PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN
PENDEKATAN REALISTIK DI SMP NEGERI 4 MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH :
NOVA RANY SIHOMBING
NIM: 8116172011
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
NOVA RANY SIHOMBING. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Menggunakan Pendekatan Realistik Di SMP Negeri 4Medan.Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. 2016
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pembelajaran biasa, (2)Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pembelajaran biasa, (3) Apakahterdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa, (4) Apakahterdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa, (5) Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Medan. Secara acak, dipilih dua kelas dari Sembilan kelas berjumlah 76 orang siswa. Kelas eksperimen diberi perlakuan pendekatan realistik dan kelas control dengan pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan terdiri dari : (1) test kemampuan pemecahan masalah matematik, (2) test kemampuan koneksi matematis. Instrumen tersebut telah memenuhi syarat validasi. Analisis data dilakukandenganuji t dananalisisvarians (ANAVA) duajalur. Hasil penelitiaan menunjukkan (1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pembelajaran biasa. (2) Kemampuan koneksi matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pembelajaran biasa. (3) Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. (4) Tidakterdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa.(5) Proses penyelesaian jawaban siswa menggunakan pendekatan realistik lebih baik daripada pembelajaran biasa.
ii
ABSTRACT
NOVA RANY SIHOMBING. The increasing of mathematical Problem Solving Ability and Mathematical Connections Students Using Realistic Approach In SMP Negeri 4 Medan. Thesis. Medan. 2016. Mathematics Education Program Post Graduate Program State University of Medan (UNIMED).
The purpose of this study is to determine: (1) Is the increase in problem-solving ability among students who take the lesson with realistic approach higher than students who follow learning through learning usual, (2) Does increased ability to connect mathematics between students who take the learning approach realistic higher than students who take learning through learning plain, (3) Is there an interaction between the learning with prior knowledge of mathematics students to increase problem-solving ability of students, (4) Is there an interaction between the learning with prior knowledge of mathematics students to increase the ability to connect mathematical students, (5) How is the process of resolving the answers that the students in solving problems in each lesson. This research is a quasi experiment. The study population was class VIII SMP Negeri 4 Medan. Randomly selected two classes of ninth class numbered 76 students. Experimental class treated realistic approach and grade control with regular learning. The instrument used consisted of: (1) test the ability of solving mathematical problems, (2) test the ability of mathematical connections. The instrument has a qualified validation of the content. Data were analyzed by t-test and analysis of variance (ANOVA) two lanes. Penelitiaan results showed (1) Improved problem solving abilities among students who take the realistic approach learning with a higher than students who follow learning through regular learning. (2) The ability of the mathematical connection between the learning of students who take a realistic approach higher than students who follow learning through regular learning. (3) There is no interaction between the learning ability of students to the improvement of early mathematics problem solving ability of students. (4) There is no interaction between the learning ability of students to the initial math upgrading students 'mathematical connections. (5) The process of settlement of the students' answers using realistic approach is better than the usual learning.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan Kasih-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Realistik di SMP Negeri 4 Medan”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika di Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Dalam menyelesaikan tesis ini penulis mendapat banyak bimbingan, nasehat, dorongan, arahan, saran dan kritik dari bapak/ibu dosen dan bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak H. Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
disela kesibukannya untuk membimbing dan memberikan sumbangan pemikiran yang amat berharga mulai dari memberikan ide dan masukan hingga selesainya tesis ini.
iv
3. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd sebagai narasumber II yang telah memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. 4. Bapak Dr. W. Rajagukguk, M.Pd sebagai nara sumber III yang telah
memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. 5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pasca Sarjana Program Studi Matematika yang
telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan tesis ini.
6. Bapak Dapot Tua Manulang, SE, M.Si Sebagai staf prodi pendidikan matematika yang telah banyak membantu penulis dalam bentuk motivasi, nasehat dan terkhusus bantuan administrasi perkuliahan di Universitas Negeri Medan.
7. Bapak Kepala SMP Negeri 4 Medan yang telah membantu dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bapak pimpin dalam penyelesaian tesis ini.
8. Ibu Elja, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 4 Medan yang telah banyak membantu dalam melaksanakan observasi pembelajaran dari awal sampai akhir pelaksanaan penelitian ini.
v
penulis sehingga berkat doa dan dukungannya penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
10.Suamiku tercinta Toropma Sitanggang, S.T, putraku Toman Elkanaro dan putriku Nadyne Rista Tiomora yang telah memberikan dukungan moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di program pasca sarjana Universitas Negeri Medan.
