• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHARUAN AKAD NIKAH MASYARAKAT MUSLIM BERDASARKAN PETUNGAN JAWA (Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBAHARUAN AKAD NIKAH MASYARAKAT MUSLIM BERDASARKAN PETUNGAN JAWA (Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHARUAN AKAD NIKAH MASYARAKAT MUSLIM

BERDASARKAN PETUNGAN JAWA

(Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

KHOIRUL UMAM

NIM : 21110013

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

i

PEMBAHARUAN AKAD NIKAH MASYARAKAT MUSLIM

BERDASARKAN PETUNGAN JAWA

(Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

KHOIRUL UMAM

NIM : 21110013

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Bersyukur, bersabar dan berserah diri Kepada Allah adalah

kunci mencapai kesuksesan dunia dan akherat

PERSEMBAHAN

Untuk ayah-ibuku,

Untuk istriku,

Untuk papi-mamiku,

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Asslamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Fakultas Syari‘ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Sukron Ma‘mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah. 3. Bapak Ilyya Muhsin, S.H.I, M.Si., selaku Pembimbing Akademik.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak otnawsiS selaku lurah Desa Pakis dan seluruh masyarakat Desa Pakis yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di desa tersebut.

(9)

vii

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 12 Maret 2015 Penulis

(10)

viii ABSTRAK

Umam, Khoirul. 2015. Pembaharuan Akad Nikah Masyarakat Muslim Berdasarkan Petungan Jawa (Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati). Skripsi. Fakultas Syari‘ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhsyiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: M. Yusuf Khummaini,S.H.I., M.H.

Kata kunci: Pembaharuan akad nikah, dan Petungan Jawa.

Penelitian ini merupakan upaya mengetahui konsep-konsep dan persepsi masyarakat di Desa Pakis dalam menggunakan petungan untuk melaksanakan pembaharuan akad nikah. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana konsep pernikahan berdasarkan Petungan Jawa bagi masyarakat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati?, (2) Apa faktor yang mendorong masyarakat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati melakukan pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa?, dan (3) Bagaimana pandangan tokoh agama dan masyarakat umum di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati terhadap pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiologis.

Temuan penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui konsep pernikahan berdasarkan Petungan Jawa bagi masyarakat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, untuk mengetahui faktor yang mendorong masyarakat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati melakukan pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa, untuk mengetahui pandangan tokoh agama dan masyarakat umum di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati terhadap pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa.

(11)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Kegunaan Penelitian... 7

E.Penegasan Istilah ... 7

F. Telaah Pustaka ... 9

G.Metode Penelitian... 11

(12)

x

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PETUNGAN,

PERNIKAHAN DAN PEMBAHARUAN AKAD NIKAH

A. ... Perhi

tungan Kalender Jawa ... 20

1. Sejarah Kalender Jawa... ... 20

2. Pengertian Petungan Jawa... ... 24

3. Kegunaan Petungan Jawa... ... 24

B. ... Peng ertian, Syarat, dan Tujuan Pernikahan... ... 31

1. Pengertian Pernikahan... ... 31

2. Rukun dan Syarat Nikah... ... 32

3. Tujuan dan Hikmah Pernikahan... ... 35

C. ... Peng ertian pembaharuan Akad Nikah... ... 36

BAB III PAPARAN DATA DAN PENEMUAN PENELITIAN A.Ganbaran Umum Desa Pakis kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati... ... 40

1. Letak Geografis Desa Pakis... ... 40

2. Keadaan Sosial Masyarakat, Ekonomi Dan Pendidika.... ... 41

3. Kehidupan Agama Dan Adat Budaya Masyarakat... ... 43

B.Metode Penggunaan Petungan dalam Pernikahan dan Pembaharuan Akad Nikah... ... 45

(13)

xi

2. Cara menentukan hari baik untuk pernikahan... ... 46 C.Prosesi Pembaharuan Akad Nikah Berdasarkan Petungan... ... 52 D.Dampak Positif Dan Negatif Bagi Para Pelaku Pembaharuan

Akad Nikah Berdasarkan Petungan Jawa Dan Bagi Yang Tidak Melakukannya... ... 60

BAB IV ANALISIS PEMBAHARUAN AKAD NIKAH

MASYARAKAT MUSLIM BERDASARKAN PETUNGAN

JAWA DI DESA PAKIS KECAMATAN TAMBAKROMO

KABUPATEN PATI

A.Konsep Petungan Jawa Dalam Pernikahan... ... 64 B.Faktor Yang Mendorong Melakukan Pembaharuan Akad

Nikah Berdasarkan Petungan Jawa... ... 68 C.Pandangan Tokoh Agama Dan Masyarakat Umum Terhadap

Pembaharuan Akad Nikah Berdasarkan Petungan Jawa... ... 74 1. Pandangan Tokoh Agama... ... 74 2. Pandangan masyarakat umum... ... 82

BAB V PENUTUP

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Kehidupan Ekonomi Desa Pakis... 42

Tabel 3.2: Pendidikan Masyarakat Desa Pakis... 43

Tabel 3.3: Sa‘at Ijabing Penganten... 47

Tabel 3.4: Perhitungan Hari dan Pasaran... 48

Tabel 3.5: Hari yang baik untuk hajatan... 51

Tabel 3.6: Daftar persepsi masyarakat terhadap pembaharuan nikah... 55

(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing Lampiran 3 Lembar Konsultasi

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Jawa adalah etnik yang menempati beberapa wilayah di pulau Jawa. Orang Jawa mengatakan bahwa mereka merupakan keturunan leluhur Jawa. Nenek moyang Jawa adalah hasil sinkretis antara Hindu Jawa dan Islam Jawa, dimana Ajisaka dipahami sebagai cikal bakal orang Jawa (Endraswara, 2006:2). Selain itu mereka masih tetap mempertahankan nilai adat-istiadat ke-jawa-an mereka. Orang Jawa yang masih teguh memegang adat-istiadat ke-jawa-an ini sering memperoleh sebutan kejawen. Pada prinsipnya kejawen memeliki sistem pemikiran yang luas,rumit, dan unik dalam menerjemahkan seperangkat kehidupan mereka (Suseno, 2001:17).

Kata ―Jawa‖ pada masyarakat Jawa sering juga hadir dengan kata

njawani-ndak njawa. Kedua konteks ini berdasarkan satu pola sikap yang

semestinya orang Jawa lakukan sehari-hari. Sehingga yang dimaksud Jawa merupakan bentuk etika hidup manusia Jawa dalam bentuk tradisi adat-istiadat (Endraswara, 2006:5).

(17)

2

tradisi masyarakat Jawa dibangun dengan mitos-mitos serta hubungan antara makro dan mikro-kosmos yang saling mempengaruhi (Mulder, 2001:8).

Pada Bulan Dzulhijjah atau bulan besar (dalam kalender Jawa) banyak masyarakat yang melangsungkan hajatan atau gawe baik itu hajatan kelahiran anak (walimatul aqiqoh), hajatan khitanan (walimatul Khitan), maupun hajatan perkawinan (walimatul „ursy). Begitu pula sebaliknya pada Bulan Suro dan Safar jarang sekali diadakan hajatan. Apabila hajatan itu dilangsungkan pada Bulan Suro dan Safar menurut nenek moyang atau dukun-dukun di Desa Pakis maka orang tersebut akan mendapatkan celaka.

Dalam menentukan waktu pernikahan, masyarakat Jawa khususnya Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati menggunakan waktu-waktu tertentu yang dinilai sebagai hari yang baik,buruk,tepat, dan kurang tepat. Apabila waktu pernikahan itu dilangsungkan pada hari yang baik dan tepat maka akad nikah tidak perlu diulang lagi, akan tetapi jika pernikahan itu dilangsungkan pada hari yang buruk maka akad nikah harus diulang dan diperbaiki (memperbaharui akad nikah).

(18)

3

mengundang keluarga atau kerabat dekat sebagai saksi bahwa mereka telah melakukan tradisi ini.

