• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN HUMANISME DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI KOMUNITAS BELAJAR QARIYAH THAYYIBAH KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20142015 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN HUMANISME DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI KOMUNITAS BELAJAR QARIYAH THAYYIBAH KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20142015 SKRIPSI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN HUMANISME DAN

RELEVANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN

PENDIDIKAN ISLAM

DI KOMUNITAS BELAJAR QARIYAH THAYYIBAH

KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh: EEN SIREGAR NIM 111 08 099

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)
(3)

SKRIPSI

KONSEP PENDIDIKAN HUMANISME DAN RELEVANSINYA

TERHADAP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

DI KOMUNITAS BELAJAR QARIYAH THAYYIBAH

KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

DISUSUN OLEH EEN SIREGAR

NIM: 11108099

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan PAI, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 15 April 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam

Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Peni Susapti, M.Si

Sekertaris Penguji : Dr. Mukti Ali, M.hum Penguji I : Muh Hafidz, M.Ag Penguji II : Rasimin, M.Pd

Salatiga, 20 April 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga

Suwardi, M.Pd

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Een Siregar

NIM : 11108099 Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 30 Maret 2015 Yang Menyatakan,

(5)

MOTTO

- jika dia seorang yang lemah, maka akan menjadi kuat.

- jika dia seorang yang hina, maka akan menjadi seorang yang mulia. - jika dia seorang yang kalah, maka akan segera mendapatkan pertolongan. - jika dia seorang yang berkesempitan, maka akan mendapat kelapangan. - jika dia seorang yang berhutang, maka akan segera dapat membayar.

- jika dia seorang yang berada dalam kesusahan, maka akan hilang kesusahannya. - jika dia seorang yang sulit dalam penghidupan, maka akan segera mendapat kelapangan kehidupan.

(6)

Lembaran ini kupersembahkan

Teruntuk orang-orang yang kusayangi

Ibunda Roaini

Terima Atas segala dorongan, kasih sayangmu, serta doa tulus yang tiada

henti..

Ayahku Syahri tercinta Yang telah memberikan semangatdaninspirasi

dalam hidup

Buat istri Siti Munjayana dan anakku Abrizam tersayang terimakasih

telah memberikan motifasi dan semangat...

Buat temen temen satu angkatan terima kasih atas pengertiannya dan

dukungannya

Buat semua orang yang pernah membuat warna dalam hidupku dan

(7)

ABSTRAK

Siregar, Een. 2015. Pembimbing: Dr Mukti Ali, M.Hum Konsep Pendidikan Humanisme dan Relevansinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Kota Salatiga 2014/2015 Skripsi Fakultas Tarbiyah. Jurusan Pendidikan Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Kata kunci: Konsep Humanisme, Pendidikan Islam, Qariyah Thayyibah

Penelitian ini merupakan upaya untuk Mendeskripsikan Konsep Pendidikan Humanisme dalam Pendidikan Islam di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga, Mengetahui Konsep Pendidikan Humanisme dalam Perspektif Pendidikan Islam.. Fokus penelitian yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah Bagaimana Konsep Pendidikan Humanisme dalam Pendidikan Islam di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga? Bagaimana Implikasi Konsep Pendidikan Humanisme di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis datanya menggunakan teknik analisis deskriptif.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya dan salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW berikut keluarganya, para sahabat dan seluruh umat pengikutnya, Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Humanisme dan Relevansinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam di Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah Kota Salatiga 2014/2015”.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan dan masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun daripembaca. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepadapihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penulisan skripsi ini, antara lain :

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Ibu Rohayati, M.Pdi. selaku Ketua Progam Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

(9)

4. Seluruh anggota Tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

5. Semua Dosen-dosen Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dan seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan administrasi-administrasi selama perkuliahan.

6. Bapakku Syahri dan Ibuku Ruaini yang selalu memberi dukungan dan doa yang tiada henti.

7. Terima kasih secara khusus bagi Seluruh Staf maupun pengurus Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah yang telah menjadi informan kunci dalam penelitian ini.

8. Semua teman-teman PAI angkatan 2008 yang telah memberi warna dalam perjalanan hidupku.

Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Salatiga, 30 Maret 2015

Penulis

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Berbicara soal pendidikan adalah sesuatu yang tak berujung. Karena pendidikan sendiri merupakan proses tanpa akhir (never ending process), ada pula ungkapan pendidikan sepanjang hidup (long life education). Ungkapan-ungkapan di atas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan bagi seseorang. Orang dapat hidup dengan layak di dunia ini manakala mempunyai pendidikan yang cukup baik, dan orang akan hidup menderita manakala tingkat pendidikannya rendah.

Pendidikan yang dimiliki seseorang sangat menentukan, sekaligus dapat mewarnai perjalanan hidup untuk menggapai masa depannya, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka dia akan lebih paham akan realita, dan mempunyai kelebihan untuk memecahkan berbagi masalah, sehingga dia dapat menjalani dan melalui hidup ini dengan mudah. Namun, bagi mereka yang pendidikannya di bawah rata-rata akan sulit dalam memahami realitas kehidupan ini, hal itu menyebabkan dia kesulitan dalam menentukan masa depan. Pada hakekatnya pendidikan adalah kebutuhan dasar (basic need) hidup manusia. Pendidikan juga merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia. Dalam pengertian lebih luas, pendidikan bertujuan untuk memberikan kemerdekaan kepada manusia dalam mempertahankan hidupnya (Yunus, 2004:7).

(11)

dalamnya menyangkut tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi atau sumber daya insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Achmad: 1992:16). Penghargaan terhadap kebebasan untuk berkembang dan berpikir maju tentu saja sangat besar, mengingat manusia merupakan makhluk yang berpikir dan memiliki kesadaran. Praktek-praktek pendidikan pun harus senantiasa mengacu pada eksistensi manusia itu sendiri. Dari situ akan terbentuk mekanisme pendidikan yang demokratis yang berorientasi pada memanusiakan manusia. (Dhakiri, 2000:3)

Pendidikan Islam sampai saat ini belum mampu memainkan perannya sebagai agen perubahan (sosial agent of social change). Padahal dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi saat ini, pendidikan Islam dituntut untuk mampu memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Kehadiran pendidikan Islam seharusnya memberikan warna baru, kontribusi serta perubahan bagi terciptanya umat Islam yang lebih maju, baik dalam dataran intelektual teoritis maupun praktis.

Ahmad Syafi‟i Ma‟arif dalam Shofan (2004:5) mengatakan bahwa: “Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk

(12)

Belum lagi masih adanya dikotomi keilmuan bagi sebagian umat Islam, mereka menganggap ilmu-ilmu akherat-lah yang paling penting, sedangkan ilmu yang berhubungan dengan duniawi dianggap kurang penting. Sehingga sebagian umat Islam hanya belajar demi kepentingan kehidupan setelah mati (akherat) sedangkan bagi kehidupan dunia tidak begitu diperhatikan. Selama ini umat Islam menyakini bahwa ajaran Islam telah selesai disusun secara tuntas dalam ilmu agama, sebagai panduan untuk penyelesaian seluruh persoalan kehidupan duniawi. Sementara ilmu-ilmu umum (non agama) dipandang bertentangan dengan ilmu-ilmu agama, dan membuat kesengsaraan umat Islam. Namun, persoalan duniawi yang terus berkembang, ternyata tidak seluruhnya bisa dipecahkan dengan ilmu agama tersebut (Mulkhan, 2002:187). Redefinisi pendidikan Islam diatas membawa konsekuensi perlunya konsep baru tentang keberagamaan dan keislaman itu sendiri. Dari sini konsep ilmu dalam kesadaran Islam perlu dikaji ulang agar bebas dari dilema kontroversi ilmu agama dan ilmu umum yang selama ini menjadi dasar kontruksi pendidikan Islam (Mulkhan, 2002:49).

(13)

sekali. Hal itu salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan paradigma dalam pendidikan Islam sendiri yang kurang begitu futuristik.

Diakui atau tidak, paradigma yang dipakai dalam pendidikan Islam masih bersifat konservatif-normatif. Hal itulah yang menyebabkan pendidikan Islam berjalan stagnan dan sulit berkembang. Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan keadaan dan tradisi yang berlaku Sedangkan normatif lebih berpegang teguh pada norma, menurut norma atau kaidah yang berlaku (Sudarsono, 1993:125-158). Pada dasarnya kedua istilah di atas dalam pendidikan mempunyai satu kelemahan yaitu: anti kritik, anti nalar serta anti pada perubahan. Hal tersebutlah yang sering menjadikan pendidikan sulit berkembang ke arah yang lebih baik.

