• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang - Test Repository"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI

DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Siti Kholisoh

NIM:

-

-

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI

DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Siti Kholisoh

NIM:

-

-

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

ِمْيِحَّرلا ِنَمْحَّرلا ِللها ِمْسِب

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan maka peneliti sanggup mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang munaqasyah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dimaklumi.

Salatiga, September

Penulis

(5)

v Dra. Sri Suparwi, M.A

Dosen IAIN Salatiga Persetujuan Pembimbing Lamp : Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudara : Siti Kholisoh

Kepada:

Yth. Rektor IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamualaikum Wr. Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya maka bersama ini, Kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Siti Kholisoh NIM : - - Fakultas/Jurusan : FTIK/PAI

Judul : PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT R.A.

KARTINI DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG.

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera dimunaqasyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, September Pembimbing

(6)
(7)

vii MOTTO

ٍمْيِعَن ْيِفَل َراَرْ بَْلْا َّنِا

Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada:

Ayah, ibu, kakek, nenek dan adik-adik tercinta yang selama ini senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materiil.

Almukarom Romo K.H. Muhammad Fatkhan beserta ibu, Bapak K.H. Ihsanudin beserta ibu, serta Ibu Nyai Kamalah Isom, seluruh keluarga Pondok Pesantern AL-IKHLAS Ungaran dan PONPES AL-HASAN Salatiga yang dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dasar-dasar keagamaan dan juga semangat spiritual untuk dijadikan bekal dan pedoman hidup.

Sahabat-sahabati PMII, keluarga DEMA, keluarga besar Ya Bismillah, tidak lupa teman-teman seperjuangan mbak Ayu, Nia, Rikha, Indah, Alifah, Isna, kakak Lida, Dewi, Umami, Tofa, Vina, Yuli, Kiki, teman-teman PAI F, teman-teman PPP, teman-teman KKN dan semua teman senasib seperjuangan IAIN Salatiga yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

ِمْيِحَّرلا ِنَمْحَّرلا ِالله ِمْسِب

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini dalam

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.

. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga.

(10)

x

. Bapak Drs. Djoko Sutopo (alm) sebagai dosen pembimbing akademik yang pernah dengan sabar membimbing di awal masa perkuliahan serta bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik kedua yang sabar mendengar keluh kesah perkuliahan.

. Bapak Dr. Agus Waluyo, M.Ag., Bapak Moh. Khusen, M.Ag., M.A., dan Ibu Dra. Astutik Sakdiyah, M.Pd., yang telah memberikan bimbingan selama saya menjadi mahasiswa Bidik Misi sampai akhir masa studi.

. Seluruh dosen dan petugas administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan juga penelitian berlangsung.

. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(11)

xi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya.

Amin Ya Robbal „Alamin

Salatiga, September

Penulis

(12)

xii ABSTRAK

Kholisoh, Siti. . Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Sri Suparwi, M.A.

Kata Kunci : Konsep Pendidikan Perempuan, Menurut R.A. Kartini

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah ) Bagaimana pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang? ) Bagaimana relevansi konsep pendidikan perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini dalam konteks kekinian?

Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau sumber lain yang berkaitan dengan R.A. Kartini. Adapun metode pengumpulan data menggunakan Library Research, yaitu penelitian perpustakaan dengan langkah-langkah mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian permasalahan. Dalam hal ini penulis mengumpulkan buku-buku maupun data mengenai Kartini dan pemikiran pendidikan perempuan Kartini. Kemudian mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan penelitian. Setelah diperoleh data mengenai pendidikan perempuan Kartini, kemudian diidentifikasi berdasarkan rumusan masalah yang ingin dijawab oleh penulis. Dan terakhir menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang pokok permasalahan. Dari data-data yang telah diidentifikasi, maka penulis menarik kesimpulan mengenai pendidikan perempuan Kartini.

(13)

xiii DAFTAR ISI

LEMBAR BERLOGO ………. i

JUDUL ………. ii

DEKLARASI ..………. iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… iv

PENGESAHAN KELULUSAN .………. v

MOTTO ...………. vi

PERSEMBAHAN ………….……… vii

KATA PENGANTAR ….………. vii

ABSTRAK ……… xi

DAFTAR ISI ……….……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………….……… xv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……… B. Rumusan Masalah ………. C. Tujuan Penelitian ……….. D. Manfaat Penelitian ……… E. Metode Penelitian ………. F. Kajian Pustaka ……….. G. Sistematika Penulisan Skripsi ………... BAB II SETTING SOSIAL HISTORIS DARI BIOGRAFI R.A. KARTINI

(14)

xiv

C. Keadaan Masyarakat Pada Masa Kartini ……….. BAB III PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT R.A. KARTINI

DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

A. Keadaan Perempuan Pada Masa R.A. Kartini ………...……… B. Pendidikan yang Dialami R.A. Kartini ………. C. Konsep Pendidikan Perempuan dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang ……… BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN

MENURUT R.A. KARTINI DALAM KONTEKS KEKINIAN

A. Relevansi Konsep Perempuan Tempat Pendidikan Pertama dalam

Konteks Kekinian ……….. B. Relevansi Konsep Perempuan Menjadi Pembawa Peradaban dalam

Konteks Kekinian……… ……….. C. Relevansi Konsep Pendidikan Itu Mendidik Budi dan Jiwa dalam

Konteks Kekinian……… D. Relevansi Konsep Pendidikan Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan

untuk Kemajuan Bangsa dalam Konteks Kekinian………. E. Relevansi Konsep Pendidikan untuk Cinta Tanah Air dalam Konteks

Kekinian………. BAB V PENUTUP

(15)

xv DAFTAR PUSTAKA

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

. Daftar Pustaka

. Riwayat hidup penulis . Nota pembimbing skripsi . Lembar konsultasi

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kartini merupakan bangsawan Jawa cucu dari Bupati Demak Pangeran Ario Tjondronegoro. Sebagai bangsawan, Kartini terjebak dalam budaya Feodal yang terasa sangat membelenggu. Bahkan adat pingitan menanti pernikahan juga tidak bisa Kartini hindari. Selama masa pingitan itulah cita-cita Kartini untuk memperjuangkan kebebasan pendidikan perempuan muncul. Hal itu dikarenakan selama masa pingitan dihabiskan Kartini untuk membaca berbagai buku maupun majalah yang kebanyakan terbitan Belanda. Dari situlah Kartini memahami bahwa tidak seharusnya perempuan terdiskriminasi untuk masalah kebebasan hidup karena kehidupan perempuan di dataran Eropa sangat jauh lebih maju dari budaya yang ada di Indonesia. Pandangan Kartini tersebut lebih terbuka lagi setelah dia berkirim surat dengan orang-orang Eropa. Keinginan kuat Kartini akan pendidikan perempuan itu terlihat jelas dalam surat-suratnya yang dikumpulkan dan dibukukan oleh salah satu sahabat Mr. J.H. Abendanon dalam buku yang berjudul “Door Duisternis tot licht” yang kemudian oleh Armijn Pane diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

(18)

perempuan yang tidak melupakan kodrat asli perempuan. Bagi Kartini perempuan seharusnya memiliki pendidikan yang tinggi karena perempuanlah tempat pendidikan pertama untuk anak-anak kelak. Jika seorang perempuan cerdas maka ia akan mampu mendidik anak-anak menjadi generasi-generasi yang cerdas.

Terlebih lagi pendidikan mempunyai peran penting dalam menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat termasuk memajukan peradaban suatu bangsa. Dizaman modern ini bukanlah hal yang baru bagi semua orang untuk mengetahui betapa pentingnya pendidikan. Pendidikan menjadikan kehidupan manusia lebih terarah dan mempunyai tujuan yang jelas. Melalui pendidikan, manusia akan lebih mengenal diri, lingkungan dan perubahan yang terjadi disekitar. Jadi dengan pendidikan manusia akan jauh lebih peduli dengan apa yang telah terjadi dan apa yang seharusnya terjadi.

