• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI ( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 ) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI ( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 ) - Test Repository"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP

PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI

( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 )

Disusun Guna Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Strata I Dalam Ilmu Syariah

PROGRAM STUDI AL AHWAAL AL SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TIGGI AGAMA ISLAM NEGERI

STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP

PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI

( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 )

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Strata I Dalam Ilmu Syariah

Disusun Oleh:

MUSABIKHIN

NIM: 21108022

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AL AHWAAL AL SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TIGGI AGAMA ISLAM NEGERI

STAIN SALATIGA

2015

STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP

PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI

( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan

Disusun Guna Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Strata I Dalam Ilmu Syariah

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara:

Nama : Musabikhin

NIM : 21108022

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Al Ahwaal Al Syakhsiyyah

Judul : STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI

TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI (Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013)

(3)
(4)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama

NIM

Jurusan

Program

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar hasil karya saya sendiri, bukan plagiat

temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah

iv

DEKLARASI

ِﻢْﺴِﺑ ِﷲا ِﻦَْﲪﱠﺮﻟا ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟا

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

: Musabikhin

: 21108022

: Syari’ah

Program : Ahwal Al Syakhsiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan rya saya sendiri, bukan plagiat dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk

berdasarkan kode etik ilmiah

Salatiga, 22 Januari 2015 Yang menyatakan

Musabikhin

benar merupakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk

(5)

v MOTTO

“Penuhilah Janji,

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Kedua orang tuaku, bapak Sarno dan ibu Sutarsih terima kasih yang tak terhingga atas segala yang pernah kuterima sepanjang perjalan hidupku.

2. Kakak dan Adik-adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun, mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mbak tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur Ahmad Zahidin, Nur Ismail, Laelatul Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan, terima kasih atas segala perhatiannya.

3. Sahabat-sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om Azis, Malik, Arif maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya.

4. Drs. Mahfudz selaku pembimbing, yang telah melakukan bimbingan secara maksimal dalam penyusunan skripsi ini, pada beliau penyusun menghaturkan banyak terimakasih.

5. Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga.

6. Orang-orang terdekat yang telah mendukung saya selama ini dan mengajarkan saya banyak hal dalam menyikapi hidup.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

ِﻢْﺴِﺑ

ِﷲا

ِﻦَْﲪﱠﺮﻟا

ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟا

Alhamdulillahi robbil alamin. Segala puji syukur penulis haturkan

kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI” (Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013) telah dapat dilaksanakan dan diselesaikan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi kewajiban dan melengkapi syarat akhir guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu-ilmu Syariah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.

Memang tidak dapat penulis ingkari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak menghadapi kesulitan-kesulitan. Namun berkat pertolongan Allah SWT dan bimbingan, saran, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Maka dari itu, perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga dalam kesempatan ini, kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua STAIN Salatiga

(8)

4. Bapak dan Ibu yang terhormat, atas kasih sayang dan doanya.

5. Kakak dan Adik-adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun, mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mBak tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur A

Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan, terima kasih atas segala perhatiannya.

6. Sahabat-sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om Azis, Malik, Arif maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya. 7. Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga.

8. Orang-orang terdekat yang telah menyemangatiku selama ini, dan mengajarkanku banyak hal dalam menyikapi hidup.

Penulis menyadari bahwa dalam penul

kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.

Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan.

viii

Bapak dan Ibu yang terhormat, atas kasih sayang dan doanya.

adikku tercinta, mas Shodikun, mas Rohman, mas Faizun, mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mBak tri, mbak Siti Arofah (alm), adik Nur Ahmad Zahidin, Nur Ismail, Laelatul Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan, terima kasih atas segala perhatiannya.

sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya. Seluruh kader dan alumni PMII cabang kota Salatiga.

orang terdekat yang telah menyemangatiku selama ini, dan mengajarkanku banyak hal dalam menyikapi hidup.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.

Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan.

ْﲔِﻤَﻟﺎَﻌْﻟا ﱢبَر ِﻪﱠﻠِﻟ ُﺪْﻤَْﳊَا

mas Imbuh Thobi’in, mas Zainudin, mas Tadhin, mbak Nurkhasanah, mBak hmad Zahidin, Nur Ismail, Laelatul Mubarokah, Nanang Mansur, Mat Ansori, dan masih banyak lagi yang tidak

sahabat terbaikku, Nurun Jamaludin, Abu chanifah, Nastangin, om maslah, Tadzun, Ahsanul kholikin, atas segala supportnya.

orang terdekat yang telah menyemangatiku selama ini, dan

isan skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik

Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan.

22 Januari 2015

(9)

ix ABSTRAK

Musabikhin. 2015. Status dan Upaya Hukum Isteri Terhadap Pelanggaran Taklik Talak oleh Suami (Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa

Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten

Temanggung Tahun 2013). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program studi Al Ahwaal Al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agam Islam Negeri Salatiga : Drs. Machfudz, M. Ag.

Kata Kunci: Isteri, Taklik, Talak, Suami

Fokus dalam skripsi adalah menjawab pertayaan : 1). Bagaimanakah status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam? 2). Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan isteri terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung?

Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis dengan menggunakan dua sumber data, yakni data primer dan skunder. Sehingga bisa menunjukkan bahwa menurut undang-undang No. tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa isteri yang ditinggalkan oleh suaminya tanpa izin, setatus perkawinannya menggantung dan belum jelas. Sementara usaha untuk memperjelas perkwaninannya isteri yang bersangkutan bisa mencari mencari kejelasan ke pengadilan agama setempat. Jika keberadaan suami tidak diketahui, isteri yang bersangkutan bisa mengajukan gugatan cerai Ghaib.

Adapun prosedur pengajuan gegatan cerai ghaib sebagaimana dilakukan oleh salah satu responden dalam penelitian ini adalah ibu marfu’ah warga Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung. Ibu marfu’ah yang tinggalkan suaminya pada tahun 1975, beliau mengajukan gugatan cerai kepengadilan agama di Temanggung. Karena keberadaan tergugat (suami) tidak diketahui, maka agar gugatannya bisa dipersidangkan, Ibu Marfu’ah harus mencari surat keterangan ghaib dari kepala desa terahir suaminya diketahui bertempat tinggal. Setelah surat ghaib dan seluruh berkas gugatan cerai masuk kepengadilan agama Temanggung. Selanjutnya pengadilan akan menunggu minimal sampai 6 (enam) bulan. Jika selama enam bulan sejak gugatan cerai terdaftar dan keberadaan suami tetap tidak diketahui, maka persidangan gugatan cerai baru bisa dilakukan tanpa dihadiri tergugat.

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

DEKLARASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

E. Penegasan Istilah ... 5

F. Metode Penelitian ... 6

G. Tinjauan Pustaka ... 11

(11)

xi

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK DAN KUAJIBAN SUAMI ISTERI

A. Talak ... 14

1. Pengertian Talak ... 14

2. Hukum Talak ... 17

3. Macam-Macam Talak ... 17

B. Taklik Talak 1. Pengertian ... 26

2. Syarat Sahnya Taklik Talak ... 30

C. Macam-Macam Taklik ... 31

D. Hak dan Kewajiban Suami Isteri ... 33

1. Hak Isteri atas Suami ... 35

2. Hak Suami atas Isteri ... 48

3. Hak Bersama Suami Isteri ... 55

4. Kewajiban Isteri Terhadap Suami ... 56

5. Kewajiban Suami Terhadap Isteri ... 57

BAB III : TAKLIK TALAK DAN PENYELESAIANNYA DI DUSUN KEDOPOKAN DESA TLOGOPUCANG KEC. KANDANGAN KAB. TEMANGGUNG A. Gambaran Umum Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kec. Kandangan Kab. Temanggung ... 62

(12)

xii

BAB IV : STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTRI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI

A. Analisis Tentang Status Isteri yang Ditinggal Suami Tanpa Ijin Menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan

Kompilasi Hukum Islam ... 78 B. Analisis Tentang Upaya Hukum Terhadap Suami

yang Meninggalkan Isteri Tanpa Izin………. ... 91

BAB V : PENUTUP

(13)

xiii DAFTAR TABEL

NO JENIS TABEL HALAMAN

1 Tabel. 3. 1 Data Admisnistrasi Desa Tlogopucang 61 2 Tabel. 3. 2 Data Luas Wilayah Desa Tlogopucang 61 3 Tabel. 3. 3 Data Keadaan Demografi Desa Tlogopucang 62 4 Table. 3. 4 Data Tingkat Pendidikan Desa Tlogopucang 63 5 Tabel. 3. 5 Data Mata Pencaharian Penduduk Desa

Tlogopucang

63

6 Tebel. 3. 6 Data Fasilitas Pendidikan Desa Tlogopucang 65 7 Tabel. 3. 7 Data Tahapan Keluarga Berencana Desa

Tlogopucang

66

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Transkip Wawancara 2. Daftar Riwayat Hidup 3. Nota Pembimbing

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan perjanjian yang suci, kuat, dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tenteram dan bahagia. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya saling pengertian dan saling memahami kepentingan kedua belah fihak, terutama lagi yang terkait dengan hak dan kewajiban.