11.Teman-teman mahasiswa pasca sarjana Dikmat kelas B serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu segala saran dan kritikan yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Medan, Juli 2016
vi DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK . ... i
ABSTRACT . ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 15
1.3. Batasan Masalah ... 15
1.4. Rumusan Masalah ... 16
1.5. Tujuan Penelitian ... 16
1.6. Manfaat Penelitian ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masalah Dalam Matematika. ... 19
2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 20
2.3 Kemampuan Koneksi Matematis ... 26
2.4 Pendekatan Pembelajaran ... 29
2.5 Pendekatan Realistik ... 30
2.5.1 Karakteristik Pendekatan Realistik ... 35
2.5.2 Prinsip Pendekatan Realistik ... 40
vii
3.8.1. Tes Kemampuan Awal Matematika... 85
3.8.2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 88
3.8.3 Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 91
3.8.4 Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola Kelas Eksperimen ... 93
3.8.5 Bahan Ajar ... 93
3.8.6 Uji Coba Instrumen ... 94
3.8.7 Validitas Tes ... 95
3.9 Teknik Analisis Data ... 103
3.10 Analisis Statistik Deskriptif ... 110
3.10.1 Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah ... 110
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 116
4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 117
4.2 Analisis Data ... 122
4.2.1 Analisis Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 122
4.2.2 Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 129
4.2.3 Analisis Data Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 144
4.3 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Untuk Setiap Kemampuan Pada Masing- Masing Pembelajaran ... 155
4.3.1 Proses Penyelesaian Masalah Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 155
4.3.2 Proses Penyelesaian Masalah Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 167
4.4 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... 175
4.5 Hasil Observasi Kegiatan Guru Dalam Pengelolaan Kelas Pendekatan Realistik ... 177
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 179
4.6.1 Faktor Pembelajaran ... 179
4.6.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 184
4.6.3 Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 187
4.6.4 Interaksi antara KAM dengan Pendekatan Pembelajaran Terhadap Kemampuan Matematik Siswa ... 188
4.7 Proses Penyelesaian Jawaban Masalah Matematika Siswa ... 194
ix BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 198 5.2 Saran ... 200
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pendekatan Pembelajaran Dalam Pendidikan Matematika... 31
Tabel 2.2 Langkah-langkah Dalam Kegiatan Pendekatan Realistik ... 45
Tabel 2.3 Keterkaitan Antara Urutan Langkah Pemecahan Masalah dengan Proses Matematisasi dan Pemodelan Dalam Pendekatan Realistik ... 47
Tabel 2.4 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pembelajaran Biasa ... 50
Tabel 2.5 Model Pedagogi pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51
Tabel 2.6 Kelebihan dan Kelemahan pendekatan realistik dan Pembelajaran Biasa ... 52
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 75
Tabel 3.2 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 87
Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 87
Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 88
Tabel 3.5 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 89
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 92
Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 92
Tabel 3.8 Interprestasi Nilai Koefisien Korelasi rxy ... 97
Tabel 3.9 Interprestasi Koefisien Reliabilitas ... 99
Tabel 3.10 Kriteria Skor Gain Ternomalisasi ... 104
Tabel 3.11 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 111
Tabel 3.12 Kategori Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 112
Tabel 3.13 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Koneksi Matematis Siswa ... 112
xi
Tabel 3.15 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis dan Uji Statistik ... 114
Tabel 4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 117
Tabel 4.2 Hasil Ujicoba Perangkat Pembelajaran ... 118
Tabel 4.3 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 118
Tabel 4.4 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 119
Tabel 4.5 Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 120
Tabel 4.6 Sebaran Sampel Penelitian ... 121
Tabel 4.7 Deskripsi Data KAM Berdasarkan Pembelajaran... 123
Tabel 4.8 Deskripsi Data KAM Siswa Kedua Pendekatan Pembelajaran Untuk Setiap Kategori KAM ... 124
Tabel 4.9 Hasil Output Uji Normalitas Data Skor KAM siswa dengan Menggunakan SPSS 16 ... 126
Tabel 4.10 Hasil Output Uji Homogenitas Data Skor KAM siswa dengan Menggunakan SPSS 16 ... 127
Tabel 4.11 Uji Kesetaraan Data KAM Siswa Kedua Kelas Pembelajaran ... 128
Tabel 4.12 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Matematika Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ... 129
Tabel 4.13 Deskripsi Data Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Setiap Kategori KAM ... 132
Tabel 4.14 Hasil Output Uji Normalitas Data Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah dengan Menggunakan SPSS 16 ... 135
Tabel 4.15 Hasil Output Uji Homogenitas Data Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Matematika Siswa dengan Menggunakan SPSS 16... 136
Tabel 4.16 Uji Kesetaraan Data Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kedua Kelas Pembelajaran ... 137
xii