(19)

perempuan dan laki-laki sama di mata Islam. Hal itu terungkap dalam Q.S.

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Mengenal.” (Al-Hujurat: )

Ayat yang lain, Allah juga menjelaskan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan sama dalam hal amalan kebaikan.

َثْ نُاْوَا ٍرَكَذ ْنِّم ْمُكْنِّم ٍلِماَع َلَمَع ُعْيِضُالآ ْيِّنَا ْمُهُّ بَر ْمُهَل َباَجَتْساَف

Artinya: “Maka Tuhan mereka mempertahankan

permohonannya (dengan firman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah

(keturunan) dari sebagian yang lain.” (Ali Imran: )

(20)

َع

berkata,”Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,”

Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama

kali?” Nabi SAW menjawab,”Ibumu!” Dan orang tersebut kembali bertanya,”Kemudian siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Beliau

menjawab, “Ibumu.” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi,” Nabi SAW menjawab, “Kemudian

ayahmu.” (H.R. Bukhari Muslim)

Ada lagi sebuah hadis yang menjelaskan mengenai kewajiban menuntut ilmu yaitu:

ٍةَمِلْسُمَو ٍمِلْسُم ِّلُك ىَلَع ٌةَضْيِرَف َمْلِعْلا َبَلَط

)رابلا دبا نبا هوار(

Artinya: “Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan.” (H.R. Ibnu Abdil Bari)

(21)

ada kebebasan bagi perempuan baik dalam hal pendidikan maupun kehidupan pribadi. Terlebih dalam hal pendidikan, perempuan sama sekali tidak bisa mengakses ilmu pengetahuan sebebas kaum laki-laki. Padahal dalam hadis di atas terlihat jelas bahwa kewajiban mencari ilmu itu untuk muslim laki-laki dan perempuan, bukan hanya laki-laki saja. Pada zaman penjajahan, akses perempuan untuk menempuh jalur pendidikan sangat terbatas bahkan sulit. Hanya perempuan-peremuan keturunan ningrat dan bangsawan saja yang bisa mendapatkan pendidikan. Bahkan pendidikan yang diterima hanya sebatas pendidikan dasar saja.

(22)

mendapatkan pendidikan yang tinggi mendorong Kartini untuk mengubah budaya yang ada. Bukan hanya semangat yang tanpa usaha dan makna, namun Kartini berjuang supaya semangat emansipasi yang dicita-citakan dapat direalisasikan bagi kaum perempuan.

(23)

Habis Gelap Terbitlah Terang yang merupakan buku dari kumpulan surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya di Eropa.

Penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah (skripsi) ini dengan

judul “KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI DALAM

BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG”. Dengan harapan semoga karya ilmiah (skripsi) ini bisa memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga ini. Amin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

. Bagaimana pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang?

. Bagaimana relevansi konsep pendidikan perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini dalam konteks kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Searah dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

. Untuk mengetahui pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

(24)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat kita ambil dari penelitian ini diantaranya adalah:

. Secara teoritik, diharapkan penelitian ini memberikan tambahan khasanah pengetahuan para pembaca dalam memahami sebuah buku kumpulan surat-surat R.A. Kartini dan mampu mengambil konsep maupun nilai-nilai pendidikan perempuan yang terkandung serta diharapkan bisa menjadi bahan penelitian lain tentang pendidikan perempuan.

. Secara Praktis, memberikan informasi ulang kepada praktisi pendidikan tentang konsep pendidikan perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini.

a. Untuk dijadikan rujukan dalam pelaksanaan pendidikan di zaman modern ini.

b. Untuk menjadikan anak bangsa bisa lebih bebas mendapatkan pendidikan baik laki-laki maupun perempuan.

c. Untuk menjadikan generasi masa depan yang unggul, inovatif, kreatif, mandiri sesuai dengan kemampuan zaman tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan.

E. Metode Penelitian

(25)

. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau sumber lain yang berkaitan dengan R.A. Kartini. Selain bersifat literature penelitian ini termasuk jenis penelitian bibliografi, hampir sama dengan literature yaitu dilakukan dengan mencari, menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan ahli (Nazir, ).

. Sumber Data

Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan (Arikunto, ). Sedangkan data-data tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku

Habis Gelap Terbitkah Terang. b. Sumber Data Sekunder

(26)

Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer, dan buku atau artikel tentang pemikiran Kartini maupun studi pendidikan perempuan di dalam perkuliahan dan lain sebagainya.

. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian dicari dengan pendekatan Library Research, yaitu penelitian perpustakaan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian

permasalahan. Dalam hal ini penulis mengumpulkan buku-buku maupun data mengenai Kartini dan pemikiran pendidikan perempuan Kartini.

b. Mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan penelitian. Setelah diperoleh data mengenai pendidikan perempuan Kartini, kemudian diidentifikasi berdasarkan rumusan masalah yang ingin dijawab oleh penulis.

c. Menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang pokok permasalahan (Komaruddin, ). Dari data-data yang telah diidentifikasi, maka penulis menarik kesimpulan mengenai pendidikan perempuan Kartini.

. Analisis Data

Untuk menganalisis data penulis menggunakan dua metode, yaitu: a. Metode Deskriptif

Metode deskriptif yaitu “perumusan filsafat tersembunyi

(27)

referensi pada masalah konkret sedetail-detailnya” (Anton dan Achmadi, ). Peneliti melakukan analisis data dengan metode deskripsi, yaitu menggambarkan pemikiran R.A. Kartini tentang Pendidikan Perempuan.

b. Metode Analisis

Metode Analisa yaitu penanganan terhadap suatu obyek-obyek penelitian ilmiah dengan memilah-milah pengertian yang satu dengan pengertian yang lain (Sumargono, ). Dalam proses analisa ini penulis menggunakan dua cara yang saling bergantian, yaitu:

(28)

F. Kajian Pustaka

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan, maka penulis akan mencoba memberikan sebuah penegasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Dan akan lebih mudah setelah dijelaskan lebih lanjut secara terperinci sebagai berikut:

. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang R.A. Kartini memang bukan pertama kali dilakukan, baik yang berbentuk buku maupun skripsi. Sejauh penelurusan yang dilakukan, peneliti menjumpai ada beberapa hasil penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Namun tentu penelitian-penelitian itu selain memiliki keterkaitan juga memiliki ciri khas atau perbedaan sendiri. Berikut beberapa literature yang dimaksud:

Pertama skripsi oleh Widiyani Nurul Islami Hati Jurusan Tarbiyah

berjudul “Relevansi Pemikiran Pendidikan R.A. Kartini dengan

Konsep Feminisme dalam Pendidikan Islam” tahun STAIN

(29)

ditulis oleh peneliti lebih menekankan pada konsep pendidikan perempuan.

Kedua skripsi karya Lina Zakiah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

yang berjudul “Konsep Pendidikan Perempuan Menurut Raden Dewi

Sartika” tahun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

merupakan penelitian eksplorasi dengan pendekatan sejarah pendidikan. Skripsi ini menganalisis mengenai konsep pendidikan perempuan menurut Raden Dewi Sartika. Perbedaan dengan tulisan peneliti adalah skripsi ini meneliti mengenai pemikiran Raden Dewi Sartika, sedangkan skripsi yang ditulis peneliti menguraikan mengenai pemikiran R.A. Kartini.

Ketiga Artikel karya Citra Mustikawati, S.I.Kom. dalam Jurnal Kajian Komunikasi, Volume , No , hlm - yang berjudul “Pemahaman Emansipasi Wanita (Studi Hermeneutika Makna Emansipasi Wanita Dalam Pemikiran R.A. Kartini Pada Buku Habis

Gelap Terbitlah Terang)” Juni Bandung. Artikel ini membahas

mengenai konsepsi emansipasi wanita dalam pemikiran R.A. Kartini yang tertuang dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Hal ini berbeda dengan penelitian penulis yang lebih memfokuskan pada konsep pendidikan perempuan meskipun berasal dalam buku yang sama.