Pembaharuan akad nikah dilangsungkan satu tahun atau lebih setelah pernikahan yang pertama. Dalam melangsungkan pembaharuan akad nikah seorang istri tidak perlu ditalak oleh seorang suami, karena pernikahan yang pertama sudah otomatis rusak dalam jangka satu tahun dan wajib melangsungkan pernikahan lagi (akad nikah kedua).Pembaharuan akad nikah dilakukan berdasarkan petungan (perhitungan) dengan menggunakan sistem kalender Jawa dan buku Primbon. Hal ini berlangsung dengan adanya keyakinan di Desa Pakis untuk menghindari celaka (apes) dan mendapatkan keuntungan dikemudian hari.

Pembaharuan akad nikah ini dilangsungkan karena ketidak tepatan dalam melangsungkan pernikahan yang pertama menurut perhitungan kalender Jawa dan adanya permasalahan yang terus-menerus melanda dalam kehidupan rumah tangga. Praktik pembaharuan akad nikah dipahami sebagai usaha meramalkan kehidupan mendatang agar keluarga menjadi bahagia dan mendapatkan rizki yang melimpah serta terhindar dari marabahaya.

(19)

4

disertai tindakan tertentu. Dalam petungan terkandung pengertian kalkulasi, penafsiran, dan pertimbangan (Endraswara, 2006:102).

Praktik penggunaan petungan dipahami sebagai usaha meramalkan kehidupan mendatang dengan menggunakan kaidah tertentu dalam penanggalan, ini menunjukkan fakta psikologis pengetahuan dan sikap hidup masyarakat Jawa. Pengambilan keputusan menggunakan Petungan Jawa adalah proses pertimbangan dan konsepsi untuk memilih satu dari beberapa kemungkinan waktu dalam kalender Jawa.

Dalam Islam semua hari, bulan, tahun adalah waktu yang baik, tidak ada hari yang sial atau hari keramat, hanya saja para masyarakat Jawa yang menganggap teguh ajaran nenek moyanglah yang percaya terhadap hari-hari sial.

Tathayyuratau thiyarah yaitu merasa bernasib sial karena sesuatu.

Diambil dari kalimat: َزٍَّْطنا َزَج َس (menerbangkan burung).Tathayyur (merasa sial) tidak terbatas hanya pada terbangnya burung saja, tetapi pada

nama-nama, bilangan, angka, orang-orang cacat dan sejenisnya. Semua itu

diharamkan dalam syari‘at Islam dan dimasukkan dalam kategori perbuatan

syirik oleh Rasulullah Shallallahu ‗alaihi wasallam, karena orang yang

bertathayyur menganggap hal-hal tersebut membawa untung ataupun celaka

(Yazid, 2005:345).

(20)

5 bersabda:”Ramalan nasib dengan hewan itu syirik, ramalan nasib dengan hewan itu syirik” Beliau ucapkan tiga kali, kata Abdullah:” Dan diantara kita tak lain hanyalah orang yang hatinya terlintas oleh pikiran itu. Tapi, Allah melenyapkannya dengan rasa tawakal kepada-Nya”. Hadits ini dikeluarkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah (HR. Abi Daud Juz 4 Bab Thiyarah No.3756) (Yazid, 2005:359).

Dari uraian-uraian tersebut serta minimya data dan bahan yang akan dibutuhkan dalam pembahasan tentang PEMBAHARUAN AKAD NIKAH

MASYARAKAT MUSLIM BERDASARKAN PETUNGAN JAWA

(Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati),

maka penulis bermaksud untuk meneliti dan membahas lebih lanjut tentang beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembaharuan akad nikah masyarakat muslim yang menggunakanPetungan Jawa.

B. Fokus Penelitian

Sebagai Basic Question atau pokok permasalahan yang berangkat dari latar belakang masalah, maka penulis mengambil beberapa hal yang dijadikan sebagai rumusan masalah atau fokus dalam penelitian. Adapun rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut:

(21)

6

2. Apa faktor yang mendorong masyarakat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati melakukan pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa?

3. Bagaimana pandangan tokoh agama dan masyarakat umum di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati terhadap pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi target skripsi ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui konsep pernikahan berdasarkan Petungan Jawa bagi masyarakat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.

2. Mengetahui faktor yang mendorong masyarakat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati melakukan pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa.

(22)

7 D. Kegunaan Penelitian

1. Pembaca dapat mengerti sebab-sebab masyarakat Jawa khususnya Desa Pakis melakukan pembaharuan akad nikah yang berdasarkan petungan. 2. Pembaca dapat mengerti dari berbagai persepsi masyarakat Jawa tentang

pembaharuan akad nikah.

3. Sebagai referensi untuk penelitian yang lebih mendalam.

E. Penegasan Istilah

Sebelum memulai penyusun skripsi ini perlu penulis sampaikan bahwa judul skripsi ini adalah PEMBAHARUAN AKAD NIKAH

MASYARAKAT MUSLIM BERDASARKAN PETUNGAN JAWA

(Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati).

Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahfahaman pengertian, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:

1. Pembaharuan adalahproses, perbuatan, cara mempebaharui (poerwardaminta, 2006:103).

2. Akadadalahikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al rabth)maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan

menjadi seperti seutas tali yang satu (Mas‘adi, 2002:75).

(23)

8

4. Masyarakat adalah sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk peri kehidupan berbudaya; rakyat (fajri dan Senja:553).

Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia (sehimpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu) (Poerwadarminta, 2006:751).

5. Muslim adalah orang yang tunduk dan patuh mengikuti secara lahir batin terhadap ajaran-ajaran (hukum-hukum) Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah SWT

6. Petungan adalah reckoning (memperhitungkan), Calculation (perhitungkan)

Petungan adalah pertimbangan yang sungguh-sungguh (mumet)

memanfaatkan nalar atau pemikiran yang jelas dan disertai tindakan tertentu (Endraswara, 2006:102).

(24)

9 F. Telaah Pustaka

Penelitian yang sedang dikaji sesungguhnya pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Adapun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Shohib yang berjudul Praktik Perkawinan Penghayat Kepercayaan Mardi Santosaning Budhi Desa Kuncen, Kecamatan Kranggan,

Kabupaten Temanggung (Tinjauan Hukum Islam). Penelitian ini membahas

tentang aliran kepercayaan Mardi Santosaning Budhi yang secara intensif melatih kepekaan sepiritual dalam menghayati kehadiran Tuhan YME dalam dirinya. Ajaran ini berasal dari khazanah literatur kejawen diantaranya terkait kitab Primbon Betal Jemur Adam Makna. Mardi Santosaning Budhi menetapkan perkawinan pada ritual yang sakral, bahwa perkawinan merupakan proses hubungan vertikal dengan Tuhan yang Maha Suci (ibadah) dan merupakan hak pribadi tiap manusia. Tujuan Penelitian ini adalah: (1) Mengetahui landasan Ideologis Mardi Santosaning Budhi. (2) Mengetahui Pandangan Mardi Santosaning Budhi tentang perkawinan. (3) Mengetahui tata cara Mardi Santosaning Budhi menyelenggarakan perkawinan. (4) Mengetahui tinjauan Hukum Islam tentang akad nikah orang muslim di Mardi Santosaning Budhi.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ariyanto yang berjudul Penggunaan Petungan Masyarakat Jawa Muslim Dalam Ritual Pernikahan

(Studi Kasus di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang).

(25)

10

menggunkan petungan untuk melangsungkan pernikahan. (2) Mengetahui persepsi atau tanggapan dari masyarakat Jawa khususnya di Desa Reksosari terhadap penggunaan petungan dalam ritual pernikahan. (3) Mengetahui konsep penggunaan petungan masyarakat Jawa Muslim dalam persepektif ilmu fiqih. (4) Mengetahui hukum penggunaan petungan menurut keyakinan masyarakat Jawa khususnya masyarakat di Desa Reksosari. Penelitian ini membahas tentang praktik penggunaan petungan Jawa untuk memilih dan menentukan hari baik dalam pernikahan.