Dalam usaha membina keluarga yang bahagia dan sejahtera sangatlah perlu meletakkan perkawinan sebagai ikatan suami isteri dalam kedudukan yang semestinya seperti yang diajarkan oleh agama yang dianut.

Pembahasan terhadap persoalan perkawinan selalu akan menarik, karena lembaga perkawinan itulah yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Dan karena kedudukannya yang istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia, maka masalah perkawinan perlu diatur dalam suatu undang-undang.

(16)

2

Awalnya perkawinan adalah bertujuan untuk selama-lamanya, tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan, jadi harus diputuskan di tengah jalan atau terpaksa putus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian diantara suami isteri.

Secara sederhana, pasangan suami-isteri bisa dikatakan bercerai, jika talak cerai telah memisahkan ikatan pernikahan tersebut. Dan satu-satunya fihak yang bisa menjatuhkan talak cerai adalah fihak laki-laki. Selama fihak suami belum menjatuhkan talak kepada isterinya, dalam keadaan apapun ikatan perkawanan tersebut masih sah, baik secara hukum agama maupun hukum yang berlaku di negera kesatuan republik Indonesia. Artinya, selama status perkawinan masih sah, maka hak dan kewajiban suami isteri masih mengikat kedua belah fihak.

(17)

3

keberadaannya, selain tidak pernah memberikan nafkah, juga tidak ada jaminan kalau fihak suami tidak menikah lagi.

Kasus suami meninggalkan isteri selama beberapa tahun tanpa meninggalkan kabar keberadaannya tersebut salah satunya terjadi di Dusun, Kedopokan. Desa, TlogoPucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung. Akibat ketidak jelasanya status maupun keberadaan suami sebagaimana terjadi di desa tersebut. Selain fihak isteri harus membesarkan anak yang ditinggalkan sendiri, jika ada laki-laki lain yang bermaksud melamar. Wanita tersebut tidak bisa menerinya, karena status perkwaninannya belum dinyatakan bercerai.

Berdasarkan paparan diatas, maka timbul permasalahan yang mendorong penulis untuk melakukan sebuah penelitian lebih lanjut tentang isteri-isteri yang ditinggal oleh suami tanpa izin dan tidak pernah memberikan nafkah lahir maupun batin. Selanjutnya permasalahan tersebut penulis tuangkan dalam skripsi dengan Judul “STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI ”. (Studi kasus di Dusun Kedopokan, Desa Tlogopucang, Kecamatan Kandangan, Kabupaten, Temanggung).

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka permasalahan-permasalahan yang akan penulis kemukakan adalah sebagai berikut:

(18)

4

2. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan isteri terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

2. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dilakukan isteri terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin.

D. Kegunaan Penelitian

Untuk memberikan hasil yang bermanfaat, serta diharapkan mampu menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi pelaksanaan secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya dapat berguna diantaranya :

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai upaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan hukum perkawinan di masyarakat.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Program Studi Al Ahwal Asy Syakhsiyah

(19)

5 b. Bagi Masyarakat

Untuk memberikan wawasan dan mensosialisasikan kepada masyarakat luas mengenai betapa pentingnya mengetahui hak dan kewajiban suami isteri, serta penyelesaian jika ada kasus pelanggaran taklik talak suami atas isterinya.

E. Penegasan Istilah

1. Pelanggaran adalah perbuatan (perkara dan lain sebagainya).

2. Taklik Talak adalah suatu talak yang digantungkan, pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dulu.

3. Talak ialah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan. Jadi cerai talak ialah terputusnya tali perkawinan (akad nikah) antara suami dengan isterinya dengan talak yang diucapkan suami didepan sidang Pengadilan Agama (Hoerudin, 1999:17).

4. Studi kasus adalah penelitian tentang status penelitian yang berkenaan dengan fase spesifik atau khas dari suatu personalitas.

F. Metode Penelitian

Penelitian dapat berhasil dengan baik atau tidak bergantung dari data yang diperoleh, juga didukung oleh proses pengolahan yang dilakukan terhadap permasalahan. Metode penelitian dianggap paling penting dalam menilai kualitas hasil penelitian. Hal ini mutlak ada dan tidak dapat dipisahkan dari keabsahan penelitian.

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis, sebagai berikut :

(20)

6 a. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan secara holistik (Moleong, 2011:6).

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuris sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan (Soekanto, 2010:26). Lokasi Penelitian ini dilakukan di Dusun. Kedopokan, Desa. Tlogopucang, Kecamatan. Kandangan, Kabupaten. Temanggung

b. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu : 1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni sumber-sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut. Data primer diperoleh dari Informan.

(21)

7

memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat (Moleong, 2002:90). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Rt,para isteri yang bersangkutan dan masyarakat setempat.

2) Data Sekunder

Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya (Soekanto, 2010:12). Sebagai data sekunder dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Undang-Undang yang mengatur tentang perkawinan b) Buku-buku yang terkait dengan penulisan penelitian ini 2. Prosedur Pengumpulan Data

a. Wawancara (interview)

Wawancara atau interview adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang pihak. Satu pihak berfungsi sebagai pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Arikunto, 1998: 145). Wawancara dilakukan penulis dengan ketua RT, para isteri yang bersangkutan dan masyarakat setempat.

b. Observasi (pengamatan)

(22)

8

manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap mengenai kehidupan sosial dan salah satu aspek (Soekanto, 2010:239)

Observasi ini termasuk salah satu cara yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan data. Peneliti menggunakan metode ini untuk mengetahui secara langsung tentang pelanggaran taklik talak yang terjadi di Dusun, Kedopokan. Desa, Tlogopucang. Kecamatan, Kandangan. Kabupaten, Temanggung.

3. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi, dikategorikan dan selanjutnya disimpulkan (Moleong, 2011:288). Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis serta lisan dan juga perilaku yang nyata ditetilti sebagai sesuatu yang utuh (Soekanto, 2010:13).

4. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan suatu data.

(23)

9

sesuatu yang lain (Moloeng, 2011:330). Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua dari keempat macam triangulasi yaitu sumber dan teori. Dengan kedua macam triangulasi tersebut, maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan sebagai berikut:

a) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

b) Mengecek dengan berbagai sumber data (Moleong, 2011:331-332). 5. Tahap - tahap Penelitian

(24)

10

dengan yang ada di teori, dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber dan teori. G. Tinjauan Pustaka

Permasalahan mengenai kasus isteri-isteri yang ditinggalkan suami sebelumnya pernah dibahas oleh beberapa skripsi, akan tetapi fokus permasalahan yang dibahas berbeda-beda, di antaranya :

1. Junaidi mahasiswa STAIN Salatiga dengan Nomor Indek Mahasiswa (NIM) 211 01 017 dalam skripsinya yang berjudul “HAK-HAK ISTERI DALAM HUKUM ISLAM DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA (HAM) tahun 2005. Dalam skripsi ini mengungkapkan bahwa Ketidak adilan terhadap isteri ini tidak hanya diterima dan dialami oleh seorang isteri yang tidak paham akan tugas-tugasnya tetapi juga buat isteri-isteri yang sudah paham akan tugas-tugasnya. Pandangan-pandangan keagamaan klasik diatas kini berhadapan dengan ruas-ruas modernitas yang terbuka lebar. Tetapi dalam penelitian ini tidak lagi membahas ketidak adilan terhadap isteri namun sudah lebih jauh pada hak-hak isteri yang sama sekali tidak dipedulikan oleh mafqud.