(30)

dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang” oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pendidikan perempuan dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

. Definisi Operasional a. Konsep

Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, yang artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam The Classical Theory of Concepts menyatakan bahwa konsep merupakan penyusunan utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Jadi konsep merupakan sekumpulan gagasan atau ide yang sempurna yang bermakna berupa abstrak, entitas mental yang universal dimana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap eksistensinya sehingga konsep membawa suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama dan membentuk suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan.

b. Pendidikan

(31)

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan diri, masyarakat dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran.

Pendidikan dalam Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensi sebagai khalifah Allah di muka bumi yang berdasarkan kepada ajaran Al-Qur‟an dan Sunnah (Arief, ).

Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Mansur, ), hal ini dikarenakan proses pendidikan bukan hanya untuk mengasah kemampuan jasmani saja namun juga yang paling penting adalah memberikan arahan yang tepat untuk rohani sehingga akan terbentuk manusia-manusia yang mulia dan berperilaku utama.

Definisi yang paling akhir adalah definisi dari Ibnu Faris yang wafat pada tahun H. Definisi ini mencakup semua pendidikan baik secara umum maupun khusus “Pendidikan adalah perbaikan,

(32)

ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai

dengan kemampuannya” (Mahmud, ). Dari pengertian

tersebut pendidikan dapat diartikan sebagai suatu sistem sosial yang menjadikan keluarga dan sekolah berperan penting untuk membentuk generasi muda tidak hanya dari aspek intelektual saja tetapi juga dari aspek jasmani dan rohani sehingga akan terbentuk generasi muda penerus bangsa yang senantiasa mempertahankan budaya dari lingkungannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai sebuah pengajaran, bimbingan, pembiasaan sehingga tujuan hidupnya lebih tertata. Namun pendidikan disini juga tidak lupa menekankan arti penting moral yang tinggi sehingga baik intelektual maupun moral akan berjalan beriringan sehingga akan tercipta manusia yang tidak hanya cakap namun juga beradab.

c. Perempuan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puka, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui (Alwi, ). Adapun pengertian perempuan sendiri secara etimologi berasal dari kata empu yang artinya dihargai.

(33)

layak untuk didiskriminasi dari kaum laki-laki. Dalam Islam sendiri tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan karena semua sama di mata Allah. Untuk haknya mendapatkan pendidikan tidak perlu ada jurang pembeda pendidikan yang diterima laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan definisi mengenai pendidikan dan perempuan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan perempuan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik kepada perempuan sebagai terdidik yang dilakukan tidak hanya untuk menambah intelektualitas namun juga untuk meningkatkan moralitas sehingga akan tercipta tujuan kehidupan yang jelas dan berkelas. Pendidikan perempuan yang dimaksud penulis disini adalah proses transfer ilmu untuk menambah pengetahuan dan wawasan perempuan sehingga akan terjamin tujuan hidupnya namun tetap tidak meninggalkan kodratnya sebagai perempuan. d. R.A. Kartini

(34)

kaum laki-laki. Tanpa gerakan emansipasi yang terus diupayakan Kartini maka perempuan yang ada di Indonesia belum tentu akan bisa menikmati kebebasan menerima pendidikan seperti sekarang. d. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang awalnya merupakan buku dari kumpulan surat-surat R.A. Kartini kepada sahabat-sahabat

Eropa karya Mr. J.H. Abendanon yang judul aslinya adalah “Door

(35)

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika dapat dipahami sebagai suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan, melengkapi serta menjelaskan. Dalam penyusunan skripsi ini secara menyeluruh terdapat lima Bab untuk membahas Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Adapun sistematika atau urutan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Dalam bab ini berisi tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, kajian pustaka dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II : Bab ini berisi tentang biografi R.A. Kartini serta kehidupan sosial kemasyarakatan beliau.

Bab III : Bab ini berisi analisa tentang pendidikan perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini yang terkandung dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Bab IV : Bab ini berisi tentang relevansi konsep pendidikan perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini yang terkandung dalam buku

(36)

BAB II

SETTING SOSIAL HISTORIS DARI BIOGRAFI R.A. KARTINI

A. Perjalanan Hidup R.A. Kartini

Dalam mengkaji pemikiran seseorang tentunya tidak cukup hanya mengetahui gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikiran saja. Akan tetapi juga harus berusaha mengetahui latar belakang hidup, perjalanan intelektual maupun spiritual, serta pendidikan. Dengan memahami biografi, dapat mengetahui bagaimana pola pikir seseorang terbentuk, karena tidak pernah ada ide pemikiran yang muncul dari seseorang, hampa dari ruang dan waktu. Penulis dalam skripsi ini berupaya untuk memaparkan biografi R.A. Kartini sehingga mampu menghasilkan suatu analisis dan kesimpulan yang komprehensif.

(37)

Woerjan masih keturunan raja Madura yang kental dengan dunia keislaman.

Ayah Kartini memiliki dua orang isteri hal itu dikarenakan untuk menjadi seorang Bupati ayah Kartini diharuskan menikah dengan seorang bangsawan. Pada saat menjabat sebagai Wedana ayah Kartini telah menikah dengan Ngasirah yang berusia tahun dari kalangan rakyat biasa, namun pada akhirnya ayah Kartini menikah lagi dengan Raden Ayu Woerjan dan menggantikan kedudukan ayah kandung Raden Ayu Woerjan, R.A.A.Tjitrowikromo sebagai Bupati Jepara. Meskipun kedudukan Ngasirah sebagai isteri resmi namun dalam kehidupan rumah tangga Kabupaten Jepara Ngasirah hanyalah sebagai selir (Sumarthana, ).

Ayah Kartini adalah seorang bupati yang beristri lebih dari satu, maka tidak mengherankan jika saudara Kartini ada . Terdiri dari satu saudara kandung dan saudara tiri, Kartini merupakan anak kelima (Pane,

). Saudara kandungnya adalah dr. R.M. Sosrokartono, sedangkan

(38)

. Masa Kanak-kanak

Semasa kecil Kartini tidak hanya diasuh oleh ibunda Ngasirah dan juga Raden Ayu Woerjan, tetapi Kartini juga diasuh oleh emban yang bernama Rami (Ulum, ). Kartini tumbuh menjadi gadis kecil yang lincah dan banyak akal sehingga dipanggil “Nil” oleh ayah

Kartini (Tondowidjojo, ). Kasih sayang yang diberikan Sosroningrat kepada Kartini melebihi anak-anak yang lain. Kartini juga tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat teliti terhadap berbagai adat kebiasaan yang ada di masyarakat.

(39)

membatik (Ulum, ). Kartini mempelajari seni batik ini sejak berumur tahun di saat usianya dipingit kepada seorang pribumi bernama Mbok Dullah. Dari hasil belajarnya kepada Mbok Dullah ini, Kartini pernah membuat studi, membuat catatan, dan memotret bermacam dimensi dan pembatik yang ada di kadipaten serta beberapa orang yang ada di dalamnya. Hasil studi Kartini ini dijadikan bahan untuk menulis karangan tentang batik. Karya Kartini ini diberi judul

“Handschrift Jepara”. Karya ini dapat menarik perhatian Pemerintah

Nederland ketika ada pameran nasional untuk karya wanita.

(40)

juga belajar membaca Al-Qur‟an kepada seorang santri (Tondowidjojo, ).

Semangat emansipasi muncul ketika Kartini mendapat sebuah pertanyaan dari sahabat yang keturunan Belanda, “Hendak kemana

nanti setelah mendapat surat tamat belajar?” Kartini tiada tahu jawaban

dari pertanyaan sahabatnya itu, namun pertanyaan itu terus menerus berada di fikiran Kartini. Setibanya di rumah ditanyakanlah hal tersebut kepada ayah Kartini, namun dengan segera saudara Kartini menjawab, “Apalagi jika tidak menjadi Raden Ayu.” Mendengar

jawaban tersebut giranglah hati Kartini, tetapi sebenarnya Kartini belum mengetahui apa yang dimaksud dengan gelar “Raden Ayu”

tersebut. Kemudian Kartini mencari tahu tentang gelar “Raden Ayu”

tersebut yang ternyata merupakan gelar dengan banyak aturan dan tatanan yang mengekang. Maka tidaklah Kartini suka dengan gelar tersebut dan bertekad untuk tidak mau menikah (Pane, ).