(14)

Di samping itu pula, pendidikan Islam harus berani mengambil resiko demi kemajuan pendidikan Islam sendiri. Bagaimanapun juga pendidikan merupakan media yang dapat menghantarkan umat Islam ke gerbang kemajuan dan kejayaan. Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh tokoh serta pemikir pendidikan Islam di era awal abad ke 21 Ahmad Dahlan, menurut Dahlan dalam Nizar (2002:104) upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola pikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan (Nizar, 2002:104). Ini berarti bahwa pendidikan Islam saat ini memerlukan format dan formulasi baru dalam segi landasan agar nantinya pendidikan Islam dapat berperan dalam menjawab tuntutan zaman.

Konstruk mental yang menggelayuti mindset sebagian generasi Islam saat ini adalah keengganan untuk melakukan refleksi kembali atas apa yang telah dicapai oleh oleh para pemikir dan ulama‟ di abad keemasan Islam yaitu abad pertengahan. Dalam

berbagai hal, khususnya wacana generasi Islam masih di dominasi dengan wacana klasik dan dalam dunia pesantren masih mengagungkan kitab kuning sebagai ukuran baku dan tolok ukur satu-satunya kitab paling sahih dan paling penting untuk dipelajari. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya satu penyakit kebekuan pemikiran, hilangnya daya kritis yang dilandasi dengan taklid buta terhadap keberadaan referensi-referensi yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam diskursus humanisme, Ali Syari‟ati adalah salah seorang tokoh muslim

(15)

memiliki bangunan epistemologinya masing-masing. Setidaknya ada empat kelompok yang memiliki gagasan tersendiri mengenai humanisme, yaitu Liberalisme Barat, Marxisme, Eksistensialisme dan Agama. Dalam konteks pendidikan Islam, humanisme religius menjadi sebuah alternatif baru yang menjadi pijakan pendidikan, di mana nilai-nilai kemanusiaan dipandang secara komprehensif, bukan semata pada aspek materinya, melainkan mencakup spiritualitasnya pula. Tak hanya berkutat pada gagasan teoritis, Ali Syari‟ati menekankan pentingnya kontribusi intelektual muslim

dalam upaya membangun masyarakat. Islam yang ideal menurutnya adalah Islam yang bisa mengawal perubahan dalam rangka menegakkan hakhak kaum tertindas. Gerakan perubahan ini dilakukan semata-mata demi menegakkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai nilai luhur dalam kehidupan dan ajaran Islam sebagai bekal utama. Nilai-nilai kemanusiaan tidak bisa lepas dari aspek spiritualitas mengingat kodrat manusia sebagai makhluk spiritual. Untuk itu gerakan pembaruan Islam Ali Syari‟ati paling tidak memiliki dua karakter utama, yaitu ideologi pembebasan

(16)

Melihat realitas diatas, kiranya sangat diperlukan kajian mengenai paradigma progresivisme bagi pendidikan Islam, yang bertujuan untuk mengembangkan pendidikan Islam liberalis dan humanis dalam rangka menjawab tuntutan zaman. Kemajuan suatu pendidikan memang tak bisa dilepaskan dari peranan sikap kritis, dan inovatif dalam melakukan kajian dan penelitian dalam rangka menciptakan formula dan keilmuan yang baru, dan semua itu tanpa meninggalkan dimensi kemanusian sebagai hamba Allah. Semuanya itu akan dapat kita peroleh manakala ada niat serta usaha yang sungguh-sunguh dalam mengaplikasikan apa yang telah diajarkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an dan lewat Sunnah Rasul dalam Al-Hadist.

Untuk itulah, dengan melihat gambaran berbagai macam persoalan diatas, menarik minat penulis untuk melakukan kajian tentang paradigma progresivisme dalam pendidikan Islam serta kaitannya dengan upaya memunculkan pendidikan liberalis, humanis yang Islami, dengan judul:

“KONSEP PENDIDIKAN HUMANISME DAN RELEVANSINYA

TERHADAP PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI KOMUNITAS BELAJAR QARIYAH THAYYIBAH KOTA SALATIGA TAHUN

(17)

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana Konsep Pendidikan Humanisme dalam Pendidikan Islam di Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah Kalibening Salatiga?

2. Bagaimana Implikasi Konsep Pendidikan Humanisme di Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah Kalibening Salatiga?

C. Tujuan penelitian

1. Mendeskripsikan Konsep Pendidikan Humanisme dalam Pendidikan Islam di Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah Kalibening Salatiga.

2. Mengetahui Implikasi Konsep Pendidikan Humanisme di Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah Kalibening Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah agar dapat memberikan sumbangsih wacana serta kontribusi pemikiran kepada dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam supaya mempunyai banyak pilihan dalam rangka mengembangkan pendidikan Islam ke arah yang lebih maju dan lebih baik.

E. Telaah Pustaka

(18)

1. Buku berjudul Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat adalah terjemahan dari buku yang ditulis Ali Syari‟ati berjudul Al-Isnsan, Islam wa Madaris

Al-Gharb yang diterjemahkan oleh Afif Muhammad. Dalam buku ini Ali Syari‟ati memberi perhatian lebih bagi nilai-nilai kemanusiaan. Gagasan-gagasan Ali Syari‟ati tentang humanisme tertuang dalam buku ini. Dijelaskan bahwa memasuki era modern, perhatian manusia terhadap dirinya sendiri sedikit berkurang. Ali Syari‟ati mengutip Alexis Carrel yang mengatakan “Derajat keterpisahan manusia dari dirinya,

berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia di luar dirinya”. Kritiknya juga diarahkan kepada pandangan tradisi filsafat Barat dan

Marxisme timur yang mempertentangkan antara humanisme dan nilainilai ketuhanan. Menurutnya nilai-nilai ketuhanan telah tertanam dalam diri setiap manusia.

2. Buku Mujamil Qomar: Startegi Pendidikan Islam. Buku lebih menekankan pentingnya pendidikan islam yang humanis meninggalkan system pendidikan yang kaku. Dalam buku ditawarkan dan mengurai alternative solusi terhadap problem besar akar persoalan yang kerap dihadapi manajemen pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam, konsentrasi manajerial, problem kepemimpinan, dan lainnya.

(19)

4. Skripsi Quthfi Muarif, NIM: 063111127 : Implikasi Konsep Humanisme dalam Pendidikan Islam ( Telaah Filosofis Atas Pemikiran Ali Syari‟ati ) IAIN

Walisongo Semarang, 2011. Skripsi ini mengkaji pemikiran Ali Syariati tentang humanisme dan implikasinya dalam pendidikan islam. Pembahasan ini dilatarbelakangi oleh maraknya tradisi keagamaan yang sekedar berkutat pada ritual, namun tidak bisa menunjukkan sikap kepedulian terhadap realitas sosial yang timpang. Padahal berbagai kesenjangan banyak terjadi di tengah masyarakat muslim, seperti neokolonialisme sebagai efek panjang globalisasi kapitalisme. Pada saat keadaan semacam ini, dalam pendidikan Islam perlu dilakukan reorientasi agar dapat membentuk watak muslim yang sadar realitas dan berkomitmen dalam penegakan nilai-nilai kemanusiaan atau humanisasi.

F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research) dengan teknik studi kasus (case study) dan menggunakan pendekatan kualitatif. Sebagaimana jenis namanya, penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis dan runtut, faktual serta akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Moleong, 2002:6).

(20)

bergantung pada pemakaiannya dalam kalimat. Penggunaan data disini adalah untuk memberikan dasar berpikir bukan untuk memberikan hipotesis(Nawawi, 1991:62). 2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dimana data diperoleh. Dalam penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Sumber data primer ini diperoleh dari membaca dan menganalisis secara langsung buku-buku pokok yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung untuk memperjelas sumber data primer berupa data kepustakaan yang berkorelasi erat dengan pembahasan obyek penelitian (Moloeng, 1989:114). Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari sumbersumber buku, majalah, artikel, serta data-data lain yang dipandang relevan bagi penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, maka penulis menggunakan metode yang lazim dipakai dalam penelitian ilmiah yaitu:

(21)

Metode observasi atau pengamatan adalah metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam melakukan penelitian penulis juga menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan antara lain buku lapangan dan tape recorder.

b. Interview atau Wawancara

Metode interview pertanyaan yang diajukan secara lisan (pengumpulan data bertatap muka). Dengan metode ini diharapkan penulis memperoleh data berupa tanggapan, pendapat mengenai Pendidikan Humanis (Studi Pembelajaran PAI di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga).