Masalah Matematika Siswa dengan Menggunakan SPSS 16. ... 139 Tabel 4.19 Rangkuman Anava Dua Jalur Terkait Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa. ... 140 Tabel 4.20 Deskripsi Data Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kedua
Kelompok Pembelajaran. ... 144 Tabel 4.21 Deskripsi Data Koneksi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran
Untuk Setiap Kategori KAM. ... 147 Tabel 4.22 Hasil Output Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Koneksi
Matematis dengan Menggunakan SPSS 16. ... 149 Tabel 4.23 Hasil Output Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan Koneksi
Matematis Siswa dengan Menggunakan SPSS 16. ... 150 Tabel 4.24 Rangkuman Anava Dua Jalur Terkait Peningkatan Kemampuan Koneksi
Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal
Matematika Siswa. ... 151 Tabel 4.25 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Siswa perindikator pada Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol. ... 165 Tabel 4.26 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Siswa perindikator pada Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol. ... 174 Tabel 4.27 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian. ... 176 Tabel 4.28 Hasil Observasi Kegiatan Guru dalam Pengelolaan Kelas Pendekatan
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Matematisasi Konseptual ... 38
Gambar 2.2 Matematisasi Horizontal dan Vertikal ... 44
Gambar 3.1 Prosedur Pengambilan Sampel ... 76
Gambar 3.2 Skema Alur Kerja Penelitian ... 84
Gambar 4.1 Rata-rata dan Standar deviasi KAM Berdasarkan Pembelajaran ... 124
Gambar 4.2 Rata-rata Skor KAM Berdasarkan Kategori KAM ... 125
Gambar 4.3 Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 130
Gambar 4.4 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 130
Gambar 4.5 Grafik interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 143
Gambar 4.6 Rata-rata Skor Koneksi Matematis Siswa... 145
Gambar 4.7 Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Matematika ... 145
Gambar 4.8 Grafik interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa ... 154
Gambar 4.9 Jawaban Butir Soal No 1 Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelompok Eksperimen ... 156
Gambar 4.10 Jawaban Butir Soal No 1 Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Biasa ... 156
Gambar 4.11 Jawaban Butir Soal No 2 Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Kelompok Eksperimen ... 158
Gambar 4.12 Jawaban Butir Soal No 2 Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Biasa ... 158
xiv
Pembelajaran Biasa ... 160 Gambar 4.15 Jawaban Butir Soal No 4 Kemampuan Pemecahan Masalah Pada
Kelompok Eksperimen ... 162 Gambar 4.16 Jawaban Butir Soal No 4 Kemampuan Pemecahan Masalah Pada
Pembelajaran Biasa ... 163 Gambar 4.17 Jawaban Butir Soal No 1 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
Kelompok Eksperimen ... 167 Gambar 4.18 Jawaban Butir Soal No 1 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
Pembelajaran Biasa ... 168 Gambar 4.19 Jawaban Butir Soal No 2 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
Kelompok Eksperimen ... 169 Gambar 4.20 Jawaban Butir Soal No 2 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
Pembelajaran Biasa ... 169 Gambar 4.21 Jawaban Butir Soal No 3 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
Kelompok Eksperimen ... 171 Gambar 4.22 Jawaban Butir Soal No 3 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
Pembelajaran Biasa ... 172 Gambar 4.23 Jawaban Butir Soal No 4 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
Kelompok Eksperimen ... 173 Gambar 4.24 Jawaban Butir Soal No 3 Kemampuan Koneksi Matematis Pada
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu ilmu yang diperlukan dalam kehidupan
manusia, karena melalui pembelajaran matematika siswa dilatih agar dapat
berpikir kritis, logis, sistematis, dan dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Cornelius dalam Abdurahman
(2009:253) mengemukakan alasan perlunya belajar matematika yaitu (1) sarana
berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman,
(4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan
kesadaran terhadap perkembangan budaya. Oleh karena itu, matematika
merupakan salah satu matapelajaran yang diberikan di sekolah mulai dari Sekolah
Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) baik sekolah
menengah umum maupun sekolah kejuruan bahkan merupakan pelajaran yang
diujikan dalam ujian nasional (UN). Namun sangat disayangkan, dewasa ini dalam
belajar matematika banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
mempelajarinya dan siswa beranggapan matematika adalah pelajaran yang tidak
menarik. Hal ini dikemukakan Abdurahman (2009:252) bahwa matematika
merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa. Senada
dengan Ruseffendi (1991:15) bahwa matematika bagi anak-anak pada umumnya
merupakan pelajaran yang tidak disenangi dan memungkinkan bagi siswa bahwa
2
hasil belajar matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar
matematika siswa rendah. Dari hasil Third in International Mathematics and
Science Study (TIMMS) skor siswa-siwa SMP kelas 2 di bidang studi matematika
berada di bawah rata-rata internasional, pada tahun 2007 Indonesia berada di
peringkat ke-36 dengan 49 negara dengan skor rata 397, sedangkan skor
rata-rata internasional 500. Sedangkan pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat
ke-38 dengan 42 negara dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata
internasional 500.