(41)

permintaan Kartini karena peraturan adat yang sangat kuat tersebut. Terlebih lagi ayah Kartini sebagai pemangku adat tentu tidak menginginkan penyimpangan adat terjadi di keluarga. Kartini tidak mampu mengalahkan pandangan Sosroningrat terhadap adat-istiadat negeri tentang perempuan (Toer, ).

. Masa Muda

Pada usia tahun dimulailah masa pingitan Kartini. Disaat itulah Kartini tidak membiarkan segala sesuatu berlalu percuma disekeliling. Dengan kebebasan yang dirampas dari kehidupan bocah yang bebas merdeka menjadi hukuman dengan peraturan-peraturan yang mengekang, dan memaksa menjadi dewasa sebelum waktunya (Toer, ).

(42)

kebebasan yang tidak diperoleh setelah meninggalkan bangku sekolah (Toer, ). Akhirnya pada tahun , Nyonya Ovink-Soer pindah ke Jombang untuk mengikuti tugas suami, dan ketika itu Kartini telah mulai berkirim surat dengan Nona Estelle Zeehandelaar di negeri Belanda (Pane, : ).

. Masa Dewasa

Semakin dewasa usia Kartini maka semakin matang pemikiran dan juga semakin luas bacaan. Ayah Kartini senantiasa memberikan bacaan tidak hanya berupa buku-buku bahasa Belanda namun juga buku-buku bahasa Jerman dan Perancis. Sehingga lebih terbukalah pandangan Kartini mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), pandangan dunia maupun keadilan bagi semua.

Bertambah usia Kartini bertambah juga teman dari berbagai negara. Pada tahun , Kartini berkenalan dengan Tuan Van Kol dan Nyonya Nellie, yang sangat setuju dengan cita-cita Kartini pergi belajar di negeri Belanda. Pada tanggal November Van Kol mendapat janji dari minister jajahan, bahwa Kartini dan Rukmini mendapat beasiswa untuk belajar di negeri Belanda. Namun pada tanggal Januari Mr. Abendanon berkunjung ke Jepara dan menasehati Kartini supaya jangan pergi ke negara Belanda karena akan merugikan cita-cita Kartini (Pane, ).

(43)

ketika cita-cita itu akan terwujud ayah Kartini sakit parah dan usulan pendirian sekolah perempuan ditolak oleh Bupati-bupati yang lain. Namun walaupun pendirian sekolah perempuan ditolak, Kartini tetap mendirikan sekolah perempuan dengan usaha sendiri dibantu adik-adik Kartini. Akan tetapi kegigihan Kartini tidak berhenti sampai disitu, Kartini bertekad untuk menjadi dokter. Cita-cita tersebut disetujui oleh ibu Kartini dan juga Sosroningrat memberinya izin untuk belajar di Betawi. Kendala biaya kembali menghambat cita-cita Kartini, akhirnya pengajuan beasiswa kepada pemerintah Belanda dilakukan. Walaupun pada akhirnya beasiswa itu disetujui pemerintah Belanda, namun justru Kartini menolak karena tanggal pernikahan yang sudah dekat. Tidak ada kata menyesal dalam diri Kartini dan diberikanlah beasiswa itu kepada orang yang lebih membutuhkan Salim atau lebih dikenal dengan Haji Agus Salim (Chodjijah, ).

(44)

Susalit yang kemudian diasuh oleh ibu Kartini, Ngasirah dan Bok Mangunwikromo. Empat hari setelah kelahiran tepatnya tanggal September Kartini meninggal dunia di usia tahun.

B. Kartini dan Sahabat-sahabat Pena dari Eropa

Kartini disebut dengan Blandis sebab kebanyakan teman Kartini adalah orang Belanda. Perempuan Belanda bagi Kartini adalah orang yang maju peradaban dan bebas kebudayaan dibandingkan dengan perempuan Jawa yang masih terjerat dengan adat Feodal yang bagi Kartini mendiskriminasikan perempuan. Banyak sahabat-sahabat Kartini yang berasal dari Eropa. Ada yang bertempat tinggal di Indonesia, dan ada yang tinggal di Eropa. Berikut adalah sahabat-sahabat Kartini yang berasal dari Eropa yang biasa menjadi tempat curahan hati Kartini melalui surat.

. Mr. J.H. Abendanon dan Nyonya R.M. Abendanon Mandri

Nama lengkap Mr. J.H. Abendanon adalah Jacque Henri Abendanon. Sahabat pena Kartini yang mengumpulkan surat-surat Kartini untuk dibukukan pada dengan judul Door Duisternis tot Licht yang dalam alih terjemahan Armijn Pane menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Mr. J.H. Abendanon adalah seorang ahli hukum. Setelah beberapa tahun mengabdikan diri di Hindia Belanda, Mr. J.H. Abendanon naik pangkat menjadi Direktur Pengajaran Kementerian Pengajaran dan Kerajinan pada tahun .

(45)

menemui ayah Kartini. Pertemuan tersebut berlanjut dengan persahabatan Kartini melalui surat menyurat, terlebih mengenai pendidikan perempuan yang diperjuangkan Kartini. Niat Kartini untuk mendirikan sekolah perempuan mendapat dukungan dari Mr. J.H. Abendanon dan Nyonya R.M. Abendanon Mandri. Keakraban yang muncul menyebabkan Kartini menganggap Nyonya R.M. Abendanon Mandri sebagai ibu (Ulum, ).

. Nona Stella Zehandelaar

Stella Zehandelaar lahir pada tahun , merupakan gadis Yahudi yang cerdas dan seorang dokter. Kartini berkenalan dengan Stella melalui majalah De Hoolandse, majalah wanita yang memberikan banyak kontribusi di bidang sosial dan sastra. Stella dianggap kakak oleh Kartini serta pemikiran Stella banyak mempengaruhi Kartini.

Meskipun Kartini dekat dengan Stella, akan tetapi Kartini tidak menceritakan tentang ihwal agama Islam kepada Stella. Hal ini karena ketundukan Kartini kepada undang-undang agama. Stella sempat dibuat keheranan ketika Kartini menerima lamaran K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki isteri. Padahal Kartini di waktu itu mengecam poligami yang menjadi musuh besar (Ulum, ).

. Ir H. H. Van Kol dan Nyonya J.M.P. Van Kol Porrey

(46)

pengairan di Hindia Belanda. Dengan sifat sosialnya, membuat Ir H. H. Van Kol tidak tega melihat kondisi masyarakat Hindia Belanda yang di waktu itu tertindas. Akhirnya Ir H. H. Van Kol mengambil cuti dan dipenjara selama bulan oleh kerajaan karena dianggap menghasut masyarakat bumiputera namun akhirnya dibebaskan.

Ir H. H. Van Kol menikah dengan Nellie Van Kol yang sepaham. Kartini mengenal keluarga Van Kol melalui majalah De Hollandse. Kartini sering menceritakan agama Islam kepada nyonya Nellie karena Nyonya Nellie yang beragama Nasrani sering memberikan nasehat kepada Kartini tanpa harus mengkristenkan Kartini (Ulum, ). Bahkan Kartini juga pernah bercerita mengenai hal-hal ghaib, sebab Ir H. H. Van Kol adalah seorang ahli dalam bidang okulltisme

(kepercayaan kepada kekuatan gaib yang dapat dikuasai manusia). . Nyonya M.C.E. Ovink Soer

(47)

Karena keakraban yang telah terjalin maka ketika keluarga Ovink dipindahkan ke Jombang sedihlah hati Kartini. Namun setelah perpisahan tersebut Kartini sering berkirim surat dengan Nyonya M.C.E. Ovink Soer dan sering mencurahkan isi hati (Ulum, ). . Dr. N. Adriani

Dr. Nicolas Adriani adalah seorang penginjil yang didatangkan dari Belanda untuk meneliti bahasa-bahasa Toraja di Sulawesi Selatan. Kartini akrab dengan Dr. Nicolas Adriani melalui surat-surat. Karena Dr. Nicolas Adriani merupakan seorang penulis dan penggemar buku, maka Dr. Nicolas Adriani pernah memberikan hadiah buku-buku yang ada nuansa Nasrani kepada Kartini. Selain buku Kartini juga pernah mendapatkan kiriman sebuah foto dari Dr. Nicolas Adriani (Ulum,

).