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi, berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Sumber dokumentasi pada dasarnya ialah sumber informasi yang berhubungan baik resmi maupun tidak resmi. Penggunaan metode ini dilakukan untuk mengetahui alat atau benda yang dianggap penting untuk menunjang penelitian.

4. Metode Analisis Data

(22)

G. Sistematika Penulisan Skripsi

BAB I : PENDAHULUAN Merupakan bagian pendahuluan skripsi. Pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. BAB II: KONSEP PENDIDIKAN HUMANISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM Pada bab ini berisi Konsep Pendidikan humanisme, Pengertian Pendidikan Humanisme, Ciri dan Tujuan Pendidikan Humanisme, Pendidikan Humanisme dalam Pendidikan Islam.

BAB III : GAMBARAN UMUM KOMUNITAS BELAJAR QARIYAH THAYYIBAH KALIBENING SALATIGA Dalam bab ini penulis ingin menguraikan tentang; Gambaran umum, Sejarah dan Perkembangan Qariyah Thayyibah, Konsep Pendidikan Humanisme di Qariyah Thayyibah, Model Pendidikan Humanisme di Qariyah Thayyibah Kalibening Salatiga.

BAB IV : ANALISIS Pada bab ini penulis akan mencoba menganalisis mengenai model pendidikan humanisme di komunitas belajar Qariyah Thayyibah pada pembelajaran pendidikan Islam, Analisis pendidikan humanis di Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah Kalibening Salatiga.

(23)

BAB II

HUMANISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. Pendidikan Humanis

1. Pengertian Humanisme

(24)

Humanisme merupakan kesatuan dari manusia yang wajib memanusiakan manusia lainnya. Humanisme, sebagimana halnya progesivisme merupakan bagian dari fokus perhatian manusia (human). Maka aspek ini harus ada dalam pendidikan, walaupun dalam aliran pemikiran kependidikan memiliki perbedaan persepsi dalam memandang aspek manusianya, tetapi memiliki objek yang sama yaitu manusia.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Qs.3:110

(25)

dalam Al-Qur'an. Kedua nilai-nilai liberasi terddiri dari : a) toleransi, b) keajemukan (plurasme), c) demokrasi,

Maka dengan adanya kedua kata diatas, maka paradigma progresif merupakan salah satu pola pikir, cara pandang seseorang yang lebih mengedepankan aspek perubahan dan kemajuan. dalam arti cara pandang yang selalu berorientasi pada kemajuan dan perbaikan dalam segala hal, itu pulalah yang menjadi landasan mengapa dalam sebuah pendidikan, khususnya pendidikan Islam harus mempunyai paradigma tersebut sebagai landasan serta bagian integral dalam pengembangan pendidikan Islam kedepan. Dan semua itu hanyalah bertujuan satu yaitu demi kemajuan, serta kejayaan pendidikan Islam.

Dari pemahaman diatas maka, humanisme merupakan refleksi timbal balik antara kepentingan individu dengan masyarakat. Karenanya pendidikan harus diselenggarakan dengan memusatkan perhatian pada keduanya. Kemudian mengingat masyarakat itu selalu berkembang dan berubah, nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk bagi individu juga mengalami perkembangan dan perubahan. Maka perubahan dan perkembangan tersebut dapat direspon dengan baik oleh pendidikan humanisme.

2. Hubungan Antara Humanisme dan Pendidikan Islam

(26)

perubahan, tetapi harus lebih pada bagaimana pendidikan itu mampu menjadi agen perubahan sosial (agent of social change).

Dengan itu, maka perubahan yang diinginkan merupakan hal yang tinggal menunggu waktu saja, baik itu perubahan dalam dunia pendidikan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya (Adzim, 2004:39-40). Dalam berbagai hal, pendidikan memang merupakan aspek terpenting dalam melakukan perubahan. Dengan kata lain, dengan pendidikan yang cukup serta kualitas manusia yang memadai maka akan tercipta produk manusia yang bermutu, atau dalam Islam di sebut sebagai Ulul Albab. Dan hal itu tidak akan mudah terwujud manakala pendidikan sendiri sebagai sarana serta proses untuk melakukan hal tersebut belum mempunyai satu paradigma jelas dalam perkembangannya. Sehingga dibutuhkan satu paradigma yang mampu untuk menjawab semua itu.

(27)

memicu kreativitas kita itu (Djohar, 2003: 85). Dan semua itu dalam pencapaiannya tentunya tak bisa dilepaskan dari peran pendidikan, sehingga diperlukan satu konsep yang matang dalam merealisasikannya.

3. Dasar dan Tujuan Humanis

Dari penyelidikannya terhadap teori-teori humanisme dari berbagai perspektif, Ali Syariati mendeskripsikan tujuh asas dalam humanisme.

a. Manusia adalah makhluk asli, artinya memiliki substansi yang mandiri dan berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya dengan substansi fisik sekaligus ruh yang dimiliki. Substansi fisik membedakan manusia dengan malaikat yang gaib, dan substansi ruh membedakannya dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan.

b. Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas. Ini adalah kekuatan yang paling besar dalam diri manusia karena kehendak bebas adalah sifat manusia yang mencerminkan sifat ilahiyah. Kebebasan berkehendak memberi kesempatan pada manusia untuk menentukan sendiri arah hidupnya yang kemudian harus dipertanggungjawabkan pada Yang Maha Kuasa.

(28)

d. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri. Ini memungkinkan manusia mempelajari dirinya sendiri sebagai subyek yang berbeda dengan hal-hal selain dirinya. Dengan begitu manusia memahami kebutuhannya, apa yang semestinya dilakukan, dan ke arah mana dia berjalan. Kepentingannya adalah tentu saja manusia harus memastikan bahwa dirinya berjalan ke arah yang lebih baik. e. Manusia adalah makhluk kreatif. Kreativitas manusia menyatu dalam perbuatannya sendiri sebagai penegasan atas kesempurnaannya di antara makhluk lainnya dan di hadapan Tuhan. Dengan kreativitas, manusia dapat menutup kekurangannya dengan cara-cara yang diusahakannya. Misalnya keterbatasan fisik untuk melakukan pekerjaan berat, maka manusia akan mengerahkan daya kreatifnya untuk membuat peralatan yang bisa membantu memudahkannya bekerja.

f. Manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal. Visi tentang sebuah masa depan membuatnya tidak akan puas dengan keadaan kekinian dan membawa manusia selalu bergerak dinamis menuju perubahan positif. Bahkan ini dapat menegaskan bahwa perubahan itu ditentukan oleh manusia itu sendiri.

g. Manusia adalah makhluk moral yang memiliki nilai-nilai. Nilai-nilai diartikan sebagai ungkapan tentang hubungan manusia dengan fenomena, cara atau kondisi yang di dalamnya terdapat motif yang lebih luhur dari pada keuntungan (Ali Syari‟ati: 47-49).

(29)

pemikiran manusia, bahwa berpikir yang benar adalah jalan menuju pengetahuan yang benar, dan pengetahuan yang benar adalah pengantar menuju keyakinan. Keyakinan akan ketuhanan menjadi tujuan utama sekaligus modal bagi kehidupan manusia. Karena pemikiran yang tanpa didasari kesadaran ketuhanan akan melahirkan kesimpulan yang dangkal dan membentuk kebudayaan yang timpang karena manusia tidak mampu mengenal dirinya sendiri dengan benar.

Berdasarkan etimologi bahasa dari ketiga kata tersebut dapat ditarik benang merah, bahwa kata tarbiyah memuat kandungan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh potensi diri manusia sesuai dengan fitrahnya dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya. Sementara kata ta‟lim mengesankan proses pemberian ilmu pengetahuan dan penyadaran akan fitrahnya dan tugas-tugas kemanusiaannya yang harus diwujudkan oleh individu dalam kehidupan nyata. Sedangkan kata ta‟dib mengesankan proses pembinaan kepribadian dan sikap

moral (afektif) dan etika dalam kehidupan. Dengan demikian, ketiga kata tersebut pada intinya mengacu kepada pemeliharaan, perlindungan dan pengembangan keseluruhan potensi diri manusia.