Rendahnya nilai matematika siswa ditinjau dari lima aspek kemampuan
matematik yang dirumuskan oleh National Council of Teacher of Mathematics
(NCTM:2000) yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical
communication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), (3) belajar
untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (4) belajar untuk
mengaitkan ide (mathematical connection), (5) pembentukan sikap positif
terhadap matematika (positive attitude toward mathematics). Diantara
kemampuan matematika siswa yang sangat penting untuk dikembangkan
dikalangan siswa adalah kemampuan pemecahan masalah. Menurut NCTM 2000
pemecahan masalah merupakan fokus utama dari kurikulum matematika.
Danoebroto (2008:76) juga menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hal
senada juga dikemukakan oleh Ruseffendi (1991:178) bahwa sentral pengajaran
matematika adalah pemecahan masalah, lebih mengutamakan proses dari pada
produk. Diperkuat oleh Hudoyo (2003:56) menyatakan bahwa pemecahan
3
matematika, sebab: (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang
relevan, kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan
intelektual akan timbul dari dalam, (3) potensi intelektual siswa meningkat.
Pengembangan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika
siswa dalam pembelajaran matematika saat ini kurang diperhatikan. Padahal,
kemampuan tersebut sangat penting dalam kehidupan dimana setiap orang selalu
dihadapkan dengan berbagai masalah yang harus dipecahkan dan selalu
berhubungan dengan berbagai disiplin ilmu maupun kehidupan sehari-hari.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat
penting dalam proses pembelajaran maupun dalam penyelesaiannya karena siswa
akandibiasakan menggunakan keterampilan berpikir untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang tidak rutin. Sebab disadari atau tidak dalam kehidupan
manusia sehari-hari tak lepas dari masalah, sehingga kemampuan pemecahan
masalah memungkinkan kita untuk mengatasi tantangan kehidupan.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan digunakan untuk menemukan dan
memahami materi atau konsep matematika. Sedangkan pemecahan masalah
sebagai tujuan diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang
diketahui, ditanya serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah
dan menjelaskan hasil sesuai dengan permasalahan asal. Dalam pemecahan
masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif
dan berpikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan
pengetahuan masalah yang harus dibangun siswa meliputi kemampuan siswa
memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai
4
Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000:52) mengungkapkan bahwa
“Pemecahan masalah bukan hanya sebagai tujuan dari belajar matematika tetapi
juga merupakan alat utama untuk belajar matematika”. Danoebroto (2008:76),
menyatakan bahwa: “pemecahan masalah matematika merupakan suatu aktivitas
yang penting dalam kegiatan belajar mengajar oleh karena itu harus diajarkan
pada semua tingkatan mulai dari SD sampai SMU”. Akan tetapi untuk
mempelajari dan untuk mengajarkannya merupakan hal yang sulit. Karena
masalah-masalah yang dikaji mampu mendorong siswa untuk mengerjakannya
tetapi menghadapi kesulitan mengerjakan penyelesaiannya secara langsung.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah
memegang peran penting dan perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran karena
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Akan tetapi fakta di lapangan
menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan belum
memenuhi harapan. Siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika
khususnya dalam menyelesaikan soal yang berhubungan dengan kemampuan
pemecahan masalah sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa masih
rendah sebagaimana hasil penelitian Wardani (2010:40) bahwa secara klasikal
kemampuan pemecahan masalah matematika belum mencapai taraf ketuntasan
belajar. Anisa (2014:34) juga mengungkapkan di dalam pembelajaran siswa tidak
dibiasakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan matematik yang
membutuhkan rencana, strategi dan mengeksplorasi kemampuan menggeneralisasi
dalam penyelesaian masalahnya.
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan siswa dan
5
menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan masalah dan koneksi matematis
siswa. Salah satu materi yang dianggap sulit oleh siswa adalah kubus dan balok,
sebagian siswa tidak memahami soal yaitu tidak mengetahui apa yang diketahui
dan apa yang ditanya pada soal dan rumus apa yang harus digunakan dalam
menyelesaikan soal. Dari hasil survey peneliti menunjukkan bahwa 39,2 % dari
jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal penerapan rumus-rumus kubus dan
balok, 25% siswa kesulitan mengerjakan soal cerita aplikasi yang berkaitan
dengan kehidupan nyata, sedangkan 32,3% kesulitan dalam menyelesaikan soal
bentuk pemecahan masalah terkait dunia nyata. Sebagai contoh dari soal yang
diberikan kepada siswa yaitu: Ani membeli sebuah kado untuk dibawa dalam
acara ulang tahun temannya Ira. Kado tersebut dimasukkan dalam sebuah kotak
berbentuk balok dengan ukuran panjang = 10 cm, lebar = 8 cm dan tinggi = 6 cm.