. Nyonya H.G. de Booy Boissevain

Hilda Gerarda de Booy Boissevain lahir di Amsterdam tanggal Juli . Putri Charles Boissevain seorang sastrawan dan pemimpin redaksi harian Algemeen Handelsbald. Menikah dengan opsir laut Hendrik de Booy pada tahun , dan pada tahun suami H.G. de Booy Boissevain diangkat menjadi ajudan Gubernur Jenderal Rooseboom.

(48)

ini muncul ketertarikan Kartini untuk menjalin hubungan meskipun hanya melaui surat menyurat.

Nyonya H.G. de Booy Boissevain adalah seorang ahli dalam kesenian, kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Nyonya H.G. de Booy Boissevain adalah pengurus “Kartini Fonds” yang didirikan pada

tahun yang bertujuan untuk mengimbangi

perkumpulan-perkumpulan “Ramabai Fonds” yang ada di Inggris dan Amerika.

Nyonya H.G. de Booy Boissevain sering memberikan ceramah tentang Kartini dan buah pemikiran Kartini (Ulum, ).

. Prof. Dr. G.K. Anton

Prof. Dr. G.K. Anton adalah seorang guru besar ilmu-ilmu kenegaraan di Yena (Jerman), dan isteri adalah seorang wanita Belanda. Perkenalan Kartini dengan Prof. Dr. G.K. Anton dimulai ketika Prof. Dr. G.K. Anton dan isteri melakukan study tour di Pulau Jawa dan menyempatkan diri singgah di kediaman ayah Kartini. Semenjak itu Kartini berkenalan dan akrab dengan Prof. Dr. G.K. Anton. Prof. Dr. G.K. Anton pernah memberi Kartini beberapa buku hasil karyanya. Kepada Prof. Dr. G.K. Anton, Kartini pernah memohon supaya di bumiputera diusahakan sebuah pengajaran dan pendidikan bagi kaum perempuan (Ulum, ).

C. Keadaan Masyarakat Pada Masa Kartini

(49)

Dimana pada masa itu pengaruh Barat telah masuk di kehidupan bumiputera. Dengan berbagai pengaruh tersebut maka muncul ide-ide untuk meniru orang Belanda supaya maju kehidupan masyarakat bumiputera. Pengajaran dan berbagai hal yang datang dari Barat dianggap membawa kemajuan di kehidupan masyarakat Barat. Namun tentu pengajaran dan berbagai hal dari Barat yang diambil adalah yang bisa diterapkan dan tidak menyalahi adat maupun tradisi di bumiputera. Ketika pandangan mengenai Barat telah terbuka maka akan muncul rasa pemberontakan terhadap tradisi maupun adat istiadat yang terlalu mengekang di masyarakat bumiputera pada saat itu. Namun tindakan nyata untuk mengubah tradisi itu belum sepenuhnya nyata dan hanya sebatas wacana sehingga adat istiadat dan tradisi yang terlalu mengekang tetaplah berjalan.

(50)

Keadaan yang seperti itu membuat Kartini merasa terkekang dan kecewa terhadap adat istiadat negeri Kartini sendiri. Hal itu terurai dalam suratnya kepada Nona Zeehandelaar (Pane, ).

Dan gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tiada akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya. Sesungguhnyalah perempuan yang sebenarnya cerdas tiada mungkin merasa berbahagia dalam masyarakat Bumiputera, selama masyarakat itu tetap saja seperti sekarang.

Namun bukan berarti pendidikan perempuan sama sekali tidak ada di masa tersebut. Berikut data perempuan yang sekolah di zaman Kartini (Pane, ):

. Tahun di sekolah kelas dua di pulau Jawa dan Madura ada orang anak gadis;

. Tahun di semua sekolah particulier di seluruh Hindia ada . orang anak gadis;

. Tahun di sekolah gubernemen kelas satu (sekolah Belanda) di Pulau Jawa cuma .

(51)

(52)

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

A. Keadaan Perempuan Pada Masa R.A. Kartini

Keadaan perempuan pada masa Kartini tidaklah sebebas keadaan perempuan di zaman sekarang. Pada masa itu budaya Feodal masih sangat kuat berkembang di masyarakat. Dengan adanya budaya Feodal itulah kebebasan maupun pemikiran perempuan tidak ada artinya. Keberadaan perempuan tenggelam diantara keberadaan laki-laki. Perempuan sepenuhnya patuh dan tunduk di bawah kekuasaan para kaum laki-laki. Hal ini terungkap dalam surat Kartini kepada Nona Zeehandelar tanggal Mei (Pane, ), berikut:

Kami, gadis-gadis masih terantai kepada ada istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajuan pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, ke luar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat. Ketahuilah, bahwa adat negeri kami melarang keras gadis ke luar rumah. Ketika saya sudah berumur duabelas tahun, lalu saya ditahan di rumah_saya mesti masuk “tutupan”; saya di kurung didalam rumah, seorang diri, sunyi senyap terasing dari dunia luar. Saya tiada boleh keluar ke dunia itu lagi, bila tiada serta seorang suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali bagi kami, dipilih oleh orang tua kami untuk kami, dikawinkan dengan kami, sebenarnya dengan tanpa setahu kami …

(53)

Budaya pingitan merupakan budaya yang menunjukkan betapa lemah kaum perempuan. Dengan adanya budaya pingitan akses perempuan ke dunia luar benar-benar ditutup. Perempuan diharuskan berada di dalam rumah sampai ada seorang laki-laki yang mengambil menjadi seorang isteri. Bahkan siapa laki-laki yang akan menjadi suami tiada diketahui terlebih dahulu. Perempuan harus rela dijadikan isteri yang kedua ketiga atau bahkan keempat. Budaya poligami merupakan hal yang biasa yang ada di masyarakat dan perempuan tidak mempunyai hak untuk menolak.

Istilah “Swargo nunut neroko katut” yang dalam bahasa Indonesia

diartikan “Surga turut neraka ikut” begitu kental dianut dalam masyarakat

Jawa pada masa Kartini, kemana laki-laki mengarahkan pandangan kesitu perempuan pergi tanpa ada hak untuk bertanya maupun menolak.

Adat istiadat di waktu itu tidak membolehkan perempuan berpelajaran dan tidak boleh bekerja di luar rumah, menduduki jabatan di dalam masyarakat (Pane, ). Perempuan tidak boleh mempunyai cita-cita maupun keinginan, mereka hanya boleh tunduk dan patuh kepada peraturan maupun budaya yang ada. Hanya satu cita-cita yang boleh dimiliki oleh seorang perempuan yaitu pernikahan. Pernikahan itulah satu tujuan hidup yang dimiliki oleh seorang perempuan. “Selama ini hanya

satu jalan terbuka bagi gadis Bumiputra akan menempuh hidup, ialah

„kawin‟”(Surat kepada Nona Zeehandelaar, Agustus ).

(54)

mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya (Pane, ). Perempuan di masa itu hanya dibentuk untuk menjadi budak kaum laki-laki. Perempuan tidak boleh memiliki kemauan dan ditutup dari dunia luar sejak usia tahun. Dengan kata lain perempuan di masa Kartini banyak kewajiban namun tidak satupun hak.