B. Konsep Islam dalam Pendidikan Humanis 1. Pengertian Humanisme dalam Islam

(30)

eksistensi dan aktualisasi manusia untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya menjadi manusia yang beradab, berfikir dan berkesadaran, yang kesemuanya itu akan bermuara pada bagaimana membedakan manusia dengan makhluk Tuhan yang lain.

Muhammad sebagai tonggak awal dalam kehadiran Islam (secara legal formal) bisa kita jadikan sebagai panutan, tidak diragukan lagi bahwa Islam lahir dan jadi penanda perubahan yang luar biasa, akan tetapi setelah nabi Muhammad SAW wafat orientasi yang dimiliki kaum muslimin berubah lebih mementingkan individu dari pada orang banyak.

Humanisme yang dimaksud di dalam Islam adalah memanusiakan manusia sesuai dengan perannya sebagai khalifah di bumi ini. Al-Qur‟an menggunakan empat term untuk menyebutkan manusia, yaitu basyar, al-nas, bani adam dan al-insan. Keempat term tersebut mengandung arti berbeda-beda sesuai dengan konteks yang dimaksud dalam al-Qur‟an.

Secara normatif, humanisme dalam Islam ditempatkan dalam posisi yang sangat tinggi, sebab penghargaan terhadap manusia dan kemanusiaan (humanisme) ditentukan langsung oleh Allah. Islam menjelaskan bahwa Allah telah menjadikan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang dijadikan-Nya “sebaik-baiknya” dan ditempatkan dalam posisi “paling istimewa” di antara makhluk yang lain. Oleh

karena itu, manusia wajib menempatkan martabat dan kemanusiaan pada tempat yang “sebaik-baiknya” (Mohtar Efendi, 2001:325).

(31)

memikulnya. Penerimaan manusia akan beban ini telah menempatkan manusia pada derajat yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk Tuhan, bahkan malaikat, karena hanya manusia saja yang mampu melaksanakan taklif atas tugas kosmik Tuhan.

Taklif adalah landasan bagi kemanusiaan, makna dan kandungannya. Taklif adalah makna kosmik manusia, dan inilah yang menjadi dasar ciri humanisme Islam, serta yang menjadi pembeda dari humanisme Yunani–Romawi, serta pandangan-pandangan tentang manusia yang lainnya (Raffi al Faruqi 1995:61). Tanggung jawab dan kewajiban (taklif) yang dibebankan kepada manusia sama sekali tidak mengenal batas, yakni sepanjang menyangkut jangkauan dan ruang tindakannya. Manusia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di alam raya. Seluruh manusia merupakan obyek tindakan moralnya dan seluruh alam semesta adalah panggung dan bahan yang harus diolahnya.

2. Nilai-Nilai Humanisme dalam Islam

Adapun nilai-nilai humanisme menurut Islam ini sesuai dengan pemikiran Abdurrahman Mas‟ud dalam bukunya yang berjudul “Menggagas Format Pendidikan Non Dikotomik”. Dalam buku tersebut terdapat beberapa nilai-nilai kemanusiaan,

yang sesuai dengan ajaran Islam antara lain: a. Individualisme menuju kemandirian

(32)

pemuda adalah yang mengandalkan dirinya sendiri, bukanlah seorang pemuda yang membanggakan ayahnya”. Jadi individualisme disini menjadi8kan individu-individu

yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarganya serta tanpa menggantungkan atau mengandalkan orang lain.

b. Common Sense “akal sehat”

Dalam hal ini Rahman mengajak umat Islam menggunakan akal sehatnya secara proporsional dengan lebih mengutamakan pemanfaatan telinga sebagai alat pendengar dan mata, dari pada mulut dan tulisan. Dengan akal sehat inilah manusia dijadikan khalifah di bumi. Dengan telinga kita dapat sabar dalam mendengar pengajaran-pengajaran atau pengajian-pengajian dan dengan mata kita bisa menganalisa mana yang baik, benar serta jelek dan salah.

c. Thirst For Knowledge

(33)

Penyebab masalah ini adalah hadirnya pola pikir yang terlalu teosentris, sehingga masalah antroposentais kurang dikembangkan. Untuk itu, perlu adanya peregeserean paradigma berfikir yang bersifat komprehensif integral.

Dengan demikian, jelas bahwa Islam mempunyai potensi nilai universalisme dan humanisme. Keuniversalan Islam, dibuktikan dengan sikapnya yang lentur terhadap perkembangan zaman yang terus bergulir. Islam semakin diharapkan tampil dengan tawaran kultural yang produktif dan konstruktif serta mampu meyakinkan diri sendiri sebagai pembawa kebaikan untuk semua (rahmatal lil‟alamiin).

3. Paradigma Pendidikan Islam Humanis

Semangat penalaran dalam intelektualisme Islam masa lalu kini digantikan dengan tradisi taqlid (mengekor). Bukti dari fenomena ini adalah jarangnya penemuan-penemuan baru selama kurun ini dari lintas disiplin keilmuan, meski banyak pemikir-pemikir yang lahir, karya yang muncul adalah karya lanjutan tokoh-tokoh terdahulu, tidak ada yang benar-benar baru. Hal ini diperparah dengan peta politik dunia yang dimotori Barat yang berideologi sekuler melalui institusi-institusi modern yang masuk ke dunia Islam.

(34)

absence of cultural progress in the ummah), tercerabutnya umat dari norma-norma dasar peradaban Islam (the umah losing touch with the basic norm of Islamic civilization).

Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran. Bahkan dalam paradigma aktif-progresif menjadi pasif-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses "isolasi diri" dan dimarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.

Untuk itu, pendidikan islam harus mampu mengntarkan manusia menuju kesempurnaan dan kelengkapan nilai kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya, sebagai suatu sistem pemanusiawian manusia yang unik, mandiri dan kreatif sebagaimana fungsi diturunkannya al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas bagi petunjuk itu serta pembeda antara yang benar dan yang salah (QS. al-Baqarah: 185). Alhasil, al-Qur'an berperan dalam meluruskan kegagalan sistem pendidikan yang terjebak pada proses dehumanisasi sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam sehingga kembali bersifat aktif-progresif, yakni:

a. Menempatkan kembali seluruh aktifitas pendidikan (talab al-ilm) di bawah frame work agama. Artinya seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama islam, dimana tujuan akhir dari aktifitas tersebut adalah upaya menegakkan agama dan mencari ridha Allah.

(35)

c. Perlu diberi kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal. Karena selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual.

d. Mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan.

e. Adanya perhatian dan dukungan para pemimpin (pemerintah) atas proses penggagasan dan pembangkitan dunia Islam ini. Adanya perhatian dan dukungan pemerintah akan mampu mempercepat penemuan kembali paradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan humanisasi (Andreas Harefa, 200:58).

4. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam

(36)

ketiga, pendidikan Islam sebagai media interaksi antara potensi dan budaya (Maksum dan Ruhendi: 273).

Dalam hal ini tugas dan fungsi pendidikan Islam yang perlu diemban adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan juga fungsi pendidikan Islam memiliki sasaran peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis mulai dari dalam kandungan sampai akhir hayatnya. Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap-ketahap kehidupannya, sampai nantinya mencapai kemampuan yang optimal, sedangkan fungsi pendidikan Islam adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan Islam menjadi lancer (Nizar, 2002:32-33).

Bahwa sesungguhnya dalam ajaran Islam menuntut ilmu (pendidikan) itu dari dalam ayunan hingga ke liang lahad. Ini berarti bahwa tugas dan fungsi pendidikan Islam harus senantiasa berjalan kontinyu agar dalam perkembangannya seorang anak didik tidak terlalu terjerembab ke dalam perbuatan yang salah. Dan tugas serta fungsi dari pendidikan Islam di sini sangat menentukan sekali berhasil dan tidaknya seorang muslim menggapai cita-cita sebagai seorang muslim yang berhasil dan sukses dalam kehidupan di dunia maupun di akhiratnya.

