• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Bungkil Inti Sawit (BIS)

Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik Davendra (1997). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervariasi, tetapi kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19%

(Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).

Gambar 1. Bungkil inti sawit

Sumber :

Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lainnya. Namun demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino essensial cukup lengkap dan imbangan Ca dan P cukup baik Lubis (1992). Dari hasil analisa proksimat dapat dilihat nilai nutrisi BIS.

(2)

Pada BIS terdapat 14-21% protein kasar terlihat pada (Tabel 1). Tingkatan ini adalah terlalu rendah untuk digunakan dalam awal pertumbuhan pada itik, tetapi protein cukup untuk pertumbuhan unggas yang sudah dewasa. Nwokolo et al (1986) menyatakan bahwa rata-rata ketersediaan dari asam amino untuk unggas adalah 63.3% untuk glisin sekitar 93.2% yang rendah adalah valin dan methinonin pada BIS, valin dan metionin sebaiknya diperoleh dari sumber lain, pada pemberian BIS untuk awal pertumbuhan itik.

Kandungan karbohidrat pada BIS dinyatakan oleh Knudsen (1997) bahwa total karbohidrat dari BIS, tidak termasuk lignin, akan berbuat 50%, dimana hanya 2.4% menjadi bobot molekular yang rendah dan 1.1% adalah mudah dicerna sisanya 42% adalah dalam wujud sukar dicerna yaitu polisakarida. Itu adalah, 81% dari karbohidrat yang terdapat pada BIS adalah sukar dicerna.

Tabel 1. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit

Nutrisi Kandungan

Energi metabolis (Kkal/kg) 2810a

Protein kasar (%) 15,40b

Lemak kasar (%) 6,49a

Serat kasar (%) 9b

Abu (%) 5,18a

Sumber: a. Laboratorium Ilmu makanan ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanaian USU (2000)

(3)

Tabel 2. Komposisi asam dan ketersediaan amino pada bungkil inti sawit

Kandungan Zat Komposisi Ketersediaan

(A) (B) (C) (%) (D) Arginin 2,18 2,68 2,40 93,2 Sistin 0,20 - - - Glisin 0,82 0,91 0,84 63,3 Histidin 0,29 0,41 0,34 90,1 Isoleusin 0,62 0,60 0,61 86,1 Leusin 1,11 1,23 1,14 88,5 Metionon 0,30 0,47 0,34 91,0 Penilalanin 0,73 0,82 0,74 90,5 Thereonin 0,55 0,66 0,60 86,5 Lysin 0,59 0,69 0,61 90,0 Tyrosin 0,38 0,58 0,47 85,0 Serin 0,69 0,90 0,77 88,7 Valin 0,93 0,43 0,80 68,4 Triptopan 0,17 - 0,19 -

Sumber : a. Yeong (1980) c. Hutagalung (1980)

b. Nwokolo et al., (1986) d. NRC (1994)

Enzim Hemicell

Enzim hemicell adalah hasil fermentasi dari Bacillus lentus. Hemicell ini mengandung β-mannase tinggi yang dapat menurunkan β-mannan, serat dalam makanan yang diberikan, β-mannan dan turunannya yaitu β-galaktomannan merupakan faktor anti nutrisi bagi hewan monogastrik. Pemberian 2-4% dalam makanan dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan mengurangi efesiensi

(4)

pemberian ransum untuk broiler (Tabel 3 dan 4). Konsekuensinya β-mannan memperlambat pertumbuhan dan mengurangi efesiensi pemberian ransum

(Chemgen, 1999). Pengaruh negatif dari β-mannan dan perbandingan hasil

penggunaan β-mannan dengan β-mannase pada broiler, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Efek negatif β-mannan (β-galaktomannan)

Umur (hari) PBB FCR

Kontrol 15 0.243 1.752

Kontrol + 4 essens β-galaktomannan 15 0.158 2.272

Perbedaan - 0.085 0.520

Sumber : Andersoon et al., (1964) Poultry Science 43; 1091-1097

Tabel 4. Pebandingan hasil penggunaan β-galaktomannan dan β-mannase Umur (hari) PBB FCR

Kontrol 14 0.168 1.480

Kontrol + 2% β-galaktomannan 14 0.186 1.960.