Akan tetapi ketatnya budaya Feodal sepenuhnya hanya berlaku di kalangan ningrat maupun bangsawan saja. Di kalangan rakyat biasa budaya itu tidak seketat mengekang perempuan. Namun kebebasan itu kebanyakan disebabkan karena kondisi masyarakat yang harus bekerja mencari sesuap nasi untuk menghidupi keluarga atau membantu keluarga yang kondisi perekonomian tidak stabil. Dengan begitu tetap saja pendidikan perempuan di masa Kartini masih merupakan suatu hal yang tabu bahkan dianggap melanggar adat istiadat. Kehidupan perempuan kalangan pribumi yang bukan ningrat sangat jauh berbeda dengan kehidupan perempuan ningrat. Perempuan pribumi sangat tertindas, berbeda dengan perempuan ningrat yang disembah dan dilayani segala kebutuhan.

Dengan keadaan yang masih sangat mengekang kebebasan perempuan, maka sebagai seorang perempuan yang sudah mendapatkan pendidikan Kartini merasa terbebani dan gerah dengan berbagai peraturan adat yang mengekangnya. Hal itu tertuang dalam surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar tanggal Agustus (Pane, ), berikut:

(55)

dalam dunia nenek moyangnya. Sesungguhnyalah perempuan yang sebenarnya cerdas tiada mungkin merasa berbahagia dalam masyarakat Bumiputra, selama masyarakat itu tetap saja seperti sekarang.

Namun tentu adat istiadat tidaklah dapat diubah apalagi dihilangkan begitu saja. Terlebih lagi adat istiadat yang satu akan berhubungan dengan adat istiadat yang lain. Tentulah sesuatu yang mustahil untuk menghilangkan adat istiadat itu. Mengenai adat pingitan Kartini tidak dapat menghindari. Meskipun keinginan kuat untuk terus belajar, akan tetapi tradisi berkata lain. Kartini menceritakan usaha untuk melawan adat pingitan yang harus dijalani kepada Nyonya Abendanon melalui surat pada Agustus (Ulum, ) berikut:

Ia memohon kepada ayahnya agar diizinkan bersama-sama dengan anak laki-laki pergi ke Semarang untuk bersekolah HBS di sana. Ia akan selalu belajar giat sehingga orang tuanya tidak akan mengeluh tentangnya. Ia berlutut di hadapan ayahnya, dengan tangan terkatup di atas lututnya. Dengan keinginan yang besar, mata kanak-kanaknya ditengadahkan. Dalam ketegangan yang cemas-cemas serasa putus nafas ia menanti jawaban sang ayahnya. Sambil membelai-belai, ayahnya mengelus-ngelus kepala yang kecil hitam. Jarinya menyingkapkan rambut yang tak beraturan dari dahi si kecil dan perlahan-lahan tetapi pasti keluar dari mulutnya: “Tidak!”.

Anak itu melompat. Ia tahu arti “tidak” yang diucapkan ayahnya. Ia lari dan masuk kolong tempat tidur. Ia ingin bersembunyi, seorang diri saja bersedih hati dan bersedu sedan tak henti-henti.

Bahkan Kartini merasa seperti burung yang dipaksa kembali ke

sangkar. “Diajar orang dia bebas lalu dimasukkan orang dia ke dalam

terungku; diajar ia terbang, lalu dimasukkan ke dalam sangkar”(surat

(56)

B. Pendidikan Yang Dialami R.A. Kartini

Dengan berbagai adat istiadat yang berlaku, Kartini tetap mendapat pendidikan hal itu disebabkan kakek Kartini merupakan Bupati yang terkenal karena suka kemajuan dan merupakan Bupati yang pertama-tama menyekolahkan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan dengan pelajaran Barat (Pane, ). Dan hal itu menurun kepada pendidikan cucu-cucu beliau seperti Kartini. Hal itu tertulis dalam surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar tanggal Mei (Ulum, ) berikut:

Almarhum kakek saya bernama Pangeran Ario Tjondronegoro dari Demak, sangat menyukai kemajuan, merupakan Bupati Jawa Tengah yang pertama membuka pintunya untuk tamu dari jauh seberang lautan, yaitu Peradaban Barat. Semua putranya (kebanyakan dari mereka sudah tiada), yang mengenyam pendidikan Eropa, mewarisi kecintaan kemajuan dari ayah mereka. Pada gilirannya kemudian, mereka memberikan putra-putranya pendidikan yang dulu mereka nikmati.

Meskipun termasuk perempuan bangsawan, Kartini tetap mendapatkan pendidikan. Bukan hanya pendidikan umum namun juga pendidikan agama dipelajari Kartini.

. Pendidikan Umum

(57)

Pemerintah Belanda. Ayah Kartini pernah berkata seperti berikut (Ulum, ):

Pemerintah tidak mungkin dapat menyediakan nasi di piring bagi setiap orang Jawa untuk dimakannya, tetapi apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah ialah memberikan kepadanya daya upaya agar ia mencapai tempat di mana makanan itu berada. Daya upaya ini ialah pengajaran. Pemberian pengajaran yang baik kepada anak negeri samalah halnya seolah-olah pemerintah memberi suluh ke dalam tangannya, agar selanjutnya ia menemukan sendiri jalan yang benar yang menuju ke tempat di mana nasi berada.

Perkataan ayah Kartini tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya Pemerintah Belanda tidak sepenuhnya memberikan pengajaran kepada masyarakat Bumiputra. Pemerintah Belanda hanya memberikan akses ataupun pembuka jalan bagi masyarakat Bumiputra untuk mengembangkan pendidikan melalui pengajaran yang telah mereka terima. Terlebih lagi tidak semua masyarakat Bumiputra dapat merasakan pengajaran, hanya golongan tertentu saja. Bahkan pengajaran yang diberikan juga hanya sebatas pengajaran dasar seperti membaca dan menulis terlebih jumlah sekolah juga sangat terbatas. Pembatasan yang dilakukan ini semakin menjelaskan bahwa sebenarnya Pemerintah Belanda tidak menginginkan masyarakat Bumiputra untuk maju.

Kartini mengungkapkan kekecewaan terhadap kebijakan Pemerintah Belanda dalam suratnya kepada Nona Zeehandelaar tanggal Januari (Ulum, ), berikut:

(58)

disebut sekolah-sekolah kepala-kepala, sekolah guru dan sekolah dokter Jawa; dan untuk umum berbagai sekolah Bumiputera, satu dalam tiap distrik. Tetapi pemerintah membagi perguruan-perguruan yang terakhir ini dalam dua kelas. Di sekolah-sekolah pertama, yang hanya ditempatkan di setiap ibu kota sebelah barat, diajarkan mata pelajaran yang sama seperti sebelum pemisahan; tetapi di sekolah-sekolah kedua, anak-anak sekarang hanya belajar bahasa Jawa (membaca dan menulis) dan sedikit berhitung. Disini tidak boleh diajarkan bahasa Melayu seperti dulu, apa sebabnya kurang jelas bagi saya. Saya kira berpendapat, bahwa jika rakyat belajar, mereka tidak mau lagi mengerjakan tanahnya. Meskipun sudah mendapatkan pembatasan, Kartini masih juga terdiskriminasi karena warna kulit. Ketika hendak dipanggil untuk menempati calon kelas diurutkan sesuai warna kulit. Urutan pertama adalah orang berkulit putih, kemudian setengah putih, baru kulit yang berwarna coklat. Selain diskriminasi warna kulit, di sekolah Belanda juga dibedakan status sosial dan susunan kepegawaian. Bahkan para guru segan untuk memberikan nilai yang bagus untuk anak-anak Bumiputera.

Kemudian pada tahun Pemerintah Belanda mengeluarkan keputusan anak Bumiputera (dari umur sampai tahun) tidak diizinkan masuk sekolah rendahan umum yang diperuntukkan bagi bangsa Eropa, kalau anak-anak ini belum dapat berbahasa Belanda, kecuali telah mendapat izin khusus dari Yang Mulia Gubernur Jenderal.

(59)

sekolah rendahan tersebut hanya Kartini peroleh sampai usia tahun, usia untuk Kartini masuk pingitan. Usaha keras Kartini untuk menolak adat pingitan tetap tidak dapat menggoyahkan keputusan ayah Kartini. Segala keluh kesah dan gambaran penderitaan Kartini untuk memasuki masa pingitan tertuang dalam surat-surat kepada sahabat Kartini.

