9
A.
Teori Yang Relevan1. Teori Atribusi (Atribution Theory)
Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan.
Atribusi mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses dimana orang menarik kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku orang lain.
Teori atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu (Harold Kelley, 1972-1973 dalam Bana, 2010).
Pada dasarnya teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk mememukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996) perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang di yakini bahwa berada di kendali pribadi individu itu
sendiri atau berasal dari faktor internal seperti ciri kepribadian, kesadaran, dan kemampuan. Hal ini merupakan atribusi internal sedangkan, perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar atau dari faktor eksternal seperti peralatan atau pengaruh sosial dari orang lain, artinya individu selalu terpaksa berperilaku karena situasi, ini merupakan atribusi eksternal. Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996), tergantung pada tiga
faktor, yaitu pertama kekhususan, artinya seseorang akan
mempersiapkan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan.
Apabila perilaku seseorang dianggap hal yang luar biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal kedua, konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jjika konsensusnya rendah maka termasuk atribusi eksternal. Faktor terakhir adalah konsisten yaitu jika seseorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu.
Alasan memilih teori ini adalah kemauan wajib pajak untuk membayar pajak terkait dengan persepsi wajib pajak dalam membuat
penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut. Jadi teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut.
2.Teori Motivasi
Teori yang mendasari untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini adalah teori motivasi. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Teori pengharapan (Victor Vroom, 1964)
Teori pengharapan mengatakan seseorang dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik. Menurut Victor Vroom jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Harapan berkaitan dengan keyakinan seseorang terhadap kemungkinan bahwa perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu. Harapan terdiri dua macam, yaitu harapan upaya dan harapan hasil. Harapan upaya menunjukkan persepsi seseorang tentang sulitnya melakukan perilaku tertentu dan kemungkinan tercapainya perilaku
tersebut. Seseorang akan mempunyai harapan usaha yang rendah atau bahkan nol apabila dia merasa tidak memiliki kemampuan melakukan perilaku tertentu. Jenis harapan kedua adalah harapan hasil prestasi, yaitu persepsi seseorang terhadap kaitan antara prestasi dengan imbalan. Seseorang akan memiliki harapan hasil prestasi yang tinggi jika dia yakin akan memperoleh imbalan jika prestasi yang telah ditentukan dapat dicapai. Nilai harapan seseorang dalam penyampaian SPT berkisar antara nol sampai dengan satu.
B.
Konsep Dasar Perpajakan1. Pengertian Pajak
Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama sehingga mudah dipahami. Perbedaannya terletak pada sudut pandang masing-masing pihak. Beberapa pengertian pajak adalah sebagai berikut:
Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2009:1):
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut P.J.A. Adriani dalam Waluyo (2011:2):
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Soeparman dalam Waluyo (2008:3):
Pajak adalah iuran berupa utang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan Undang-Undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta pelaksanaan aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:1), terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).
1. Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara)
Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, baik rutin maupun pembangunan.
2. Fungsi Regularend (pengatur)
Yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
C. Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut Mardiasmo (2009:29), Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak. Objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan per Undang-Undang Perpajakan.
Menurut Waluyo (2008:31), pengaturan SPT tersebut selanjutnya dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan aturan pelaksanaan pada tingkat dibawahnya seperti Peraturan Menteri Keuangan.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut Waluyo (2008:31), Pasal 3 Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
c. Harta dan Kewajiban, dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan per Undang-Undang Perpajakan.
Menurut Mardiasmo (2009:32), Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) secara garis besar SPT dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan (SPT) untuk
suatu masa pajak.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan (SPT) untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Surat Pemberitahuan Pajak meliputi:
a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan
b. SPT Masa yang terdiri dari:
1) SPT Masa Pajak Penghasilan
2) SPT Masa Pertambahan Nilai, dan
3) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak
Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak dapat berbentuk:
a. Formulir kertas (hardcopy), dan
b. e-SPT
Menurut Mardiasmo (2009:33), batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah:
a. Untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.
b. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi,
paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
c. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling
lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar:
a. Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
b. Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya.
c. Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak
d. Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT, Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal ini Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.
Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT (2 tahun) telah berakhir, sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat keterangan pajak, kepada Wajib Pajak masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbeneran pengisian SPT yang telah disampaikan. Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam suatu laporan tersendiri. Pengungkapan ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau
b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau
c. Jumlah harta menjadi lebih besar; atau
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan ketidakbeneran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi adiministrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sebelum laporan disampaikan. Meskipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan,
sepanjang belum dilakukan penyelidikan mengenai adanya
ketidakbeneran penyampaian SPT, terhadap ketidakbeneran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbeneran tersebut. Pengungkapan ketidakbenaran harus disertai pelunasan kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar.
D. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013), istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan dapat diartikan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dalam melaksanakan hak perpajakannya.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.235/KMKn03/2003 tentang kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengambilan pendahuluan pembayaran
pajak. Menurut Safri Nurmantu mendefinisikan kepatuhan wajib pajak
adalah “suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya”.
Kepatuhan wajib pajak merupakan bentuk kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kesadaran wajib pajak merupakan indikator penentu yang mempengaruhi penerimaan negara terutama dalam sistem self assessment. Pelaksanaan pemungutan pajak memerlukan suatu sistem yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun bagi wajib pajak.
Sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment system yang artinya ada kepercayaan dari fiskus kepada wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya, yaitu menghitung, menyetor dan melaporkan hutang pajaknya. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Kepatuhan yang dikatakan oleh Norman D. Nowak merupakan “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin dalam situasi (Devano, 2006 dalam Supadmi, 2010) sebagai berikut:
a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 wajib pajak patuh adalah sebagai berikut.
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen.
e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau
pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Sarana wajib pajak dalam membayar pajak menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana adsministrasi lainnya yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
E.Tingkat Pengetahuan Wajib Pajak
Menurut Widayati dan Nurlis (2010:6), pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan suatu perkara. Menurut Dominicus Doli dan M. khoiru Rusydi (2009:9), tingkat pengetahuan Wajib Pajak merupakan pemahaman Wajib Pajak secara menyeluruh terhadap segala peraturan perpajakan. Selanjutnya pemahaman tersebut diimplementasikan terhadap suatu sikap patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Indikasi dari tingkat pengetahuan itu adalah pemahaman terhadap peraturan serta kebijakan perpajakan, pemahaman akan kewajiban dalam menyampaikan SPT, serta pemahaman akan adanya sanksi pajak dalam hal keterlambatan/kealpaan dalam menyampaikan SPT.
Menurut Riqoh Musyaroqoh (2010:29), tinggi rendahnya
pengetahuan teknis perpajakan Wajib Pajak mengenai kesediaan membayar pajak dapat diketahui dari pengukuran sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang tarif Pajak Penghasilan (WP OP dan WP Badan)
b. Tarif pajak WP OP menggunakan tarif pajak progresif, yaitu presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
2. Pengetahuan Tentang batas Pajak Penghasilan.
3. Pengetahuan tentang denda apabila terlambat pelaporan SPT dan sanksi apabila tidak benar dalam pengisian SPT.
4. Pengetahuan tentang PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
5. Pengetahuan tentang PPh (Pajak Penghasilan).
Sedangkan tinggi rendahnya pengetahuan manfaat pajak terhadap kesediaan membayar pajak dapat diketahui dari pengukuran sebagai berikut:
1. Pengetahuan manfaat pajak untuk subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak).
2. Pengetahuan manfaat pajak untuk sarana pembayaran utang luar negeri.
3. Pengetahuan manfaat pajak dalam tingkat keamanan masyarakat.
4. Pengetahuan manfaat pajak dalam pelayanan aparat negara.
5. Pengetahuan manfaat pajak dalam pelayanan kesehatan oleh pemerintah.
Menurut Supriyanti dan Nur Hidayati (2007:42), rendahnya kepatuhan Wajib Pajak yang berdampak pada kemauan Wajib Pajak (WP), penyebabnya antara lain pengetahuan sebagian besar Wajib Pajak, serta persepsi Wajib Pajak tentang pajak dan petugas pajak masih rendah.