Kontrol + 2% β-galaktomannan dan β-mannase 14 0.172 1.550

Sumber : Ray et al., (1982) Poultry Science 61; 488-494

Hemicell adalah enzim berbasis proprietari dan unik pakan aditif untuk digunakan dalam makanan unggas. Beberapa bahan pakan, termasuk bungkil

kedelai, mengandung β-mannan, sebuah serat anti-nutrisi yang menghambat

kinerja ayam pedaging hidup. Hemicell® mendegradasi dan menghilangkan β -mannan. Matriks nilai dari Hemicell® yang telah dikembangkan dapat digunakan dalam merumuskan ransum broiler. Hemicell ® adalah produk non-transgenik.

(5)

Mekanisme Kerja Enzim Hemicell

Enzim bereaksi dalam pembentukan suatu senyawa kompleks antara enzim dengan substratnya sehingga memungkinkan enzim dapat bekerja pada substrat tersebut. Senyawa kompleks ini kemudian dipecah untuk menghasilkan suatu senyawa lain dan enzim yang tidak berubah.

E + S ES E + P

Dimana E adalah enzim dan S adalah subtrat, ES adalah kompleks enzim dan subtrat dan P adalah hasil baru yang dihasilkan oleh aksi enzim.

Peranan enzim dalam saluran pencernaan ditujukan terhadap pencernaan pati, lemak dan protein (Wahyu, 1992). Kadang kala enzim ditambahkan ke dalam ransum dengan maksud mempercepat pencernaan ransum tersebut atau mempertinggi penggunaannya (Anggorodi, 1994).

Banyak polisakarida termasuk galaktan, mannan, silan, araban dan asam uronat didapatkan di dalam fraksi hemicellulosa dari tanam-tanaman. Istilah hemicellulosa menunjukkan komponen-komponen tanaman yang tidak larut dalam air yang mendidih, larut di dalam alkali yang diencerkan dan didegradasi oleh asam yang deiencerkan. Penelitian menunjukkan bahwa ayam dapat menggunakan hemicellulosa sebagai sumber energi tapi dalam keadaan terbatas. Beberapa hidrolisa dapat terjadi di dalam proventriculus dan gizzard dalam lingkungan asam atau di dalam perut sederhana dari hewan, juga pencernaan melalu mikroba di dalam usus dapat melepaskan sejumlah energi (Wahyu, 1992).

(6)

Hemicell adalah bahan yang direkomendasikan untuk pakan unggas seperti ayam, untuk meningkatkan keseragaman kawanan ternak. Hemicell merupakan bahan berbasis enzim yang unik dimana dapat mengurangi stress, meningkatkan kekebalan pada hewan, membantu pencernaan dan meningkatkan nilai gizi pakan berbasis kedelai untuk hewan monogastrik seperti ayam pedaging dan babi.

Itik Raja (Mojosari Alabio)

Itik alabio merupakan hasil persilangan itik asli Kalimantan dengan itik peking. Nama alabio sendiri diberikan oleh drh. Saleh Puspo, seorang ilmuan yang melakukan pendalaman terhadap itik ini pada tahun 1952, sedangkan nama alabio diambil dari nama sebuah kota di kabupaten hulu sungai Utara Kalimantan Selatan yang terkenal sebagai tempat pemasaran itik. Ciri- ciri dari itik alabio antara lain sebagai berikut : 1) tubuh berukuran lebih besar dari pada itik petelur lain, 2) sikap berdirinya tidak terlalu tegak, yakni membuat sudut ± 60º dengan dasar tanah, 3) bobot badan itik betina dewasa 1,2 - 1,4 kg dan itik jantan dewasa 1,4 - 1,6 kg, 4) warna bulu pada betina kuning keabu - abuan dengan bulu sayap, ekor, dada, leher, dan kepala sedikit kehitaman. Sedangkan untuk itik jantan warna bulu cenderung lebih gelap dan pada sayap terdapat beberapa helai bulu suri berwarna hijau kebiru- biruan, 5) mempunyai garis putih di atas mata yang menyerupai alis, 5) paruh dan kaki berwarna kuning, baik pada jantan maupun betina, 6) produksi telur rata- rata 249 butir per tahun. (Supriyadi, 2009).