(25)

11

perceraian lokal. Berbeda dengan penelitian penulis yang lebih menekankan pada status isteri yang ditinggal mafqud.

3. Wahib Wahabi Mahasiswa STAIN Salatiga dengan Nomor Indek Mahasiswa (NIM) 211-04-017. Dalam skripsinya yang berjudul “FENOMENA ISTERI SEBAGAI BURUH MIGRAN DAN KASUS PERCERAIAN (Studi kasus di Desa Sampar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang) tahun 2009”. Kewajiban pemberian nafkah ini bukan berdasarkan tradisi, budaya atau adat istiadat. Tetapi hal ini adalah ketentuan Allah SWT yang diwajibkan oleh suami isteri. Ada beberapa pembahasan umum yang sama dengan kewajiban suami, tetapi yang membedakan dengan penelitian ini, penulis tidak hanya pada tataran normatif tetapi lebih pada pembahasan secara yuridis.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami keseluruhan mengenai penelitian hokum ini. Maka penulis membagi sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, pada bab ini akan dideskripsikan secara umum keseluruhan isi dan maksud dari penelitian ini, yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II : Kajian pustaka, pada bab ini berisi tentang Taklik Talak. Pertama: Pengertian Taklik Talak. Kedua : Hukum talak. Ketiga:

(26)

12

Hak Bersama Suami Isteri, Kewajiban Isteri terhadap Suami dan Kewajiban Suami terhadap Isteri.

Bab III : Paparan hasil penelitian, pada bab ini terdiri dari dua sub bab. Sub bab yang pertama : Gambaran umum Dusun. Kedopokan, Desa. Tlogopucang, Kecamatan. Kandangan, Kabupaten. Temanggung. Memuat tentang letak geografis, keadaan social ekonomi masyarakat. Sub bab kedua : Hasil wawancara dengan pihak Isteri yang ditinggalkan suami tanpa izin. Ketiga : Faktor-faktor Suami meninggalkan Isteri.

Bab IV : Pembahasan, dalam bab ini akan memaparkan tentang analisis data yang merupakan jawaban dari rumusan masalah, yaitu Isteri-isteri yang ditinggal suami tanpa izin dan upaya hukumnya, yang terdiri dari tiga sub bab. Sub bab pertama : analisis tentang status isteri yang ditinggal suami tanpa izin menurut UU Nomor. 1 tahun 1974 dan kompilasi hukumislam.. Sub bab kedua : Analisis tentang upaya hukum terhadap suami yang meninggalkan isteri tanpa izin.

(27)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TAKLIK TALAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

A. Talak

1. Pengertian Talak

Perceraian dalam istilah fiqh disebut “talak atau furqah”, adapun arti dari pada talak ialah membuka ikatan, membatalkan perjanjian, sedangkan furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Kemudian kedua kata itu dipakai oleh para ahli fiqh sebagai satu istilah yang berarti perceraian antara suami isteri. Istilah talak dalam fiqh mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus (Wasman, dkk 2011: 83).

Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, dijatuhkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Sedangkan arti talak dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja (Wasman, dkk 2011: 83).

Talak adalah lepasanya ikatan perkwinan dan berahirnya hubungan perkawinan (H.S.A. Al-Hamdani, 2002 : 202)

(28)

14

putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131 (Kompilasi Hukum Islam, pasal: 117).

Pasal 129, seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Pasal 130, Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan kasasi.

Pasal 131, (1) Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud Pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pemohon dan isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.

(2) Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak.

(3) Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.

(29)

15

(5) Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan isteri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri, dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.

Ucapan talak adakalanya seketika, adakalanya digantungkan pada suatu syarat dan adakalanya dikaitkan dengan waktu akan datang. Adapun yang terang/seketika (Sarih) yaitu ucapan talak yang tidak digantungkan pada suatu syarat, dan tidak dikaitkan dengan waktu yang akan datang, tetapi dimaksudkan berlaku seketika begitu diucapkan oleh orang yang menjatuhkan talaknya, seperti suami mengatakan kepada isterinya: Engkau tertalak. Talak seperti ini hukumnya berlaku seketika ucapan tersebut keluar dari orang yang mengatakannya dan berlaku kepada pihak yang dimaksudkannya.

Adapun talak yang bergantung/sindiran (Kinayah), yaitu suami di dalam menjatuhkan talaknya digantungkan kepada sesuatu syarat, umpamanya suami berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ketempat laki-laki lain, maka engkau tertalak (Rasjid, 1994: 403).

2. Hukum Talak

(30)

16

Yaitu jika suami telah bersumpah tidak akan lagi menggauli isterinya hingga masa tertentu, sedangkan ia juga tidak mau membayar kafarah, sehingga pihak isteri teraniaya karenanya (Saleh, 2008: 320). b. Sunnat

Yaitu apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya (Rasjid, 1994: 402).

c. Haram

Yaitu jika dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan, sedangkan isteri dalam keadaan haid atau suci, padahal sebelumnya telah ia gauli (Saleh, 2008: 320).

d. Makruh

Yaitu jika suami menjatuhkan talak kepada isteri yang saleh dan berakhlak yang baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan isteri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudaratan. 3. Macam-macam Talak

a. Ditinjau dari Keadaan Isteri

1) Talak Sunni

Talak yang sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak isterinya yang pernah dicampuri dengan sekali talak dimasa bersih dan belum didukhul selama bersih tersebut (Supriyatna, dkk 2009: 31).

2) Talak Bid'i

(31)

17

dengan ucapan talak tiga, atau menalak isteri dalam keadaan haid atau menalak isteri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah didukhul (Anshary, 2010, 67).

Akan tetapi sebagian ulama mengatakan talak seperti ini pun jatuhnya sah juga, hanya saja talak jenis ini termasuk berdosa. Keabsahan talak bid'i ini menurut mereka berdasarkan riwayat Ibnu Abbas bahwa Ibnu Umar menceraikan isterinya yang sedang haid, nabi Muhammad SAW menyuruh kembali dengan ucapan beliau "suruhlah Ibnu Umar kembali kepada isterinya".

b. Ditinjau dari Berat Ringannya Akibat

1) Talak Raj'i

Talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang telah dikumpuli, bukan talak yang karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kali. Pada talak jenis ini, si suami dapat kembali kepada isterinya dalam masa iddah tanpa melalui perkawinan baru, yaitu pada talak pertama dan kedua (Mukhtar, 1974,176).

Seperti difirmankan Allah SWT:

ُقﻼﱠﻄﻟا

ٍنﺎَﺴْﺣِﺈِﺑ ٌﺢﻳِﺮْﺴَﺗ ْوَأ ٍفوُﺮْﻌَِﲟ ٌكﺎَﺴْﻣِﺈَﻓ ِنﺎَﺗﱠﺮَﻣ

Artinya:

"Talak yang bisa dirujuk itu dua kali, maka peganglah ia yang baik atau lepaskan dia yang baik pula'. (QS. Al Baqarah : 229).

Yang termasuk dalam kategori talak raj'i adalah sebagai berikut :

(32)

18

a) Talak mati, tidak hamil.

b) Talak hidup dan hamil.

c) Talak mati dan hamil.

d) Talak hidup dan tidak hamil.

e) Talak hidup dan belum haid ataupun haid.

f) Talak karena ila' yang dilakukan oleh hakim. Ila' artinya bersumpah. Dalam hal munakahat, ila' maksudnya adalah seorang suami bersumpah tidak akan menggauli isterinya dalam waktu tertentu. Jadi, suami dilarang bersetubuh dengan isterinya sebagai akibat dari sumpahnya sendiri.

