidak hanya mempunyai tugas kemiliteran
saja, tetapi terjalin dengan segala bidang kehidupan masyarakat. Selama
periode Orde Baru doktrin ini menjadi terkenal sebagai Dwi Fungsi
Angkatan Bersenjata dan kemudian dalam ungkapan sansekerta disebut
sebagai Dwi Dharma dan yang menunjuk kepada peranan militer dan
sosial politik yang dimainkan oleh Angkatan Bersenjata. Dominasi
Angkatan Darat lebih lanjut atas negara tahun 1970-an diberi
kesempatan pembenaran-pembenaran dengan alasan bahwa kaum sipil
masih memerlukan kepemimpinan kuat yang hanya bisa dijamin oleh
Angkatan Darat. Masuknya para perwira Angkatan Darat ke dalam
kancah kegiatan sipil yang luas selama masa Demokrasi Terpimpin,
bagaimanapun juga, membawa suatu bentuk politisasi baru. Banyak
sehingga menghalangi pimpinan Angkatan Darat itu untuk potensi
politik mereka sepenuhnya.41
b. Ulf Sundhaussen
Para perwira Indonesia menganggap dirinya sebagai agen-agen
modernisasi yang bisa bekerja lebih baik daripada orang sipil dalam
menyelenggarakan urusan negara. Tahun 1957/1958 dapat dianggap
sebagai titik dimana tentara mulai menaruh perhatian yang lebih besar
dalam bidang ekonomi dan secara berangsur-angsur menonjolkan
pandangan bahwa golongan militer dapat menawarkan kemahiran
manajemen yang masih langka dalam masyarakat pada umumnya.
Angkatan Darat mulai memasuki sektor ekonomi, kadang-kadang
dengan jalan menyediakan tenaga manajemen bagi perusahaan milik
negara atau perusahaan asing yang sudah dinasionalisasi. Para Perwira
Angkatan Darat ini dalam dewan manajemen berlaku sebagai orang
yang menangani keamanan dan hubungan dengan buruh.
Ketika keadaan ekonomi makin buruk dan Soekarno makin tak
ambil pusing mengenai masalah ekonomi dan kesejahteraan, maka pihak
AD makin cemas mengenai keadaan ekonomi yang sudah hampir
ambruk. Perbedaan pendapat antara Nasution dan Soekarno mengenai
urutan prioritas kebijaksanaan, dimana Nasution lebih mengutamakan
soal ekonomi dan kesejahteraan daripada pembebasan Irian Barat.
Nasution bersikeras terus dengan jalan mendukung kebijakan Djuanda
41
dalam 1963. Suatu kebijakan yang bertujuan merencanakan dan
melaksanakan tindakan pemulihan ekonomi.
Keprihatinan Nasution dan Angkatan Darat pada umumnya
mengenai keadaan ekonomi sama sekali tidak mengherankan. Bagi
Nasution dan para perwira yang lebih idealis, pemulihan ekonomi itu
juga merupakan suatu persoalan ideologis dan konstitusional
memciptakan suatu masyarakat yang adil dan makmur merupakan salah
satu ketentuan dari Pancasila, karena Pancasila dianggap sebagai bagian
dari UUD 1945. Maka sikap yang mengabaikan ekonomi dan yang saja
tercela dari segi moral tetapi juga tidak konstitusional.42
c. Herbert Feith
Pemerintah dan politik Indonesia dewasa ini adalah pemerintah
dan politik Demokrasi Terpimpin. Ia adalah tatanan politik yang
diantarkan di antara tahun-tahun awal kemerdekaan. Di Era Demokrasi
Terpimpin telah diandalkan sebagai suatu sistem politik yang
dipengaruhi secara kritis terutama seklali oleh suatu hubungan “konflik
yang mantap” yang ditandai oleh upaya bersama dan berlangsungnya
terus kompetisi dan ketergantungan antara dua mitra yang bertanding
dengan lebih kurang setaraf. Karena itu Herbert Feith memulai
pembahasan ini dengan mengikhtisarkan dasar kerja sama dan
perselisihan Soekarno-Angkatan Darat dan meneliti beberapa segi
penting kehidupan politik dan pemerintahan Indonesia yang
42
memperlihatkan sedemikian penting interaksinya pemerintahan sipil,
Partai Komunis dan partai-partai pro-Barat, orang-orang Cina Indonesia,
dan sebagai contoh yang lain lagi, urusan luar negeri. Dalam bagian
berikutnya saya akan kembali meninjau struktur konstitusi dan ideologi
Demokrasi Terpimpin dan sebuah pembahasan tentang bagaimana
sistem itu mempengaruhi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Peranan Militer pada masa Demokrasi Terpimpin yaitu sejak
lahirnya tentara Indonesia telah menempati dirinya baik sebagai
kekuatan militer maupun kekuatan politik dalam sebagian besar dari
sejarahnya memang tentara telah memainkan peran politik yang
penting.43
G. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah yang harus
diuji kebenarannya. Dalam suatu penelitian, hipotesis merupakan pedoman
bagi penelitian. Itu berarti sebelum penelitian dilakukan sudah dirumuskan
hipotesis dari masalah yang akan diteliti. Hipotesis itulah yang akan dibuktikan
dalam penelitian. Dengan adanya hipotesis, maka langkah pengujian hipotesis
dapat dilakukan dengan lebih terarah. Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Kalau Angkatan Darat mengalami kekecewaan pada masa Demokrasi
Parlementer yang menimbulkan terjadinya pergantian kabinet dalam
waktu yang singkat dan terjadi pergolakan-pergolakan di daerah maka
Angkatan Darat mendukung diberlakukannya Demokrasi Terpimpin.
43