Setelah dibungkus kertas kado kotak tersebut akan dihiasi dengan pita di
sepanjang rusuk-rusuknya. Berapakah panjang pita yang dibutuhkan?. Dilihat dari
proses jawaban siswa kebanyakan siswa tidak memahami maksud soal yang
terdapat dalam soal aplikasi di atas, mereka hanya mengetahui panjang, lebar dan
tinggi saja berturut-turut yakni 10 cm, 8 cm dan 6 meter, hanya sebagian siswa
mampu menentukan bagaimana cara menentukan panjang pita dan menghitung
panjang pita yang dibutuhkan.
Hal ini menunjukkan ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan
untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui soal
tersebut, rencana penyelesaian siswa tidak terarah dan strategi penyelesaian dari
jawaban yang dibuat siswa tidak benar serta siswa tidak memeriksa kembali
6
tepat karena siswa mengikuti contoh yang diberikan guru. Dari permasalahan di
atas siswa akhirnya tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga dapat
kita katakan bahwa kemampuan siswa memecahkan masalah masih sangat rendah.
Selain kemampuan pemecahan masalah, kemampuan koneksi matematis
juga harus dimiliki siswa karena kemampuan koneksi matematis tidak hanya
terbatas pada koneksi pada matematika saja karena ilmu matematika tidaklah
terpartisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika
merupakan satu kesatuan. Walle (2008:24) menyatakan bahwa di dalam kelas
anak harus didorong untuk bergulat dengan ide baru dan mencari koneksi antar ide
matematika. Selain itu matematika juga tidak bisa terpisah dari ilmu selain
matematika dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Dengan
demikian kemampuan koneksi perlu dilatihkan kepada siswa sekolah. Apabila
siswa mampu mengaitkan ide-ide matematika maka pemahaman matematikanya
akan semakin dalam dan bertahan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan
antar topik dalam matematika, dengan konteks selain matematik, dengan
pengalaman hidup sehari-hari (NCTM, 2000). Melalui koneksi matematis maka
konsep penilaian dan wawasan siswa semakin terbuka terhadap matematika, tidak
hanya terfokus pada topik tertentu saja yang dipelajari, sehingga akan
menimbulkan sifat positif terhadap matematika itu sendiri.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran
selama ini guru jarang menciptakan suasana yang dapat meningkatkan
kemampuan koneksi matematis siswa. Hal ini sesuai hasil penelitian Ruspiani
(2003:130) mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi
7
pada skor 100, yaitu dari 22,2% untuk koneksi matematika siswa dengan pokok
bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan
7,3% untuk koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari. Permasalahan
tentang koneksi matematis siswa ini harus segera ditangani, agar kemampuan
siswa terhadap kompetensi dasar yang diinginkan kurikulum tercapai.
Kemampuan koneksi matematis yang masih jauh dari harapan dapat dilihat
dari kemampuan siswa menjawab soal yang dibutuhkan koneksi, baik koneksi
antar topik matematika, koneksi matematika dengan disiplin ilmu lain maupun
dengan kehidupan sehari-hari masih rendah. Sebagai contoh soal yang diberikan
kepada siswa menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih
rendah dapat dilihat dari salah satu persoalan berikut. Akan dibuat kerangka
perangkap tikus berbentuk kubus yang terbuat dari kawat dengan panjang sisi 25
cm. Berapa banyakkah kerangka perangkap tikus yang dapat dibuat jika kawat
yang tersedia ada 12 meter?. Dalam menyelesaikannya membutuhkan koneksi
antar topik dalam matematika dan dalam kehidupan nyata. Tetapi dilihat dari
jawaban siswa kebanyakan dari merekatidak dapat menentukan banyak kerangka
yang akan dibuat. Sebahagian hanya bisa menuliskan panjang sisi 25 cm, namun
tidak bisa menyelesaikannya. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa
mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, siswa tidak mampu
mengkoneksikan materi antar topik matematika dengan disiplin ilmu lain maupun
matematika dalam kehidupan nyata. Dari permasalahan di atas siswa akhirnya
tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga dapat kita katakan bahwa
8
pengkoneksian antar topik matematika, matematika dengan disiplin ilmu lain
maupun matematika dalam kehidupan nyata.