Imam Maliki dan Syafi'i berpendapat bahwa talak yang terjadi karena ila' termasuk talak raj'i. Karena pada dasarnya setiap talak yang terjadi menurut syara' diartikan kepada talak raj'i sampai terdapat dalil yang menunjukkan bahwa talak tersebut adalah talak ba'in.

Imam Abu Hanifah dan Abu Saur berpendapat bahwa talak tersebut adalah talak ba'in sebab kalau talak tersebut termasuk talak raj'i, maka kerugian yang menimpa isteri tidak hilang, karena suami dapat memaksa isterinya untuk dirujuk kembali.

2) Talak Hakamain.

Talak hakamain artinya talak yang diputuskan oleh juru damai (hakam) dari pihak suami maupun dari pihak isteri.

(33)

19

dengan iwad dari pihak isteri yang berarti khuluk maupun talak biasa, hanya jatuhnya talak dari hakamain atas nama suami.

Allah Swt berfirman:

ْﻦِﻣ ﺎًﻤَﻜَﺣَو ِﻪِﻠْﻫَأ ْﻦِﻣ ﺎًﻤَﻜَﺣ اﻮُﺜَﻌْـﺑﺎَﻓ ﺎَﻤِﻬِﻨْﻴَـﺑ َقﺎَﻘِﺷ ْﻢُﺘْﻔِﺧ ْنِإَو

ﺎًﺣﻼْﺻِإ اَﺪﻳِﺮُﻳ ْنِإ ﺎَﻬِﻠْﻫَأ

ﺎًﻤﻴِﻠَﻋ َنﺎَﻛ َﻪﱠﻠﻟا ﱠنِإ ﺎَﻤُﻬَـﻨْـﻴَـﺑ ُﻪﱠﻠﻟا ِﻖﱢﻓَﻮُـﻳ

اًﲑِﺒَﺧ

Artinya: "Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (QS. An-Nisa':35).

3) Talak Ba'in

Talak yang tidak bisa dirujuk kembali, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak yang belum dukhul (menikah tetapi belum disenggamai kemudian ditalak). Talak ba'in dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Talak ba'in sughra

Talak ba'in sughra adalah talak yang terjadi kurang dari tiga kali, keduanya tidak ada hak rujuk dalam masa iddah, akan tetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah baru. Adapun yang termasuk ke dalam bagian talak ba'in sughra adalah:

(34)

20

Fasakh artinya membatalkan ikatan perkawinan karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi, atau karena ada hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan perkawinan, seperti talak karena murtad.

2) Talak pakai iwad (ganti rugi), atau talak tebus berupa khuluk.

Talak ini terjadi bila isteri tidak cocok dengan suami, kemudian ia minta cerai dan suaminya bersedia membayar ganti rugi kepada isteri sebagai iwad. Adapun besarnya iwad maksimal sebesar apa yang pernah diterima oleh isteri. Khuluk bisa lewat hakim di Pengadilan Agama atau hakamain.

3) Talak karena belum dikumpuli. Isteri yang ditalak dan belum digauli, maka baginya tidak membawa iddah. Jadi, bila ingin kembali maka harus akad nikah baru.

b) Talak ba'in kubra

Talak ba'in kubra yaitu talak yang terjadi sampai tiga kali penuh dan tidak ada rujuk dalam masa iddah maupun dengan nikah baru, kecuali dalam talak tiga sesudah ada tahlil.

Allah Swt berfirman:

ًﺟْوَز َﺢِﻜْﻨَـﺗ ﱠﱴَﺣ ُﺪْﻌَـﺑ ْﻦِﻣ ُﻪَﻟ ﱡﻞَِﲢ ﻼَﻓ ﺎَﻬَﻘﱠﻠَﻃ ْنِﺈَﻓ

ْنِﺈَﻓ ُﻩَﺮْـﻴَﻏ ﺎ

ﺎَﻤﻴِﻘُﻳ ْنَأ ﺎﱠﻨَﻇ ْنِإ ﺎَﻌَﺟاَﺮَـﺘَـﻳ ْنَأ ﺎَﻤِﻬْﻴَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ ﻼَﻓ ﺎَﻬَﻘﱠﻠَﻃ

َنﻮُﻤَﻠْﻌَـﻳ ٍمْﻮَﻘِﻟ ﺎَﻬُـﻨﱢـﻴَـﺒُـﻳ ِﻪﱠﻠﻟا ُدوُﺪُﺣ َﻚْﻠِﺗَو ِﻪﱠﻠﻟا َدوُﺪُﺣ

(35)

21

baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain, Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (QS. Al-baqarah: 230).

Yang termasuk jenis talak ba'in kubro adalah sebagai berikut:

1) Talak Li'an

Talak li'an yaitu talak yang terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zina, atau suami tidak mengakui anak yang dikandung oleh isterinya. Kemudian suami bersumpah sampai lima kali. Dalam hal ini tidak ada hak untuk rujuk dan menikah lagi.

2) Talak Tiga

Bagi isteri yang ditalak sampai tiga kali, tidak ada hak untuk rujuk pada masa iddah talak yang ketiga, maupun hak pernikahan baru setelah habis masa iddah. Mantan suami bisa kembali dengan pernikahan baru, apabila :

a) Mantan isteri telah menikah dengan laki-laki lain. b) Telah digauli oleh suami yang kedua.

c) Sudah dicerai oleh suami yang kedua. d) Telah habis masa iddahnya.

(36)

22

(muhallil) mampu melakukan hubungan seksual, sekalipun dia belum baligh.

c. Ditinjau dari Ucapan Suami 1) Talak sharih

Talak sharih yaitu talak yang diucapkan dengan jelas, sehingga karena jelasnya, ucapan tersebut tidak dapat diartikan lain, kecuali perpisahan atau perceraian, seperti ucapan suami kepada isterinya, "Aku talak engkau atau aku ceraikan engkau".

Imam Syafi'i dan sebagian fuqaha Zhahiri berpendapat bahwa kata-kata tegas atau jelas tersebut ada tiga, yaitu talak yang berarti cerai, kemudian kata firaaq yang berarti pisah, dan kata sarah yang berarti lepas.

Di luar kata tersebut bukan kata-kata yang jelas dalam kaitannya dengan talak. Para ulama berselisih pendapat apakah harus diiringi niat atau tidak. Sebagian tidak mensyaratkan niat bagi kata-kata yang telah jelas tadi, sebagian lagi mengharuskan adanya niat atau keinginan yang bersangkutan.

(37)

23 2) Talak Khinayah

Talak khinayah yaitu talak yang diucapkan dengan kata-kata yang tidak jelas atau melalui sindiran. Kata-kata-kata tersebut dapat diartikan lain, seperti ucapan suami: "pulanglah kamu", dan sebagainya. Menurut Malik, kata-kata kinayah itu ada dua jenis, pertama, kinayah zhahiriyah, artinya kata-kata yang mengarah pada maksud, misalnya ucapan suami kepada isterinya, "Engkau tidak bersuami lagi atau ber-iddahlah kamu". Kedua, kinayah muhtamilah, artinya sindiran yang mengandung kemungkinan, misalnya, "Aku tak mau melihatmu lagi".

d. Ditinjau dari Masa Berlakunya 1) Berlaku Seketika

Yaitu ucapan suami kepada isterinya dengan kata-kata yang tidak digantungkan pada waktu atau keadaan tertentu. Maka ucapan tersebut berlaku seketika artinya mempunyai kekuatan hukum setelah selesai pengucapan kata-kata tersebut. Seperti, "Engkau tertalak langsung", maka talak berlaku ketika itu juga. 2) Berlaku untuk waktu tertentu

Artinya ucapan talak tersebut digantungkan kepada waktu tertentu atau pada suatu perbuatan isteri. Berlakunya talak tersebut sesuai dengan kata-kata yang diucapkan atau perbuatan tersebut benar-benar terjadi. Seperti, "Engkau tertalak bila engkau pergi ke tempat seseorang".