F. Tingkat Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran merupakan keinginan secara sukarela untuk menjalankan kewajiban. Kewajiban yang dimaksud adalah dalam perihal perpajakan (Doli dan Khoiru, 2009). Kewajiban perpajakan yang melekat pada wajib pajak diantaranya menghitung dan membayar sendiri pajak terutangnya, mengisi dengan benar SPT, dan melaporkan ke KPP dalam batas waktu yang telah ditentukan (Mardiasmo, 2011 : 56). Jadi kesadaran perpajakan wajib pajak adalah suatu sikap wajib pajak yang secara sukarela untuk menjalankan kewajiban perpajakannya, termasuk penyampaian SPT dengan benar dan dalam batas waktu yang teah ditentukan.
Kesadaran perpajakan wajib pajak tidak terbatas hanya pada kewajibannya dalam perpajakan. Menurut Tarjo dan Tjiptohadi (2005) kesadaran perpajakan adalah sebagai berikut:
suatu sikap sadar terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi komponen kognitif, afektif, konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan
fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Irianto (2005) yang dikutip oleh Rantung dan Hariadi (2009) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.
Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terlambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.
G. Penyuluhan Pajak
Penyuluhan pajak memiliki arti proses penyebarluasan peraturan perpajakan agar dapat dipahami dan dapat diterapkan dalam kegiatan praktis di lapangan yang dilakukan secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan (Arifin,2012).
Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor:SE- 98/PJ/2011 penyuluhan perpajakan dapat diartikan sebagai suatu upaya dan proses memberikan informasi perpajakan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat, dunia usaha, aparat, serta lembaga pemerintah maupun non pemerintah agar terdorong untuk paham, sadar, peduli dan berkontribusi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Dalam mengadakan penyuluhan perpajakan diperlukan pemahaman mengenai penyuluhan perpajakan, dalam SE-99/PJ/2011. Tentang pedoman Pembentukan Tim Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, disebutkan definisinya sebagai berikut:
Tim Penyuluhan Perpajakan adalah satuan tugas yang diberikan berdasarkan keputusan pimpinan unit kerja Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan tanggung jwab melaksanakan kegiatan penyuluhan perpajakan.
Tim Penyuluhan dibentuk oleh Kantor Pelayanan Pajak terdiri dari beberapa Tenaga Penyuluhan Perpajakan. Berdasarkan SE-99/PJ/2011 Tentang keputusan Pembentukan Tim Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, disebutkan definisinya sebagai berikut:
Tenaga Penyuluh Perpajakan adalah semua pejabat di lingkup Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan pejabat/pelaksana pada lingkup Kanwil DJP atau KPP yang ditetapkan dengan keputusan kepala Kanwil DJP atau Kepala KPP sebagai anggota Tim Penyuluhan Perpajakan.
Berdasarkan SE-98/PJ/2011 Tentang Pedoman Penyuluhan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, kegiatan penyuluhan perpajakan dapat dibagi menjadi 2 cara, yaitu:
1. Penyuluhan Langsung
Penyuluhan Langsung adalah kegiatan penyuluhan perpajakan dengan berinteraksi langsung dengan Wajib Pajak atau calon Wajib Pajak. Contoh penyuluhan langsung anatara lain seminar, workshop, dan lainnya.
2. Penyuluhan Tidak Langsung
Penyuluhan Tidak langsung adalah kegiatan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat dengan tidak atau sedikit melakukan interaksi
dengan peserta. Contoh kegiatan penyuluhan tidak langsung antara lain kegiatan penyuluhan melalui radio/televisi, penyuluhan melalui penyebaran buku/booklet/leaflet perpajakan.
H. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, hasil peneliti satu tidak sama dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat ekonomi, subjek penelitian, variabel penelitian, dan metode penelitian. Sehingga sampai saat ini masih tetap dilakukan penelitian mengenai kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan guna mengetahui secara pasti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu Terkait Variabel Faktor-Faktor Kepatuhan Wajib Pajak
No Peneliti Judul Hasil Penelitian
1. Jatmiko dan Agus
Nugroho (2006)
Pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksidenda, pelayanan fiskus dan kesadaran Perpajakanterhadap kepatuhan WP
Sikap wajib pajak terhadap pelayanan sanksi denda,pelayanan fiskus, dan kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak.