BAB III

(37)

A. Gambaran Umum Komunitas Belajar Qariyyah Thayyibah Kalibening Salatiga

1. Sejarah dan Perkembangan

Nama Qaryah Thayyibah diambil dari bahasa Arab, qaryah yang berarti dusun atau desa (Mahmud Yunus, 1990:340), sedangkan thayyibah yang berarti elok, baik, bagus, indah (Mahmud Yunus, 1990:244). Jadi secara harfiah, Qaryah Thayyibah berarti desa yang indah.

Sejarah awal Alternatif Qaryah Thayyibah tidak bisa lepas dari dua nama, yaitu Bahrudin dan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT). Bahrudin selaku penggagas, bersama warga desanya berkomitmen untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT)3 yang didirikan pada tanggal 10 Agustus 1999 oleh wakil-wakil dari paguyuban-paguyuban kelompok tani disekitar Salatiga, diresmikan dibawah akta notaris Muhammad Fauzan, S.H. Nomor. 23 pada tanggal 3 Februari 2000. Saat ini Qaryah Thayyibah berkantor di Jl. Hasanudin No. 125 A Salatiga, Telp. 62-298-322667. E-mail sppqt@indo.net.id. Adapun visi dan misi SPPQT sebagai berikut:

(38)

Mewujudkan masyarakat tani yang tangguh yang mampu mengelola dan mengontrol segala sumber daya yang tersedia beserta seluruh potensinya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kelestarian lingkungan serta kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Misi:

a. Meningkatkan soliditas organisasi paguyuban petani dalam mendukung gerakan pemberdayaan petani.

b. Berkembangnya gerakan konservasi lingkungan kawasan untuk mendukung gerakan pengembangan pertanian organik.

c. Semakin berkembangnya ekonomi komunitas petani untuk mendukung gerakan pengembangan pertanian organik sesuai dengan potensi kawasan. d. Meningkatnya kesadaran politik dan kemampuan petani dalam mengakses

dan mengontrol sumber daya yang tersedia.

e. Terbangunnya sistem informasi komunitas dan jaringan komunikasi untuk menunjang gerakan pemberdayaan petani.

f. Meningkatnya performance sekretariat SPPQT dalam mendorong gerakan pemberdayaan petani.

g. Meningkatnya kemampuan organisasi dalam menyuarakan persoalan petani dan mengontrol jalannya gerakan pemberdayaan petani. (Profil Qariyah Thayyibah, 2004:2)

(39)

yang mampu mengelola dan mengontrol segala sumber daya yang tersedia beserta seluruh potensinya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kelestarian lingkungan serta kesetaraan laki-laki dan perempuan”.

Berdasarkan point-point misi Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT), yang melandasi lahirnya pendidikan alternatif SMP Qaryah Thayyibah adalah point keempat, yaitu: "Meningkatnya kesadaran politik dan kemampuan petani dalam mengakses dan mengontrol sumber daya yang tersedia. Maksudnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakatnya untuk memaksimalkan seluruh sumber daya yang tersedia termasuk kemampuan model pembelajaran alternatif. Diperkuat pasal kelima: "Terbangunnya sistem informasi komunitas dan jaringan komunikasi untuk menunjang gerakan pemberdayaan petani", hal ini terwujud dengan adanya internet yang bisa di akses untuk keperluan pendidikan anak-anak di SMP Qaryah Thayyibah dan sekaligus mencari informasi seputar pertanian.

Adapun visi dan misi pendidikan Komunitas Belajar Qariyyah Thayyibah adalah sebagai berikut:

Visi:

Mewujudkan learning society (masyarakat yang belajar), agar pendidikan dapat dirasakan semua kalangan masyarakat dan budaya belajar sepanjang hayat membudaya di masyarakat.

Misi:

(40)

b. Mengupayakan efektifitas dalam setiap pembelajaran. c. Memaksimalkan setiap potensi yang dimiliki oleh siswa.

d. Terbentuknya insan yang berdaya guna dimasyarakat, yang beriman dan bertaqwa.

SMP alternatif Qaryah Thayyibah merupakan pengembangan dari konsep bersekolah di rumah yang dalam istilah bahasa inggrisnya popular disebut home shcooling. Alternatif yang dimaksud disini adalah pendidikan yang berkualitas yang bisa dijangkau oleh semua orang, termasuk masyarakat miskin. Sekolah ini dikatakan murah namun tidak gratis. Orang tua tetap dimintai sumbangan untuk sekolah, mereka bisa menyumbang berapapun. Kenyataannya, ketika orang tua dibebaskan menentukan sumbangan, rata-rata mereka menyumbang Rp 10.000/bulan.

Pendidikan yang berkualitas tidak harus serba mahal yang hanya bisa dijangkau oleh anak-anak orang kaya, karena pada kenyataannya perekonomian warga di Kalibening pada umumnya adalah termasuk kelas ekonomi menengah ke bawah, sehingga terasa berat bagi mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya. Dengan adanya SMP alternatif Qaryah Thayyibah belajar yang murah dan menyenangkan dapat dinikmati oleh warga miskin sekalipun.

(41)

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga terletak di Jl. R. Mas Sa‟id 12, Desa Kalibening, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Yang

berdiri pada bulan Juli 2003. Lokasi tersebut sangat nyaman, karena di samping berdekatan dengan rumah penduduk, sekolah ini juga sangat dekat dengan lingkungan pondok pesantren.

Secara geografis, dapat dilihat bahwa letak SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga memang sangat memungkinkan untuk mewujudkan sebuah pendidikan yang ideal, karena situasinya yang tenang dan sejuk, membuat situasi yang kondusif dalam proses belajar mengajar. Di samping itu, jauh dari jalan raya sehingga tidak terganggu dengan lalu-lalang kendaraan, sehingga jalannya proses belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan aman dan nyaman.

3. Keadaan Siswa

Keadaan siswa di Komunitas Belajar Alternatif Qaryah Thayyibah sebagaian besar berlatar belakang dari keluarga petani. Mereka berasal dari dalam kota maupun luar kota seperti Boyolali, Klaten, bahkan ada juga yang berasal dari Pekalongan. Sampai saat ini jumlah siswa dari tahun 2003 lebih dari 100 siswa.

(42)

a. Memiliki kebenaran sebagai dasar pembenaran untuk melakukan tindakan yang tepat dan dasar atas keberadaan tindakan-tindakannya. b. Bertanggung jawab yaitu kesadaran untuk menghargai apa yang

dimiliki dan didapat dalam pergaulan individu dan sosialnya.

c. Kritis adalah bentuk kesadaran untuk bersikap adil dan demokratis dalam menyampaikan visi dan misi pribadi sebagai diri dan bagian dari masyarakatnya sehingga seorang menjadi bermakna ketika dimaknai dengan melakukan tindakan yang berdimensi ke dalam (individual) dan keluar sebagai praktisi dalam praktik kehidupan sosial di masyarakatnya.

d. Berkeahlian merupakan aspek yang bermakna lebih sebagai pengejawantahan diri atau aktualisasi dirinya dalam segala kapasitas dan kompetensinya dengan melihat aspek keunikan manusia yang beragam.

4. Keadaan Guru dan Karyawan

(43)

Jumlah

Meskipun berada di daerah yang tergolong terpencil, SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening tidak kalah dengan sekolah-sekolah unggulan yang lain, khususnya mengenai sarana dan prasarana internet. Bahkan internet merupakan sarana unggulan, para siswa dapat mengakses internet 24 jam non stop tanpa batas waktu. Hal ini tentunya didasarkan pada maksud dan tujuan tertentu, yang pada akhirnya dapat menjadi salah satu sarana mencapai tingkat pendidikan yang bermutu.

Dengan penggunaan sarana internet yang membentuk siswa berinteraksi dengan komunitas internasional, telah memberi dua keuntungan. Pertama, komunikasi dengan wilayah asing menjadikan siswa tertantang untuk menguasai alat komunikasinya. Kedua, memperkenalkan dunia digital yang sebenarnya cukup murah karena tidak harus tersusun dalam lembaran cetakan kertas yang membutuhkan biaya banyak.