(38)

24

Artinya talak yang dijatuhkan untuk selama-lamanya, dan tidak akan dirujuk kembali. Misalnya: "Engkau kuceraikan untuk selama-lamanya". Menurut Imam Syafi'i, talak semacam ini akan jatuh sesuai dengan niatnya. Kalau diniatkan tiga, maka hukumnya tiga. Dan kalau diniatkannya hanya satu atau dua, maka talak itu akan jatuh sesuai dengan berapa yang diniatkannya.

B. Taklik Talak 1. Pengertian

Pengertian Taklik Talak adalah suatu talak yang digantungkan, pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dulu.

Men-taklik-kan talak sama hukumnya dengan talak tunai, yaitu makruh. Ini menurut hukum yang asal. Tetapi kalau adanya taklik itu akan membawa pada kerusakan (kekacauan), sudah tentu hukumnya jadi terlarang (haram).

(39)

25

yang benar, talaknya belum jatuh. Sementara itu si perempuan sudah mencari pasangan yang lain; ada yang sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun menikah dengan orang lain. Kemudian sesudah diperiksa dengan diteliti oleh yang berhak, pernikahan yang pertama itu sebenarnya belum putus (H.Sulaiman Rasjid, 2006 : 408).

Mengenai keabsahan dan landasan adanya taklik talak pada waktu melangsungkan pernikahan, secara detail taklik thalak dikemukanan dalam pasal 46 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut :

1. Isi Taklik Thalak tidak boleh berntentangan dengan hukum Islam

2. Apabila keadaan yang di syaratkan dalam taklik thalak bertul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendiri thalak jatuh. Supaya thalak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.

3. Perjanjian taklik thalak bukan perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik thalak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali(Drs.H.Wasman, 2011: 184).

(40)

26

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

ِﻢﻴِﺣﱠﺮﻟا ِﻦ ْﲪﱠﺮﻟا ِﷲا ِﻢْﺴِﺑ

WA AUFUU BIL ‘AHDI INNAL ‘AHDA KAANA MAS’UULAA

ﻮُﻓْوَأَو

ًﻻوُﺆْﺴَﻣ َنﺎَﻛ َﺪْﻬَﻌْﻟا ﱠنِإ ِﺪْﻬَﻌْﻟﺎِﺑ ْا

“ Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.”

SIGHAT TAkLIK YANG DIUCAPKAN SESUDAH AKAD NIKAH SEBAGAI BERIKUT :

Sesudah akad nikah, saya :

………. bin

………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli isteri saya yang bernama : ……….. binti ……….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada isteri saya tersebut saya menyatakan sighat taklik sebagai berikut : Apabila saya :

1. Meninggalkan isteri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut; 2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya; 3. Menyakiti badan atau jasmani isteri saya;

4. Membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih.

Dan karena perbuatan saya tersebut, isteri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian isteri sayamembayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah social (

(41)

27

Jika kita memperhatikan isi perjanjian diatas secara seksama, maka isi perjanjian tersebut bisa dikategoreikan taklik thalak yang dikemudian hari jika suami melanggar janjianya bisa digunakan pihak perempuan untuk mengajukan gugat cerai sebagaimana dijelaskan dalam pasal 51 Kompilasi Hukum Islam yang secara lengkap berbunyi : “Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada isteri untuk meminta

pembatalan Nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan

perceraian ke Pengadilan Agama” (Drs.H.wasman, 2011 : 190).

2. Syarat Sahnya Taklik Talak

a) Perkaranya belum ada, tetapi mungkin terjadi kemudian, jika perkaranya telah nyata ada sungguh-sungguh ketika diucapkan kata-kata talak, seperti: Jika matahari terbit, maka engkau tertalak. Sedang kenyataannya matahari sudah nyata terbit, maka ucapan yang seperti ini digolongkan tanjiz (seketika berlaku), sekalipun diucapkan dalam bentuk taklik. Jika takliknya kepada perkara yang mustahil, maka ini dipandang main-main, umpamanya: Jika ada unta masuk dalam lubang jarum, maka engkau tertalak.

b) Hendaknya isteri ketika lahirnya akad (talak) dapat dijatuhi talak, umpamanya karena isteri ada di dalam pemeliharaannya.

c) Ketika terjadinya perkara yang ditaklikkan isteri berada dalam pemeliharaan suami.

C. Macam - Macam Taklik

Pertama: taklik dimaksudkan seperti janji, karena mengandung

(42)

28

Jika aku keluar rumah maka engkau tertalak. Maksudnya suami melarang isteri keluar, bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan talak.

Kedua: taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak bila

telah terpenuhi syarat. Taklik ini disebut taklik bersyarat.

Umpamanya suami berkata kepada isterinya: “Jika engkau membebaskan aku dari membayar sisa maharnya, maka engkau tertalak”.

Adapun bila ucapan taklik talak dimaksudkan untuk memberi dorongan, atau melarang atau membenarkan atau mendustakan, maka bila terjadi pelanggaran atas apa yang diucapkan dalam taklik talak dipandang talaknya tidak maksuh, baik taklik talaknya diucapkan dalam bentuk sumpah atau bentuk bersyarat. Karena taklik talak seperti ini oleh semua orang arab dan bangsa lain dipandang sebagai sumpah.

Apabila ucapan taklik talak merupakan sumpah, maka sumpah seperti ini ada dua hukumnya, yaitu : adakalanya sumpah itu boleh dilakukan, tetapi kalau dilanggar dikenakan khafarat, dan adakalanya sumpah itu tidak boleh dilakukan, seperti sumpah dengan nama-nama makhluk, maka sumpah seprti ini tidak dikenai khfarat bagi pelanggarnya, dan adakalanya sumpah itu dilakukan lagi baik, dan tidak dikenakan khafarat bagi pelanggaran. Akan tetapi sumpah tersebut belakangan ini tidaklah ada hukumnya dalam kitab Allah, dalam Sunnah Rasulullah dan tidak pula ada dalilnya (Sabiq, 1982, 40).

a. Ucapan Taklik Talak yang Dikaitkan Pada Waktu Akan Datang

(43)

29

suami berkata kepada isterinya: Engkau besok tertalak atau engkau tertalak ahir tahun; dalam hal ini tertalak akan berlaku besok pagi atau ahir tahun, selagi perempuannya masih dalam kekuasaannya ketika waktu yang telah tiba yang menjadi syarat bergantungnya talak.

Apabila seorang suami berkata pada isterinya: Engkau tertalak setahun lagi, maka menurut Abu Hanifah dan Malik berarti perempuannya tertalak seketika itu juga. Tetapi Syafi’i dan Ahmad berpendapat belum berlaku sebelum waktu setahun itu berlalu. Ibnu Hamz berkata: Barang siapa berkata: Apabila ahir bulan datang maka engkau tertalak atau ia menyebutkan waktu tertentu maka dengan ucapan seperti ini tidak berarti jatuh talak baik sekarang ini maupun nanti ketika akhir bulan tiba. Alasannya ialah karena di dalam Al-Qur’an dan Sunah Nabi tidak ada keterangan tentang jatuhnya talak seperti itu atau karena Allah telah mengajarkan kepada kita tentang mentalak isteri yang sudah di kumpuli atau yang belum dikumpuli. Padahal yang tersebut itu tidak kami ketahui dalilnya.

Di samping itu jika tidak setiap talak bisa berlaku ketika dijatuhkannya, maka adalah suatu yang mustahil dapat berlaku setelah lewat waktu menjatuhkannya (Sabiq, 1982, 42).

D. Hak Dan Kewajiban Suami Isteri

(44)

30

dunia membuat kesetaraan dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara suami dan isteri belum dapat terpenuhi dalam arti yang seimbang. Masih tetap saja terjadi ketidakseimbangan antara keduanya.

Bukan menjadi rahasia umum, jika dalam rumah tangga, seorang isteri diperlakukan tidak seimbang dalam haknya. Dan sebaliknya banyak kaum perempuan yang sangat tersiksa karena harus menaati kewajibannya yang merupakan hak suami. Hal ini dimungkinkan kesalahan dalam memahami dan terlanjur budaya telah membentuk maind set itu, sehingga pemenuhan akan hak isteri kurang diperhatikan.