Setelah memasuki masa pingitan, Kartini belajar sendiri dengan membaca buku-buku maupun majalah terbitan Belanda. Melalui surat kabar dari Belanda Kartini mulai berkenalan dengan orang-orang yang kemudian menjadi sahabat. Dengan itu mulai terbuka pemikiran Kartini sehingga timbullah cita-cita untuk pergi ke negara Eropa mengembangkan ilmu. Namun cita-cita besar itu tidak dapat diraih Kartini karena berbagai kendala.

. Pendidikan Agama Islam

Selain pendidikan umum, Kartini juga mendapatkan pendidikan Agama. Agama yang dianut Kartini adalah agama Islam, kaum Feodal kebanyakan penganut ajaran Islam. Namun Kartini yang merupakan perempuan Feodal lebih mudah mengakses ilmu Eropa dibandingkan ilmu agama Islam.

Kartini hidup di lingkungan yang dikelilingi kaum Belanda yang mendapat siraman spiritual dari para pendeta, maka ia lebih mudah mengakses kitab Injil dibandingkan Al-Qur‟an (Ulum,

). Terlebih lagi Kartini tidak bisa memahami Al-Quran yang

(60)

Karena kurang pahamnya Kartini dengan ajaran Islam maka Kartini sering mengkritik ajaran Islam.

Namun bukan berarti Kartini tidak mendapatkan pendidikan agama Islam sama sekali. Kartini belajar mengaji ketika telah memasuki usia sekolah. Di waktu pagi, Kartini sekolah di sekolahan Belanda, sore harinya belajar menyulam dan menjahit dan juga ada waktu belajar mengaji Al-Qur‟an kepada guru agama perempuan untuk mengajari Kartini. Namun karena tidak mengetahui makna Al-Qur‟an, Kartini kurang menyukai pelajaran Al-Qur‟an. Kartini yang tidak bisa mengetahui makna Al-Qur‟an merasa kecewa, hal itu terlihat dalam suratnya dengan Nona Zeehandelaar tanggal November (Ulum,

) berikut:

Al-Qur‟an terlalu suci untuk diterjemahkan, dalam

bahasa apapun juga. Di sini orang juga tidak tahu bahasa Arab. Di sini orang diajari membaca Al-Qur‟an, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Saya menganggap hal itu pekerjaan gila; mengajari orang membaca tanpa mengajarkan makna yang dibacanya. Sama halnya seperti kamu mengajar saya membaca buku bahasa Inggris yang harus hafal seluruhnya, tanpa kamu terangkan kepada makna kepada saya. Kalau saya mau mengenal dan memahami agama saya maka saya harus pergi ke negeri Arab untuk mempelajari bahasanya di sana. Walaupun tidak saleh, kan boleh juga jadi orang baik hati. Bukankah demikian, Stella?

(61)

Qur‟an saja yang tidak di mengerti Kartini, namun juga beberapa

amalan dalam Islam.

Ajaran Islam yang ada di lingkungan Kartini sangat terbatas dan dibatasi gerak-geriknya oleh Belanda karena bisa mempengaruhi posisi Belanda. Sehingga wajar jika Kartini hanya sebatas mengerti kulit luar pendidikan Islam. Namun apapun kekurangan Kartini dalam hal ilmu agama Islam, Kartini tidak pernah mencederai agama sama seperti tidak pernah mencederai rakyat. Kepahaman Kartini terhadap agama Islam lambat laun bertambah. Terlebih lagi pertemuannya dengan Kiai Sholeh Darat benar-benar telah membukakan mata Kartini tentang ajaran agama Islam.

Pertemuan dengan Kiai Shaleh Darat Semarang terjadi di kediaman Pangeran Ario Hadiningrat saat sedang mengadakan sebuah acara pengajian bulanan (Ulum, ). Materi yang disampaikan adalah tentang tafsir surat Al-Fatihah. Kartini sangat kagum dan tertegun dengan apa yang disampaikan oleh Kiai Sholeh Darat, sebab selama hidup, arti ayat-ayat Al-Qur‟an terlebih al-Fatihah yang merupakan surat pertama dalam Al-Qur‟an sangat asing dan tidak pernah Kartini mengerti.

“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tidak mengerti

(62)

usai mendapatkan kepuasan dalam mengetahui makna surat Al-Fatihah yang disampaikan Kiai Shaleh Darat.

Setelah pertemuan pertama itu terbukalah pandangan Kartini mengenai Islam. Bahkan Kartini sempat bertemu dengan Kiai Shaleh Darat untuk menanyakan masalah penerjemahan Al-Qur‟an. Karena keingintahuan yang tinggi mengenai Al-Quran, pada tahun Kartini diberikan kitab tafsir Faidh Al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik Ad-Dayyan bersama dengan karya Kiai Shaleh Darat yang lain (Ulum. ).

Kartini tetap mengerjakan ajaran agama Islam meskipun masih banyak kekurangan pengetahuan tentang agama Islam, seperti ibadah puasa Ramadhan, ziarah kubur dan juga ibadah salat Istisqa yang pernah diceritakan Kartini melalui surat kepada sahabat-sahabat Kartini. Surat Kartini kepada Tuan Abendanon Mandri tanggal Februari menjelaskan bahwa Kartini telah mengikuti salat Istisqa (Ulum, : - ), berikut:

Di depan sekali duduk para haji laki-laki dan santri. Di belakang duduk para haji perempuan dalam pakaian putih. Dan di kanan kiri duduk ratusan orang laki-laki, perempuan dan anak-anak. Domba, kambing, kuda, kerbau diikat pada tonggak-tonggak. Seorang haji (kiai atau imam) memimpin sembahyang (shalat). Berdiri di depan dan berdoa dengan suara keras. Orang banyak itu menyambut dengan “Amin…Amin”. Domba-domba itu ikut mengembik.

(63)

Selamat ulang tahun Berthie yang manis dan budiman. Semoga panjang umur dan sehat selalu. Saya mohon maaf jika hanya bisa mengirim kartu. Sebenarnya saya ingin menulis surat yang panjang lebar, tetapi karena berbagai keadaan tidak mengizinkannya sehingga saya berbuat demikian. Bagi kami orang Islam, bulan puasa adalah bulan yang penuh dengan kesibukan. Sekarang ini pertengahan bulan dan banyak hal lain yang tidak mungkin saya katakan. Sampai sesudah tahun baru, akan tiba surat yang panjang untuk menjawab suratmu, Berthie. Selain puasa Ramadhan, Kartini juga pernah menceritakan mengenai keikutsertaan Kartini berziarah kubur. Hal itu diceritakan kepada Tuan Abendanon Agustus (Ulum, : ), “Pada awal bulan Puasa, kalau orang tuanya (Kartini) pergi berziarah, dia dan saudara-saudaranya yang perempuan boleh ikut.”

Berbagai kegiatan ibadah yang dilakukan Kartini menunjukkan bahwa meskipun banyak hambatan yang dialami Kartini untuk mendapatkan ilmu agama, namun Kartini tetaplah manusia yang taat menjalankan ibadah dan ajaran agama Islam.

C. Konsep Pendidikan Perempuan Dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

(64)

Kartini tidak ada alasan perbedaan kelamin memberikan batasan pendidikan. Dimana pendidikan perempuan dan laki-laki seharusnya setara. Pendidikan perempuan ini sangat penting karena memiliki banyak maksud maupun tujuan yang menurut Kartini meliputi konsep, yaitu:

. Perempuan tempat pendidikan yang pertama

Menurut Kartini perempuan merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak. Karena perempuan akan menjadi seorang ibu dan sudah kodrat seorang ibu untuk memberikan pendidikan pertama sebelum pendidikan sekolah. Banyak surat-surat Kartini yang membahas mengenai perempuan yang merupakan tempat pendidikan pertama. Seperti suratnya kepada Nyonya Ovink-Soer awal tahun (Pane, ), berikut:

….karena pada haribaan si ibu itulah manusia itu mendapatkan pendidikannya yang mula-mula sekali, oleh karena di sanalah pangkal anak itu belajar merasa, berpikir, berkata. Dan didikan yang pertama-tama sekali, pastilah amat berpengaruh bagi penghidupan seseorang.