Sama halnya penelitian yang dilakukan Muhammad Isro‘i yang

berjudul Larangan Menikah Pada Bulan Muharram Dalam Adat Jawa Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Bangkok Kecamatan

Karanggede Kabupaten Boyolali). Tujuan penelitian ini adalah: (1)

Mengetahui apa saja faktor yang mendorong masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan pada Bulan Muharram. (2) Mengetahui pandangan

ulama‘ setempat tentang pernikahan yang dilakukan pada Bulan Muharram.

(3) Mengetahui Pandangan hukum Islam tentang pernikahan yang dilakukan pada Bulan Muharram. Penelitian ini membahas tentang larangan menikah pada Bulan Muharram atau Bulan Suro, hal itu disebabkan karena masyarakat Desa Bangkok percaya bahwa Bulan Muharram itu adalah bulan keramat, sehingga meraka tidak berani untuk melakukan hajatan pada Bulan

tersebut.

(26)

11

Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati) karena dari ketiga penelitian

tersebut hanya menggunakan pendekatan historis. Penelitian yang akan dilakukan peneliti berikutnya bukan hanya pendekatan historis, namun juga menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis yaitu melakukan penyelidikan dengan cara melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial dan budaya untuk memahami hukum yang berlaku di masyarakat. Penelitian berikut juga memiliki perbedaan mengenai bagaimana peranan para ulama di masyarakat terhadap fenomena pelaksanaan pembaharuan akad nikah dan apa dasar masyarakat Desa Pakis melakukan pembaharuan akad nikah. Tema dan materi yang terkandung dalam judul ini sesuai dengan disiplin ilmu yang

penulis tekuni di IAIN Salatiga Fakultas Syari‘ah, dan penulis percaya bahwa

judul tersebut belum pernah dibahas dalam bentuk skripsi di lingkungan IAIN Salatiga.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

(27)

12

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motifasi, tindakan secara holistis, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2009:6).

Sedangkan dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologis untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembaharuan akad nikah di Desa Pakis kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati dengan cara petungan untuk menentukan hari baik serta bagaimana akibat-akibat yang

timbul apabila masyarakat itu tidak melakukan pembaharuan akad nikah. Pendekatan sosiologis adalah melakukan penyelidikan dengan cara melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial, politik, dan budaya untuk memahami hukum yang berlaku di masyarakat (Soekanto, 1986:5). 2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti merupakan hal yang utama dan penting karena seorang peneliti secara langsung mengumpulkan data yang ada di lapangan. Sedangkan status peneliti dalam mengumpulkan data diketahui oleh informan secara jelas guna menghindari kesalah pahaman diantara peneliti dengan informan.

3. Lokasi penelitian

(28)

13

beragama Islam, namun diwilayah tersebut masih banyak yang minta bantuan kepada dukun untuk memilihkan hari yang baik dalam melakukan hajatan. Sehingga hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena walaupun penduduknya mayoritas beragama Islam tetapi masih tetap percaya hal-hal yang magis dan tradisi kejawen.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primermerupakan data yang pokok utamanya digunakan dalam penulisan skripsi. Dalam hal ini data diperoleh dari para pelaku pembaharuan akad nikah bagi merekayang pada pernikahan pertama tidak tepat dalam perhitungan kalender Jawa dan bagi keluarga yang banyak permasalahan dalam rumah tangganya. Selain itu data diperoleh dari orang yang memimpin atau menikahkan pasangan suami istri yang melakukan pembaharuan akad nikah dengan cara perhitungan kalender Jawa untuk menentukan hari baik. Pelaku pembaharuan akad nikah ini berjumlah 4 (empat) orang dan orang yang memimpin dalam pelaksanaan pembaharuan akad nikah adalah 2 (dua) orang.

(29)

14

data resmi dan juga buku-buku lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini dapat juga diperoleh dari tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat umum di sekitar tempat tinggal pelaku pasangan pembaharuan akad nikah yang menggunakan perhitungan kalender Jawa untuk menentukan hari yang baik.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian (Nazir, 1988:211).

Dalam pengumpulan data disini, peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu:

a. Metode observasi atau pengamatan langsung

Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 1988:212). Metode ini penulis gunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui situasi serta kondisi mengenai objek penelitian.

b. Metode wawancara

(30)

15

responden, dengan bercakap-cakap, dan berhadapan muka dengan orang tersebut (Koentjaraningrat, 1994:129).

Adapun metode wawancara yang dilakukan yaitu, dengan tanya jawab secara lisan mengenai masalah-masalah yang ada dengan berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Dalam hal ini wawancara dilakukan terhadap para pelaku pembaharuan akadnikah yang dilangsungkan dengan cara memilih hari yang dianggap baik dengan perhitungan kalender Jawa, keluarga pelaku maupun para tokoh mayarakat di Desa Pakis. Selain itu wawancara juga dilakukan terhadap masyarakat dengan cara mengambil sampel dari masing-masing RW (Rukun Warga) di dusun yang ada di Desa Pakis. c. Metode Dokumentasi

Metode ini dapat berbentuk gambar atau foto-foto saat penentuan hari baik dalam melangsungkan pembaharuan akad nikah, ataupun saatdilangsungkannya upacara pembaharuan akad nikah. 6. Analisis Data

(31)

16

sistematis. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Deduktif, yaitu analisa yang berangkat dari permasalahan apakah rumah tangga yang mengalami permasalahan-permasalahan harus diselesaikan dengan jalan memperbaharui akad nikah.

b. Induktif, yaitu analisa yang berangkat dari permasalahan apakah semua pasangan suami istri dengan melakukan pembaharuan akad nikah bisa menjadikan keluarga harmonis dan berlimpah rizkinya.

7. Pengecekan Keabsahan data

Untuk mengecek keabsahan data, disini penulis menggunakan triangulasi sebagai teknik, dimana pengertiannya adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2009:330).

(32)

17 8. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap. Pertama pra lapangan, dimana peneliti menentukan topik penelitian, mencari informasi tentang ada tidaknya praktik pernbaharuan akad nikah yang dilangsungkan dari hasil penentuan hari baik menurut perhitungan kalender Jawa.

Tahap selanjutnya peneliti terjun langsung ke lapangan atau lokasi penelitian untuk mencari data informan dan pelaku kemudian melakukan observasi, dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu pelaku pembaharuan akad nikah yang melangsungkannya dengan cara menentukan atau memilih hari baik, keluarga, tokoh agama atau masyarakat dan tetangga pelaku.

Tahap akhir yaitu penyusunan laporan atau penelitian dengan cara menganalisis data atau temuan dari penelitian kemudian memaparkannya dengan narasi deskriptif.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi. Skripsi ini secara garis besar terdiri dari tiga bagian: bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir.

(33)

18

tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.

Bagian inti skripsi ini menguraikan lima bab, yaitu:Bab I Pendahuluan, yang didalamnya menguraikan tentang; latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II penyusun mencoba mendeskripsikangambaran umum tentang petungan, pernikahan, dan pembaharuan nikah antara lain: sejarah kalender

Jawa, pengertian petungan Jawa, kegunaan PetunganJawa,pengertian pernikahan, rukun dan syarat pernikahan,tujuan dan hikmah pernikahan, serta pengertian pembaharuan akad nikah itu sendiri.

Bab III menguraikan tentanggambaran umum penduduk Desa Pakis,metodepenggunaan petungan dalam pernikahan maupun pembaharuannya,prosesi pembaharuan akad nikah berdasarkan petungan, serta dampak positif dan negatifterhadap para pelaku yang melakukan pembaharuan akad nikah berdasarkan petungan.

Bab IV menguraikan tentang konsep pernikahan berdasarkan Petungan Jawa, faktor yang mendorong masyarakat Desa Pakis Kecamatan

(34)

19

masyarakat umum di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati terhadap pembaharuan akad nikah yang didasari dengan Petungan Jawa.

(35)

20 BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PETUNGAN, PERNIKAHAN DAN

PEMBAHARUAN AKAD NIKAH

A. Perhitungan Kalender Jawa

1. Sejarah Kalender Jawa

Kalender atau penanggalan Jawa tidak muncul baru-baru ini, namun kalender Jawa telah ada sejak zaman nenek moyang orang Jawa dulu. Kalender Jawa telah digunakan sejak pada zaman kerajaan-kerajan Hindhu-budha khususnya dipulau Jawa untuk berbagai keperluan, baik untuk menentukan waktu bercocok tanam maupun untuk menentukan waktu-waktu peringatan keluarga kerajaan atau warga masyarakat itu sendiri.