Tetapi apabila suami dan isteri melakukan kewajibannya dengan bijaksana, ikhlas, sebagai teman hidup, masing masing merasa bertanggung jawab atas kewajibannya, maka suami isteri itu akan mendapat kebahagiaan yang sempurna, insya Allah keduanya akan hidup dengan keridhaan Allah.

Kebanyakan dalam kejadian selama ini, ketidak terpenuhinya hak dan kewajiban antara suami dan isteri, dan lebih cenderung kepada isteri, mungkin dikarenakan kurangnya pemahaman dalam ayat maupun hadist tentang hak dan kewajiban suami isteri. Seperti misalnya dalam memahami surat an-nisa ayat 34 yang berbunyi:

ﱢﻨﻟا ﻰَﻠَﻋ َنﻮُﻣاﱠﻮَـﻗ ُلﺎَﺟﱢﺮﻟا

اﻮُﻘَﻔْـﻧَأ ﺎَِﲟَو ٍﺾْﻌَـﺑ ﻰَﻠَﻋ ْﻢُﻬَﻀْﻌَـﺑ ُﻪﱠﻠﻟا َﻞﱠﻀَﻓ ﺎَِﲟ ِءﺎَﺴ

ِﰐ ﱠﻼﻟاَو ُﻪﱠﻠﻟا َﻆِﻔَﺣ ﺎَِﲟ ِﺐْﻴَﻐْﻠِﻟ ٌتﺎَﻈِﻓﺎَﺣ ٌتﺎَﺘِﻧﺎَﻗ ُتﺎَِﳊﺎﱠﺼﻟﺎَﻓ ْﻢِِﳍاَﻮْﻣَأ ْﻦِﻣ

ُﻫﻮُﺑِﺮْﺿاَو ِﻊ ِﺟﺎَﻀَﻤْﻟا ِﰲ ﱠﻦُﻫوُﺮُﺠْﻫاَو ﱠﻦُﻫﻮُﻈِﻌَﻓ ﱠﻦُﻫَزﻮُﺸُﻧ َنﻮُﻓﺎََﲣ

ْنِﺈَﻓ ﱠﻦ

(45)

31

Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An Nisa: 34)

Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa:

Pasal 30 dan 77 ayat (1) yang menyebutkan, Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

Pasal 31 ayat (1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam sasyarakat. Pasal 31 ayat (2) Masing masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Pasal 31 ayat (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Pasal 77 ayat (2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

Pasal 77 ayat (3) Suami memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.

Pasal 77 ayat (4) Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.

Pasal 77 ayat (5) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

(46)

32 1. Hak Isteri Atas Suami

Hak seorang isteri atas suaminya ada dua macam, ada yang berupa benda dan ada yang berupa bukan benda (Rohaniah). Hak-hak kebendaan isteri atas suaminya ialah sebagai berikut:

a. Hak-hak Kebendaan

Pertama, Maskawin atau mahar ialah pemberian seorang suami

kepada isterinya sebelum, sesudah atau pada waktu berlakunya akad sebagai pemberian wajib yang tidak dapat diganti dengan lainya (Hamdani, 2002, 129). Allah berfirman:

Q.s. An Nisa’ : 4

ﺎًﺴْﻔَـﻧ ُﻪْﻨِﻣ ٍءْﻲَﺷ ْﻦَﻋ ْﻢُﻜَﻟ َْﱭِﻃ ْنِﺈَﻓ ًﺔَﻠِْﳓ ﱠﻦِِﺎَﻗُﺪَﺻ َءﺎَﺴﱢﻨﻟا اﻮُﺗآَو

ُﻩﻮُﻠُﻜَﻓ

ﺎًﺌﻳِﺮَﻣ ﺎًﺌﻴِﻨَﻫ

Artinya: “Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian apabila mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya”. (Q.S. An Nisa’: 4).

(47)

33

menikmati tubuh si perempuan dan sebagai tanda kerelaan untuk diungguli oleh suaminya (Sabiq, 1982: 44).

Mahar ini wjib diberikan kepada isteri sebagaimana dinyatakan sendiri oleh kata “mahar” ini. Ia meripakan jalan yang menjadikan isteri berhati senang dan ridha menrima kekuasaansuaminya kepada dirinya.

Disamping itu maskawin juga akan memperkokoh ikatan dan untuk menimbulkan kasih sayang dari si isteri kepada suaminya sebagai teman hidupnya.

Kedua, Perlengkapan rumah tangga, Adat yang sering berlaku

di banyak negeri ialah, bahwa pihak perempuan dan keluarganya harus menyediakan perlengkapan dan alat-alat rumah tangga, maksudnya untuk menggembirakan pihak suaminya. Riwayat dari Rasulullah s.a.w. menerangkan bahwa beliau memberikan bekal kepada anak perempuan beliau Fatimah berupa kain beludru, menyediakan bantal dan kasur.

(48)

34

Adapun yang bertanggung jawab secara hukum untuk menyediakan peralatan rumah tangga seperti tempat tidur, perabot dapur dan lain-lain, adalah suami. Isteri dalam hal seperti ini tidaklah bertanggung jawab, sekalipun mahar yang diterimanya cukup besar. Menjadi lebih besar dengan pembelian alat-alat rumah tangga tersebut. Sebab mahar itu menjadi hak perempuan sebagai imbalan dari penyerahan dirinya kepada suaminya, bukan sebagai harga dari barang-barang peralatan rumah tangga untuk isterinya. Mahar adalah hak mutlak bagi perempuan, bukan bagi ayahnya atau suaminya. Karena itu tak seorangpun yang berhak selain dirinya (Sabiq, 1982: 61).

Ketiga, Belanja (Nafkah), Yang dimaksud dengan belanja

disini yaitu memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, pengobatan isteri, jika ia seorang kaya.

1) Sebab-sebab Wajibnya Nafkah ( Belanja)

(49)

35

mengakui bahwa orang yang menjadi milik orang lain dan diambil manfaatnya, maka nafkahnya menjadi tanggungan orang yang menguasainya.

Hal ini berdasarkan kepada kaidah umum: “Setiap orang yang menahan hak orang lain atau kemanfa’atannya, maka ia bertanggung jawab membelanjainya”.

2) Syarat-syarat untuk menerima Belanja (Nafkah)

Untuk mendapatkan nafkah atau belanja harus dipenuhi beberapa syarat, apabila tidak terpenuhi, maka tidak berhak menerima nafkah. Syarat itu sebagai berikut:

a. Akadnya atau ikatan perkawinannya sah

b. Perempuan itu sudah menyerahkan dirinya kepada suaminya c. Isteri itu memungkinkan bagi sisuami untuk dapat menikmati

dirinya

d. Isteri tidak berkeberatan untuk pindah tempat apabila suami menghendakinya, kecuali apabila suami bermaksud jahat dengan kepergiannya itu atau tidak membuat aman diri si isteri dan kekayaanya, atau pada waktu akad sudah ada janji untuk tidak pindah dari rumah isteri atau tidak akan pergi dengan isterinya.

e. Kedua suami isteri masih mampu melaksanakan kewajiban sebagai suami isteri.

(50)

36

wajiblah suami isteri tersebut diceraikan, guna mencegah timbulnya bencana yang tidak dikehendaki.

Begitu pula isteri yang tidak mau menyerahkan dirinya kepada suaminya, atau suami tidak dapat menikmati dirinya atau isteri enggan pindah ke tempat yang dikehendaki suami, maka dalam keadaan seperti ini tak ada kewajiban belanja. Karena penahanan yang dimaksud sebagai dasar hak penerimaan belanja tidak terwujudkan. Hal ini seperti halnya dengan pembeli tidak wajib membayar harga barang jika penjual tidak mau menyerahkan barangnya, atau penjual hanya mau menyerahkan barangnya di satu tempat tertentu saja dan tidak mau ditempat lain.