Bahkan dalam suratnya kepada Nyonya Zeehandelar (Pane,

), Kartini membayangkan jika Kartini ingin memiliki anak,

baik laki-laki maupun perempuan yang akan Kartini didik sama antara laki-laki dan perempuan.

(65)

anak perempuan. Dan semasa kanak-kanak, laki-laki itu sudah diajar merendahkan derajat anak perempuan itu….

Terlihat dalam kalimat Kartini ada anggapan dari Kartini bahwa akibat dari adanya perbedaan pendidikan yang diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan sejak kecil menyebabkan laki-laki kurang menghargai perempuan.

Dalam surat Kartini kepada Nyonya Abendanon (Pane, ) Kartini juga mengungkapkan mengenai pentingnya pendidikan perempuan demi pendidikan anak-anak.

Dari perempuanlah pertama-tama manusia itu menerima didikannya, diharibaannyalah anak itu belajar merasa dan berpikir, berkata-kata: dan makin lama makin tahulah saya, bahwa didikan yang mula-mula itu bukan tidak besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia di kemudian harinya. Dan betapakah ibu Bumiputera itu sanggup mendidik anaknya, bila mereka itu sendiri tidak berpendidikan?

Dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon (Pane: ) yang lain, Kartini juga mengungkapkan bahwa ditangan ibulah masa depan

ditentukan. “Dalam tangan anaklah masa yang akan datang dan dalam

tangan ibulah, anak, yaitu masa yang akan datang itu”.

Bahkan dalam surat Kartini kepada Tuan dan Nyonya Anton (Pane,

), Kartini menjelaskan secara gamblang bagaimana

pentingnya pendidikan perempuan.

(66)

melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan oleh alam sendiri ke dalam tangannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.

Bukankah dari perempuanlah manusia itu mula-mula sekali mendapat didikannya yang biasanya bukan tidak penting artinya bagi manusia selama hidupnya.

Perempuanlah yang menaburkan bibit rasa kebaktian dan kejahatan yang pertama-tama sekali dalam hati sanubari manusia; rasa kebaktian dan kejahatan itu kebanyakannya tetaplah ada pada manusia itu selama hidupnya.

Demikianlah uraian mengenai surat-surat Kartini yang membahas mengenai kedudukan perempuan sebagai tempat pendidikan yang pertama bagi manusia. Karena merupakan tempat pendidikan pertama maka sangat pentinglah pendidikan perempuan itu sendiri. Bagaimana seorang perempuan dapat mendidik anak-anak generasi penerus bangsa jika perempuan justru tidak berpendidikan.

. Perempuan menjadi pembawa peradaban

Menurut Kartini kedudukan perempuan sebagai pembawa peradaban sangatlah penting, karena tidak akan maju suatu bangsa jika kehidupan kaum perempuan bangsa tersebut tertinggal. Hal ini sesuai tulisan Kartini yang diberikan kepada Mr. Abendanon ketika Kartini ingin mendirikan sekolah yang oleh Abendanon tulisan Kartini tersebut disampaikan kepada pemerintah (Pane, ). Kutipan tulisan Kartini itu diantaranya,

(67)

Hal serupa juga pernah dikatakan Kartini dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon (Pane, - ) berikut:

….Perempuan itu jadi soko guru peradaban! Bukan karena perempuan yang dipandang cakap untuk itu, melainkan oleh karena saya sendiri yakin sungguh bahwa dari perempuan itu pun mungkin timbul pengaruh yang besar, yang besar akibatnya, dalam hal membaikkan maupun memburukkan kehidupan, bahwa dialah yang paling banyak membantu memajukan kesusilaan manusia.

Maksud Kartini dalam surat tersebut adalah bahwa perempuanlah yang dapat membolak-balikkan kehidupan manusia, perempuan dapat membantu memajukan kesusilaan manusia begitu juga perempuan dapat juga menjatuhkan kehidupan kesusilaan manusia. Dari perempuanlah pengaruh yang besar datang untuk maksud yang baik maupun maksud yang buruk.

Kepada Nyonya Van Kol Kartini juga mengungkapkan bahwa pendidikan yang diberikan kepada perempuan akan menjadikan suatu bangsa beradab. Karena perempuan yang telah mendapat pendidikan akan mampu ikut membangun suatu bangsa bersama kaum laki-laki (Pane, ).

Didiklah perempuan Jawa itu, cerdaskan hati dan pikiran dan Tuan sekalian yang jadi sahabat pulau Jawa, akan mendapat kawan yang tangkas dan cakap mengerjakan pekerjaan Tuan-tuan yang tinggi, murni dan berat itu pekerjaan membuat suatu bangsa beradab, mencerdaskannya dan membangkitkannya dari lembah!

(68)

pekerjaan memajukan peradaban bangsa diserahkan kepada perempuan yang berpendidikan maka akan sangat cepat peradaban suau bangsa itu didapat (Pane, - )

Kami yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa peradaban bangsa Jawa tiada akan dapat deras majunya, selama kaum perempuan dijauhkan daripada usaha memajukan bangsa itu. Pekerjaan memajukan peradaban itu haruslah diserahkan kepada kaum perempuan, jika sudah demikian peradaban itu akan amat deras majunya dalam kalangan bangsa Jawa. Adakanlah ibu yang cakap serta berpikiran; tanah Jawa pasti akan mendapat pekerja yang cakap memajukannya. Peradaban dan kepintarannya pasti akan diturunkannya kepada anak-anaknya; anak-anaknya perempuan yang akan menjadi ibu pula, anak-anaknya laki-laki yang akhir kelaknya mesti menjadi penjaga kepentingan bangsanya.

Pemikiran Kartini mengenai pendidikan perempuan yang akan membuat peradaban suatu bangsa menjadi maju tentu bukan hanya isapan jempol belaka. Hal itu terbukti dengan diulang-ulangnya gagasan Kartini mengenai pentingnya pendidikan perempuan untuk kemajuan peradaban itu kepada sahabat-sahabat bahkan bukan hanya kepada satu sahabat saja Kartini mengungkapkan pemikiran tersebut namun kepada hampir semua sahabat Kartini mengungkapkan. Hal itu semakin menguatkan bahwa pemikiran Kartini itu sungguh-sungguh telah difikirkan masak-masak bukan pemikiran yang seperti angin lalu. . Pendidikan itu mendidik budi dan jiwa

Referensi

Dokumen terkait

Sifat yang paling menonjol dari asam karboksilat adalah sifat asamnya yang merupakan asam

Tamu dan pengunjung diwajibkan mengikuti pengukuran suhu di pelabuhan, jika suhu <37.3 o C dan tidak memiliki gejala Covid-19 maka diperbolehkan masuk dengan tetap

Hal ini sesuai dengan penelitian Oktariani (2014) yang menyatakan bahwa anggota koperasi mampu meningkatkan keunggulan kompetitif karena mampu memberikan transfer input yang

Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pengaruh Kepemilikan Publik yang diproksi dengan Saham Publik, Kebijakan hutang yang diproksi oleh Debt to Equity

Tahapan yang dilakukan, meliputi; analisis kompetensi dasar Matapelajaran IPA SMP untuk kelas VII, mahasiswa mengidentifikasi kearifan lokal dalam setiap KD yang

Hasil penelitian didapat hasil uji Chi square menunjukkan bahwa seluruh faktor yaitu umur, paritas, pendidikan, riwayat persalinan, anemia, berat badan bayi lahir,

Mengenai proses pengembalian buku, proses awalnya adalah guru dan karyawan memberikan koleksi buku pinjaman dan petugas perpustakaan mengecek kondisi buku, jika

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif studi kasus, hal ini dikarenakan peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui secara mendalam proses