(44)

Minimnya sarana dalam kegiatan belajar mengajar tersebut didasarkan pada sebuah pemikiran bahwa sarana penunjang pendidikan alternatif tidak harus ada gedung yang hebat, pagar tembok tinggi, seragam mewah, namun bagaimana seorang siswa berfikir global bertindak lokal. Di antara sarana yang harus ada dan diprioritaskan adalah:

a. IT (Informasi dan Teknologi), lebih spesifik adalah internet, seorang siswa akan menjelajahi pengetahuan tidak hanya sebatas buku paket, tapi ia akan lebih banyak memahami dan mencari pengetahuannya secara terbuka dan bebas. Internet dipahami sebagai perpustakaan.

b. Pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar, siswa secara langsung bersentuhan dengan pertanian, home industri, konservasi alam, air, warung desa dan sebagainya.

c. Tokoh penggerak desa, ini menjadi penting karena ialah yang menjadi fasilitator sekaligus mediator bagi lembaga sekolah, masyarakat, pemerintah lokal, dan orang-orang yang terkait dengan sekolah.

B. Konsep Pendidikan Di Komunitas Belajar Qariyah Thayyibah

(45)

1. Lokalitas

Komunitas belajar ini dirancang dengan menggunakan kaidah lokalitas. Kaidah ini maksudnya bahwa komponen terpadu (murid-murid/ siswa, guru/tenaga pengajar, pengelola, pengurus/ komite dan lokasi sekolah) terwadahi dalam satu wilayah yang kira-kira dapat dijangkau dengan tidak capek berjalan kaki.

Maksud dari kaidah lokalitas ini adalah agar guru dan murid paham, mengetahui dan menyatu dengan persoalan sosial yang kurang lebih sama. Persoalan sosial yang sama akan mempermudah guru dan murid untuk belajar masalah sosial. Di satu sisi guru dengan mudah menerangkan masalah sosial dengan mengambil contoh-contoh. Di sisi lain murid akan dengan mudah pula memahami, meresapi dan bahkan mengkritik permasalahan yang diterangkan gurunya karena persoalan yang dihadapi sama.

(46)

dirinya, anaknya dengan gurunya. Orang tua ketika menerima dan meminta informasi seputar belajar anaknya bisa mengkonfirmasikan dengan gurunya karena letaknya dekat. Begitu juga dengan keluhan yang dilontarkan anak, misalnya dalam hal belajar, bersosialisasi, bergaul dan sebagainya baik dengan temannya maupun dengan gurunya, maka orang tua akan bisa memberikan respon dengan segera.

Dengan demikian akan terjadi masyarakat yang dialogis akademis karena orang tua, murid, dan guru bahkan pihak pengelola sekolah bisa saling berinteraksi dalam memahami, mendalami dan merespon anatomi persoalan pendidikan yang terjadi di aras lokal.

Dengan demikian, upaya untuk mencarikan solusi juga bisa lebih cepat, sehingga persoalan-persoalan pendidikan yang ada tidak menjadi akut. Lokalitas ini juga dimungkinkan bisa memangkas berbagai kendala proses pendidikan yang terjadi.

2. Murah

Pendidikan mahal dan jauh dari jangkauan bukan alasan tepat untuk menghentikan proses pendidikan anak-anak usia belajar, karena sebenarnya tidak ada satupun alasan tepat yang bisa menghentikan pendidikan anak-anak. Pendidikan menjadi mahal dan jauh dari jangkauan adalah sebuah realitas dan keharusan untuk melanjutkan pendidikan anak-anak adalah realitas yang lain.

(47)

dikeluarkan bisa ditekan atau dialokasikan pada sesuatu yang memberi nilai dan manfaat lebih bagi kemajuan belajar. Dengan demikian, konsep murah tidak bisa diartikan gratis atau cuma-cuma. Murah dimaksudkan sebagai upaya efisiensi beberapa hal yang sekiranya tidak perlu atau bisa digantikan dengan hal yang lain. Konsep ini berkait erat dengan konsep lokalitas. Konsep lokalitas telah membuat efisiensi dari segi biaya dari banyak hal. Jarak yang dekat menyebabkan orang tua tidak perlu mengeluarkan uang transport setiap hari untuk anak-anaknya. Anak juga tidak memerlukan uang transport bila ingin berkonsultasi dengan gurunya, bertemu temannya untuk belajar bersama, dan sebagainya. Orang tua tidak kerepotan ketika menginginkan untuk bertemu dengan gurunya karena jaraknya dekat, kenal, dan tahu kapan waktu yang pas untuk berkunjung. Atau bahkan bisa membicarakan persoalan belajar anak-anaknya ketika sedang melakukan kegiatan sosial masyarakat seperti dalam pengajian, kumpulan, pertemuan, sehingga tidak perlu meluangkan waktu khusus.

(48)

ditangani. Persoalan menjadi berat dan akut sehingga menambah beban orang tua dan murid itu sendiri dalam melaksanakan proses belajarnya.

3. Memangkas Birokrasi Yang Terlalu Rumit

(49)

terpisah dari konteks kemasyarakatan dan lokalitasnya. Juga tidak menutup kemungkinan berinteraksi dengan pihak luar.

Dalam hal ini dialog antara orang tua dan guru sangat berperan penting. Kegiatan-kegiatan ataupun karya di luar jam pelajaran yang harus diadakan berangkat dan berdasarkan dari kesepakatan antara orang tua, murid dan guru. Dengan demikian, beberapa aspek yang melatar belakangi bisa dipertemukan. Berbagai sudut pandang yang berlatar belakang kemampuan orang tua dan guru dibicarakan. Dengan demikian, maka konteks sosial tidak terpisahkan dari kegiatan yang diadakan murid-murid ataupun karya yang dihasilkannya.

4. Efesiensi Biaya Dan Waktu

Masih berkaitan dengan konsep lokalitas ada konsep yang penting lagi yang diajukan yaitu dalam upaya memikirkan keberlanjutan pendidikan anak-anak. Biaya berkaitan dengan kemampuan orang tua dan keterjangkauan pendidikan itu sendiri, sedangkan waktu berkaitan dengan jarak yang harus ditempuh, ketepatan memulai dan mengakhiri pelajaran pelajaran, waktu efektif untuk pelajaran, dan stamina siswa.

(50)

a. Angsuran komputer Rp. 1.000

b. Sarapan pagi dan makanan bergizi ( 2 kali ) Rp. 1.000 c. Angsuran SPP, LKS dan penunjang lain Rp. 1.000

Dalam hal waktu efisiensi juga tidak bisa lepas dari kontek lokalitas tadi. Anak-anak desa Kalibening sekitar pukul enam pagi sudah harus di jalan untuk menunggu angkutan yang membawa mereka ke sekolahnya. Artinya, pukul enam pagi mereka sudah harus keluar dari rumah dan siap di jalan, menunggu kendaraan. Bila kesiangan resikonya adalah terlambat sampai disekolah dan menanggung resiko lain. Selain itu stamina murid sudah berkurang karena proses perjalanan.

Efisiensi waktu yang ditawarkan SMP Alternatif adalah memanfaatkan waktu pagi dengan sebaik-baiknya. Waktu antara pukul enam hingga pukul tujuh dimanfaatkan. Ketika anak-anak lain masih di perjalanan ataupun menunggu kendaraan, anak-anak SMP alternatif sudah berada di kelas mengikuti materi tambahan bahasa Inggris. Waktu satu jam ini efektif sekali karena selain stamina masih baik, fresh dan segar, juga dilaksanakan setiap hari.

Belajar akan lebih efektif jika dilakukan secara kontinyu walaupun waktunya sedikit daripada dilakukan dalam waktu yang lama tapi tidak kontinyu. Yang demikian itu hanya akan membuat anak jenuh dan bosan.

(51)

Mutu pendidikan merupakan hal yang harus diperhatikan. Pendidikan akan menjadi sia-sia bila mutu lulusannya rendah, tidak terbangun jiwa kemandirian dan kreatifitasnya, dan lebih parah lagi justru menambah beban masyarakat, keluarga dan negaranya. Hal ini terjadi karena orientasi nilai masih mendominasi sistem pendidikan saat ini. Kecerdasan anak hanya diukur pada seberapa tinggi nilai yang diperoleh. Namun jiwa kemandirian, kreatifitas, keberanian berpikir nyaris luput dari perhatian. Maka tidak mengherankan bila lulusan dengan nilai tinggi dan juara di kelas justru bingung dan tidak bisa apa-apa ketika menghadapi realitas kehidupannya SMP Alternatif senantiasa berusaha membangun jiwa kemandirian, kreatifitas, solidaritas dan kepekaan sosial pada siswanya. Jiwa mandiri dan kreatif ini dibangun melalui suasana belajar dan penugasan yang memberdayakan. Anak dipancing untuk tahu dirinya, orang disekitarnya dan lingkungannya. Materi pelajaran bisa jadi sama dengan anak-anak dari sekolah lain, akan tetapi proses dan suasana belajar yang berbeda akan melahirkan daya tangkap yang berbeda, dan sangat bergantung pada karakter dan kemampuan anak itu sendiri.