3) Perempuan yang tidak berhak menerima Nafkah (Belanja)

Wanita yang tidak berhak menerima uang belanja atau nafkah, mereka ialah:

a) Isteri yang masih kecil yang belum dicampuri meskipun ia sudah bersedia untuk dicampuri. Sebaliknya, kalau yang masih kecil itu suaminya sedangkan isterinya sudah baligh, maka nafkah wajib dibayar, sebab kemungkinan nafkah itu ada dipihak isteri sedang uzur tidak menerima nafkah itu dipihak suami. Hal ini berdasarkan sunnah Rasulullah s.a.w. waktu kawin Aisyah r.a., beliau tidak memberi nafkah selama dua tahun karena belum mencampurinya.

(51)

37

c) Apabila isteri bekerja atau membuka usaha sedangkan suami melarangnya untuk bekerja dan si perempuan tidak memperhatikan larangan suaminya.

d) Apabila isteri berpuasa sunat atau beriktikaf sunat.

e) Apabila si isteri dipenjara karena melakukan kejahatan atau kerena tidak membayar hutangnya.

f) Apabila si isteri diculik orang lain sehingga berpisah dengan suaminya.

g) Apabila si isteri nusyuz, durhaka atau berbuat maksiat terhadap suaminya atau tudak mau meladeni suaminya.

Sebab-sebab diatas menyebabkan seorang isteri tidak berhak menerima nafkah, karena dia telah menghalangi hak suami untuk menikmati dirinya tanpa uzur yang dibenarkan oleh agama. Demikian menurut jumhur ulama, lain dengan pendapat Ibnu Hazm.

Menurut Ibnu Hazm sama sekali tidak ada keterangan dari para sahabat tentang perempuan nusyuz kemudian tidak berhak menerima nafkah, keterangan iyu hanya berasal dari An-Nakhai, Asy-Sya’bi, Hammad bin Sulaiman, Al-Hasan dan Az-Zuhri. Kami tidak tahu apa alasan mereka selain semata-mata karena hubungan kelamin, kalau isteri tidak mau dicampuri, maka ia tidak berhak menerima nafkah (Hamdani, 2002, 149).

(52)

38

Nafkah adalah segala yang diperlukan oleh isteri seperti makanan, minuman, obat-obatan dan sebagainya. Kiswah atau pakaian maksudnya ialah kain, baju dan sebagainya. Nafkah ini sah diberikan oleh suami kepada isteri dengan wujud barang, dan sah pula dengan uang kemudian membelanjakannya sesukanya.

Nafkah juga dapat dibayar dan ditetapkan secara tahunan, bulanan, mingguan, atau harian menurut kemampuan suamidan menurut kebiasaan dalam masyarakat.

Boleh saja seorang suami memberikan nafkah setiap hari dan memberikan atau membelikan pakaian sekali atau dua kali setahun, atau menurut keperluan.

5) Hutang nafkah dianggap sebagai hutang suami yang harus dipertanggung jawabkan

Nafkah adalah kewajiban suami terhadap isterinya apabila syarat-syarat untuk mendapatkan nafkah telah terpenuhi.

Jika suami sudah berkewajiban memberi nafkah kepada isteri karena sudah memenuhi syarat tetapi kemudian suami tidak membayar, maka nafkah itu menjadi hutang. Hutang itu tidak gugur kecuali apabila sudah dilunasi atau dibebaskan oleh isterinya.

(53)

39

Nafkah itu tidak lunas karena meninggalkanya suami atau isteri. Hutang itu juga tidak gugur karena adanya penceraian meskipun dengan khulu’ (thalak tebus).

Perempuan yang diceraikan berhak mutlak untuk berkeras hati menuntut nafkah selama perkawinan, asal tidak dijadikan iwadh atau khulu’. Nusyuz yang terjadi kemudian juga tidak menggugurkan hutang nafkah, nusyuz hanya menggugurkan kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada isteri sejak isteri yang dicerai berbuat nusyuz.

6) Terlanjur memberi nafkah

Apabila suami telah terlanjur memberikan nafkah kepada isterinya, misalnya untuk sebulan atau setahun, kemudian tiba-tiba terjadi sesuatu hal yang menyebabkan isteri tidak berhak menerima nafkah, misalnya karena meninggal dunia atau karena nusyuz, maka suami berhak meminta kembali nafkah untuk waktu yang belum dijalani dimana si isteri seharusnya tidak berhak menerima nafkah, karena si perempuan dianggap mengambil hak milik suaminya. Apabila kewajiban nafkah itu terhenti,misalnya karena mininggal dunia atau karena nusyuz, maka si perempuan berkewajiban mengembalikan sisa nafkah yang sudah diterimanya. 7) Nafkah suami yang tidak berada di tempat ( Ghaib)

(54)

40

Apabila ia tidak mengkirimkan nafkah untuk isterinya, hakim boleh menceraikannya setelah diberi tenggang waktu. Apabila suami jauh tempatnya dan tidak dapat dihubungi karena tidak jelas alamatnya atau suami itu hilang dan jelas kalau suaminya itu tidak meninggalkan kekayaan untuk nafkah isterinya maka hakin dapat menceraikan perkawinannya (Hamdani, 2002: 160).

b. Hak-hak Bukan Benda (Rohaniah)

Diantara hak isteri sebgaimana yang telah disebutkan di atas ada yang berupa kebendaan, yaitu mahar dan nafkah dan lainnya yang bukan berwujud kebendaan sebagai mana yang akan kita bicarakan di bawah ini:

1) Mempergauli Isteri dengan Baik

Kewajiban pertama seorang suami terhadap isterinya ialah memuliakan dan mempergaulinya dengan baik. Menyediakan apa yang dapat disediakan untuk isterinya yang akan dapat mengikat hatinya, memperhatikan dan bersabar apabila ada yang tidak berkenan dihatinya (Hamdani, 2002, 161)

(55)

41

dalam hal apapun juga. Terkadang suami mengeluh karena beberapa tingkah laku isterinya yang tidak baik dan menutup mata dari tingkah lakunya yang baik.

Maka islam menganjurkan agar suami menimbang dengan adil antara sifat yang baik dan yang buruk. Karena apabila ia melihat sifat yang tidak disenanginya tentu ia akan juga melihat sifat yang disenanginya.

2) Menjaga Isteri dengan Baik

Di samping berkewajiban mempergauli isteri dengan baik, suami juga wajib menjaga martabat dan kehormatan isterinya, mencegah isterinya jangan sampai hina, jangan sampai isterinya berkata jelek (Mukhtar, 1974, 151)

Apabila seorang laki-laki diwajibkan cemburu kepada isterinya (jangan sampai diganggu pria lain), maka ia juga harus adil dalam cemburunya, harus obyektif, jangan berburuk sangka, jagan keterlaluan mengikuti setiap gerak-gerik isterinya dan tidak boleh menghitung-hitung aib isterinya, semuanya itu justru akan merusakkan hubungan suami isteri dan akan menghilangkan kasih sayang.

3) Mencampuri Isteri

(56)

42

Syafi’i bekata: Hukumnya tidak wajib, karena mengumpuli isteri adalah hak seorang suami. Ahmad bin Hambal menetapkan bahwa mengumpuli isteri itu dibatasi, sekurang-kurangnya sekali selama empat bulan, karena Allah menetapkan hal ini sebagai hak bagi orang yang mengila’ isterinya, demikian pula untuk lainnya. Apabila seorang suami meninggalkan isterinya dan tidak ada halangan untuk pulang, maka Imam Ahmad berpendapat untuk membatasinya selama empat bulan, kemudian suami diwajibkan untuk mencampurinya, apabila ia tidak mau pulang maka hakim boleh menceraikannya, kecuali apabila pihak isteri itu rela.

4) Larangan Menceritakan Rahasia kamar

Menceritakan tentang hubungan suami isteri di tempat umum berlawanan dengan muru’ah dan sopan santun Islam. Sebaiknya dihindari selama tidak diperlukan. Apabila diperlukan untuk menceritakan (misalnya untuk keperluan pengobatan) maka tidaklah mengapa.