Perkembangan kemampuan matematika siswa khususnya kemampuan
pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa kemungkinan besar dipengaruhi
oleh kemampuan awal matematika siswa yang dikelompokkan kepada kelompok
tinggi, sedang dan rendah. Kemampuan awal yang dimiliki siswa tersebut akan
berpengaruh pada hasil belajar siswa selanjutnya karena materi matematika
disusun secara hierarkis artinya suatu topik matematika merupakan prasyarat bagi
topik berikutnya. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu topik matematika yang
baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi proses
belajar mengajar matematika tersebut. Hudoyo (1988:4) mengungkapkan bahwa
karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang terputus-putus
akan mengganggu terjadinya proses belajar. Karena dalam belajar matematika
memerlukan materi prasyarat untuk memahami materi berikutnya, maka dalam
mengajar matematika guru harus mengidentifikasikan materi-materi yang menjadi
prasyarat suatu topik mata pelajaran matematika. Diperkuat oleh Ruseffendi
(1991:268) yang menyatakan bahwa: “topik-topik dalam matematika itu tersusun
secara hierarkis mulai dari yang mendasar atau mudah sampai kepada yang paling
sukar. Setiap orang yang ingin belajar matematika dengan baik harus melalui
jalur-jalur pasti yang telah tersusun secara logis”. Hal senada juga diungkapkan
oleh Hudojo (2003:64) yang mengatakan bahwa hakekat matematika berkenaan
dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya diatur menurut
9
Sehingga untuk mempelajari matematika pengetahuan tentang materi
sebelumnya sangat berguna untuk mempelajari materi selanjutnya. Seiring dengan
matematika merupakan dasar dari berbagai ilmu, dan merupakan ilmu yang
tersusun secara hirarkis maka kemampuan awal yang dimiliki siswa akan
berdampak pada keberhasilan siswa dalam belajar selanjutnya. Seseorang yang
mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, maka secara otomatis dia akan
mengalami kesulitan untuk mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Dan siswa
yang memiliki kemampuan awal yang baik, maka dia akan mampu mengikuti
pelajaran berikutnya dengan baik.
Dalam kegiatan belajar mengajar dalam suatu ruang kelas, para siswa
memiliki latar belakang kemampuan awal yang berbeda-beda. Ruseffendi (1991)
menyatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu
dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hal ini
disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal. Namun perlu
kita garis bawahi bahwa perbedaan kemampuan bukanlah semata-mata bawaan
dari lahir tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan (Ruseffendi, 1991).
Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan
bawaan dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan
disini dapat dikatakan sebagai lingkungan belajar dan suasana belajar secara
spesifik dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dapat berubah tergantung pada
pendekatan pembelajaran yang digunakan sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila
10
dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa, sebaliknya bagi siswa yang
memiliki kemampuan tinggi pengaruh pendekatan pembelajaran tidak terlalu
besar. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat memahami
matematika, walaupun tanpa menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran
yang manarik dan kontekstual, bahkan mungkin mereka merasa bosan dengan
pendekatan yang menurut kelompok siswa kemampuan sedang dan kurang sangat
cocok (Saragih: 2007). Oleh sebab itu, dalam menggunakan pendekatan
pembelajaran dirasa perlu mengupayakan pembelajaran yang memperhatikan
kemampuan awal matematika siswa yang diharapkan dapat memberikan peluang
dan mendorong peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi
matematis siswa. Salah satu pembelajaran yang diduga mampu menangani
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa adalah
pendekatan realistik.
Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan realistik, guru harus
memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami
konsep-konsep matematika melalui pemberian suatu masalah konsektual. Salah satu
karakteristik pendekatan realistik adalah menggunakan konteks dunia nyata siswa.
Pemecahan masalah kontekstual dalam matematika sangat berkaitan dengan
model situasi dan model matematika yang dikembangkan siswa sendiri (self
developed model).
Dari hasil wawancara yang penulis adakan pada siswa kelas VIII SMPN 4
Medan, selama proses pembelajaran dan perbincangan di luar kelas, diketahui
bahwa siswa kurang menyenangi matematika karena dianggap sulit dan tidak
11
kehidupan sehari-hari dengan alasan soal tersebut tidak sama dengan yang
diberikan oleh guru sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika.
Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa terjadi sedikit tanya jawab, siswa
mencatat dari papan tulis, mengerjakan latihan dan hasilnya ditulis di papan tulis.
Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas guru
terfokus memberikan rumus dan langkah-langkah serta prosedur matematika
dalam menyelesaikan soal. Dalam proses pembelajaran guru kurang mengaitkan
fakta real dalam kehidupan nyata dengan persoalan matematika dan proses
pembelajaran yang berlangsung di kelas kurang melibatkan siswa dan tidak
berorientasi pada membangun konsep matematika siswa. Pembelajaran yang
terjadi di kelas lebih tertuju pada pemberian informasi dan penyampaian materi
serta penerapan rumus-rumus matematika dan mengerjakan latihan-latihan yang
ada pada buku. Pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan memberikan
konsep dan prinsip matematika secara langsung kepada siswa sehingga siswa
tidak aktif dalam pembelajaran.