(52)

yang dihadapi, langkah apa yang dia tempuh dan sebagainya. Ini adalah item tersendiri dalam mengukur prestasi anak. Mengikutkan hal tersebut dalam kenyataannya siswa SMP Alternatif relatif sedikit.

Ini berkait dengan konsep lokalitas dimana murid yang diterima masuk ke SMP ini adalah bersifat lokal. Murid yang sedikit jumlahnya justru menjadi memudahkan untuk menjaga mutu dan kualitas pendidikan beserta hasilnya. Mengelola kelas kecil adalah lebih mudah dan interaksi antara guru dengan seluruh anak didik lebih memungkinkan. Dengan demikian, seluruh murid mendapat kesempatan untuk memberikan tanggapan, pertanyaan, kritik dan sebagainya karena waktu yang tersedia dibagi dengan jumlah murid yang lebih sedikit. Jadinya waktu yang tersedia lebih banyak.

6. Partisipasi Aktif Orang Tua/Wali Siswa

Telah disepakati bahwa tiap keluarga (kakak, orang tua/ wali) siswa mendapat kesempatan terlibat langsung dalam proses belajar mengajar di ruang berbeda sesuai mata pelajaran yang dikehendaki atau bagi yang memiliki background pendidikan memadai dianjurkan menjadi Guru Pamong serta Komite sekolah terdiri dari beliau semua yang mengagendakan tiap bulan sekali mengadakan pertemuan rutin.

(53)

SMP Alternatif Qaryah Tayyibah merupakan sekolah yang didirikan berdasarkan dari keprihatinan Bahruddin melihat pendidikan di tanah air yang semakin bobrok. Oleh karena itu, agenda utamanya adalah menginginkan adanya perubahan bahwa pendidikan adalah hak bagi semua warga negara Indonesia, terutama anak-anak untuk berkembang secara wajar menjadi generasi bangsa yang berkualitas.

Selama ini pendidikan yang dilaksanakan oleh SMP Alternatif Qaryah Tayyibah bukan termasuk dalam pendidikan formal. Akan tetapi berbentuk pendidikan non-formal dengan pola pendampingan dan belajar bersama dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh para guru.

Adapun bentuk pendidikan agama Islam di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah juga dalam bentuk pendidikan non-formal, yakni Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan oleh pengelola dan pengajar terhadap siswa, dengan tujuan agar dalam jiwa siswa tertanam nilai-nilai agama sebagai pondasi bagi manusia dalam menjalani hidupnya. Dengan pengetahuan agama ini, diharapkan siswa dapat mengimplementasikan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari melalui wujud akhlak yang baik.

(54)

dengan alam dan lingkungannnya. Sedangkan akhlak berhubungan dengan sikap yang menimbulkan kelakuan baik dan buruk.

Sedangkan materi Pendidikan Agama Islam yang humanis yang ada di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah adalah ajaran-ajaran Islam yang bukan hanya menekankan pada kesemarakan ritual (ibadah ritual) saja, akan tetapi juga keseimbangan dengan materi agama yang menekankan pada kesalehan sosial (hubungan manusia dengan manusia, dan juga manusia dengan alam). Pendidikan Agama Islam di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah juga tidak hanya sebatas pengenalan terhadap symbol-simbol keagamaan saja dengan tanpa mengetahui nilai esensi atau makna dari Pendidikan Agama Islam itu sendiri.

Adapun sikap dari guru sebagai fasilitator di sana dalam proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah selama ini tidak memandang bahwa siswa adalah anak yang bodoh dan tidak tahu apa-apa. Sebab memandang bahwa siswa sebagai siswa yang bodoh bukan merupakan cirri-ciri dari pendidikan humanis, akan tetapi konsep pendidikan humanis dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang selama ini diterapkan di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah adalah konsep pendidikan dengan pola pendampingan dan belajar bersama secara intensif.

(55)

terhadap siswa. Akan tetapi guru sebagai fasilitator memandang bahwa peserta didik adalah anak yang mempunyai potensi untuk dikembangkan secara proporsional dan juga mempunyai transformasi dalam pola pikirnya, sehingga guru tidak mendiskriminasikan antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain.

Dalam mendampingi proses belajar, para guru di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah lebih menekankan pada pendekatan yang harmonis dan humanis, pendekatan secara emosional dari hati ke hati, dan mencoba mengerti kondisi kebutuhan psikologi siswa. Dalam hal ini para guru tidak menganggap bahwa siswa adalah anak yang bodoh, akan tetapi justru sebaliknya, para guru menganggap siswa adalah anak yang cerdas, kreatif, dan juga mandiri. Oleh karena itu, semua guru di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah dalam mendampingi proses belajar mengajar siswa, sering berperan sebagai teman yang sama-sama belajar. Dengan demikian hubungan keduanya adalah hubungan yang setara, yakni sebagai mitra dalam belajar. Dengan pola pendekatan yang seperti ini maka akan terjadi pola pendidikan yang mencerdaskan, membebaskan, dan tidak mengekang terhadap kreativitas anak.

(56)

fasilitator tersebut mengajarkan tentang nilai-nilai keagamaan kepada peserta didik dengan sebuah metode yang harmonis dan menyenangkan, yakni antara guru dan peserta didik (siswa) membaur bersama menjadi saudara tanpa membeda-bedakan antara satu sama lain. Dengan metode kebersamaan dan kesetaraan yang diaplikasikan lewat pembelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap peserta didik, maka sesungguhnya esensi dari pembelajaran tersebut adalah menerapkan Pendidikan Agama Islam sesuai dengan konsep pendidikan yang humanis.

Di sisi lain Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di SMP Alternatif Qaryah Tayyibah dapat dijadikan sebagai landasan berpijak bagi peserta didik dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan modal nilai-nilai agama, siswa akan mengetahui hak dan kewajibannya, baik kewajiban kepada Allah SWT yang tercermin ke dalam bentuk ibadah ritual, yakni sholat, puasa, membaca doa dan sebagainya, maupun hak dan kewajiban terhadap sesama manusia dan lingkungan sekitar, yang teraplikasi melalui hubungan sosial kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.

D. Model Pendidikan Humanis Pada Pembelajaran Agama Islam (PAI) di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah

(57)

proses peralihan siswa (masa transisi) menuju kedewasaan dan kemandirian karena masih terbiasa dengan gaya sekolah selama di sekolah dasar. Untuk selanjutnya bahkan di setiap mata pelajaran jua termasuk pendidikan agama Islam tidak ada unsur dikotomik antara Pendidikan Agama Islam dengan disiplin ilmu lainnya yang merupakan integrasi dari berbagai bidang ilmu.

Dalam proses belajar mengajar, setiap mata pelajaran pasti dikaitkan dengan pendidikan agama Islam, karena mata pelajaran itu sendiri merupakan bagian dari ajaran Islam. Hal ini dapat diketahui dari tokoh-tokoh Islam terdahulu yang pernah mempelajari disiplin ilmu umum yang terkait dengan ajaran agama Islam. Misal Ibnu Sina, Al farobi dan lain-lain. Disamping itu model pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah yaitu dalam bentuk pembiasaan keseharian siswa. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar di sekolah dan waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB saat mereka keluar dari ruang kelas, langsung antri di dekat kran air atau kamar kecil untuk berwudhu, mereka melaksanakan shalat Dzuhur ber jama‟ah di masjid yang berada di sebelah sekolah. Usai shalat mereka duduk

lesehan secara berkelompok menurut kemampuannya. Mereka khusu‟

membaca al-Qur‟an. Semua kegiatan di masjid ini bukan akhir dari proses belajar mereka. Para siswa belajar dengan seorang guru yang dipilihnya sebagai fasilitator.