Perenah seseorang perempuan menuduh bahwa suaminya tidak mampu menggaulinya, maka suami membantah: Ya Rasulallah sungguh saya goyang-goyangkan dia seperti saya menggoyangkan kulit. Menyebarluaskan cerita tentang hubungan suami isteri ditempat tidur diharamkan oleh agama. Rasulullah Saw tidak pernah auratku dan aku tidak pernah melihat auratnya (Sabiq, 2002: 170).

(57)

43

Ila’ artinya sumpah seorang suami untuk tidak akan berhubungan kelamin dengan isterinya. Ila’ adalah adat kebiasaan Arab Jahiliah. Seorang laki-laki bersumpah tidak akan menjamah seorang isteri setahun atau dua tahun dengan maksud untuk menyakiti isteri, membiarkan isteri terkatung-katung tanpa suami dan tidak diceraikan. Kemudian Allah Yang Maha Pengasih menghapuskan adat ini dengan membatasi praktek yang menyakitkan hati ini paling lama empat bulan saja, mungkin setelah melewati separo waktu suami sudah akan kembali kepada isterinya dan membatalkan sumpahnya dengan membayar kifarat. Apabila laki-laki meneruskan sumpahnya dan tidak mau kembali kepada isterinya sampai lewat bulan maka wajib menceraikan. 6) Hukum Ila’

(58)

44

dan suami tetap tidak mau mengumpulinya, maka telah jatuh thalak baa’in, dengan berlakunya tempo tersebut.

Dan suami tidak berhak lagi untuk rujuk. Karena ia telah berlaku jahat dalam menggunakan haknya, yaitu ia tidak mau mengumpuli isterinya tanpa alasan sehingga hak isterinya disia-siakan. Karena itu berarti ia berbuat zalim kepada isterinya.

Imam Malik berpendapat bahwa suami dianggap telah melakukan ila’ bilamana ia dengan sengaja tidak mau menggauli isterinya dengan maksud menganiyayanya, kemudhratan kepada isteri, sebagaimana tidak mau mencampuri isterinya dengan , bersumpah.

2. Hak Suami atas Isteri

Suami mempunyai beberapa hak yang menjadi kewajiban isteri terhadap suaminya. Diantaranya, isteri harus patuh kepada suaminya asal tidak diperintah berbuat maksiat, menjaga diri dan menjaga kekayaan suaminya, tidak melakukan perbuatan yang memuakkan suaminya, isteri jangan cemberut, jangan menampakkan hal-hal yang membuat suaminya tidak senang kepadanya.

Perempuan qanitaat ialah perempuan yang taat kepada Allah dan menjaga diri sewaktu suaminya tidak di rumah dan tidak menghianati suaminya.

(59)

45

ada di rumahnya kecuali dengan izin suaminya, apabila ia melakukannya juga, maka pahalanya untuk suaminya dan ia menanggung dosanya. Isteri tidak boleh keluar rumah, ia akan dikutuk Allah dan para malaikat sampai ia pulang kembali kerumahnya, meskipun suaminya itu zalim. Isteri tidak boleh mengerjakan ibadah haji sunah kecuali dengan izin suaminya.

Apabila isteri menolak diajak suaminya ketempat tidur hingga suaminya tidur dengan marah, maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi. Semuanya ini apabila suami menyuruh untuk melaksanakan kebaikan, sedangkan apabila disuruh untuk melaksanakan perbuatan maksiat, maka isteri tidak wajib melaksanakan, karena tidak boleh taat kepada makhluk untuk berbuat maksiat. Kalau ada seorang suami menyuruh isterinya berbuat maksiat, maka jangan dituruti, meskipun sisuami akan marah kepadanya.

a. Larangan Menerima Tamu yang Tidak Disukai Suami

Adalah termasuk kewajiban seorang isteri untuk tidak memasukkan orang lain yang tidak disukai oleh suaminya kedalam rumahnya, kecuali dengan izin suaminya. Rasulullah s.a.w. sewaktu haji wada’ pernah menyampaikan pesan dalam sebuah pidatonya:

Ingatlah, berilah nasehat kepada kaum perempuan dengan baik, mereka adalah tawanan-tawananmu, kamu tidak mempunyai hak apapun selain hal itu, kecuali apabila mereka jelas melakukan kejahatan. Apabila mereka berbuat jahat, maka jauhi dia dari tempat tidur, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.

(60)

46

dan isterimu mempunyai hak atas dirimu. Hakmu atas mereka ialah bahwa mereka tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke bilikmu, jangan sampai mereka mengizinkan orang lain yang tidak kamu sukai. Ingatlah, bahwa hak mereka atasmu ialah kamu berbuat baik terhadap mereka, member pakaian dan makanan untuk mereka. b. Kerjasama Suami Isteri

Apabila seorang perempuan dituntut sesuatu, maka laki-laki juga dituntut. Dasar yang diletakkan islam ialah kerja sama suami isteri dan mengatur kehidupan bersama adalah dasar yang sesuai dengan fitrah manusia. (KHI, pasal: 31, ayat 1 dan 3).

Kaum laki-laki lebih mampu untuk bekerja dan berusaha di luar rumahnya, sedang kaum perempuan lebih mampu untuk mengatur rumah tangga, mengasuh anak dan menciptakan ketentraman rumah tangga. Karena itu, laki-laki mendapat beban sesuai dengan kesanggupannya dan kaum perempuan juga dibebani tugas sesuai dengan tabiatnya pula. Dengan demikian, ada pembagian tugas antara urusan luar dan dalam tanpa kedua belah pihak menetapkannya. c. Berdusta untuk Kebaikan Rumah Tangga

(61)

47 d. Isteri Wajib Tinggal Bersama Suami

Termasuk hak suami terhadap isterinya ialah bahwa suami berhak menahan isterinya agar ia tinggal di rumah yang sudah disepakati untuk berumah tangga.

Isteri dilarang meninggalkan rumah kecuali dengan izin suaminya. Tempat tinggal itu disyaratkan sesuai untuk didiami sebagai tempat berumah tangga, tempat itu dinamakan rumah. Apabila tidak ada tempat yang sesuai dan tidak memungkinkan untuk dipenuhinya kewajiban suami isteri sebagai tujuan perkawinan, maka isteri tidak wajib menempatinya, karena tidak dianggap rumah menurut syar’i.

Misalnya dalam rumah itu ada orang lain yang akan menghalangi si isteri untuk melaksanakan kewajibannya atau ada orang lain yang akan menyusahkan isteri, atau dalam rumah itu tidak ada orang yang seharusnya ada (teman, pembantu) atau tempat itu menyebabkan isteri tidak betah tinggal di rumah atau karena tetangga tidak baik.

e. Berpindah Tempat Bersama Isteri

Suami berhak untuk berpindah tempat dengan membawa isterinya sewaktu-waktu. Larangan menyakiti itu bertujuan agar perpindahan itu tidak dimaksudkan untuk menyakiti isterinya tetapi supaya hidup sesuai dengan tujuan perkawinan. Apabila tujuannya untuk menyakiti, maka isteri berhak menolak pindah bersama suami.

Gambar

Tabel. 3. 1 Data Admisnistrasi Desa Tlogopucang
Tabel. 3.2
Tabel. 3.3
Table. 3.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan parameter intensitas serangan hama kutu daun persik ( Myzus persicae Sulz) kemudian dianalisis, yang menujukkan bahwa galur cabai keriting MG1012 dan

 Provided direction for day-to-day operations of Company in all areas, including sales, marketing, administration and financial reporting creating a more unified operation. 

Contoh ikan bertulang sejati adalah ikan mas. Insang ikan mas terdiri dari lengkung insang yang tersusun atas tulang rawan berwarna putih, rigi-rigi insang yang

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “ Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penggunaan Alat Peraga

Peristiwa Tsunami pernah terjadi di Banyuwangi pada tahun 1994 yang dipicu oleh gempa bumi dengan kekuatan 7,2 skala daerah di Jawa Timur yang mempunyai sudut lereng terjal, jenis

dimulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari :. 1) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi,

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya berupa kesempatan, ilmu, kesehatan, dan keselamatan sehingga

Berdasarkan paparan data dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dalam tutorial mata kuliah