Di daerah Tengger, tanah Badui dan kelompok orang Samin mengikuti kalender kuno, yaitu kalender saka. Kalender saka ini merupakan warisan zaman Hindu-Budha yang kemudian diganti dengan kalender Jawa atau kalender Sultan Agung yang berlaku sampai sekarang. Banyak orang dan banyak kalender yang beredar membuat kesalahan, dengan keterangannya bahwa kalender Jawa sama dengan kalender saka, padahal amat berbeda. Oleh karena itu perlu diberikan penjelasan sebagai berikut:

(36)

21

Jawa. Adapula yang mengabarkan, bahwa permulaan adalah saat Raja Sariwahana Ajisaka naik tahta di India. Ajisaka adalah tokoh mitologi yang konon menciptakan abjad huruf Jawa: ha na ca ra ka. Kalender yang tahunnya disebut saka, dimulai pada tanggal 15 Maret tahun Masehi 78. Tahun Masehi dan tahun saka, dua-duanya berdasarkan hitungan solairyaitu mengikuti perjalanan bumi mengitari matahari, dalam bahasa

Arab disebut Syamsiyah.

Kedua, sebelum bangsa Hindu datang, orang Jawa sudah memiliki kalender sendiri yang kita kenal sekarang sebagaiPetungan Jawa, yaitu perhitungan Pranata Mangsa dengan rangkaiannya berupa bermacam-macam petungan seperti wuku, peringkelan, padewan, padangan dan lain-lainnya. Sistem pranata mangsa itu adalah solair

(Syamsiyah) seperti halnya kalender Saka dan Masehi (Purwadi dan Maziyah, 2010:1).

Ketiga, kalender saka dan pranata mangsamerupakan kalender yang sudah ada pembagiannya setiap satu tahun, yaitu kalender saka membagi satu tahun dalam bulan dan pranata mangsa membagi satu tahun dalam 12 mangsa.

a. Kalender Saka

Nama-nama bulan dan umurnya:

(37)

22

4) Kartika (12 Oktober-10 November) 30 hari 5) Posya (1 November-12 Desember) 32 hari 6) Margasira (13 Desember-10 Januari) 29 hari 7) Magha (11 Januari-11 Februari) 32 hari 8) Phalguna (12 Februari-11 Maret) 29 hari 9) Cetra (12 Maret-11 April) 31 hari 10) Wasekha (12 April-11 Mei) 30 hari 11) Jyesta (12 Mei-12 Juni) 32 hari 12) Asadha (13 Juni-11 Juli) 29 hari b. Pranata Mangsa

Nama-nama mangsa dan umurnya:

(38)

23

Kalender Pranata Mangsa sudah dimiliki orang Jawa sebelum bangsa Hindu datang di Pulau Jawa. Kalender atau perhitungan Pranata Mangsa itu dapat dikatakan kalendernya kaum tani yang memanfaatkannya sebagai pedoman bekerja.

Pada mulanya Pranata Mangsa hanya memiliki 10 mangsasesudah mangsa kesepuluh tanggal 18 April, orang menunggu saat dimulainya mangsa pertama (Kasa atau Kartika), yaitu pada tanggal 22 Juni. Masa menunggu itu cukup lama sehingga akhirnya ditetapkan mangsa kesebelas (Destha atau Padrawana) dan mangsakedua belas (Sadha atau Asuji). Maka genaplah satu tahun menjadi 12 mangsa dan dimulainya hari pertama mangsa kesatu pada 22 Juni. Kalender Saka berjalan bersama Pranata Mangsa (Purwadi dan Maziyah,2010:3).

Jadi sejarah perhitungan kalender Jawa yang termasuk didalamnya yaitu hitunganweton yang masih digunakan oleh sebagian masyarakat khususnya di Jawa ini telah digunakan terlebih dahulu oleh para nenek moyang di zaman kerajaan Hindu-Budha. Begitu juga pada saat pemerintahan kerajaan Surakarta yang dipimpin oleh Sri Paku Buwana ke- VII.

2. Pengertian Petungan Jawa

Petungan adalah adat yang sudah mengakar disebagian

(39)

24

menentukan hari baik pada acara hajatan, seperti hajatan hari pernikahan, hari kelahiran dan khitanan. Dalam menentukan hari pernikahan selain melihat calon mempelai juga melihat dari kriteria keturunan tentang harta benanya dan kedudukan sosialnya (Briyan, 1992:28).

Petungan merupakan pertimbangan yang sungguh-sungguh

(mumet), memanfaatkan nalar atau pemikiran yang jelas dan disertai tindakan tertentu (Endraswara, 2006:102).

Praktik penggunaan petungan dipahami sebagai usaha meramalkan kehidupan mendatang dengan menggunakan kaidah tertentu dalam penanggalan, ini menunjukkan fakta psikologis pengetahuan dan sikap hidup masyarakat Jawa. Pengambilan keputusan menggunakan Petungan Jawa adalah proses pertimbangan dan konsepsi untuk memilih

satu dari beberapa kemungkinan waktu dalam kalender Jawa. 3. Kegunana Petungan Jawa

Upacara tradisional adat Jawa dilakukan demi mencapai ketenteraman hidup lahir batin, dengan mengadakan upacara tradisional itu, orang Jawa memenuhi kebutuhan spiritualnya, eling marang purwo duksino. Kehidupan rohani orang Jawa memang bersumber dari agama

yang diberi hiasan budaya lokal, oleh karena itu orientasi keberagamaan orang Jawa senantiasa memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya (Mubaroq, 2009: 38).

(40)

25

numerologi atau sistem hitungan guna mencari hari yang dianggap baik untuk melangsungkan pernikahan.

Praktek hitungan Jawa tidak semua orang dapat memahaminya, namun hanya orang-orang tertentulah yang mampu memahaminya seperti orang yang sudah tua umurnya atau yang dituakan dilingkungan tempat tinggalnya. Kebanyakan orang-orang muda tidak memahami bagaimana cara menentukan atau memilih hari baik dengan menggunakan Petungan Jawa. Jika orang-orang yang paham mau untuk mengajarkan kepada yang muda tentunya Petungan Jawa ini akan tetap lestari asalkan tidak bercampur dengan adanya unsur-unsur yang mistik.

Dampak adanya Petungan Jawa ini adalah masyarakat atau keluarga yang ingin mempunyai hajat menjadi tenang dari berbagai ancaman marabahaya mistik dan terpeliharanya budaya nenek moyang, namun dapat pula berdampak terhadap perilaku mistik yang sampai keperbuatan menyekutukan Tuhan dan perbuatan seperti ini jelas

dilarang dalam Syari‘at Islam.

(41)

26

‗alaihi wasallam, karena orang yang merasa bernasib sial menganggap

hal-hal tersebut membawa untung ataupun celaka.

Petungan Jawa yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Pakis

sudah dilakukan sejak zaman kerajaan Hindu-Budha, dan hampir 90% masyarakat Desa pakis sampai sekarang masih menggunakan perhitungan tersebut dalam sebuah hajatan khususnya pernikahan.

Penggunaan Petungan Jawa beralasan sudah menjadi warisan leluhur dan agar mendapatkan kemantaban serta ketenangan dalam pesta pernikahannya kelak. Kebanyakan orang-orang yang masih muda dan telah mendapatkan pendidikan keagamaan yang cukup beralasan bahwa hal itu tidak diajarkan dalam Islam. Namun, walaupun anti terhadap Petungan Jawa akan tetapi di dalam pernikahannya tetap menggunakan

sistem Petungan Jawa karena ikut kemauan dari orang tua. Bagi yang setuju dan menggunakan Petungan Jawa ini kebanyakan dilakukan orang-orang yang sudah tua dan sangat menghargai kejawen, dengan alasan warisan leluhur dan sudah menjadi adat tradisi serta untuk memperoleh kemantaban dalam pernikahan, inilah hingga saat ini penggunaan Petungan Jawa masih digunakan.