(58)

Strategi berarti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi dalam proses belajar mengajar di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah adalah:

a. Active learning

Merupakan istilah yang dipakai oleh SMP Alternatif Qaryah Thayyibah dalam kegiatan belajar mengajar, active learning merupakan metode pembelajaran dengan memposisikan siswa sebagai subyek dalam sistem pembelajarannya. Sistem ini bermuara pada filsafat konstruktivisme sebagai landasan berfikir aktif dimana pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit-demi sedikit, tidak mengedepankan siswa pada masalah dan pada tahapan selanjutnya, siswa diajarkan secara aktif untuk berusaha memecahkan masalahnya sendiri sehingga peran guru dijadikan sebagai peran pemberi fasilitator kebutuhan siswa yang apabila dilakukan sendiri oleh siswa justru akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Disamping itu konstruktivisme menekankan beberapa aspek yang diperlukan untuk pengertian pemahaman pengetahuan, yaitu:

(59)

2) Discovery dan Inquiry, di mana siswa didorong untuk dapat mengkaji dan menemukan hal-hal baru, kewajiban guru selaku penyedia fasilitas mendorong siswa secara kreativ agar siswa termotivasi untuk melakukan penjelajahan dan penemuan atas problem yang dihadapi dengan menyediakan akses buku dan atau media lain seperti internet sebagai sumber informasi. 3) Sharing, yaitu berbagai pengalaman antar individu dalam memecahkan masalah.

b. Contextual Teaching Learning

Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memahami isi dari materi akademik yang dipelajari dengan cara mengaitkan mata pelajaran dengan konteks pembelajaran serta pengajaran yang membantu guru menghubungkan sis materi pelajaran dengan situasi dunia sebenarnya, dan mendorong siswa untuk mengaitkan pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sebagai keluarga, warga negara. Dalam pembelajaran dapat terjadi adanya suatu situasi dimana pendidikan lebih bersifat untuk siapa saja san berlaku berdasarkan situasi lingkungannya.

2. Kurikulum

(60)

Dalam hak ini, pembelajaran tidak membutuhkan kelas, dalam arti sempit siswa dapat menentukan strategi pembelajaran dean mempergunakan alam sekitar sebagai sumber belajar. Kelas disini di fungsikan sebagai tempat untuk bertemu bersama, ataupun kelas bermakna bisa dimana saja tergantung konteks dari kurikulum yang dikembangkan.

(61)

Sebagai fasilitator dalam membahas kajian tersebut adalah guru yang siswa pilih diantara guru-guru yang mengajar di Qoryah Thayyibah. Misalnya Ahmad Derajat sebagai fasilitator kajian kitab kuning, Ridwan fasilitator pada

qiro’ati dan tilawah. Di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah relasi antara guru

dan siswa tidak ada sekat (pemisah) dalam artian guru diposisikan sebagai teman belajar. Dengan anggapan siswa tidak lebih bodoh dari pada guru. Jadi, saling melengkapi ketika ada kekurangan dalam proses belajar mengajar atau bahkan justru siswa lebih banyak pengetahuannya yang dimiliki oleh guru. Terkadang guru dapat berfungsi sebagai sumber yang bisa dimiliki ilmunya tetapi disaat lain justru sebaliknya siswa bisa juga bisa memberikan, menceritakan pengalamannya, sehingga guru juga bisa mendapatkan ilmu dari siswa. Jadi pada prinsipnya ketika ada siswa yang membutuhkan guru untuk diskusi, siapapun guru itu yang dipilih sebagai fasilitator harus siap, dimana di SMP Qaryah Thayyibah ini adalah teman yang mau diajak belajar bersama dan bukan satu-satunya yang berkuasa sebagai sumber kebenaran.

(62)

3. Metode

Agar pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam, maka di butuhkan metode khusus dengan tujuan agar materi yang disampaikan bisa diterima oleh siswa.

Metode adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Agar siswa tidak bosan dan keberhasilan lebih terjamin, maka fasilitator harus memiliki dan menggunakan strategi yang melibatkan keaktifan siswa dalam belajar, baik secara fisik maupun mental. Dalam menggunakan metode-metode pembelajaran, setiap guru akan menggunakan metode yang berbeda sesuai dean mata pelajaran atau bahan kajian masing-masing.

Ada beberapa metode yang dipakai oleh fasilitator di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah. Adapun metode yang sering dipakai adalah:

a. Metode tanya jawab

(63)

b. Metode diskusi

Metode diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua individu atau lebih berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan, saling mempertahankan pendapat (self maintenance) dalam memecahkan sebuah masalah tertentu (problem solving). Sedangkan metode diskusi sebagai salah satu metode interaksi edukatif diartikan sebagai metode di dalam mempelajari bahan atau penyampaian bahan pelajaran dengan jalan mendiskusikannya, sehingga menimbulkan pengertian, pemahaman serta perubahan tingkah laku siswa. Metode ini biasa digunakan dalam pembahasan kajian fiqh umum.

c. Metode bandongan

Metode bandongan biasa digunakan oleh Kyai dalam proses pembelajaran Kyai menggunakan bahasa daerah setempat, Kyai membaca, menterjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh Kyai dengan memberikan catatan tertentu pada kitabnya masing-masing dengan menggunakan kode tertentu. Metode ini digunakan dalam membahas kitab kuning. Di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah sebagai kajiannya adalah kitab Arbain Nawawi.

(64)

Metode ini merupakan metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa. Metode ini termasuk metode yang sangat efektif karena dapat memberikan gambaran-gambaran secara kongkrit dan siswa terlibat langsung. Metode ini digunakan untuk menjelaskan kajian fiqh tentang jenazah.

e. Metode pembiasaan

Pembiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Pembiasan sebagai salah satu metode yang dapat mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan. Metode ini di terapkan di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah salam shalat dzuhur ber jama‟ah dan mengaji (membaca al-Qur‟an

dengan tartil). 4. Media

(65)

mencarikan biaya untuk pengadaan komputer seharga Rp. 1,4 Juta per unitnya.

Komputer yang dihubungkan dengan fasilitas internet di gunakan siswa untuk menggali ilmu pengetahuan dari berbagai macam kalangan. Dengan demikian, pendidikan humanis ini tidak berurusan dengan murah dan mahal. Dengan kasus tidak ada uang sama sekali, tidak kepedulian dari negara dan dari manapun, belajar tidak harus berhenti. Berikutnya belajar harus dimulai dari semangat kebersamaan.

5. Evaluasi

(66)

BAB IV ANALISIS

A. Analisis Model Pendidikan Humanis Pada Pendidikan Islam di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Salatiga

Manusia dapat mengenali dirinya dengan baik jika dia paham akan potensi atau fitrah yang dimilikinya dan bisa memaksimalkan dengan baik serta faham realitas yang tengah dihadapinya dalam kehidupan nyata. Sebagaimana dijelaskan pada bab II bahwa salah satu persoalan dalam pendidikan adalah sistem pendidikan yang membelenggu dan kaku, oleh karena itu perlu dirumuskan kembali konsep pendidikan yang humanis yakni, pendidikan yang membebaskan dari kebodohan, ketertindasan, dan keterbelakangan yang memposisikan peserta didik sebagai seorang yang mandiri dan subjek pembelajaran aktif, sesuai dengan tujuan manusia yang bermuara pada munculnya kesadaran untuk menjadi manusia yang bebas dan merdeka.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penurunan kos dan peningkatan kecekapan pada komputer dan perisian yang digunakan, ramai pereka khasnya arkitek dan pereka bentuk dalaman kini tertumpu kepada

diinformasikan kepada Tim Teknis dari LPMP.. Pemilihan

Dalam mengekspresikan sensasi rasa buah pisang batu tersebut ke dalam garapan menggunakan media ungkap gamelan bebonangan, yang menggunakan pola-pola melodi, ritme, tempo,

Untuk Penelitian lebih lanjut: fungsi penelitian lebih lanjut, digunakan oleh peneliti bagi penelitian lanjutan yang merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya....

Oleh karena itu parameter ekstrinsik yang meliputi rotasi dan translasi dapat divisualisasikan dalam bentuk grafik untuk mengambarkan posisi pola planar ketika pengambilan

Pada pengujian yang ketiga dengan menggunakan 15 katalis kuningan, terjadi penurunan emisi gas karbon monoksida yang cukup signifikan yaitu dari konsentrasi 4.04

Pada metode ini hambatan kumparan primer dan sekunder akan diukur oleh rangkaian dalam alat, dan dibandingkan dengan hambatan standar sesuai dengan koil yang diukur untuk

Pemanfaatan Filter Elektrostatis pada alat ini adalah untuk mengurangi emisi gas buang bengkel kendaraan bermotor dengan menggunakan tegangan tinggi sebagai