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan koneksi matematis siswa dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran
yang digunakan guru. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru kurang
efektif dan belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa
untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka, dan bahkan para siswa masih
enggan untuk bertanya pada guru jika mereka belum paham terhadap materi yang
disajikan guru. Di samping itu juga, guru senantiasa dikejar oleh target waktu
untuk menyelesaikan setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi
12
terjadi. Anak hanya belajar dengan cara menghapal, mengingat materi,
rumus-rumus, defenisi, unsur-unsur dan sebagainya. Pembelajaran berpusat pada guru,
guru hanya sebagai penyampai informasi, guru aktif sementara siswa pasif
mendengarkan dan menyalin, sesekali guru bertanya dan sesekali siswa
menjawab, guru memberikan contoh soal dilanjutkan dengan memberikan latihan
yang sifatnya rutin kurang melatih daya nalar, kemudian guru memberi penilaian.
Marpaung dalam Tim PLPG (2008:13) menyatakan bahwa matematika
tidak ada artinya kalau hanya dihafalkan” pendapat yang sama juga dikemukakan
dari hasil penjajakan yang dilakukan Anisa (2014:3) menunjukkan bahwa
umumnya proses pembelajaran matematika yang ditemuinya masih dilakukan
secara konvensional, drill, bahkan ceramah. Proses pembelajaran seperti ini hanya
menekankan pada tuntutan pencapaian kurikulum ketimbang mengembangkan
kemampuan belajar siswa. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hudoyo
(2003:89) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran seperti ini tidak
mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah,
penalaran, koneksi dan komunikasi matematika siswa.
Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika
sekolah tersebut, perlu dicari pendekatan pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan
koneksi matematika siswa yakni pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna,
dimana melalui pendekatan pembelajaran tersebut siswa mampu menemukan
sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya, bukan karena
diberitahukan oleh guru atau orang lain serta memberikan kesempatan kepada
13
kehidupan nyata sehingga siswa mengerti dengan apa yang dipelajarinya. Melalui
pembelajaran matematika siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan
kembali ide atau konsep matematika melalui pengorganisasian materi realitas,
dekat dengan pengalaman siswa dan relevan dengan masyarakat (Van den
Heuvel-Panhuizen, 2000) maka diupayakan dilakukan melalui penjelajahan berbagai
situasi masalah-masalah yang tidak hanya mengacu pada realitas tetapi juga pada
sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa. Dalam hal ini, masalah realistik yaitu
suatu masalah yang dekat dengan lingkungan siswa, maka siswa akan semakin
sadar akan pentingnya belajar matematika. Pendekatan pembelajaran didesain
sedemikian rupa agar siswa mampu mengkonstruk pengetahuan dalam benaknya,
sehingga siswa mampu belajar aktif dan mandiri serta mampu memecahkan
persoalan-persoalan belajarnya. Menurut Sabandar (Saragih:2007) untuk
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran diperlukan suatu pengembangan materi
pelajaran matematika yang difokuskan kepada aplikasi dalam kehidupan
sehari-hari (kontekstual) dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa serta penggunaan
metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran tidak hanya berupa
tes pada akhir pembelajaran. Pendekatan realistik merupakan salah satu alternatif
pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah, kemampuan koneksi matematika siswa dan mengaktifkan siswa dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran terpusat pada siswa. Hal ini sesuai dengan
pandangan Freudenthal (Saragih:2007) yang menyatakan bahwa matematika
merupakan kegiatan manusia yang lebih menekankan aktivitas siswa untuk
mencari, menemukan, membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga
14
Pendekatan pembelajaran realistik menekankan bagaimana siswa
menemukan konsep-konsep atau prosedur-prosedur dalam matematika melalui
dorongan masalah-masalah kontekstual tersebut siswa diarahkan dalam situasi
belajar mandiri atau kooperatif dalam kelompok kecil. Diperkuat oleh Zulkardi
(2006:60) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan realistik siswa
diajak mengerjakan soal-soal dengan menggunakan langkah-langkah sendiri,
siswa dapat menggunakan cara yang ditemukan sendiri, yang bahkan sangat
berbeda dengan cara yang dipakai oleh buku atau oleh guru. Pendekatan realistik
secara garis besar menurut Treffers dalam Wijaya (2012:21) memiliki lima
karakteristik yaitu menggunakan masalah kontekstual, menggunakan
model-model, menggunakan kontribusi siswa, terjadi interaksi dalam proses
pembelajaran dan menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait
dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
Berdasarkan pemikiran di atas, untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa diperlukan penerapan
pendekatan realistik. Untuk mengetahui sejauh mana kebenaran tentang hal ini,
maka perlu dilakukan penelitian dalam ruang lingkup pembelajaran matematika.
Penelitian ini difokuskan pada materi Kubus dan Balok pada siswa SMP kelas
VIII.