(42)

27

menentukan waktu khitanan. Jumlah weton dapat diketahui dari hari lahir serta pasaran, rata-rata orang Jawa tahu hari lahir serta pasaran bahkan sampai yang lebih detail biasanya dicatat oleh orang tuanya.

Sebagaimana dalam suatu harmoni, hubungan yang paling tepat adalah terpastikan, tertentu, dan bisa diketahui. Demikian pula agama, seperti suatu harmoni adalah pada akhirnya suatu ilmu tidak peduli betapapun praktek aktualnya, mungkin lebih mendekati suatu seni. Sistem Petungan memberikan suatu jalan untuk menyatakan hubungan ini dan dengan demikian menyesuaikan perbuatan seseorang dengan sistem itu. Petungan merupakan cara untuk menghindarkan semacam disharmoni dengan tatanan umum alam yang hanya akan membawa ketidak untungan (Geertz, 1960:39).

Menurut keyakinan masyarakat Jawa, menggunakan sistem petungan adalah untuk mencari keuntungan dalam melaksanaan suatu

perkawinan maupun pembaharuan akad nikah. Mereka percaya dengan menentukan atau mencari hari-hari baik dengan petungan akan mendapatkan keberuntungan, baik keberuntungan dalam kelancaran acara hajatan, keberuntungan dalam hal rezeki maupun keberuntungan yang lainnya.

(43)

28

dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut Petungan Jawa, yaitu perhitungan baik buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak suatu Hari, Tanggal, Bulan, Tahun, Pranata mangsa, Wuku dan lainnya. Semua itu warisan asli leluhur Jawa yang dilestarikan dalam kebijaksanaan Sultan Agung dalam kalendernya.

Petungan Jawa sudah ada sejak dahulu, merupakan catatan dari

leluhur berdasarkan pengalaman baik buruk yang dicatat dan dihimpun dalam Primbon. Kata Primbon berasal dari kata: rimbu, berarti simpan atau simpanan, maka Primbon memuat bermacam-macam catatan oleh suatu generasi diturunkan kepada generasi penerusnya (Purwadi dan Maziyah, 2010:14).

Dalam sistem petungan atau primbon tidak selalu mutlak dalam kebenaran, kadangkala telah dilakukan sistem petungan namun masih ada sengkala atau halangan ketidak beruntungan yang dialami oleh seseorang dalam melangsungkan pesta hajatan perkawinan, akhirnya seseorang tersebut melakukan pembaharuan akad nikah di tahun depan agar tidak ada halangan dan mendapatkan rezeki yang melimpah. Namun, setidaknya dengan sistem petungan atau primbon seseorang yang mempunyai hajat memperoleh kenyamanan dari segala sengkala ataupun marabahaya.

(44)

29

hendaklah tidak diremehkan, meskipun diketahui tidak mengandung kebenaran mutlak. Primbon sebagai pedoman penghati-hati mengingat pengalaman leluhur, jangan menjadikan surut atau mengurangi keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, maha pengatur segenap makhluk dengan kodrat dan iradat-Nya (Purwadi dan Maziyah, 2010:14).

Sistem petungan juga digunakan untuk menentukan dari arah mana orang harus masuk rumah kalau ingin mencuri tanpa ketahuan, untuk menentukan di sebelah mana orang harus duduk dalam arena adu ayam supaya menang dalam taruhan, untuk meramalkan apakah orang akan untung atau rugi dalam perdagangan di hari tertentu, untuk memilih obat yang tepat bagi suatu penyakit, untuk menentukan hari baik buat khitanan, untuk menentukan hari baik buat perkawinan dan pembaharuan akad nikah (biasanya sampai kepada jam yang tepat dimana hajat itu

harus dilangsungkan), dan untuk meramalkan hajat yang direncanakan itu bisa terlaksana atau tidak. Untuk hal yang terakhir ini, hari lahirnya pengantin wanita dan pria akan dijumlahkan, hampir selalu oleh seorang dukun untuk melihat apakah mereka cocok atau tidak, kalau tidak

(45)

30

dalam kalangan tradisional yang kepercayaan masih kuat tentang Petungan Jawa (Geertz, 1960:43).

Dalam suatu kasus terkadang terjadi perbedaan pendapat dimanamasing-masing pihak keluarga pengantin sama-sama mencari hari baikdengan sistem petungan. Dalam kedua keluarga pengantin berbeda dalam pelaksanaan hajatan yang mengakibatkan beda pendapat, namun dalam kasus seperti ini biasanya yang digunakan adalah sistem petungan dari pihak keluarga pengantin wanita, sebab budaya di masyarakat Jawahajatan pesta perkawinan dan upacara Ijab Qabul dilaksanaan di rumah keluarga pengantin wanita. Jadi fungsi penggunaan petungan dalam masyarakat Jawa tidak hanya digunakan untuk menentukan waktu pelaksanaan perkawinan, namun juga digunakan untuk menentukan waktu khitanan, kematian, pindah rumah ataupun membangun rumah.

B. Pengertian, Syarat, dan Tujuan Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata ―kawin‖

yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga

―pernikahan‖ berasal dari kata nikah (ح) yang menurut bahasa artinya

(46)

31

Menurut istilah perkawinan yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk memperbolehkan bersenang-senang. Senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki (Ghazaly, 2003:8).

Perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ―ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

istri‖.

Ada beberapa hal dari rumusan tersebut di atas yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Ikatan lahir diartikan keterikatan antara kedua belah pihak secara formal baik dalam hubungan antara satu sama lain maupun mereka dengan masyarakat luas. Ikatan batin diartikan adanya satu tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal. Untuk itu dalam sebuah perkawinan tidak bisa dipisahkan antara ikatan lahir dan ikatan batin, karena memang keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh.

b. Seorang pria dengan seorang wanita mengandung arti bahwa perkawinan itu hanyalah antara jenis kelamin yang berbeda. Hal ini menolak adanya perkawinan sesama jenis yang telah dilegalkan oleh beberapa orang Barat.

(47)

32

tangga, bukan hanya dalam istilah ―hidup bersama‖ (Syarifuddin,

2006:40).

2. Rukun dan Syrat Nikah

Ulama‘ fiqih mengatakan, bahwa rukun hakiki nikah itu adalah

kerelaan hati kedua belah pihak (laki-laki dan wanita) karena kerelaan tidak diketahui dan tersembunyi dalam arti, maka hal itu harus dinyatakan melalui ijab dan qabul.Ijab dan qabul adalah pernyataan yang menyatukan keinginan kedua belah pihak untuk mengikatkan diri masing-masing dalam suatu perkawinan. Ijab merupakan pernyataan pertama dari satu pihak dan qabul merupakan pernyataan dari pihak lain yang menerima sepenuhnya ijab tersebut (Kurazi, 1995:12).

Dalam hal ini, Saleh(2008:300) mengatakan bahwa secara rinci rukun nikah itu adalah:

a. Calon mempelai pria b. Calon mempelai wanita c. Wali nikah

d. Saksi nikah e. Ijab dan Qabul

Kelima rukun ini masing-masing harus memenuhi syarat : a. Syarat calon mempelai pria

(48)

33 3) Baligh

4) Berakal 5) Jelas orangnya

6) Dapat memberikan persetujuan

7) Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keadaan ihram dan umroh

b. Syarat calon mempelai wanita 1) Beragama, meskipun yahudi 2) Perempuan

3) Jelas orangnya

4) Dapat dimintai persetujuan

5) Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keadaan ihram dan umroh

c. Syarat wali nikah 1) Laki-laki 2) Dewasa

3) Mempunyai hak perwalian

4) Tidak terdapat halangan perwaliannya d. Syarat saksi nikah

(49)

34 4) Beragama Islam

5) Dewasa e. Syarat ijab qobul

1) Ada ijab (pernyataan) mengawinkan dari pihak wali 2) Ada qabul (pernyataan) penerimaan dari calon suami 3) Memiliki kata-kata nikah

4) Antara ijab dan qabul, bersambungan tidak boleh terputus 5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya

6) Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keadaan ihram dan umroh

7) Majlis ijab dan qobul itu harus dihadiri paling kurang empat orang yaitu calon mempelai pria atau wakilnya. Wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya dan dua orang saksi(Rofiq, 1998:72).

3. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

a. Tujuan Perkawinan

1) Untuk mendapatkan anak dari keturunan yang sah dalam melanjutkan generasi yang akan datang. Dengan adanya perkawinan naluri seksual manusia dapat tersalurkan sesuai jalan yang diridhoi Allah, selain itu dapat menjaga nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan (Sabiq, 1981:19).

(50)

35

3) Untuk mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

4) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

5) Untuk membangun rumah tangga dan membangun masyarakat yang tentram atas dasar rasa cinta dan kasih sayang.

6) Sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. b. Hikmah Perkawinan

Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia. Adapun hikmah perkawinan menurut Tihamidan Sahrani (2009:19-20) adalah sebagai berikut:

1) Perkawinan adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari yang melihat dan perasaan tenang menikmati barang yang berharga.

2) Perkawinan merupakan jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasib yang oleh Islam sangat diperhatikan sekali.

(51)

perasaan-36

perasaan yang ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

4) Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang dan akan cekatan dalam bekerja. 5) Pembagian tugas dimana yang satu mengurusi rumah tangga

sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami-istri dalam menangani tugas-tugasnya. 6) Perkawinan dapat membuahkan diantaranya tali kekeluargaan,

memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan masyarakat.

C. Pengertian Pembaharuan Akad Nikah

Agar lebih jelas dalam memahami pembaharuan akad nikah tersebut perlu mendapatkan penjelasan yang secukupnya. Pembaharuan dari bahasa Indonesia yang berarti bahwa suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan atau menciptakan sesuatu yang baru (poerwardaminta, 2006:103).

Akad adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al rabth)

maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung

dan menjadi seperti seutas tali yang satu (Mas‘adi, 2002:75).

(52)

37

nikah yang sah menurut syara‟, kemudian dengan maksud sebagai ihtiyath (hati-hati) dan membuat kenyamanan hati maka dilakukan akad nikah lagi.Pelaksanaan pembaharuan akad nikah (perkawinan kedua) ini persis dengan pelaksanaan akad nikah yang pertama. Dalam pernikahan pertama itu dicatat dan didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA), tetapi dalam melangsungkan pembaharuan akad nikah (akad kedua) ini tanpa diketahui oleh pihak Kantor Urusan Agama (KUA). Perkawinan yang kedua ini diijabkan oleh para kyai-kyai atau tokoh-tokoh agama setempat dan hanya mengundang tetangga sekitarnya saja.

Menurut Al-Haitamy (Ti:391) mengatakan bahwa hukum dari pembaharuan akad nikah yaitu boleh, pembaharuan akad nikah merupakan tindakan sebagai langkah membuat kenyamanan hati dan ihtiyath (kehati-hatian) yang diperintah dalam agama dan tidak termasuk pengakuan talak (tidak wajib membayar mahar). Sebagaimana kandungan sabda Nabi SAW yang berbunyi : keduanya terdapat hal-hal musyabbihat atau samar-samar, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. H.R. Bukhari (Bukhari, Ti:20).

(53)

38

Artinya: “Sesungguhnya suami melakukan akad nikah yang kedua (memperbaharui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung jawab atas nikah yang pertama, dan juga bukan merupakan kinayah dari pengakuan tadi. Dan itu jelas... sampai dengan... Sedangkan apa yang dilakukan suami disini (dalam memperbaharui nikah semata-mata untuk memperindah atau berhati-hati” (Al-Haitamy, Ti:391).

Ulama Syafi‘iyah yang berpendapat bahwa pembaharuan nikah

dapat membatalkan nikah sebelumnya, antara lain Yusuf al-Ardabili, ulama

terkemuka mazhab Syafi‘i (wafat 779 H) sebagaimana perkataan beliau

dalam kitabnya, Al-Anwar Li A‟malil Abroradalah sebagai berikut :

ِهِب ُضِقَتْىٌَ َو ِتَق ْزُفْناِب ٌرا َزْقِإ ُهَّوَلأِ ُزَخآ ٌزْهَم ُهَم ِشَن ِهِتَج ْو َس َحاَكِو ٌمُجَر َدَّدَج ْىَن َو

.ِتَثِناَّثنا ِة َّزَمْنا ىِف ِمٍِْه ْحَّتنا ىَنِإ ُجاَتْحٌَ َو ُقَلََّطنا

(54)

39 I BBBI

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A.Ganbaran Umum Desa Pakis kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati

1. Letak Geografis Desa Pakis

Desa Pakis merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Desa Pakis adalah desa yang terletak paling ujung di Kecamatan Tambakromo karena berbatasan dengan Kecamatan Kayen dan termasuk dalam dataran tinggi. Desa pakis Kecamatan Tambakromo merupakan desa yang terletak di sebelah selatan kota Pati. Jarak tempuh dari Desa Pakis sampai Pusat Perintahan Kecamatan adalah 18 km, jarak dari kota Pati sampai Desa Pakis adalah 31 km atau sekitar 1 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum dan jarak dari Desa Pakis sampai Ibukota Propinsi adalah 106 km.

Secar geografis Desa pakis mempunyai batas wilayah dengan wilayah lain, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Sebelah barat Desa Pakis Kecamatan Tambakromo berbatasan langsung dengan Desa Porwokerto yang termasuk Kecamatan Kayen.

b. Sebelah timur berbatasan langsung dengan Desa Maitan Kecamatan Tambakromo.

c. Sebelah utara berbatasan langsung dengan hutan Kepala Resot Polisi

(55)

40

d. Sebelah selatan berbatasan langsung dengan Desa KemadShbatur Kecamatan Kayen.

Desa Pakis merupakan desa yang memiliki luas wilayah 585,744 Ha, yang seperti di daerah lain di Kabupaten Pati. Sebagian adalah area persawahan yang memiliki luas 357.015 Ha, luas bangunan umum 7.000 Ha, luas jalan 12.500 Ha, luas perkuburan 3.500 Ha, dan sebagian lainnya adalah pemukiman penduduk yang berluas 24.230 Ha.

Desa Pakis sama dengan desa-desa atau kelurahan yang lain yang mana sama-sama memiliki perangkat desa, mulai dari Kepala Desa hingga Ketua RT (Rukun Tangga). Desa Pakis terbagi dalam empat dusun yaitu Dusun Pakis, Dusun Dogo, Dusun Mojo, dan Dusun Jenggolo, masing-masing dusun mempunyai satu Ketua RW dan beberapa Ketua RT.

Sedangkan komposisi penduduk berdasarkan data statistic yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Pakis menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Pakis sampai tahun 2014 berjumlah 2.249 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 773. Apabila jumlah tersebut dirinci berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk Desa Pakis berjumlah 1.061 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.188 jiwa berjenis kelamin perempuan. 2. Keadaan Sosial Masyarakat, Ekonomi Dan Pendidikan

Dalam kehidupan ekonomi, mata pencaharian penduduk Desa

Pakis adalah bertani, karena sebagian besar wilayahnya adalah lahan

(56)

41

Penduduk Desa Pakis biasanya memiliki pekerjaan ganda, tidak hanya sebagai petani tetapi juga sambil berdagang, mereka melakukannya karena jika hanya mengandandalkan satu pekerjaan saja tidak cukup untuk memenuhi kehidupan rumah tangganya.

Tabel 3.1: Kehidupan Ekonomi Desa Pakis

No Mata pencaharian Jumlah warga

1 Petani 769 orang

(Sumber data, monografi Desa Pakis tahun 2014)

(57)

42

Kehidupan masyarakat Desa Pakis sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya juga sangat kuat dalam masalah kekerabatan dan kekeluargaan. Gotong royong adalah suatu hal yang lazim dijumpai dan biasanya mereka melakukan pekerjaan yang berat-berat dengan cara bergotong-royong dan secara suka rela. Misalnya dalam hal mendirikan rumah, perbaikan jalan, pembangunan fasilitas umum, dan sambatan ngedos (gotong-royong panen padi).