Itik mojosari banyak ditemukan di Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Sedangkan, penyebarannya mencakup daerah

(7)

Jawa Timur dan Jawa Barat. Itik Mojosari mempunyai ciri- ciri spesifik sebagai berikut : 1) bulu pada betinanya berwarna coklat tua kemerahan dengan beberapa variasi yang tampak di seluruh permukaan tubuh, sedangkan pada jantan bulu pada bagian kepala, leher, dan dada berwarna coklat gelap mendekati hitam, bagian perut agak keputih- putihan, serta pada bagian punggung coklat tua. Bulu di bagian ekornya melengkung ke atas dan pada bagian sayap terdapat bulu suri yang berwarna hitam mengkilap, 2) paruh dan kaki itik mojosari betina berwarna hitam, sedangkan pada itik jantan paruh dan kaki tampak lebih hitam dari betina, 3) selain itu, ada juga itik mojosari (betina dan jantan) yang berwarna putih polos dengan warna paruh dan kaki kuning. Itik seperti ini sering disebut itik mojosari putih, namun populasinya sudah sangat jarang, 4) bobot telur itik mojosari coklat rata- rata 69 g dan itik mojosari putih 65,2 g, 5) produksi telur itik mojosari

coklat 238 butir per tahun dan itik mojosari putih 219 butir per tahun ( Supriyadi, 2009).

Itik Raja merupakan itik jantan hasil persilangan dari itik Mojosari dan itik Alabio yang telah dilakukan oleh Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Palaihari Kalimantan Selatan maupun Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Penamaan itik Raja karena itik ini memiliki keunggulan pertumbuhan yang lebih cepat dari pada itik jantan lainnya, dagingnya lebih tebal, dan aromanya tidak terlalu amis seperti itik pada umumnya (Supriyadi, 2009).

Itik Raja memiliki ciri sebagai berikut: 1) warna bulu coklat kehitaman dengan kombinasi warna putih pada bagian bawah dada dan perut, 2) bagian leher berbintik putih memanjang dari bawah mulut hingga bawah perut, 3) bagian sayap terdapat beberapa lembar bulu suri yang mengkilap berwarna biru kehitaman, 4)

(8)

bagian kepala terdapat garis putih tepatnya diatas mata menyerupai alis, 5) paruh dan kaki berwarna hitam tetapi ada juga yang berwarna kuning.

Gambar 2. Itik Raja

Sumber : Supriyadi (2009)

Ditinjau dari segi pertumbuhannya, itik Raja mempunyai produktivitas yang tinggi, dengan pertambahan bobot badan per minggu di atas 200 gram. Pada umur 6 minggu, bobot badan sudah mencapai 1,21 Kg dengan FCR 2,14. Pada umur 7 minggu, bobot badan sudah mencapai 1,36, seperti ditunjukkan pada tabel 5 dibawah ini:

Tabel 5. Pertumbuhan bobot badan, jumlah pakan, dan FCR itik Raja berdasarkan umur dari berbagai tempat dan berbagai macam ransum

(9)

Umur (minggu) Bobot badan (gram/ekor) Jumlah pakan (gram/ekor) FCR 1 148,4 91 0,61 2 354,4 280 1,05 3 606,3 420 1,30 4 774,5 469 1,63 5 998,9 616 1,88 6 1.211,8 714 2,14 7 1.359,3 819 2,50 8 1.466 879 2,92 Sumber: Supriyadi (2009)

Kebutuhan Nutrisi dan Ransum Itik

Kebutuhan gizi itik Raja sebagai itik pedaging adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Kebutuhan gizi itik pedaging

Zat Unit 0-4 Minggu 4-6 Minggu

Protein % 20-21 19-20

Energy Kkal/kg 2.800-2.900 2.900-3.000

Sumber: Supriyadi (2009)

Dedak Padi

Dedak padi adalah bahan ransum yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingab padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupaan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal,

(10)

tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995).

Kandungan nilai gizi dari dedak padi dapat kita lihat pada tabel 7 Tabel 7. Komposisi nutrisi dedak padi

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 1630a

Protein kasar (%) 13a Lemak kasar (%) 13a Serat kasar (%) 13a Abu (%) 11,7b Sumber: a Siregar (2009), b Hartadi (2005). Jagung

Jagung sampai saat ini merupakan butiran yang paling banyak digunakan dalam ransum unggas di Indonesia. Jagung merupakan salah satu bahan makanan terbaik bagi unggas yang digemukkan karena jagung memiliki energi netto yang tinggi (Anggorodi, 1985).

Tabel 8. Komposisi nutrisi jagung

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 3370a

Protein kasar (%) 8,6a Lemak kasar (%) 3,9a Serat kasar (%) 2a Abu (%) 11,7b Sumber: a Siregar (2009) b Hartadi (2005).

(11)

]Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin sehingga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas (Anggorodi, 1985).