Sehubungan dengan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka
penelitian ini diberi judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Koneksi Matematis Siswa Menggunakan Pendekatan Realistik di SMP Negeri 4
15
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa rendah
2. Kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menjawab soal masih rendah
3. Siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal yang membutuhkan
pengkoneksian antar topik matematika, matematika dengan disiplin ilmu lain
maupun matematika dalam kehidupan nyata.
4. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum
mampu mengaktifkan siswa dalam belajar.
5. Guru kurang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
6. Terdapat faktor lain yaitu kemampuan awal matematis siswa yang
berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah dan
koneksi matematis siswa.
1.3 Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,
maka perlu adanya pembatasan masalah agar lebih fokus. Peneliti hanya meneliti
tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis
siswa menggunakan pendekatan realistik dan mengetahui bentuk proses
16
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah,
maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih tinggi daripada
siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pembelajaran biasa.
2. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematika antara siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih tinggi daripada
siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pembelajaran biasa.
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah
siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis
siswa?
5. Apa saja jenis kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan tes
kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah di
atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik
17
2. Untuk menganalisis peningkatan kemampuan koneksi matematika antara
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran melalui pembelajaran biasa.
3. Untuk menganalisis interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah
siswa.
4. Untuk menganalisis interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis
siswa?
5. Menganalisis jenis kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam
menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis
siswa.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang merupakan
masukan berarti bagi pembaharuan kegiatan pembelajaran yang dapat
memberikan suasana baru dalam memperbaiki cara guru mengajar di kelas,
khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan
koneksi matematika siswa SMP. Manfaat yang mungkin diproleh antara lain:
1. Menjadi acuan bagi guru-guru matematika tentang penerapan pendekatan
realistik sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dan koneksi matematis siswa
2. Memberikan informasi sejauh mana peningkatan kemampuan pemecahan
18
menggunakan pendekatan realistik dan siswa yang mendapat pembelajaran
dengan menggunakan pembelajaran biasa.
3. Memberikan alternatif pembelajaran matematika untuk dikembangkan
menjadi lebih baik dengan cara memperaiki kelemahan dan kekurangannya
serta mengoptimalkan hal-hal yang baik.
4. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan peningkatan
198 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulam yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika, kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan koneksi matematis siswa. kesimpulan tersebut sebagai berikut :
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberikan pembelajaran biasa. Siswa yang diajar dengan pendekatan realistik memperoleh rata – rata kemampuan pemecahan masalah matematis sebesar 57,42 sebelumnya 17,97 (N-gain kemampuan pemecahan masalah matematis sebesar 0,638), sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata – rata kemampuan pemecahan masalah matematis sebesar 48,39 sebelumnya 18,21 (N-gain kemampuan pemecahan masalah matematis sebesar 0,540).
199
kemampuan koneksi matematis sebesar 126,13 sebelumnya 98,13
(N-Gain kemampuan koneksi matematis sebesar 0,4558 ), sementara siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata–rata kemandirian belajar matematika sebesar 113,24 sebelumnya 99,18 (N-Gain koneksi matematis sebesar0,2310).
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika. Hal ini juga diartikan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, sedang kemampuan awal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
200
5. Proses jawaban siswa terkait kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis pada pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih bervariatif dan lebih baik dibanding dengan pembelajaran biasa. Hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang diajarkan dengan pembelajaran dengan pendekatan realsitik maupun pembelajaran biasa.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal – hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:
1. Bagi guru matematika
a. Pendekatan realistik pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan materi kubus dan balok.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran dengan pendekatan realistik pada pokok bahasan kubus dan balok.
201
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian matematika bukan lagi yang menjadi pelajaran menyulitkan bagi siswa. d. Agar pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih efektif diterapkan
pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik meliputi (LAS, RPP, media pembelajaran yang digunakan).
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori – teori pembelajaran dan model pembelajaran yang innovatif agar dapat melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa ke arah yang lebih baik.
2. Kepada Lembaga Terkait
a. Pembelajaran dengan pendekatan realistik menekankan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa.
202
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan realistik dalam meningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal. b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan realistik dalam
peningkatan kemampuan matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.
c. Berdasarkan hasil temuan dilapangan ternyata indikator pemecahan masalah pada aspek memeriksa kembali hasil jawaban memperoleh tingkat terendah. Oleh karena itu perlu adanya usaha latihan dan penekanan pada bagian pertanyaan untuk aspek memeriksa kembali hasil jawaban siswa. d. Berdasarkan hasil temuan dilapangan ternyata indikator koneksi matematis
pada aspek mengkoneksikan matematika dengan disiplin ilmu lain memperoleh tingkat terendah. Oleh karena itu perlu adanya usaha latihan dan penekanan pada bagian pertanyaan untuk aspek ini.