Dalam hal pendidikan, masyarakat Desa Pakis sudah mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari mulai berdirinya sekolah-sekolah yang ada di wilayah Desa Pakis yaitu SD, dan SMP. Bukan hanya itu, tingkat pendidikan masyarakatnyapun dari tahun ketahun sudah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, walaupun sebagian besar secara keseluruhan masih di bawah lulusan SLTP, akan tetapi beberapa tahun terakhir sudah ada yang mencapai tingkat Diploma.

Tabel 3.2: pendidikan masyarakat Desa Pakis No Tingkat pendidikan Jumlah warga 1 Belum Sekolah 79 orang

(Sumber data, monografi Desa Pakis tahun 2014) 3. Kehidupan Agama Dan Adat Budaya Masyarakat

(58)

43

mereka masih teguh terhadap tradisi nenek moyang yang disebut kejawen. Karena mereka semua 100% beragama Islam, maka tidak ada tempat ibadah kecuali Masjid yang berjumlah 4 buah.

Dalam hal adat budaya, masyarakat Desa Pakis juga termasuk masih sangat kuat memegang tradisi nenek moyang yang masih turun-temurun, hanya saja sekarang sudah mengalami perubahan-perubahan yang mendasar, misalnya hal-hal yang dianggap musyrik diganti dengan hal-hal yang bersifat Islam. Sebagai contoh adalah kegiatan bersih tahunan, yang dulunya memberikan persembahan kepada penembahan (tempat yang dikramatkan) dengan cara menyembelih kambing, sekarang diubah dengan cara tetap menamakan bersih tahunan akan tetapi kegiatannya adalah melakukan acara pembacaan yasin dan tahlil secara berjamaah.

Akan tetapi tidak semua masyarakat dalam hal ini setuju secara keseluruhan, ada sebagian masyarakat yang masih teguh pada ajaran nenek moyang dan tidak mau mengikuti apa yang sekarang sudah berjalan terutama mereka yang secara umur tergolong sudah tua. Mereka biasanya tetap melakukan hal-hal yang menurut penyusun merupakan perbuatan syirik.

(59)

44

Secara umum penduduk desa pakis adalah berasal dari suku Jawa, akan tetapi ada sebagian masyarakat yang berasal dari suku lain. Biasanya mereka adalah orang-orang pendatang karena adanya perkawinan dengan orang setempat kemudian menetap di Desa Pakis dan menjadi warga masyarakat Desa Pakis. Adapun penduduk non suku Jawa adalah berasal dari daerah Jakarta yang berjumlah 3 orang dan daerah Kalimantan yang berjumlah 9 orang.

B.Metode Penggunaan Petungan dalam Pernikahan dan Pembaharuan Akad

Nikah

1. Alasan menggunakan Petungan

Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan di Desa Pakis banyak alasan-alasan yang disampaikan oleh beberapa responden, yaitu diantaranya:

a. Dengan menggunakan Petungan Jawa dalam menentukan hari yang baik untuk hajatan khususnya Pernikahan dan pembaharuan akad nikah, keluarga akan menjadi tenang dari semua ancaman marabahaya.

b. Jika seseorang sudah tahu dan mempercayai dengan Petungan Jawa mereka harus menggunakannya dalam segala macam hajatan dan tidak boleh dilanggar, jika dilanggar maka dipercaya akan mendapat Sengkala atau marabahaya.

(60)

45

d. Bagi masyarakat yang menggunakan Petungan Jawa dalam melakukan hajatan mengaku bahwa menggunakannya untuk menghormati para leluhur mereka dan menghormati ajaran para Wali.

e. Bagi masyarakat yang anti Petungan Jawa menganggap bahwa Petungan Jawa bukan termasuk dalam ajaran Islam.

f. Bagi masyarakat yang anti Petungan Jawa menganggap bahwa semua hari adalah sama tidak ada yang buruk dan untuk melakukan suatu hajatan yang penting kemantaban hati tidak ada ancaman marabahaya. 2. Cara menentukan hari baik untuk pernikahan di Desa Pakis

Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati

Dari hasil observasi dan wawancara terhadap warga Desa Pakis, cara untuk menentukan hari yang baik dalam suatu pernikahan ternyata peneliti menemukan berbagai macam cara, dari masing-masing dusun ada perbedaan dalam menggunakan Petungan Jawa ini, misalnya dari Dusun Dogo dengan Dusun Pakis. Di Dusun Dogo sendiri ada beberapa orang yang bisa diminta bantuannya dalam menentukan hari yang baik ini, diantaranya: Mbah Suntoro, Mbah Sukiban, dan Mbah Dagog, namun dalam hal ini mereka tidak mau menerima jika diberi imbalan.

(61)

46

pelaksanaannya. Pasaran yang boleh dipakai untuk keperluan akad nikah adalah sebagai berikut:

Legi : Jam 1.12-3.35 dan jam 3.36-5.59 Paing : Jam 6.00-8.23 dan jam 3.36-5.59 Pon : Jam 6.00-8.23 dan jam 8.24-10.47 Wage : Jam 8.24-10.47 dan jam 10.48-1.11 Kliwon : Jam 10.48-1.11 dan jam 1.12-3.35

Cara untuk menentukan waktu-waktu diatas adalah sebagai berikut: Tabel 3.3: Sa’at Ijabing Penganten

Pasaran Jam

6-8.23 8.24-10.47 10.48-1.11 1.12-3.35 3.36-5.59 Legi Tutur Alangan Pacak Slamet Rijeki

Paing Rijeki Tutur Alangan Pacak Slamet

Pon Slamet Rijeki Tutur Alangan Pacak

Wage Pacak Slamet Rijeki Tutur Alangan

Kliwon Alangan Pacak Slamet Rijeki Tutur

(Keterangan Mbah Sukiban dalam Buku Primbon)

Jadi bagi warga Dusun Dogo apabila akan melangsungkan akad nikah harus memperhatikan petungan diatas, misalnya dari kedua calon

mempelai ingin melangsungkan akad nikah pada hari jum‘at kliwon maka

(62)

47

Khusus untuk bulan Suro atau Muharram tidak ada orang yang punya hajatan pernikahan karena seseorang telah Kanji (Trauma) karena dari sejarah nenek moyang dulu yang melangsungkan hajatan di bulan Muharram sering mendapat Sambikala atau malapetaka (Hasil wawancara

dengan Mbah Dagog, tanggal 28 September 2014).

Bagi warga di Dusun Pakis dalam menentukan hari yang baik dalam pernikahan diambil dari hari dan pasaran kelahiran calon pengantin perempuan, namun tidak berani menerjang hari naas atau dimana hari kematian orang tua (Hasil wawancara dengan Bapak Pasri, tanggal 29 September 2014).

Menurut keterangan dari Mbah Legi, selaku orang yang paling dituakan di Desa Pakis mengatakan bahwa dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian dan sebagainya, kebanyakan orang Jawa dulu mendasarkan atas hari yang berjumlah 7 (Senin-Minggu) dan pasaran yang jumlahnya ada 5, tiap hari tentu ada rangkapannya pasaran, masing-masing hari dan pasaran mempunyai ―neptu‖, yaitu nilai dengan angkanya sendiri-sendiri.

Tabel 3.6: Perhitungan hari dan pasaran

No Hari Hitungan Pasaran Hitungan

1 Jum‘at 6 Legi 5

2 Sabtu 9 Pahing 9

3 Minggu 5 Pon 7

4 Senin 4 Wage 4

(63)

48

6 Rabu 7

7 Kamis 8

(Keterangan Mbah Legi dalam buku primbon)

Hari dan pasaran dari kelahiran dua calon temanten yaitu anak perempuan dan anak laki-laki masing-masing dibuang (dikurangi) sembilan. Misalnya:

1. Kelahiran anak perempuan adalah hari Rabu (neptu 7) Pon (neptu 7) jumlah 14, dibuang 9 sisa 5.

2. Sedangkan kelahiran anak laki-laki Minggu (neptu 5) Legi (neptu 5) jumlah 10, dikurangi 9 sisa 1.

Menurut perhitungan dan berdasarkan sisa-sisa diatas, maka perhitungannya apabila sisa adalah sebagai berikut:

1 dan 1: becik kinasihan 1 dan 2:becik

1 dan 3: kuat, adoh rejekine 1 dan 4: akeh bihahine 1 dan 5: pegat

1 dan 6: adoh sandhang pangane 1 dan 7: sugih satru

1 dan 8: kasurang-surang 1 dan 9: dadi pangauban 2 dan 2: slamet, akeh rejekine 2 dan 3: geles mati siji

(64)

49 2 dan 5: akeh bilahine

2 dan 6: geles sugeh 2 dan 7: anake akeh mati 2 dan 8: cepak rejekine 2 dan 9: akeh rejekine 3 dan 3: mlarat 3 dan 4: akeh bilahine 3 dan 5: geles pegat 3 dan 6: oleh nugraha 3 dan 7: akeh bilahine 3 dan 8: geles mati siji 3 dan 9: sugih rejeki 4 dan 4: kerep lara 4 dan 5: akeh rencanane 4 dan 6: sugeh rejeki 4 dan 7: mlarat

4 dan 8: akeh pangkalane 4 dan 9: kalah siji

5 dan 5: tulus begjane 5 dan 6: cepak rejekine

(65)

50 6 dan 6: gede bilahine

6 dan 7: rukun 6 dan 8: sugih satru 6 dan 9: kasurang surang 7 dan 7: ingikum mareng rabine 7 dan 8: nemu bilahi soko awake dewe 7 dan 9: tulus palakramane

8 dan 8: kinasihan deneng wong 8 dan 9: akeh bilahine

9 dan 9: giras rejekine

Sedangkan hari yang baik untuk keperluan apa saja, misalnya pindah tempat, punya kerjaan, perkawinan, tukar cincin dan sebagainya yaitu:

Tabel 3.7: Hari yang baik untuk hajatan

No Bulan Hari Makna

1 Besar Senin Baik sekali

Rabu Baik

2 Suro Rabu Baik

Selasa Baik

3 Sapar Selasa Baik sekali

Kamis Baik

4 Maulud Rabu Baik sekali

Jum‘at Baik

(66)

51

6 Jumadil awal Kamis Baik sekali Minggu Baik 7 Jumadil akhir Sabtu Baik sekali

8 Rajab Rabu Baik sekali

Jum‘at Baik

9 Ruwah Minggu Baik

10 Poso Minggu Baik sekali

Senin Baik sekali

11 Sawal Minggu Baik sekali

12 Selo Minggu Baik sekali

(Keterangan Mbah Legi dalam buku Primbon)

Mbah Legi juga mengatakan bahwa Ala beciking sasi kanggo ijabing panganten:

Sura : Tukar padu, nemu kerusakan. (Aja diterak)

Sapar : Kekurangan, sugih utang. (Kena diterak)

Mulud : Mati salah siji.(Aja diterak)

Rabingulakir : Tansah dicatur lan nemu ujar ala. (Kena diterak)

Jumadilawal : Kerep kelangan, kapusan, sugih satru. (Kena diterak)

Jumadilakir : Sugih mas salaka.

Rejeb : Sugih anak lan slamet.

Ruwah : Rahayu ing sakabehe.

Pasa : Cilaka gedhe. (Aja diterak)

Sawal : Kekurangan, sugih utang. (Kena diterak)

(67)

52 Besar : Sugih, nemu suka harja.

Masyarakat Jawa sangat hati-hati dalam melakukan berbagai hal termasuk melangsungkan upacara perkawinan, sehingga segala sesuatunya harus diperhitungkan untuk menghindari sesuatu yang tidak diharapkan. Mereka sangat hati-hati sekali terhadap hari-hari, maupun bulan yang dianggap baik ataupun yang dilarang dalam segala suatu keperluan, mereka berkeyakinan bahwa apabila waktu buruk diterjang maka akan mendapatkan sambilaka.

C.Prosesi Pembaharuan Akad Nikah Berdasarkan Petungan

Tradisi pembaharuan akad nikah, dilakukan oleh suami istri karena pada pernikahan pertama tidak tepat pada petungan (perhitungan) sistem kalender Jawa. Praktik pembaharuan akad nikah dipahami sebagai penepatan waktu pada petungan sitem kalender Jawa agar keluarga menjadi bahagia dan mendapatkan rizki yang melimpah serta terhindar dari marabahaya.

Pembaharuan akad nikah biasanya dilakukan di kediaman mereka sendiri atau di kediaman orang yang ditunjuk untuk menikahkan mereka, yaitu Mbah Legi Rt 02 Rw 03 dan Bapak Sarju Rt 04 Rw 01, sebagai tokoh agama dan dukun di Desa Pakis. Pasangan suami istri yang melakukan pembaharuan akad nikah ini tidak diketahui oleh orang banyak, bahkan satu desa pun banyak

(68)

53

Seperti pada pernikahan yang umum dilakukan, tradisi ini juga memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Adapun syarat dan rukun pembaharuan akad nikah seperti pada pernikahan yang pertama, yaitu:

a. adanya kedua mempelai b. wali nikah

c. dua orang saksi d. Mahar

e. Ijab dan Qobul

Pada tradisi ini tidak perlu dicatat sebagai bukti tertulis, cukup disaksikan tetangga kanan kiri saja. Hal inilah yang menyebabkan tidak ditemukannya bukti tertulis tentang terjadinya tradisi ini.

Dalam pembaharuan akad nikah, yang menjadi awal dilaksanakannya

tradisi ini adalah syahadat kemudian diakhiri dengan do‘a bersama. Do‘a ini

dipimpin oleh orang yang menikahkan mereka agar mendoakan pernikahan yang kedua diberkahi oleh Allah swt. Hal ini juga sama dengan pernikahan

pada umumnya yang diawali dengan syahadat dan diakhiri dengan do‘a.

(69)

54

Sebagaimana pernikahan pada umumnya, setelah melaksanakan akad mereka juga melaksanakan walimahan walaupun tidak semewah pada pernikahan yang pertama, walimah tersebut berupa memberikan jamuan makanan kepada keluarga dan kerabat yang menghadirinya. Akan tetapi tidak semua pasangan suami istri yang melakukan tradisi ini melakukan walimah, ada juga pasangan suami istri yang tidak melakukannya dikarenakan kehidupan ekonominya yang kekurangan.

Kepungan adalah hal yang dilakukan setelah melaksanakan tradisi tersebut, kepungan ini dilaksanakan pada malam hari dan dilakukan setelah tadarus al-Qur‘an terutama surat Yasin atau kalau di desa disebut dengan Yasinan. Kepungan ini dilakukan sebagai simbol rasa syukur mereka dan

berharap apa yang telah dilakukan mendapatkan berkah dari Allah swt.

Pelaksanaan tradisi pembaharuan akad nikah seperti ini dilakukan oleh mereka apabila pernikahan pertama tidak tepat pada petungan Jawa agar perhitungan tersebut tepat dan menjadikan kehidupan yang bahagia serta dilimpahi dengan rizki yang melimpah, peristiwa ini merupakan sesuatu yang membahagiakan dan patut dirayakan walaupun hanya sekedar kepungan.

Gambar

Tabel 3.1: Kehidupan Ekonomi Desa Pakis
Tabel 3.2: pendidikan masyarakat Desa Pakis
Tabel 3.3: Sa’at Ijabing Penganten
Tabel 3.6: Perhitungan hari dan pasaran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika daya yang dimasukkan 1300

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi metode pengumpulan data dan metode perancangan basis data.. Secara garis besar sistem pengajaran dan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi adalah serangkaian rute yang digunakan oleh pemasar maupun independen untuk menyalurkan produk yang dihasilkan

Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas pada plasma. industri rambut

Metoda simulasi yang dilakukan menghasilkan suatu pemecahan masalah yang berhasil dalam mencari jumlah mesin yang tepat untuk mencapai target produksi yang diharapkan

Sutabri (2012:116-120), mengatakan “ Secara umum Data Flow Diagram adalah suatu network yang menggambarkan suatu sistem automat/komputerisasi, manualisasi, atau gabungan

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

[r]