Tabel 9. Komposisi nutrisi bungkil kelapa

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 1540a

Protein kasar (%) 18,56a Lemak kasar (%) 1,8a Serat kasar (%) 15a Abu (%) 11,7b Sumber: a Siregar (2009) b Hartadi (2005) Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan ransum tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Penggunaan tepung ikan dalam ransum unggas sering kali harus dibatasi untuk mencegah bau ikan yang meresap kedalam daging atau telur (Anggorodi, 1985).

(12)

Tabel 10. Komposisi tepung ikan

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 2565a

Protein kasar (%) 55a Lemak kasar (%) 8a Serat kasar (%) 1a Abu (%) 11,7b Sumber: a Siregar (2009) b Hartadi (2005) Minyak

Sumber energi paling tinggi untuk digunakan dalam ransum unggas adalah lemak dan minyak yang diperoleh dari industri pengolahan daging, hasil ikutan pembuatan sabun, pemurnian minyak nabati atau minyak nabati itu sendiri. Minyak nabati memiliki nilai energi metabolis yang lebih tinggi dibandingkan dengan lemak hewan dan lebih mudah dicerna (Anggorodi, 1985).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada dalam pakan tersebut. Secara biologis itik mengkonsumsi makanan untuk proses hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi asam amino dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak itik dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut (Wahyu, 1985).

(13)

Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur, palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat protein. Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefesiensikan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).

Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas ransum yang meliputi bau, rasa, dan tekstur. Lebih lanjut Tillman et al (1986) menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan maka semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi.

Tingkat konsumsi (Voluntary Feet Intake) adalah jumlah makanan yang tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad bilitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat mempengaruhi konsumsi (Parakkasi, 1995).

Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penyakit, defisiensi zat nutrisi, kondisi berdebu, terlalu padat, kotor, kondisi lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pengobatan, ribut yang tidak biasa, pemindahan, penangkapan, memasukkan ke dalam peti yang semuanya itu menciptakan ancaman stres (Wahyu, 1992).

(14)

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis ternak dan gizi yang ada dalam ransum yang dikemukakan oleh Suharno danNazaruddin (1994).

Tillman et al,. (1986) mengemukakan bahwa pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya

Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek meliputi pertambahan bobot badan dan pertambahan seluruh jaringan tubuh secara serentak dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan jumlah sel hipertropi atau pembesaran ukuran sel.

Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1979) adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar dalam ransum. Lubis (1992) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi

(15)

dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan (Siregar et al, 1980).

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995). Menurut Tillman et al, (1986), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruk lah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum, temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik.

Konversi ransum adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi ransum adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisensi penggunaan ransum dimana semakin rendah angka konversi ransum berarti semakin efisien penggunaannya dan sebaliknya semakin tinggi angka konversi ransum semakin tidak efisien penggunannya (Anggorodi, 1985).

Gambar

Gambar 1. Bungkil inti sawit
Tabel 1. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit
Tabel  2. Komposisi asam dan ketersediaan amino pada bungkil inti sawit
Tabel 4. Pebandingan hasil penggunaan β-galaktomannan dan β-mannase  Umur (hari)  PBB  FCR
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada laras pelog , lagu-lagu campursari Manthous hanya menggunakan satu macam pathet , yaitu pathet 6 dengan do sama dengan 6 (nem), sedangkan pada laras slendro, pathet yang

Kesimpulan dari hasil uji validitas dan reliabilitas ini menunjukkan bahwa skala-skala yang ada dalam penelitian ini telah memenuhi syarat sebagai alat ukur yang digunakan

ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) didirikan pada tahun 1914 dengan anggota yang terdiri dari 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda (Partai Buruh Sosial

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi variabel keterikatan kerja memediasi pengaruh challenge stressors terhadap komitmen afektif 0,338

Kekuatan untuk menanamkan sebuah nilai-nilai dan karakter yang baik kepada siswa secara umum perlu dimiliki oleh seorang guru dengan tiga cara, yaitu: pertama, seorang guru perlu

Concord adalah hubungan antara subjek dengan kata kerjanya (verb) , atau pronoun dengan kata kerjanya, atau kata sifat (adjective) dengan kata yang diikutinya secara

Hal ini sejalan dan sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurwani (2016) yang menyatakan bahwa secara empiris variabel suku bunga memiliki pengaruh negatif

Demak Kota Wali yang menjadi tagline kota Demak, di lihat dari kondisi wilayah Demak dan unsur budaya kota Demak yang sangat agamis, Demak merupakan kerajaan islam