2. Supriyanti
dan Nur
Hidayati (2007)
Pengaruh Pengetahun
Pajak dan Persepsi
Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pengetahuan pajak memiliki
pengaruh terhadap kepatuhan
Wajib Pajak. Salah satu penyebab adalah mulai bertambahnya tingkat pengetahuan pajak yang diperoleh
langsung dari petugas pajak ataupun sosialisasi yang dilakukan oleh DJP. Persepsi wajib pajak terhadap petugas pajak dan persepsi terhadap kriteria wajib pajak patuh tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak, salah
satunya penyebabnya adalah
frekuensi sosialisasi DJP,
bertambahnya pengetahuan Wajib Pajak dan kesadaran peraturan perpajakan. 3. Doli Dominicus dan Khoiru Rusydi (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Untuk Wajib Pajak Badan
Faktor tingkat pengetahuan Wajib Pajak, Kemudahan dalam proses
pengisian Surat Pemberitahuan
(SPT), Tingkat kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian
Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan. Berdasarkan uji koefisien
determinasi, diketahui bahwa
sebesar 80,9% keempat faktor tersebut mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian
Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan. Faktor yang paling
dominan dalam mempengaruhi
kemauan Wajib Pajak dalam
(SPT) Tahunan adalah Tingkat Kesadaran Wajib Pajak.
4. Widayati dan Nurlis (2010) Faktor-faktor yang Mempengaruhi kemauan untuk membayar pajak wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
Kesadaran membayar pajak dan persepsi yang baik atas efektivitas
sistem perpajakan tidak
berpengaruh terhadap kemauan
membayar pajak. Sedangkan
pengetahuan dan pemahaman
peraturan perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemauan membayar pajak.
5. Listiana Andyastuti, Topowijono dan Achmad Husaini (2013) Pengaruh Penyuluhan, Pelayanan,Pemeriksaan, dan Sanksi Terhadap KepatuhanPenyampaian
Surat Pemberitahuan
Tahunan Orang Pribadi
Berdasarkan pada perhitungan
analisis regresi linier berganda,
dapat diketahui bahwa secara
simultan (bersama-sama) semua
variabel bebas berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat. Sedangkan secara parsial (individu)
masing-masing variabel bebas
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat dengan variabel pelayanan menjadi variabel yang
paling dominan mempengaruhi
kepatuhan penyampaian SPT
I. Kerangka Pemikiran
Menurut Taylor dalam Waluyo (2008:2), pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh negara dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak dapat diimbangi dengan kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) oleh wajib pajak baik bagi wajib pajak badan ataupun wajib pajak orang pribadi. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan maupun Masa adalah merupakan kewajiban wajib pajak sebagai subjek pajak dan jika tidak melaksanakannya akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi yaitu pertama, tingkat pengetahuan wajib pajak dimana peranan aparat pajak sangat penting dalam hal penopang pengetahuan wajib pajak, dengan bertambahnya tingkat pengetahuan wajib pajak mengenai perpajakan maka dapat dengan mudah memahami sistem dan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini.
Kedua, tingkat kesadaran wajib pajak yang dimiliki wajib pajak adalah hal yang paling utama karena sesuatu yang berawal dari diri sendiri (wajib pajak) akan pasti menghasilkan hasil yang sangat baik, dan kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak dalam dirinya akan memiliki dorongan yang kuat untuk menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak yang baik dengan menyampaikan SPT nya sendiri karena Indonesia menganut sistem Self Assessment System (SAS).
Ketiga, kegiatan seperti penyuluhan pajak memiliki peranan penting dalam upaya memasyarakatkan pajak sebagai upaya kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan penyuluhan perpajakan yang dilakukan secara intensif maka akan diketahui seberapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan keterangan diatas maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
H1 H2 H3 Tingkat Pengetahuan (X1) Tingkat Kesadaran (X2) Penyuluhan Pajak (X3)
Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan